Iman Kepada Hari Akhir

liv

BAB III NILAI SOSIOLOGIS “SAYEMBARA BOHONG”

Setelah meninjau unsur-unsur yang mendukung struktur dalam Hikayat Seribu Masalah, maka penulis dapat mengetahui bagaimana pengarang mengungkapkan keadaan atau suasana terjadinya dialog antara dua orang tokoh agama yakni antara Rasullah SAW dengan seorang pendeta dari Yahudi yang bernama Abdullah bin Salam. Peristiwa-peristiwa yang penulis temukan dalam cerita ini mengandung berbagai nilai kehidupan kemasyarakatan sesuai dengan ajaran agama Islam. Jadi, nilai-nilai yang terdapat dalam cerita ini ialah nilai-nilai yang mengandung pengajaran hidup di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain nilai-nilai pengajaran tersebut bermanfaat juga bagi pribadi-pribadi manusia di luar pemeluk agama Islam dalam menjalani kehidupan. Nilai-nilai sosiologis yang ada di dalam cerita ini ditinjau dari segi-segi sosial kemasyarakatan dan situasi yang disajikan pengarang kepada pembaca dapat dilihat dalam pembahasan nilai-nilai sosiologis sebagai berikut .

3.1 Iman Kepada Hari Akhir

Salah satu yang terpenting dari nilai-nilai sosiologis kehidupan yang disampaikan dalam Hikayat Seribu Masalah adalah tentang iman kepada hari akhir akhirat sesuai dengan pertanyaan Abdullah bin Salam kepada Nabi Muhammad lv SAW. Percaya kepada adanya hari akhir akhirat dalam agama Islam merupakan salah satu bentuk dari rukun Iman Islam yang memang benar-benar harus dipercayai keberadaannya oleh umat Islam tanpa harus ada pertanyaan “kenapa dan mengapa” karena hal ini merupakan hal yang bersifat dogmatis. Artinya bahwa ummat Islam harus meyakini akan hal ini sepenuh hatinya. Dalam Islam dipercayai bahwa kehidupan manusia terbagi menjadi dua: kehidupan pendek di Darul ‘Amal dan kehidupan abadi di Darul Jaza. Darul ‘Amal tempat beramal adalah bumi atau dunia yang kita tempati sekarang ini sampai batas waktu tertentu yang amat singkat. Dunia adalah tempat dan waktu yang diberikan kepada kita untuk melakukan amal yang kita kehendaki seperti orang-orang sebelum kita yang juga telah mengalaminya. Allah swt. berfirman: “Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melata pun akantetapi Allah menangguhkan penyiksaan mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha melihat keadaan hamba-hamba-Nya.” Fathir: 44-45 Setiap lewat sehari, kesempatan hidup pun berkurang dan kita semakin dekat dengan Darul Jaza negeri balasan. Dan bila kesempatan itu benar-benar habis, hidup di dunia ini terasa kurang dari sesaat. Allah swt berfirman: “Dan ingatlah akan hari yang di waktu itu Allah mengumpulkan mereka, mereka merasa di hari itu seakan-akan mereka tidak pernah berdiam di dunia kecuali hanya sesaat di siang hari, di waktu itu mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.” Yunus: 45 lvi Sedangkan yang dimaksud dengan Darul Jaza adalah negeri akhirat, tempat manusia mendapatkan balasan semua perbuatannya di Darul Amal. Dan maut adalah titik perpindahan dari Darul Amal ke Darul Jaza. Allah swt. berfirman: “Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawa-mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmu-lah kamu akan dikembalikan.’ Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang- orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, mereka berkata: ‘Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia, kami akan mengerjakan amal shalih, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.’” As- Sajadah: 11-12 Hal di atas sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Abdulah bin Salam kepada Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana kehidupan akhirat tersebut, seperti yang tergambar dalam kutipan berikut ini: “Setelah sudah bersua dengan Muhammad ini, maka disegerakan pula oleh Abdullah bin Salam, demikian bunyinya, “Segeralah Muhammad memberi jelas akan hamba, perihal alam semesta berbarung-barung” Maka Muhammad memberitahu akan hal alam semesta kepada Abdullah bin Salam beserta khawan-khawan akan dia, dengan seketika itu jua Abdullah bin Salam dan tujuh ratos orang pengikutnya mendengar dan mengerti akan halnya kejadian semula awal alam semesta…. Maka Abdullah bin Salam berkata, “hai Muhammad, bagaimana rupa dan bentuk akhirat seperti pengetahuanmu dan bagaimana beroleh hidup disyurga dan neraka…… Hikayat Seribu Masalah: 23 Abdullah bin Salam bertanya kepada Muhammad bagaiama kehidupan di akhirat, apakah setiap perbuatan manusia yang zalim akan langsung mendapat hukuman dari Allah SWT atau akan dibalas di akhirat kelak. Maka Nabi Muhammad lvii pun menjelaskan semuanya secara rinci sehingga Abdullah bin Salam beserta pengikutnya paham akan konsep akhirat dan perbuatan baik dan buruk. Hal ini tergambar pada kutipan berikut: Maka Abdullah bin Salam berkata, “hai Muhammad, bagaimana beroleh hidup disyurga dan neraka dan bagaimana pula dengan kehidupan akhirat. Adakah khabar daripada kamu telah pula melihat semuanya? Jelaskan akan daku, hai Muhammad Maha sangat ingin aku mendengar tentang khabar itu?” Adakah ianya berbuat zalim akan langsung mendapat amaran dari Tuhanmu wahai Muhammad atau adakah ianya akan mendapat balasan di akhirat nantinya? Hikayat Seribut Masalah: 24 Iman seorang mukmin kepada hari akhir punya dalil yang kuat. Dalil yang utama adalah informasi semua Rasul, tanpa kecuali, tentang hakikat hari akhir yang mereka terima dari Allah swt. Para Rasul adalah orang-orang yang telah menunjukkan kepada manusia bukti-bukti kebenaran risalah mereka. Namun disamping itu ada juga dalil-dalil aqli logika. Ada banyak dalil aqli. Tapi, salah satunya adalah dalil logika keadilan Ilahi. Dalam diri manusia ada perasaan cinta kepada keadilan. Ini perasaan yang membuat manusia membenci kezaliman. Pencipta perasaan cinta keadilan dalam diri manusia ini adalah Allah swt., Pencipta manusia, dan merupakan aksioma bahwa Sang Pencipta lebih agung dan lebih sempurna dari ciptaan-Nya, dan bagi Allah segala perumpamaan yang sempurna. Jadi, keadilan Allah swt. jelas Maha Sempurna, sedangkan makhluknya tidak. Jika rasa keadilan dalam diri manusia menolak perlakuan sama antara orang zalim dan yang terzalimi, antara pembunuh dengan korban terbunuh, orang yang taat lviii dengan yang membangkang, maka keadilan Ilahi yang sempurna tentunya lebih menolak penyamaan antara si zalim dengan yang dizalimi, antara pembunuh dan terbunuh, antara yang taat dan yang melakukan maksiat, antara mukmin dengan kafir, dan antara orang baik dan orang jahat. Allah swt. berfirman: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah pula Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” Shad: 27-28 Namun kita tidak mendapati keadilan sempurna di dunia. Belum ada balasan yang setimpal atas semua perbuatan manusia yang baik maupun buruk. Dengan logika keadilan Ilahi yang tak mungkin diragukan, kita beriman bahwa penghitungan dan balasan amal yang seadil-adilnya itu akan kita temui di hari akhir sebagaimana diinformasikan oleh semua Rasul a.s. sebagai orang-orang yang dipilih oleh Allah SWT untuk menyampaikan firmannya kepada seluruh umat manusia.

3.2 Tawakkal