Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berat badan tikus diambil tanpa dilakukan uji normalitas dan homogenitas maupun uji ANOVA.
Data rata-rata luas luka dan persentase penyembuhan luka pada setiap kelompok hewan uji dapat dilihat pada tabel 8 dan table 9. Berdasarkan data
tersebut rata-rata luas luka terkecil pada hari ke14 pengamatan adalah 0,00 KP, KU I, KU II, 0,01±0,060 KU III dan 0,12±0,27 KN, sedangkan data
persentase penyembuhan luka tertinggi yaitu 100 KP, KU I, KU II, 97,38 KU III dan 79,99 KN.
Berdasarkan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada dari hari ke-0 hingga hari ke-14, nilai rata-rata persentase penyembuhan luka
kelompok kontrol positif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok lainnya, sedangkan nilai rata-rata
persentase penyembuhan luka kelompok kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji I,
II dan III. Perbandingan antara nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji I, II dan III menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase
penyembuhan luka dari yang tertinggi adalah kelompok uji I,III dan II. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke-6
menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol positif lebih tinggi dari nilai rata-rata persentase penyembuhan luka
kelompok uji II, dan III, tetapi tidak jauh berbeda dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka pada kelompok uji I, sedangkan nilai rata-rata persentase
penyembuhan luka kelompok kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok lainnya.
Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke-9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok
kontrol positif lebih tinggi dari nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji I, II, dan III, sedangkan nilai rata-rata luas persentase penyembuhan
luka kelompok kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok lainnya. Nilai rata-rata persentase
penyembuhan luka kelompok uji I lebih tinggi dibandingkan kelompok uji II dan III.
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke- 12 menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok
kontrol positif telah mencapai 100 yang menunjukkan telah terjadi kesembuhan pada luka. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol negatif
lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok lainnya. Perbandingan antara nilai rata-rata persentase penyembuhan
luka kelompok uji I, II dan III menunjukkan bahwa nilai yang terkecil adalah kelompok uji II, I dan III.
Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke- 14 menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif, kelompok uji I dan II telah
mengalami kesembuhan, sedangkan pada kelompok uji III dan kelompok kontrol negatif masih terlihat adanya luka tetapi nilai rata-rata persentase penyembuhan
luka kelompok uji III lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol negatif. Berdasarkan nilai rata-rata luas luka pada kelompok kontrol negatif
terdapat nilai standar deviasi SD yang lebih inggi dari nilai rata-rata mean luas luka pada hari ke-6, 9, 12 dan 14. Tingginya nilai SD diakibatkan adanya nilai
ekstrim pada data rata-rata luas luka karena terjadinya infeksi pada salah satu hewan uji yang kemungkinan terkontaminasi mikroba akibat kondisi lingkungan
yang tidak steril. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka pada seluruh kelompok
hewan uji juga menunjukkan nilai SD yang tinggi yang diakibatkan ketidak homogenan data persentase penyembuhan luka pada masing-masing kelompok.
Ketidak homogenan ini kemungkinan juga diakibatkan adanya kontaminasi mikroba pada luka karena kondisi lingkungan yang tidak steril, tetapi nilai rata-
rata persentase penyembuhan luka menunjukkan terjadi peningkatan setiap harinya karena adanya peningkatan imunitas tubuh dan aktivitas penyembuhan
luka dari ekstrak yang diberikan. Analisa data persentase penyembuhan luka selanjutnya adalah Paired
Sample T-Test yang bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan dari rata-rata persentase penyembuhan luka antara dua kelompok
sampel yang berpasangan berhubungan. Hasil analisa data persentase penyembuhan luka dengan Paired Sample T-Test menunjukkan bahwa persentase
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyembuhan luka kelompok kontrol positif pada hari ke-3, 6, 9 dan 12 berbeda signifikan p
0,05, sedangkan hari ke-12 hingga hari ke-14 luka telah sembuh sehingga tidak menunjukkan perbedaan. Persentase penyembuhan luka kelompok
kontrol negatif menunjukkan perbedaan signifikan terjadi pada hari ke-6, 9 dan 12 p
0,05, persentase penyembuhan luka kelompok uji II dan III menunjukkan perbedaan signifikan pada hari ke-6, 9 dan 12, sedangkan persentase
penyembuhan luka kelompok uji I menunjukkan perbedaan signifikan pada hari ke-3, 6, 9 dan 12 p
0,05. Berdasarkan pengamatan makroskopik, jaringan granulasi telah terbentuk
pada hari ke-1 dan keropeng pada hari ke-2 pada seluruh kelompok hewan uji. Pembentukan keropeng menunjukkan proses penyembuhan luka memasuki fase
proliferasi tahap awal agustina, 2011. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru, membentuk jaringan
kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi, fase ini terjadi pada hari ke 3-14 Kozier, 1995 Taylor, 1997. Keropeng yang terbentuk diatas
permukaan membentuk homeostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah keropeng, sel epitel berpindah dari luka ke tepi.
Kecepatan terbentuknya keropeng dikelima kelompok perlakuan menandakan kecepatan dari penyembuhan luka Aponno et al, 2014. Kecepatan terbentuknya
keropeng dikelima
kelompok perlakuan
menandakan kecepatan
dari penyembuhan luka. Lepasnya keropeng pada kelompok kontrol positif terjadi
pada hari ke-6. Pada hari ke-7, lepasnya keropeng pada kelompok uji I dan II terjadi di pagi hari dan kelompok uji III serta kelompok kontrol negatif terjadi di
sore hari. Proses lepasnya keropeng ini bersamaan dengan proses keringnya luka.
Hal ini menandakan sudah terjadinya pertumbuhan sel-sel baru pada kulit sehingga membantu mempercepat lepasnya keropeng dan merapatnya tepi luka.
Keropeng terlepas karena jaringan dibawahnya sudah kering dan tepi-tepi luka mulai tertarik ke tengah. Aponno et al, 2014. Pada penelitian ini fase proliferasi
terjadi lebih cepat dari penyembuhan luka normal. Hasil pengamatan parameter histopatologi pada tabel 10 menunjukkan
terjadinya pembentukan kapiler baru neokapilerisasi yang lebih banyak pada
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kelompok kontrol positif, kelompok uji I, II dan III dibandingkan kelompok kontrol negatif. Penyembuhan luka sangat ditunjang oleh suplai darah ke daerah
luka. Pembentukkan pembuluh darah baru akan membantu mempercepat proses regenerasi sel dan normalisasi jaringan Mayasari, 2003. Pembentukkan
neokapiler adalah akibat aktivitas mitosis sel-sel endotel pembuluh darah yang sudah diikuti oleh migrasi ke daerah luka. Pembentukan neokapiler berfungsi
untuk menyuplai vitamin, mineral, glukosa, dan asam amino ke fibroblast untuk memaksimalkan pembentukkan kolagen serta membebaskan jaringan dari
nekrosis, benda asing, dan infeksi sehingga mempercepat penyembuhan luka Pavletic, 1992 dalam Hapsari, 2006. Pembentukan neokapilerisasi yang lebih
tinggi akan mempercepat penyembuhan luka karena dapat meningkatkan penyaluran suplai darah. Suplai darah diperlukan dalam metabolisme aktif sel
sehingga mempercepat terjadinya regenerasi jaringan. Kapiler-kapiler pada jaringan parut muda sangat diperlukan karena proliferasi sel memerlukan banyak
energi dan bahan yang berasal dari darah Rukmono, 1996. Pengamatan mikroskopik juga menunjukkan terjadinya pembentukan serat
kolagen pada seluruh kelompok hewan uji. Serat kolagen pada kelompok kontrol positif terlihat lebih rapat dari kelompok lainnya. Perbandingan kerapatan kolagen
pada tiga kelompok uji dan kelompok kontrol negatif menunjukkan kerapatan kolagen tertinggi dimulai dari kelompok uji I, II, III dan kontrol negatif. Kolagen
disintesis oleh sel fibroblas. Kolagen pertama kali terdeteksi pada hari ke-3 setelah luka, meningkat terus sampai minggu ke-3. Fibroblas muncul pertama kali
secara bermakna pada hari ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-7 Kozier, 1995. Fibroblas-fibroblas ini membentuk kolagen hingga terjadi jaringan ikat
yang menghubungkan dengan erat tepi-tepi luka. Jaringan ini dinamakan jaringan parut Rukmono, 1996.
Pengamatan keberadaan sel radang menunjukkan pada kelompok kontrol negatif terlihat lebih banyak terdapat sel radang yang kemungkinan merupakan
neutrofil dan sedikit makrofag dibanding kelompok uji I, II dan III. Perbandingan antara tiga kelompok uji secara deskriptif menunjukkan jumlah sel radang yang
makrofag dan limfosit T terbanyak dimulai dari kelompok uji I, II dan III. Sel radang menunjukkan adanya fagositosis dari bakteri dan sel-sel yang rusak. Sel
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
radang yang sangat berperan selama proses penyembuhan luka adalah sel neutrofil, makrofag dan limfosit. Menurut Guyton dan Hall 1997, keberadaan sel
makrofag dan sel neutrofil saling berhubungan dalam proses persembuhan luka. Sel neutrofil merupakan pertahanan seluler pertama yang jumlahnya akan
meningkat pada awal pasca perlukaan dimana sel neutrofil akan memakan memfagositosis benda-benda asing. Benda-benda asing dan luruhan sel radang
yang tidak terfagositosis oleh sel neutrofil akan diteruskan oleh sel makrofag sebagai sel pertahanan seluler kedua. Makrofag mempunyai kemampuan
fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil, bahkan mampu memfagosit 100 bakteri. Dengan demikian, banyaknya jumlah sel makrofag dan limfosit T
dibanding jumlah sel neutrofil pada kelompok uji I, II dan III menunjukkan fase inflamasi terjadi lebih cepat, karena jumlah sel neutrofil meningkat pada awal
perlukaan sedangkan makrofag muncul setelah terbentuknya neutrofil sebagai pertahanan seluler kedua.
Berdasarkan hasil uji Paired Sample T-Test, luka pada kelompok uji I yang diberi perlakuan dengan ekstrak 1 mengalami penurunan luas luka lebih
baik ditinjau dari persentase penyembuhan luka yang berbeda signifikan pada hari ke-3, 6, 9 dan 12, dibandingkan kelompok kontrol negatif, kelompok uji II dan III,
serta menunjukkan perbedaan signifikansi yang sama dengan kelompok kontrol positif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol umbi talas
jepang dapat mempercepat penyembuhan luka dan dari ketiga konsentrasi ekstrak etanol umbi talas jepang Colocasia esculenta L. Schott var antiquorum yang
diberikan 1, 5 dan 25, kecepatan penyembuhan luka, penurunan diameter luka dan peningkatan persentase penyembuhan luka terbesar terjadi pada
konsentrasi ekstrak 1, sedangkan konsentrasi ekstrak 5 dan 25 menunjukkan nilai persentase penyembuhan yang lebih rendah. Hal ini diakibatkan konsistensi
krim yang berbeda pada masing-masing formula. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka semakin tinggi konsistensi krim yang terbentuk. Konsistensi krim
yang tinggi mengakibatkan sulitnya pelepasan zat aktif dari basis krim sehingga menghambat zat aktif mencapai target terapi.
Aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum dalam menyembuhkan luka disebabkan kandungan berbagai
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
senyawa dalam umbi tanaman. Umbi talas jepang memiliki kandungan flavonoid, triterpenoid, tanin, saponin, alkaloid, tarin, protein, Zn, vitamin C dan A yang
diduga dapat mendukung regenerasi sel-sel epitel dan jaringan ikat Okeke Iweala, 2007; Rukmana’ 2002; Fasuyi 2005. Flavonoid diketahui memiliki
antiskorbut yang berperan melindungi asam askorbat dari oksidasi sehingga proses sintesis kolagen dapat berjalan dengan baik. Flavonoid juga dapat
bertindak melindungi lipid membran terhadap agen yang merusak Robinson, 1995. Diduga aksi ini yang menjaga membran sel tidak mudah dirusak bakteri
dan tetap berfungsi dengan baik untuk melakukan perbaikan selama proses penyembuhan luka. Saponin selama ini diketahui dapat bekerja sebagai
antibakteri. Ketika berinteraksi dengan sel bakteri, saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga terjadi hemolisis sel bakteri
Robinson, 1995. Adanya saponin dalam ekstrak diduga dapat mendukung proses penyembuhan luka lebih cepat dengan meminimalisir kontaminasi bakteri
sehingga epitel dapat bermitosis dan berproliferasi dengan baik Nisa et al, 2013. Vitamin C diduga sangat membantu pada fase proliferasi, yaitu saat
sintesis kolagen. Pembentukan kolagen melalui proses hidroksilasi lisin menjadi hidroksilisin dan prolin menjadi hidroksiprolin Robbins Kumar, 2007. Proses
hidroksilasi ini memerlukan enzim prolyl- α-hydroksilase dan enzim lisil-
hydroksilase dalam bentuk aktif. Pengaktifan enzim prolyl- α-hydroksilase
memerlukan katalisator berupa ion Fe
2+
. Peran vitamin C adalah mengubah ion Fe
3+
menjadi ion Fe
2+
sehingga enzim prolyl- α-hydroksilase menjadi aktif.
Sedangkan pengaktifan enzim lisil-hydroksilase dibutuhkan katalisator ion Cu
+
. Vitamin C berperan mengubah ion Cu
2+
di dalam tubuh menjadi ion Cu
+
Yendriwati, 2006. Vitamin A berperan dalam penyembuhan luka dengan mempercepat fase inflamasi pada penyembuhan luka, meningkatkan taut silang
cross-linkage pada kolagen, mendukung diferensiasi sel epitel, meningkatkan dan menstimulasi respon imun. Zn merupakan mineral esensial yang dibutuhkan
untuk sintesis DNA, pembelahan sel dan sintesis protein, semua proses ini dibutuhkan untuk regenerasi dan perbaikan jaringan MacKay Alan, 2003.
Tanin dan triterpenoid diketahui memiliki aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman obat Robinson, 1995. Antioksidan berperan menangkap
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel. Cedera pada membran sel tersebut kemudian mengaktifkan histamin yang nantinya menjadi
mediator sel radang Price Wilson, 2005. Antioksidan di dalam tanin dan triterpenoid diduga dapat mengurangi adanya radikal bebas yang dapat merusak
membran sel dan mengurangi pelepasan mediator sel radang. yang berarti dapat mempercepat fase selanjutnya untuk melakukan perbaikan jaringan dalam proses
penyembuhan luka Nisa et al, 2013. Tanin juga berfungsi sebagai adstringen yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, menghentikan eksudat dan
pendarahan ringan Anief, 1997. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut Robinson, 1995.
Kandungan tarin dalam umbi talas jepang juga diduga berperan dalam penyembuhan luka. Tarin merupakan protein lektin yang memiliki aktivitas
proteolitik seperti papain pada Carica papaya dan bromelin pada Ananas Comusus. Tarin diduga dapat mempercepat penyembuhan luka karena aktivitas
proteolitiknya seperti papain yang efektif meluruhkan jaringan nekrotik, mencegah infeksi dan menstimulasi pembentukan jaringan granulasi pada luka
melalui aktivitas enzim proteolitik yang dapat mengangkat jaringan mati tanpa merusak sel hidup Roxas, 2013; Sidik Salmah, 2005. Menurut Priosoeryanto
et al., 2006 kandungan lektin dalam getah pelepah pisang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit, oleh karena itu tarin yang merupakan protein
lektin diduga dapat mempercepat penyembuhan luka. Kelompok kontrol negatif yang diberikan basis krim tanpa bahan atau zat
yang berkhasiat mengalami pelebaran luka pada empat hewan uji dan pada salah satu hewan uji tersebut mengalami luka terinfeksi infected wound ditandai
dengan adanya edema pada bagian sekitar luka dan timbulnya abses bernanah Paputungan et al, 2014. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa basis krim
yang diberikan pada hewan uji sebagai kontrol negatif tidak mempengaruhi penyembuhan luka pada hewan uji.
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta