Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

62 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berat badan tikus diambil tanpa dilakukan uji normalitas dan homogenitas maupun uji ANOVA. Data rata-rata luas luka dan persentase penyembuhan luka pada setiap kelompok hewan uji dapat dilihat pada tabel 8 dan table 9. Berdasarkan data tersebut rata-rata luas luka terkecil pada hari ke14 pengamatan adalah 0,00 KP, KU I, KU II, 0,01±0,060 KU III dan 0,12±0,27 KN, sedangkan data persentase penyembuhan luka tertinggi yaitu 100 KP, KU I, KU II, 97,38 KU III dan 79,99 KN. Berdasarkan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada dari hari ke-0 hingga hari ke-14, nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol positif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok lainnya, sedangkan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji I, II dan III. Perbandingan antara nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji I, II dan III menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka dari yang tertinggi adalah kelompok uji I,III dan II. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke-6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol positif lebih tinggi dari nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji II, dan III, tetapi tidak jauh berbeda dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka pada kelompok uji I, sedangkan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok lainnya. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke-9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol positif lebih tinggi dari nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji I, II, dan III, sedangkan nilai rata-rata luas persentase penyembuhan luka kelompok kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok lainnya. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji I lebih tinggi dibandingkan kelompok uji II dan III. 63 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke- 12 menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol positif telah mencapai 100 yang menunjukkan telah terjadi kesembuhan pada luka. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol negatif lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok lainnya. Perbandingan antara nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji I, II dan III menunjukkan bahwa nilai yang terkecil adalah kelompok uji II, I dan III. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke- 14 menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif, kelompok uji I dan II telah mengalami kesembuhan, sedangkan pada kelompok uji III dan kelompok kontrol negatif masih terlihat adanya luka tetapi nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji III lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol negatif. Berdasarkan nilai rata-rata luas luka pada kelompok kontrol negatif terdapat nilai standar deviasi SD yang lebih inggi dari nilai rata-rata mean luas luka pada hari ke-6, 9, 12 dan 14. Tingginya nilai SD diakibatkan adanya nilai ekstrim pada data rata-rata luas luka karena terjadinya infeksi pada salah satu hewan uji yang kemungkinan terkontaminasi mikroba akibat kondisi lingkungan yang tidak steril. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka pada seluruh kelompok hewan uji juga menunjukkan nilai SD yang tinggi yang diakibatkan ketidak homogenan data persentase penyembuhan luka pada masing-masing kelompok. Ketidak homogenan ini kemungkinan juga diakibatkan adanya kontaminasi mikroba pada luka karena kondisi lingkungan yang tidak steril, tetapi nilai rata- rata persentase penyembuhan luka menunjukkan terjadi peningkatan setiap harinya karena adanya peningkatan imunitas tubuh dan aktivitas penyembuhan luka dari ekstrak yang diberikan. Analisa data persentase penyembuhan luka selanjutnya adalah Paired Sample T-Test yang bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan dari rata-rata persentase penyembuhan luka antara dua kelompok sampel yang berpasangan berhubungan. Hasil analisa data persentase penyembuhan luka dengan Paired Sample T-Test menunjukkan bahwa persentase 64 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penyembuhan luka kelompok kontrol positif pada hari ke-3, 6, 9 dan 12 berbeda signifikan p 0,05, sedangkan hari ke-12 hingga hari ke-14 luka telah sembuh sehingga tidak menunjukkan perbedaan. Persentase penyembuhan luka kelompok kontrol negatif menunjukkan perbedaan signifikan terjadi pada hari ke-6, 9 dan 12 p 0,05, persentase penyembuhan luka kelompok uji II dan III menunjukkan perbedaan signifikan pada hari ke-6, 9 dan 12, sedangkan persentase penyembuhan luka kelompok uji I menunjukkan perbedaan signifikan pada hari ke-3, 6, 9 dan 12 p 0,05. Berdasarkan pengamatan makroskopik, jaringan granulasi telah terbentuk pada hari ke-1 dan keropeng pada hari ke-2 pada seluruh kelompok hewan uji. Pembentukan keropeng menunjukkan proses penyembuhan luka memasuki fase proliferasi tahap awal agustina, 2011. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru, membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi, fase ini terjadi pada hari ke 3-14 Kozier, 1995 Taylor, 1997. Keropeng yang terbentuk diatas permukaan membentuk homeostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah keropeng, sel epitel berpindah dari luka ke tepi. Kecepatan terbentuknya keropeng dikelima kelompok perlakuan menandakan kecepatan dari penyembuhan luka Aponno et al, 2014. Kecepatan terbentuknya keropeng dikelima kelompok perlakuan menandakan kecepatan dari penyembuhan luka. Lepasnya keropeng pada kelompok kontrol positif terjadi pada hari ke-6. Pada hari ke-7, lepasnya keropeng pada kelompok uji I dan II terjadi di pagi hari dan kelompok uji III serta kelompok kontrol negatif terjadi di sore hari. Proses lepasnya keropeng ini bersamaan dengan proses keringnya luka. Hal ini menandakan sudah terjadinya pertumbuhan sel-sel baru pada kulit sehingga membantu mempercepat lepasnya keropeng dan merapatnya tepi luka. Keropeng terlepas karena jaringan dibawahnya sudah kering dan tepi-tepi luka mulai tertarik ke tengah. Aponno et al, 2014. Pada penelitian ini fase proliferasi terjadi lebih cepat dari penyembuhan luka normal. Hasil pengamatan parameter histopatologi pada tabel 10 menunjukkan terjadinya pembentukan kapiler baru neokapilerisasi yang lebih banyak pada 65 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kelompok kontrol positif, kelompok uji I, II dan III dibandingkan kelompok kontrol negatif. Penyembuhan luka sangat ditunjang oleh suplai darah ke daerah luka. Pembentukkan pembuluh darah baru akan membantu mempercepat proses regenerasi sel dan normalisasi jaringan Mayasari, 2003. Pembentukkan neokapiler adalah akibat aktivitas mitosis sel-sel endotel pembuluh darah yang sudah diikuti oleh migrasi ke daerah luka. Pembentukan neokapiler berfungsi untuk menyuplai vitamin, mineral, glukosa, dan asam amino ke fibroblast untuk memaksimalkan pembentukkan kolagen serta membebaskan jaringan dari nekrosis, benda asing, dan infeksi sehingga mempercepat penyembuhan luka Pavletic, 1992 dalam Hapsari, 2006. Pembentukan neokapilerisasi yang lebih tinggi akan mempercepat penyembuhan luka karena dapat meningkatkan penyaluran suplai darah. Suplai darah diperlukan dalam metabolisme aktif sel sehingga mempercepat terjadinya regenerasi jaringan. Kapiler-kapiler pada jaringan parut muda sangat diperlukan karena proliferasi sel memerlukan banyak energi dan bahan yang berasal dari darah Rukmono, 1996. Pengamatan mikroskopik juga menunjukkan terjadinya pembentukan serat kolagen pada seluruh kelompok hewan uji. Serat kolagen pada kelompok kontrol positif terlihat lebih rapat dari kelompok lainnya. Perbandingan kerapatan kolagen pada tiga kelompok uji dan kelompok kontrol negatif menunjukkan kerapatan kolagen tertinggi dimulai dari kelompok uji I, II, III dan kontrol negatif. Kolagen disintesis oleh sel fibroblas. Kolagen pertama kali terdeteksi pada hari ke-3 setelah luka, meningkat terus sampai minggu ke-3. Fibroblas muncul pertama kali secara bermakna pada hari ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-7 Kozier, 1995. Fibroblas-fibroblas ini membentuk kolagen hingga terjadi jaringan ikat yang menghubungkan dengan erat tepi-tepi luka. Jaringan ini dinamakan jaringan parut Rukmono, 1996. Pengamatan keberadaan sel radang menunjukkan pada kelompok kontrol negatif terlihat lebih banyak terdapat sel radang yang kemungkinan merupakan neutrofil dan sedikit makrofag dibanding kelompok uji I, II dan III. Perbandingan antara tiga kelompok uji secara deskriptif menunjukkan jumlah sel radang yang makrofag dan limfosit T terbanyak dimulai dari kelompok uji I, II dan III. Sel radang menunjukkan adanya fagositosis dari bakteri dan sel-sel yang rusak. Sel 66 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta radang yang sangat berperan selama proses penyembuhan luka adalah sel neutrofil, makrofag dan limfosit. Menurut Guyton dan Hall 1997, keberadaan sel makrofag dan sel neutrofil saling berhubungan dalam proses persembuhan luka. Sel neutrofil merupakan pertahanan seluler pertama yang jumlahnya akan meningkat pada awal pasca perlukaan dimana sel neutrofil akan memakan memfagositosis benda-benda asing. Benda-benda asing dan luruhan sel radang yang tidak terfagositosis oleh sel neutrofil akan diteruskan oleh sel makrofag sebagai sel pertahanan seluler kedua. Makrofag mempunyai kemampuan fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil, bahkan mampu memfagosit 100 bakteri. Dengan demikian, banyaknya jumlah sel makrofag dan limfosit T dibanding jumlah sel neutrofil pada kelompok uji I, II dan III menunjukkan fase inflamasi terjadi lebih cepat, karena jumlah sel neutrofil meningkat pada awal perlukaan sedangkan makrofag muncul setelah terbentuknya neutrofil sebagai pertahanan seluler kedua. Berdasarkan hasil uji Paired Sample T-Test, luka pada kelompok uji I yang diberi perlakuan dengan ekstrak 1 mengalami penurunan luas luka lebih baik ditinjau dari persentase penyembuhan luka yang berbeda signifikan pada hari ke-3, 6, 9 dan 12, dibandingkan kelompok kontrol negatif, kelompok uji II dan III, serta menunjukkan perbedaan signifikansi yang sama dengan kelompok kontrol positif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol umbi talas jepang dapat mempercepat penyembuhan luka dan dari ketiga konsentrasi ekstrak etanol umbi talas jepang Colocasia esculenta L. Schott var antiquorum yang diberikan 1, 5 dan 25, kecepatan penyembuhan luka, penurunan diameter luka dan peningkatan persentase penyembuhan luka terbesar terjadi pada konsentrasi ekstrak 1, sedangkan konsentrasi ekstrak 5 dan 25 menunjukkan nilai persentase penyembuhan yang lebih rendah. Hal ini diakibatkan konsistensi krim yang berbeda pada masing-masing formula. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka semakin tinggi konsistensi krim yang terbentuk. Konsistensi krim yang tinggi mengakibatkan sulitnya pelepasan zat aktif dari basis krim sehingga menghambat zat aktif mencapai target terapi. Aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum dalam menyembuhkan luka disebabkan kandungan berbagai 67 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta senyawa dalam umbi tanaman. Umbi talas jepang memiliki kandungan flavonoid, triterpenoid, tanin, saponin, alkaloid, tarin, protein, Zn, vitamin C dan A yang diduga dapat mendukung regenerasi sel-sel epitel dan jaringan ikat Okeke Iweala, 2007; Rukmana’ 2002; Fasuyi 2005. Flavonoid diketahui memiliki antiskorbut yang berperan melindungi asam askorbat dari oksidasi sehingga proses sintesis kolagen dapat berjalan dengan baik. Flavonoid juga dapat bertindak melindungi lipid membran terhadap agen yang merusak Robinson, 1995. Diduga aksi ini yang menjaga membran sel tidak mudah dirusak bakteri dan tetap berfungsi dengan baik untuk melakukan perbaikan selama proses penyembuhan luka. Saponin selama ini diketahui dapat bekerja sebagai antibakteri. Ketika berinteraksi dengan sel bakteri, saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga terjadi hemolisis sel bakteri Robinson, 1995. Adanya saponin dalam ekstrak diduga dapat mendukung proses penyembuhan luka lebih cepat dengan meminimalisir kontaminasi bakteri sehingga epitel dapat bermitosis dan berproliferasi dengan baik Nisa et al, 2013. Vitamin C diduga sangat membantu pada fase proliferasi, yaitu saat sintesis kolagen. Pembentukan kolagen melalui proses hidroksilasi lisin menjadi hidroksilisin dan prolin menjadi hidroksiprolin Robbins Kumar, 2007. Proses hidroksilasi ini memerlukan enzim prolyl- α-hydroksilase dan enzim lisil- hydroksilase dalam bentuk aktif. Pengaktifan enzim prolyl- α-hydroksilase memerlukan katalisator berupa ion Fe 2+ . Peran vitamin C adalah mengubah ion Fe 3+ menjadi ion Fe 2+ sehingga enzim prolyl- α-hydroksilase menjadi aktif. Sedangkan pengaktifan enzim lisil-hydroksilase dibutuhkan katalisator ion Cu + . Vitamin C berperan mengubah ion Cu 2+ di dalam tubuh menjadi ion Cu + Yendriwati, 2006. Vitamin A berperan dalam penyembuhan luka dengan mempercepat fase inflamasi pada penyembuhan luka, meningkatkan taut silang cross-linkage pada kolagen, mendukung diferensiasi sel epitel, meningkatkan dan menstimulasi respon imun. Zn merupakan mineral esensial yang dibutuhkan untuk sintesis DNA, pembelahan sel dan sintesis protein, semua proses ini dibutuhkan untuk regenerasi dan perbaikan jaringan MacKay Alan, 2003. Tanin dan triterpenoid diketahui memiliki aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman obat Robinson, 1995. Antioksidan berperan menangkap 68 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel. Cedera pada membran sel tersebut kemudian mengaktifkan histamin yang nantinya menjadi mediator sel radang Price Wilson, 2005. Antioksidan di dalam tanin dan triterpenoid diduga dapat mengurangi adanya radikal bebas yang dapat merusak membran sel dan mengurangi pelepasan mediator sel radang. yang berarti dapat mempercepat fase selanjutnya untuk melakukan perbaikan jaringan dalam proses penyembuhan luka Nisa et al, 2013. Tanin juga berfungsi sebagai adstringen yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan ringan Anief, 1997. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut Robinson, 1995. Kandungan tarin dalam umbi talas jepang juga diduga berperan dalam penyembuhan luka. Tarin merupakan protein lektin yang memiliki aktivitas proteolitik seperti papain pada Carica papaya dan bromelin pada Ananas Comusus. Tarin diduga dapat mempercepat penyembuhan luka karena aktivitas proteolitiknya seperti papain yang efektif meluruhkan jaringan nekrotik, mencegah infeksi dan menstimulasi pembentukan jaringan granulasi pada luka melalui aktivitas enzim proteolitik yang dapat mengangkat jaringan mati tanpa merusak sel hidup Roxas, 2013; Sidik Salmah, 2005. Menurut Priosoeryanto et al., 2006 kandungan lektin dalam getah pelepah pisang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit, oleh karena itu tarin yang merupakan protein lektin diduga dapat mempercepat penyembuhan luka. Kelompok kontrol negatif yang diberikan basis krim tanpa bahan atau zat yang berkhasiat mengalami pelebaran luka pada empat hewan uji dan pada salah satu hewan uji tersebut mengalami luka terinfeksi infected wound ditandai dengan adanya edema pada bagian sekitar luka dan timbulnya abses bernanah Paputungan et al, 2014. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa basis krim yang diberikan pada hewan uji sebagai kontrol negatif tidak mempengaruhi penyembuhan luka pada hewan uji. 69 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang Colocasia Esculenta L. Schott var. antiquorum terhadap penyembuhan luka terbuka pada tikus putih Rattus norvegicus jantan galur Sprague Dawley diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Ekstrak etanol umbi talas jepang Colocasia Esculenta L. Schott var. antiquorum pada seluruh konsentrasi 1, 5 dan 25 terbukti dapat mempercepat penyembuhan luka 2. Ekstrak etanol umbi talas jepang Colocasia Esculenta L. Schott var. antiquorum dapat meningkatkan neokapilerisasi, kerapatan kolagen dan mempercepat fase inflamasi pada penyembuhan luka 3. Dari ketiga konsentrasi ekstrak etanol umbi talas jepang 1, 5 dan 25 yang diberikan, penurunan luas luka yang bermakna terjadi pada konsentrasi ekstrak 1 yaitu pada hari ke-3, 6, 9 dan 12.

5.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah : 1. Perlu dilakukan pengamatan histopatologi pada beberapa interval waktu yang mewakili periode fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi ekstrak yang lebih bervariasi untuk mengetahui konsentrasi ekstrak optimal yang dapat mempercepat penyembuhan luka. 3. Perlu dilakukan uji toksisitas terhadap ekstrak etanol umbi talas jepang untuk mengetahui batasan konsentrasi yang aman untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya. 4. Kondisi lingkungan selama perlakuan harus dijaga tetap steril untuk menghindari terjadinya kontaminasi mikroba selama proses penyembuhan luka. 70 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR PUSTAKA Afrianti, Ria., Revi Yenti, Rahmi Utami. 2013. Pengamatan Kerapatan Kolagen Pada Punggung Mencit Putih Jantan Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh Eupatorium odoratum L.. Scientia 2 3, 56-50. Agustina, Dian Reni. 2011. Pengaruh Pemberian Secara Topikal Kombinasi Rebusan Daun Sirih Merah Piper ef. fragile, Benth. dan Rebusan Herba Pegagan Centella asiatica L. Urban Terhadap Penyembuhan Luka Tikus Putih Jantan yang Dibuat Diabetes. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Sarjana Farmasi Universitas Indonesia. Alam, Gulzar, Manjul Pratap Singh, and Anita Singh. 2011. Wound Healing Potential of some medical plants. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research 19, 136-145. Anief. M. 2000. Farmasetika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 110, 119-120. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 492,502-506. Aponno, Jeanly V., Paulina V. Y. Yamlean., Hamidah S. Supriati. 2014. Uji Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Psidium guajava Linn Terhadap Penyembuhan Luka yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus Aureus Pada Kelinci Orytolagus cuniculus. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT 3 3 : 2302-2493. Arditti, J., G. C. Stephens, and M. S. Strauss. 1979. Evidence for genetic variation in two seedling populations of taro, Colocasia esculenta L. Schott. Int. Found. for Sci. Stockholm, 245-257. Arifini, H., Anggraini, N., Handayani, D., Rasyid, R., 2006, Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia cumini Merr.,J. Sains Tek. Far., 112. Backer C.A. Bakhuizen v.d. Brink, R.C., 1965. Flora of Java, Vol. II, N.V.P, Noordhoff, Groningen. Balqis, Ummu., Rasmaidar., dan Marwiyah. 2014. Gambaran Histopatologis Penyembuhan Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong Spondias dulcis F. dan Minyak Kelapa pada Tikus Putih Rattus norvegicus. Jurnal Medika Veterinaria, 8 1, 31-36. Black, JM dan Jacob’s, EM. 1997. Medical Surgical Nursing Clinical Manajement For Contincity For Care. 5 th ed. WB Sounders Company, 426-447. Black, Joyce M and Hawks, Jane. 2009. Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes 8th Edition. USA: Elsevier, 308. Chung, H. L. 1929. Utilization and composition of oriental vegetables in Hawaii. Hawaii Agr. Exp. Sta. Bull, 60. Cotran RS, V. Kumar, T. Collins. 1999. Pathology Basic of Disease. 6 th ed. W B SaundersCo. Philadelphia, 21 -201. De la Pena, R. S. 1967. Effects of different levels of N, P, and K fertilization on the growth and yield of upland and lowland taro Colocasia esculenta [L. Schott, var. Lehua. Ph.D. diss., Univ. of Hawaii . 71 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Deo, Pradeep C. and Tyagi, Anand P. and Taylor, Mary and Becker, Douglas K. and Harding, Robert M. 2009. Improving taro Colocasia esculenta var. esculenta production using biotechnological approaches. South Pacific Journal of Natural Science, 27, 6-13 Depkes RI. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia Cetakan I. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 33. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. P.7, 1036-1043. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 33. Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, 14-17. Derstine, V., and E. L. Rada. 1952. Some dietetic factors influencing the market for poi in Hawaii. Univ. Hawaii Agr. Econ. Bull, 3. Dhanraj, Nakade., Mahesh S. Kadam, Kiran N. Patil and Vinayak S. Mane. 2013. Phytochemical screening and Antibacterial Activity of Western Region wild leaf Colocasia esculenta. International Reseach Journal of Biological Science 210, 18-21. Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan RI. Jakarta, 10-12. Djamaludin, Andre Mahesa. 2009. Pemanfaatan Khitosan dari Limbah Krustasea Untuk Penyembuhan Luka pada Mencit Mus musculucalbinus. Skripsi. Program Studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-IPB. Edeoga, H.O., D. E. Okwu and B.O Mbaebie. 2005. Phytochemical constituents of some Nigerian medicinal plants. African Journal of Biotechnology, 4 7, 685-688. Fasuyi, Ayodeji O. 2005. Nutrient Composition and Processing Effects on Cassava Leaf Manihot esculenta, Crantz Antinutrients. Pakistan Journal of Nutrition. 4 1: 37-42 Faure, D. 2002. The family-3 glycoside hydrolises: from housekeeping function to host-microbe interction. Appled and Environmental Microbiology 644, 1485-1490. Ferdinandez, Mariana Kresty, I Ketut Anom Dada dan I made Damriyasa. 2013. Bioaktivitas Ekstrak Daun Tapak Dara Catharantus roseus Terhadap Kecepatan Angiogenesis dalam Proses Penyembuhan Luka pada Tikus Wistar. Indonesia Medicus Veterinus 2 2, 180-190. Fitriani, Hani dan Pramesti D. Aryaningrum. 2013. Respon Pertumbuhan Tunas In Vitro Talas Satoimo Colocasia esculenta var. antiquorum pada Berbagai Jenis Pemadat Agar. Seminar Nasional Riset Pangan, Obat- Obatan dan Lingkungan Untuk Kesehatan. Fitzpatrick, R.E. and Mehta, R.C. 2009. Endogenous Growth Factors as Cosmeceutical. In : Draelos, Z.D., Dover, J.S., Alam, M., editors. Cosmeceutical. Second edition. Saunders Elsevier, 138-140. 72 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ganjali, Amin; Amir Sotoudeh; Amirali Jahanshahi; Mohammad Ashrafzadeh Takhtfooladi; Ali Bazzazan; Nasim Roodbari; Maryam Pourramezani Harati. 2013. Otostegia persica Extraction on Healing Process of Burn Wounds. Acta Cirurgica Brasileira Vol. 28 6 – 407. Ghosal, M. Mandal, P. 2012. Phytochemical Screening And Antioxidant Activities Of Two Selected ‘Bihi’ Fruits Used As Vegetables In Darjeeling Himalaya. International Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. ISSN.42, 975-1491. Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Sugiarto, Bertha, penerjemah. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 479. Girish, K. S., Kemparaju, K. 2007. The magic glue hyaluronan and its eraser hyaluronidase: A biological overview. Life Sciences, 80, 1921 –1943. Gonçalves, Rui F; Artur M S Silva; Ana Margarida Silva; Patrícia Valentão; Federico Ferreres; Angel Gil Izquierdo; João B Silva; Delfim Santos; Paula B Andrade. 2013. Influence of taro Colocasia esculenta L. Shott growth conditions on the phenolic composition and biological properties. Food Chemistry 141, 3480-3485. Gunstream, Stanley E. 2000. Anatomy and Physiology. Boston: Mc Graw Hill. Gurtner, Geoffrey C. 2008. Wound repair and regeneration. Nature 453, 314-321. Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing Normal and Abnormal. Grabb and Smith’s Plastic Surgery. Sixth edition. Philadelphia : Lippincott Williams Wilkins. Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC Halligudi, Nirmala. 2013. Pharmacological Potential of Calocasia An Edible Plant. Journal of Drug Discovery and Therapeutic 12, 5-9. Hanani, E., A. Mun’im, R. Sekarini. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian, 23, 127-133. Hapsari NM. 2006. Aktivitas ekstrak etanol kulit batang singkong Manihot esculenta Crantz dalam proses persembuhan luka pada mencit Mus musculus albinus. skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hartono, Elda Arini. 2011. Efek Ekstrak Etanol Daun Binahong Anredera cordifolia Ten. Steenis Dalam Mempercepat Durasi Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit Swiss Webster Jantan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha. Bandung. Haryani Yuli., Siti Muthmainah., Saryono Sikumbang. 2013. Uji Parameter Non Spesifik dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dari Umbi Tanaman Dahlia Dahlia variabilis. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 12 : 43- 46. Henry Tarcisius. 2007. Perbedaan derajat infeksi dan hitung kuman antara mesh monofilament dan multifilament makropori serta pure tissue repair. Tesis. Semarang : Universitas Diponogoro Semarang. Isgianto, W. A. 2005. Pengaruh Vitamin C Terhadap Jumlah Neutrofil PMN pada Proses Penyembuhan Luka pada Gingiva Tikus Rattus norvegiccus ”. Skripsi. Jember: Universitas Jember Fakultas Kedokteran Gigi. 73 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Iswanti, D.A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksan, Fraksi Etil Asetat, Dan Fraksi Etanol 96 Daun Ekor Kucing Acalypha Hispida Burm. FTerhadap Bakteri Staphylococcus Aureusatcc 25923 Secara Dilusi. [Skripsi] Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. Jones, W. P. A. D. Kinghorn. 2006. Extraction of Plant Secondary Metabolites. In: Sarker, S. D., Latif, Z. and Gray, A. I., eds. Natural Products Isolation. 2nd Ed. New Jersey: Humana Press, 341-342. Katili, Abubakar Sidik. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu 5 2, 19-29. Kasote, Deepak M. 2011. Antioxidant and Alpha-Amylase Inhibitory Activity of Methanol Extract of Colocasia esculenta Corm. Pharmacologyonline 2, 715-721. Kiessoun K., Souza A., Meda N.T.R., Coulibaly A.Y., Kiendrebeogo M., Lamien- Meda A., Lamidi M., Millogo Rasolodimby J., Nacoulma O.G., 2010, Polyphenol Contents, Antioxidant and Anti-Inflammatory Activities of Six Malvaceae Species Traditionally used to Treat Hepatitis B in Burkina Faso. European Journal of Scientific Research, 444, 570-580. Koawara, sutrisno. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology SEAFAST Center Reseach and Community Service Institution, IPB. Kolarsick, Paul A. J., Kolarsick M. A., Goodwin C. 2011. Anatomy and Physiology of the Skin . Journal of the Dermatology Nurse’s Association, 3 4, 203-213. Kozier, B. gtal. 1995. Fundamental of Nursing, Concops, Proccss and Practice. 4 th edition. Addison Wesle. Publishing company Inc. hal 1359-1367. Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal, 150-152. Kumar B; M. Vijayakumar; R. Govindarajan; P. Pushpangadan. 2007. Ethnopharmacological approaches to wound healing exploring medicinal plants of India. Journal of Ethnopharmacology 114 2, 103-113. Kusmiati., Fitria Rachmawati., Syafrida Siregar., Sukma Nuswantara., Amarila Malik. 2006. Produksi Beta-1,3 Glukan dari Agrobacterium dan Aktivitas Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus Putih. Makara, Sains 110, 24- 29. Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Terjemahan Siti Suyatmi. Edisi ketiga. Jakarta: penerbit Universitas Indonesia, 1081-1117. Li, Hong Mei., Seung Hwan Hwang., Beom Goo Kang., Jae Seung Hong., Soon Sung Lim. 2014. Inhibitory Effects of Colocasia esculenta L. Schott Constituents on Aldose Reductase. Molecules 19 : 13212-13224. Marliana, Soerya Dewi., Venty Suryanti., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam Sechium edule Jacq. Swartz. dalam Ekstrak Etanol. ISSN: 1693-2242, Biofarmasi 3 1, 26-31. Mathivanan, N., Surendiran, G., Srinivasan, K., Malarvizhi, K. 2006. Morinda pubescens J.E. Smith Morinda tinctoria Roxb. Fruit Extract Accelerates Wound Healing in Rats. Journal of Medicinal Food 9 4, 591-593.

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

4 21 107

Formulasi dan Evaluasi Fisik Mikroemulsi Ekstrak Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var antiquorum) sebagai Anti-Aging

13 76 98

Uji Aktivitas Gel Isolat Katekin Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

2 6 96

Uji Aktivitas Gel Etil p-metoksisinamat terhadap Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

6 24 104

Uji Aktivitas Gel Isolat Katekin Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

0 3 96

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116

UJI INDEKS GLIKEMIK UMBI TALAS UNGU (Colocasia esculenta L) DAN UMBI TALAS JEPANG (Colocasia esculenta Var Antiquorum) PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus)

0 2 91