2. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang dikumpulkan
melalui wawancara yang informannya yaitu Notaris sebanyak 15 lima belas orang dan Majelis Pengawas Notaris. Sedangkan data sekunder adalah data yang
dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan. 3.
Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan Library research dan studi lapangan Field Research.
4. Analisis Data
Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan secara kualitatif.
II. KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA
A. Kewenangan Notaris
Notaris sebagai pejabat umum diberikan oleh peraturan perundang-undangan kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 15 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2004. Dari ketentuan Pasal 15 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2004, dengan jelas
digambarkan bahwa tugas pokok notaris adalah membuat akta-akta otentik yang menurut ketentuan Pasal 1870 KUH Perdata berfungsi sebagai alat pembuktian yang
mutlak. Hal ini dapat diartikan bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik adalah dianggap benar. ”Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat di
hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab atas bentuk formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang”.
18
Dalam ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf l ditentukan bahwa notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris. Selanjutnya dalam Pasal 16 ayat 7 ditentukan bahwa pembacaan
akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf l tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca
sendiri, mengetahui dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh
penghadap, saksi dan notaris. “Apabila salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat 1 huruf l dan ayat 7 tidak dipenuhi, maka akta yang bersangkutan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan”.
19
Selain itu Notaris berwenang pula untuk: a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
18
Wawancara dengan Sartono Simbolon, Notaris di Kota Medan, tanggal 2 April 2008
19
Pasal 16 ayat 8 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008.
USU e-Repository © 2008
c. Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. Membuat akta berkaitan dengan pertanahan, atau membuat akta risalah lelang.
20
Sejak berlakunya Undang-undang Jabatan Notaris yang baru, telah melahirkan perkembangan hukum yang berkaitan langsung dengan dunia kenotariatan saat ini.
Hal ini dapat dilihat dari adanya “perluasan kewenangan Notaris”, yaitu kewenangan yang dinyatakan dalam Pasal 15 ayat 2 butir f, yakni: “kewenangan membuat akta
yang berkaitan dengan pertanahan”. Kewenangan selanjutnya adalah kewenangan untuk membuat akta risalah lelang. Akta risalah lelang ini sebelum lahirnya Undang-
undang tentang Jabatan Notaris menjadi kewenangan juru lelang dalam Badan Urusan Utang Piutang dan Lelang Negara BUPLN berdasarkan Undang-undang
Nomor 49 Prp tahun 1960. Kewenangan lainnya adalah memberikan kewenangan lainnya yang diatur dalam peraturan-perundang-undangan. “Kewenangan lainnya
yang diatur dalam peraturan-perundang-undangan ini merupakan kewenangan yang perlu dicermati, dicari dan ditemukan oleh Notaris, karena kewenangan ini bisa jadi
sudah ada dalam dalam peraturan perundang-undangan, dan juga kewenangan yang baru akan lahir setelah lahirnya peraturan-perundangundangan yang baru”.
21
Kewenangan membuat akta-akta tentang pertanahan oleh notaris sesuai amanat Pasal 15 2 huruf f UUJN mengalami benturan pasang surut pemikiran dan
memerlukan penyesuaian serta pemahaman dari banyak pihak yang terlibat. Dalam hal ini perlu diketahui batasan tentang akta pertanahan yang dikenal dalam UUJN.
Kelemahan Pasal 15 ayat 2 huruf f UUJN ini terlihat tidak adanya ketentuan peralihan yang menjembatani pelaksanaan pendaftaran tanah yang selama ini
dilakukan oleh pejabat pembuat akta tanah yang didasarkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
22
B. Kewajiban Notaris