Silaturahim NILAI SOSIOLOGIS “SAYEMBARA BOHONG”

lxvi

3.3 Silaturahim

Persaudaraan kadang seperti tingkah dahan-dahan yang ditiup angin. Walau satu pohon, tak selamanya gerak dahan seiring sejalan. Adakalanya seirama, tapi tak jarang berbenturan. Tergantung mana yang lebih kuat: keserasian batang dahan atau tiupan angin yang tak beraturan. Indahnya persaudaraan. Sebuah anugerah Allah yang teramat mahal buat mereka yang terikat dalam keimanan. Segala kebaikan pun terlahir bersama persaudaraan. Ada tolong-menolong, terbentuknya jaringan usaha, bahkan kekuatan politik umat. Namun, pernik-pernik lapangan kehidupan nyata kadang tak seindah idealita. Ada saja khilaf, salah paham, friksi, yang membuat jalan persaudaraan tidak semulus jalan tol. Ketidakharmonisan pun terjadi. Kebencian terhadap sesama saudara pun tak terhindarkan. Muncullah kekakuan-kekakuan hubungan. Interaksi persaudaraan menjadi hambar. Sapaan cuma basa-basi. Tidak ada lagi kerinduan. Sebaliknya, ada kekecewaan dan kebencian. Suatu hal yang sulit ditemukan dalam tataran idealita persaudaraan Islam. Lebih repot lagi ketika disharmoni itu menular ke orang lain. Keretakan persaudaraan bukan lagi hubungan antar dua pihak, bahkan merembet. Penyebarannya bisa horisontal atau ke samping, bisa juga vertikal atau atas bawah. Para orang tua yang berseteru, anak cucu pun bisa ikut kebagian. lxvii Rasulullah saw. pernah mengingatkan itu dalam sabdanya, “Cinta bisa berkelanjutan diwariskan dan benci pun demikian.” HR. Al-Bukhari Waktu memang bisa menjadi alat efektif peluntur kekakuan itu. Saat gesekan menghangat, perjalanan waktulah yang berfungsi sebagai pendingin. Orang menjadi lupa dengan masalah yang pernah terjadi. Ada kesadaran baru. Dan kerinduan pun menindaklanjuti. Kalau berhenti sampai di situ, bisa jadi, perdamaian cuma datang dari satu pihak. Karena belum tentu, waktu bisa menjadi solusi buat pihak lain. Kalau pun bisa, sulit memastikan bertemunya dua kesadaran dalam rentang waktu yang tidak begitu jauh. Perlu ada cara lain agar kesadaran dan perdamaian bertemu dalam waktu yang sama. Dan silaturahim adalah salah satunya. Inilah cara yang paling ampuh agar kekakuan, ketidaksepahaman, kekecewaan menjadi cair. Suasana yang panas pun bisa berangsur dingin. Dengan nasihat yang begitu sederhana, Rasulullah saw. mengajarkan para sahabat tentang keunggulan silaturahim. Beliau saw. bersabda, “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung tali silaturahim.” Muttafaq ‘alaih Menarik memang tawaran Rasul tentang manfaat silaturahim: luasnya rezeki dan umur yang panjang. Dua hal tersebut merupakan simbol kenikmatan hidup yang begitu besar. Bumi menjadi begitu luas, damai, dan nyaman. Sehingga, kehidupan pun menjadi sangat berarti. lxviii Masalahnya, tidak mudah menggerakkan hati untuk berkunjung ke orang yang pernah dibenci. Mungkin masih terngiang seperti apa sakitnya hati. Begitu berat beban batin. Berat. Terlebih ketika setan terus mengipas-ngipas bara luka lama. Saat itulah, setan memposisikan diri seseorang sebagai pihak yang patut dikunjungi. Bukan yang mengunjungi. Kalau saja bukan karena rahmat Allah, seorang mukmin bisa lupa kalau ‘izzah bukan untuk sesama mukmin. Tapi, buat orang kafir. Firman Allah swt. “Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap adzillah lemah lembut terhadap orang mukmin, yang bersikap ‘izzah keras terhadap orang-orang kafir….” QS. 5: 54 Setidaknya, ada tiga persiapan yang mesti diambil agar silaturahim tidak terasa berat. Pertama, murnikan keinginan bersilaturahim hanya karena Allah. Ikatan hati yang terjalin antara dua mukmin adalah karena anugerah Allah. Ikatan inilah yang menembus beberapa hati yang berbeda warna menjadi satu cita dan rasa. Sebuah ikatan yang sangat mahal. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “dan Yang mempersatukan hati mereka orang-orang beriman. Walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka….” QS. Al-Anfal: 63 Jangan pernah selipkan maksud-maksud lain dalam silaturahim. Karena di situlah celah setan memunculkan kekecewaan. Ketika maksud itu tak tercapai, lxix silaturahim cuma sekadar basa-basi. Silaturahim tinggallah silaturahim, tapi hawa permusuhan tetap ada. Kedua, cintai saudara seiman sebagaimana mencintai diri sendiri. Inilah salah satu cara mengikis ego diri yang efektif. Ketika tekad ini terwujud, yang terpikir adalah bagaimana agar bisa memberi. Bukan meminta. Apalagi menuntut. Akan muncul dalam nurani yang paling dalam bagaimana bisa memberi sesuatu kepada saudara seiman. Termasuk, memberi maaf. Meminta maaf memang sulit. Dan, akan lebih sulit lagi memberi maaf. Hal inilah yang paling sulit dalam tingkat keimanan seseorang. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.” Ketiga, bayangkan kebaikan-kebaikan saudara yang akan dikunjungi, bukan sebaliknya. Kerap kebencian bisa menihilkan kebaikan orang lain. Timbangan diri menjadi tidak adil. Kebaikan yang bertahun-tahun bisa terhapus dengan kesalahan semenit. Maha Benar Allah dalam firmanNya, “…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa….” QS. 5: 8 Tak ada yang pernah dirugikan dari silaturahim. Kecuali, tiupan angin ego yang selalu ingin dimanjakan. Karena, ulahnya tak lagi membuat tangkai-tangkai dahan berbenturan. lxx Allah SWT telah melebihkan manusia atas segala makhluk yang lain. Dimana manusia diciptakan dari himpunan dua unsur yaitu tanah dan ruh Allah, diciptakan sebaik-baik kejadian dan dibekali dengan akal dan sarana-sarana penyempurna yang lain agar benar-benar siap menjadi makhluk yang paling mulia. Sebagaimana juga telah ditaklukkan dan ditundukkan makhluk-makhluk yang lain untuk memenuhi kebutuhan dan keperluannya. Semua ini dimaksudkan agar kemungkinan manusia mengemban amanah sebagai khalifah dan hamba yang beribadah dan memakmurkan bumi sesuai dengan petunjuk Tuhannya. Firman Allah SWT: “Dan telah Kami muliakan anak cucu Adam dan Kami membawa mereka didaratan dan dilautan dan Kami beri mereka rizki dari hal-hal yang baik dan Kami telah lebihkan mereka atas kebanyakan dari makhluk yang kami ciptakan”. QS. Al-Isra:70. Untuk menjaga kemuliaan dan kedudukan universal manusia sebagai satu kesatuan, maka Islam meletakkan kaidah-kaidah yang akan menjaga hakekat kemanusiaan tersebut dalam hubungan antar individu atau antar kelompok. Asas Pertama: Saling menghormati dan memuliakan Sebagaimana Allah telah memuliakan manusia, menjadi keharusan setiap manusia untuk saling menghormati dan memuliakan, tanpa memandang jenis suku, warna kulit, bahasa dan keturunannya. Bahkan Islam mengajarkan untuk menghormati manusia walaupun telah menjadi mayat. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berdiri khusyu’ menghormati jenazah seorang yahudi. Kemudian seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia jenazah yahudi”. Nabi SAW bersabda: “Bukankah dia juga adalah seorang berjiwa ?”. HR. Imam Muslim. Asas Kedua: Menyebarkan kasih saying lxxi Ini merupakan eksplorasi dari risalah Islam sebagai ajaran yang utuh, karena dia datang sebagai rahmat untuk seluruh alam. Maka Nabi SAW bersabda: “Tidak akan terlepas kasih sayang kecuali dari orang-orang yang hina”. Asas Ketiga: Keadilan Seluruh ajaran dan syari’at samawi terbangun diatas tiang keadilan dan keseimbangan. Maka keadilan manjadi komponen utama dari sya’riat utama para Nabi dan Rasul. Dan dalam sya’riat terakhir; Islam, gambaran tentang keadilan lebih rinci dan kuat. Menegakkan keadilan merupakan keharusan diwaktu aman bahkan dalam keadaan perang sekalipun. Dan Islam menjadikan berlaku adil kapada musuh sebagai hal yang mendekatkan kepada ketaqwaan QS. Al-Maidah:8. Untuk merealisasikan hal ini, Islam tidak hanya menyuruh berbuat adil, tapi juga mengharamkan kezaliman dan melarangnya sangat keras. Asas Keempat: Persamaan Asas ini adalah cabang dari tiang sebelumnya yaitu keadilan. Persamaan sangat ditekankan khususnya dihadapan hukum. Faktor yang membedakan antara satu orang dengan yang lain adalah taqwa dan amal shaleh, iman dan ilmu. QS. Al- Hujurat:13. Asas Kelima: Perlakuan yang sama Kaidah umum baik menyangkut individu maupun kelompok menghendaki adanya perlakuan yang sama atau lebih baik. Membalas suatu kebaikan dengan kebaikan yang sama atau lebih baik adalah tuntutan setiap masyarakat yang menginginkan hubungan harmonis antar anggota-anggotanya. Maka Allah SWT menentukan hal tersebut dalam salah satu firman-Nya QS. Al-Isra:7. lxxii Asas Keenam: Berpegang teguh pada keutamaan Asas ini sering dinyatakan dengan taqwa, ihsan dan kebaktian dibanyak tempat dalam Al-Qur’an. misalnya dalam Surah Al-Baqarah:177 dan 194, Al- Mukminun:96, Fushshilat:34. Dan diantara fenomena berpegang kepada keutamaan; berlemah lembut, memaafkan, berlapang dada, bersabar, ringan tangan, menolong dan lain-lain. Dan yang paling jelas dan tampak sekali kebaikannya adalah membalas suatu kejahatan dengan yang lebih baik QS. Fushshilat:34. Asas Ketujuh: Kebebasan merdeka Dalam asas inilah betapa jelas sekali Allah memuliakan manusia dan menghormati kemauannya, fikirannya dan perasaannya dan membiarkannya menentukan nasibnya sendiri apa yang berkaitan dengan petunjuk dan kesesatan dalam keyakinan, dan membebankan kepadanya akibat perbuatannya dan muhasabah dirinya. Hanya kebebasan bukanlah maknanya melepaskan diri dari segala ketentuan dan ikatan karena menuruti hawa nafsu, sehingga seseorang bisa bisa melanggar hak- hak orang lain. Kalau demikian halnya yang terjadi adalah kekacauan dan kerusakan. Maka Syaikh Muhammad Abu Zahrah mengatakan: “Sesungguhnya kebebasan yang hakiki dimulai dengan membebaskan jiwa dan nafsu mengikuti syahwat dan menjadikannya tunduk kepada akal dan hati”. Apalagi sampai menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan QS. Al-Jatsiyah:23. Asas kedelapan: Berlapang dada dan toleransi tasamuh Telah banyak pembicaraan tentang toleransi yang menjadikannya sedikit menyimpang dari makna yang sebenarnya. Sebetulnya makna tasamuh adalah sabar lxxiii menghadapi keyakinan-keyakinan orang lain, pendapat-pendapat mereka dan amal- amal mereka walaupun bertentangan dengan keyakinan dan batil menurut pandangan, dan tidak boleh menyerang dan mencela dengan celaan yang membuat orang tersebut sakit dan tersiksa perasaannya, dan tidak boleh memakai sarana-sarana pemaksaan untuk mengeluarkan mereka atau melarang mereka dari mengemukakan pendapat atau melakukan amalan-amalan mereka. Dan asas ini terkandung dalam banyak ayat Al-Qur’an diantaranya, “Dan janganlah kalian mencela orang-orang yang berdo’a kepada selain Allah, yang menyebabkan mereka mencela Allah dengan permusuhan dengan tanpa ilmu. Demikianlah Kami menghiasi untuk setiap umat amalan mereka, lalu Dia mengabarkan kepada apa yang mereka lakukan”. QS. Al-An’am:108 Asas Kesembilan: Saling tolong menolong Tabiat manusia adalah makhluk sosial, karena tak ada seorang pun yang mampu hidup sendiri, tanpa bergaul dengan saudaranya. Dengan bermuamalah antar manusialah akan sempurna pemanfaatan dan kegunaan. Disana banyak sekali kebutuhan seorang individu yang tak akan mampu dipenuhinya sendiri. Bahkan Islam tidak sekedar mengesahkan asas ini sebagai asas dalam hubungan antar manusia, tapi lebih jauh lagi Islam menentukan bahwa hamba selamanya bergantung kepada pertolongan Allah SWT, dia mengakui hal ini atau pun tidak mengakuinya. Dan Islam mengaitkan pertolongan ini dengan saling tolong menolong hamba antar mereka. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Dan Allah selalu menolong seseorang selama orang tersebut selalu menolong saudaranya”. HR. Muslim. lxxiv Asas Kesepuluh: Menepati janji Menepati janji mencakup seluruh janji dalam hal yang baik. Dia merupakan jaminan untuk kelangsungan unsur kepercayaan dalam saling tolong menolong antar manusia. Bila hal ini hilang dari suatu masyarakat, maka bisa jadi masyarakat akan hancur dan rusak. Melanggar janji merupakan satu tanda dari kemunafikan. Nabi SAW bersabda: “Tanda orang munafik itu ada tiga; bila berbicara dia berbohong, bila berjanji dia melanggarnya dan bila diberi amanat dia mengkhianatinya”. Inilah sepuluh asas diantara asas-asas hubungan kemanusiaan yang ditawarkan oleh Islam. Walaupun pada sepuluh hal ini, tapi dengan melaksanakan sepuluh asas ini saja sudah dapat dibangun masyarkat yang kuat, berbarakah dan penuh keharmonisan, kebahagiaan dan kedamaian. Antara pemikiran falsafah yang dapat diinterpretasikan dari Hikayat Seribu Masalah adalah keteguhan dalam mengikat tali persaudaraan. Persaudaraan dalam Islam merupakan suatu masalah yang sangat dititikberatkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW karena hal ini merupakan hal yang paling mendasar dalam hubungannya dengan silaturahim sesama muslim. Umat Islam walaupun berlainan kulit, bangsa, bahasa, bentuk wajah, kedudukan, idiologi, dan sebagainya adalah bersaudara, sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” Al Hujarat: 10 lxxv Berdasarkan konsep pandangan Islam tentang ikatan persaudaraan tersebut terlihat bahwa hal inilah sangatlah mendasar dalam ajaran Islam. Perbuatan memutuskan hubungan persaudaraan dalam Islam dianggap sebagai perbuatan dosa. Aspek moral dalam Islam sangat mementingkan konsep hubungan sesama mikrokosmos yaitu “Hablum minallah wahablum minannas, Islam bukan saja mementingkan konsep hubungan manusia dengan tuhan Allah melainkan juga mementingkan konsep hubungan sesama manusia. Hubungan ini bertujuan untuk menjalin hubungan silaturahim di antara sesama manusia demi kesejahteraan umat manusia itu sendiri. Hal ini akan melahirkan tali persaudaraan yang kukuh antara sesama umat manusia. Hubungan tali persaudaraan yang kokoh juga akan melahirkan suatu tindakan musyawarah dan mufakat. Hal ini juga sesuai dengan pepatah Melayu, bulat air karena pembetung, bulat kata manusia karena mufakat. Gambaran akan tali persaudaraan yang teguh dan kokoh ini terdapat dalam Hikayat Seribu Masalah, yang terlihat ketika Nabi Muhammad SAW menjelaskan bagaimana caranya membangun hubungan yang harmonis antara sesama manusia berdasarkan firman Allah SWT. Dalam Islam tidak mengenal akan adanya kepentingan diri sendiri, kecuali untuk urusan ibadah kepada Allah SWT, semuanya diletakkan untuk kepentingan ummat Islam, sebagai sesama muslim untuk saling membantu dalam segala hal, seperti yang tergambar dalam kutipan berikut ini. “Setelah sudah dilawannya akan kata2 Muhammad, maka ditanyakannya kepada Muhammad, dalam pada itu demikian tanyanya, “Segeralah hai Muhammad memberi bantu akan hamba, karena hamba sudah adalah di tengah padang kembara akan hal agamamu” Maka berkata Muhammad kepada Abdullah bin Salam, dengan seketika itu jua disuruhkan Abdullah bin Salama kepada tujuh ratus orang pengikutnya bertanya akan Muhammad, Maka seorang-orang lxxvi pengikutnya berkata, “hai Muhammad Beri aku ilmu akan agamamu antara hubungan khawan dan khawan dan beri bawa kepadaku Maka tatkala Muhammad memberi jelas akan hal hubungan manusia dan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan seluruh pengikut Abdullah bin Salam terdiam dan merenungi akan dirinya. Hikayat Seribu Masalah:45.

3.4 Kepekaan Sosial