xxiii Wahida Rani hanya membuat naskah saja, tidak mengkaji lebih lanjut. Hanya
menceritakan kembali cerita rakyat itu tanpa menganalisis cerita rakyat SB baik dari pendekatan sastra maupun dengan pendekatan sodiologi sastra.
Oleh karena itu penulis beranggapan bahwa kajian yang penulis kerjakan
terhadapat cerita rakyat SB merupakan karya ilmiah yang asli orisinil dan belum
pernah dikaji oleh peneliti manapun. Adapun kajian yang penulis fokuskan adalah
nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita rakyat SB.
1.7. Landasan Teori
Untuk membahas tentang struktur dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung
dalam cerita rakyat SB digunakan teori pendekatan yaitu teori struktural dan sosiologi
sastra. Kedua teori pendekatan tersebut digunakan untuk mengetahui sekaligus mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat dalam cerita
tersebut. Berikut akan dipaparkan kedua teori pendekatan tersebut.
1.7.1. Teori Struktural
Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Pendekatan ini mendapat pengaruh langsung dari teori sausure
yang mengubah linguisti dari pendekatan dikronik ke sinkronik. Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya, melainkan pada hubungan antar
unsurnya. Masalah unsur dan hubungan antar unsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan ini.
xxiv Sebuah karya sastra, fiksi mau pun puisi menurut strukturalisme adalah
sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh unsur pembangun-nya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan penegasan, dan
gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah Abrams dalam Nurgiyantoro, 2001:46.
Di pihak lain unsur karya sastra juga menyaran pada hubungan antar unsur intrinsik yng bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang
secara bersama membentuk suatu kasatuan yang utuh. Secara sendiri terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur, atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan
tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya
terhadap keseluruhan wacana. Selain istilah struktural di atas, dunia kesusastraan mengenal istilah
strukturalisme. Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya
yang bersangkutan. Jadi strukturalisme disamakan dengan pendekatan objektif Abrams dapat dipertentangkan dengan pendapat yang lain, seperti pendekatan
mimetik, ekspresif, dan pragmatik Abrams dalam Teeuw, 1989:89. Namun di pihak lain, strukturalisme menurut Hawkes dalam Nurgiyantoro
2001:47 pada dasarnya juga dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia yang lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda. Dengan demikian
kodrat setiap unsur dalam bagian struktural itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di dalamnya.
xxv Kedua pendekatan tersebut tidak perlu dipertentangkan namun justru dapat
dimanfaatkan untuk saling melengkapi.
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini SB, dapat dilakukan
dengan mengidentifikasikan, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik cerita tersebut. Mula-mula diidentifikasikan dan dideskrifsikan.
Misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing
unsur dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antar unsur sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu.
Misalnya, bagaimana hubungan peristiwa satu dengan yang lain, kaitannya dengan pemplotan yang tidak selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan,
dengan latar dan sebagainya. Dengan demikian pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan
secermat mungkin fungsi dan kaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan
dengan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya sastra, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah
menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu
perlu dilakukan mengngat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang komplek dan unik, disamping setiap karya sastra mempunyai cirri kekomplekan dan
keunikan sendiri. Hal ini yang membedakan antara karya yang satu dengan yang lain. Namun, tak jarang analisis fragmentaris yang terpisah-pisah. Analisis yang demikian
xxvi inilah yang dapat dituduh sebagai pencincang karya sastra yang justru menjadi tidak
bermakna. Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-unsur
dalam mikrotes, suatu keseluruhan wacana, dan wacana intertekstual Hartoko dan Rahmanto, 1996:136. Analisis unsur-unsur mikrotes itu misalnya berupa analisis
kata-kata dalam kalimat, atau kalimat-kalimat dalam alinea atau konteks wacana dapat berupa analisis bab per bab, atau bagian-bagian secara keseluruhan seperti
dibicarakan diatas. Analisis relasi intertekstual beupa kajian hubungan antar teks, baik dalam satu periode misalnya untuk karya sastra Melayu zaman Hindu mau pun
dalam periode-periode yang berbeda misalnya antara karya-karya sastra Melayu zaman Hindu dengan sastra Melayu zaman Islam.
Karena pandangan keotonomian karya di atas, di samping juga pandangan bahwa setiap karya sastra memiliki sifat keunikannya sendiri, analisis terhadap
sebuah karya sastra pun tidak perlu dikait-kaitkan dengan karya-karya sastra yang lain. Karya-karya yang lain pun berarti sesuatu di luar karya yang dianalis itu. Atau,
jika melibatkan karya-karya lain, hal itu bersifat sangat terbatas pada karya-karya tertentu yang berkaitan. Pandangan disini sejalan dengan konsep analisis di dunia
strukturalisme linguistik yang memisahkan kajian aspek kebahasaan pada tataran fonetik, morfomik, sintaksis, antar hubungan paradigmatik dan sintagmatik Abrams
dalam Teeuw 1989:188. Hal itu bisa dimengerti sebab analisis struktural dalam bidang kesastraan mendasarkan diri pada model strukturalisme dalam bidang
linguistik.
xxvii Pandangan diatas sebenarnya bukan tidak ada keuntungannya. Sebab, analisis
karya sastra, dengan demikian tidak lagi membutuhkan berbagai pengetahuan lain sebagai referensi, misalnya dari referensi sosiologi, fsikologi, filsafat, dan lain-lain.
Namun, penekanan pada sifat otonomi karya sastra dewasa ini dipandang orang sebagai kelemahan aliran strukturalisme dan kajian struktural. Hal ini disebabkan
sebuah karya sastra tidak mungkin dipisahkan sama sekali dari latar belakang sosial budaya dan latar belakang sejarahnya.
Melepaskan karya sastra dari latar belakang sosial dan budaya dan sejarahnya. Akan menyebabkan karya itu menjadi kurang bermakna, atau paling tidak maknanya
menjadi sangat terbatas, atau bahkan makna menjadi sulit untuk ditafsirkan. Hal itu berarti karya sastra kurang berarti dan kurang bermanfaat bagi kehidupan. Oleh
karena itu, analisis struktural sebaiknya dilengkapi dengan analisis yang lain, dalam hal ini dikaitkan pada keadaan sosial budaya secara luas.
1.7.2. Sosiologi Sastra