10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hyaluronidase merupakan endoglukosaminidase, sedangkan ROS mendegrasi HA melalui ikatan glikosidik internal Gonçalves et al, 2013.
Menurut Mio Stern, dalam proses penyembuhan luka yang tidak seimbang, terjadi peningkatan inflamasi akibat akumulasi fragmen HA, maka
inhibitor hialuronidase sangat penting untuk mencegah akumulasi fragmen asam hialuronat dengan berat molekul tinggi LMWHA dan kondisi inflamasi yang
berkepanjangan Gonçalves et al, 2013. Kandungan tarin dalam umbi taro merupakan protein lektin yang memiliki
aktivitas proteolitik seperti papain pada Carica papaya dan bromelin pada Ananas Comusus. Menurut Priosoeryanto et al., 2006 kandungan lektin dalam getah
pelepah pisang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit.
2.2 Ekstraksi
Menurut Ditjen POM 2000, ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat
larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-
lain Ditjen POM, 2000. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan Depkes RI, 2000. Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan
pelarut, yaitu Ditjen POM, 2000 : a. Cara dingin
1. Maserasi Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus
disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat
pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Perkolasi Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang
selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak terus-menerus sampai
diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan. b. Cara panas
1. Refluks Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat
pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur 40-50°C. 3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga
menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infusa Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air
pada temperatur 90°C selama 15 menit. 5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.
Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah Depkes RI, 2000 :
1. Faktor biologi, mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal tumbuhan obat, dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi
tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Faktor kimia, mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal tumbuhan obat, dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu :
a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.
b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam
berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan.
2.3 Tinjauan Hewan Percobaan
2.3.1 Klasifikasi Tikus Putih Rattus norvegicus
Menurut Krinke 2000 klasifikasi Tikus putih Rattus norvegicus adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
2.3.2 Biologis Tikus Putih Rattus norvegicus
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari
dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorium. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu
dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan
juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun dengan lama reproduksi 1 tahun.
Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan
laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar
sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat
minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar
diantara galur yang lain. Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.
Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague Dawley, Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri
berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya Smith dan Mangkoewidjojo, 1988. Tikus ini pertama kali diproduksi oleh
peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya
adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Adapun data biologis tikus
sebagai berikut : Tabel 1. Data Biologis Tikus Smith dan Mangkoewidjojo, 1988
Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun
Lama produksi ekonomis 1 tahun
Lama bunting 20-22 hari
Umur dewasa 40-60 hari
Umur dikawinkan 8-10 minggu jantan dan betina
Siklus kelamin Poliestrus
Siklus estrus berahi 4-5 hari
Lama estrus 9-20 jam
Perkawinan Pada waktu estrus
Ovulasi 8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan
Ferilisasi 7-10 jam sesudah kawin
Implantasi 5-6 hari sesudah fertilisasi
Berat dewasa 300-400 g jantan; 250-300 g betina
Suhu rektal 36-39
o
C rata-rata 37,5
o
C Pernapasan
65-115menit, turun menjadi 50 dengan anestesi, naik sampai 150 dalam stress
Denyut jantung 330-480menit, turun menjadi 250 dengan
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
anestesi, naik sampai 550 dalam stress Tekanan Darah
90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi 80 sistol, 55 diastol dengan anestesi
Konsumsi oksigen 1,29-2,68 mlgjam
Sel darah merah 7,2-9,6 x 10
6
mm
3
Sel darah putih 5,0-13 0 x 10
3
mm
3
SGPT 17,5-30,2 lUliter
SGOT 45,7-80,8 IUliter
Kromosom 2n=42
Aktivitas nokturnal malam
Konsumsi makanan 15-30 ghari dewasa
Konsumsi minuman 20-45 mlhari dewasa
2.4 Kulit
2.4.1 Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh terbesar yang membentuk 15 berat badan total. Gibson, 2002 Kulit terdiri dari tiga lapisan yang masing-masing terdiri dari
berbagai jenis sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah epidermis, dermis, dan subkutis Wasiatmadja Syarif, 2007.
2.4.1.1 Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel yang menyusunnya secara berkesinambungan dibentuk oleh
lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru ke arah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar
mengandung keratin, protein bertanduk, hanya sedikit darinya pada permukaan tubuh yang terpajan untuk terpakai dan terkikis, seperti pada permukaan dalam
lengan, paha dan lebih banyak lagi pada permukaan ektensor, lapisan ini terutama tebal pada kaki Gibson, 2002. Lapisan ini terdiri atas:
a. Stratum corneum lapisan tanduk Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak
mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, yaitu jenis
protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-