xlviii 3
Latar sosial, latar ini menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan
hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap dan lain-lain.
Setelah penulis membaca dan memahami Hikayat Seribu Masalah maka latar yang terdapat dalam cerita tersebut hanyalah latar tempat sedangkan latar waktu dan
latar social tidak ada sedikitpun digambarkan dalam Hikayat Seribu Masalah tersebut. Adapun latar tempat dari Hikayat Seribu Masalah ini adalah sebagai berikut:
Latar tempat yang ada dalam Hikayat Seribu Masalah adalah di Yatsir Madinah yakni tempat kedatangan Rasulullah setelah berhijrah dari Mekah dan
bertemu dengan seorang pendeta dari Yunani yang sengaja datang untuk menanyakan berbagai hal yang berhubungan dengan agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut ini: “Maka Abdullah bin Salam berjalan daripada suatu pangkalan kepada
suatu pangkalan bersama tujoh ratos pengikotnya, maka sampailah Amir Husein kepada suatu tempat bernama Yastrib. Ianya hendak
berjumpa daripada Muhmmad hendak menanyakan seribo hal kepada Muhammad….
2.5. Watak dan Perwatakan
Dalam pembicaraan sebuah karya sastra, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karekterisasi
secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah
xlix tersebut, sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang persis sama, walau ada di
antaranya yang sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada “tehnik” pengembangannya dalam sebuah cerita.
Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan: “siapakah tokoh utama cerita rakyat itu?”, atau “Ada
berapa orang jumlah pelaku dalam cerita rakyat itu?”, atau “Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam cerita itu?”, dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan
karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan
karakterisasi, karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu
sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh jones dalam Nurgiantoro, 1999:165. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita. Penggunaan istilah “karakter” character sendiri dalam berbagai literature
bahasa inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh- tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan
prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut Stanton dalam Nurgiyantoro, 1999:165. Dengan demikian, character dapat berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula
berarti ‘perwatakan’. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya, memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama tokoh tertentu,
tidak jarang langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang dimilikinya. Hal
l itu terjadi terutama pada tokoh-tokoh cerita yang telah menjadi milik masyarakat,
seperti sampuraga dengan sifat-sifat jahatnya dan lain-lain. Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan ke dalam
beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja
dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal. Adapun jenis-jenis tokoh cerita tersebut
adalah: a.
Tokoh utama dan tokoh tambahan Membaca sebuah karya sastra, kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh
yang dihadirkan didalamnya. Namun, dalam kaitannya dalam keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama.
Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali
dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama central character,
main character, sedang yang kedua adalah tokoh tambahan peripheral character.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada cerita rakyat tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap
li kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang
bersangkutan. b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi penampilan
tokoh dapat dibedakan kedalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Membaca sebuah karya sastra, pembaca sering mengidentifikasikan diri
dengan tokoh tertentu, memberikan simpati, dan simpati melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh
pembaca disebut sebagai tokoh protagonis Alterbrend dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 1999:178.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi. Tokoh yang merupakan pengejewantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Tokoh
protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan- harapan kita sebagai pembaca. Maka kita sering mengenalinya sebagi yang
memiliki kesamaan dengan kita, demikian pula halnya dalam menyikapinya. Demikian pula sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yang menampilkan
sesuatu yang tidak sesuai dengan pandangan kita, tidak sesuai dengan norma- norma, nilai-nilai yang tidak ideal bagi kita.
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
lii Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh
sederhana simple atau flat character dan tokoh kompleks atau tokoh bulat complex atau round character. Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli
adalah tokoh yang memilki satu kualitas tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkapkan ke
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku
tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu.
Tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan ke berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati dirinya
ia dapat saja memilki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat menampilkan watak dan tingkah laku yang bermacam-macam. Bahkan
mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.
Setelah membaca dan mengamati cerita rakyat Sayembara Bohong maka dapat diketahui watak dan perwatakannya sebagai berikut:
1. Watak atau Tokoh Cerita Tokoh utama dalam Hikayat Seribu Masalah ini adalah Nabi Muhammad
Salallah Alaihi Wasallam. Sedangkan tokoh tambahan dalam Hikayat Seribu Masalah adalah Abdullah
bin Salam dan tujuh ratus orang pengikutnya.
liii 2. Perwatakan dan Penokohan
Dalam Hikayat Seribu Masalah tidak terdapat perwatakan dan penokohan dari tokoh-tokohnya karena dalam hikayat ini hanya bersifat dialogis atau hanya bersifat
menceritakan tentang dua orang tokoh yang saling berkomunikasi tentang agama Islam.
Demikianlah paparan tentang watak dan perwatakan dalam Hikayat Seribu Masalah.
liv
BAB III NILAI SOSIOLOGIS “SAYEMBARA BOHONG”