Kerangka Teori Kerangka Teori dan Konsepsional

penelitian yang menyangkut masalah “Pengawasan Terhadap Notaris dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum”. Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 memberikan definisi Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Walaupun menurut definisi di atas ditegaskan bahwa notaris adalah pejabat umum openbare ambtenaar, namun notaris bukanlah pegawai menurut undang-undang kepegawaian negeri. Notaris tidak menerima gaji, bukan bezoldigd staatsmabt, tetapi menerima honorarium dari kliennya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 7 Notaris adalah pejabat umum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1868 KUH Perdata yang berbunyi : ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuatnya”. 8 Dalam melaksanakan tugasnya, Notaris tunduk serta terikat dengan aturan- aturan yang ada yakni Undang-undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris dan peraturan hukum lainnya pada umumnya. Perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris atau dibuat dengan akta otentik itu mengikat para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak, sehingga Notaris dalam melaksanakan jabatannya berfungsi membantu terbentuknya hukum perjanjian antara para pihak. Berdasarkan Pasal 15 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2004, seorang Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Mengingat peranan dan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan Notaris dalam menjalankan jabatan profesinya, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga lembaga pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris perlu diefektifkan. Ketentuan yang mengatur Majelis Pengawasan dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi 7 Komar Andasasmita, Notaris I : Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi NotarisNotariat, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung, 1991, hal. 94 8 R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cetakan ke-25, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, hal. 397 Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008 kelemahan dan kekurangan dalam sistem pengawasan terhadap Notaris, sehingga diharapkan dalam menjalankan profesi jabatannya, Notaris dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri dengan membentuk Majelis Pengawas yang berjumlah 9 sembilan orang yang terdiri atas unsur: a. pemerintah sebanyak 3 tiga orang; b. organisasi Notaris sebanyak 3 tiga orang; dan c. ahliakademi sebanyak 3 tiga orang. 9 Majelis Pengawas Notaris yang merupakan kepanjangan tangan dari Menteri Hukum dan HAM, 10 terdiri atas Majelis Pengawas Daerah; Majelis Pengawas Wilayah; dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat 3 dan dibentuk di kabupaten atau kota, dengan kewenangan : a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksaan jabatan Notaris. b. Melakukan pemeriksaan berkala terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 satu kali dalam 1 satu tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu. c. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 enam bulan; d. Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan. e. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 dua puluh lima tahun atau lebih. f. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat 4. g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini, dan h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah. 11 Sedangkan kewajiban Majelis Pengawas Daerah adalah : a. Mencatat pada buku daftar yang termaksud dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir. b. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada Notaris bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat. 9 Pasal 67 ayat 3 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 10 Majelis Pengawas Notaris Akan Dibenahi, http:hukumonline.comdetail.asp?id=17731cl=Berita , dipublikasikan tanggal 31 Oktober 2007, diakses tanggal 28 Februari 2008 11 Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008 c. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan. d. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan merahasiakannya. e. Memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 tiga puluh hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pemgawas Pusat, dan Organisasi Notaris. f. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti. 12 Adapun Majelis Pengawas Wilayah terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat 3 dibentuk dan berkedudukan di ibukota propinsi yang berwenang untuk : a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah. b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Memberikan izin cuti lebih dari 6enam bulan sampai1 satutahun. d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor. e. Memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis. f. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa: 1 Pemberhentian sementara 3 tiga bulan sampai dengan 6 enam bulan, atau 2 Pemberhentian dengan tidak hormat. g. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf. 13 Keputusan Majelis Pengawas Wilayah bersifat final dan setiap keputusan penjatuhan sanksi dibuatkan berita acara. Sedangkan kewajiban Majelis Pengawas Wilayah diatur dalam Pasal 75 UU Jabatan Notaris sebagai berikut : a. Menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat 1 huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f kepada Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris, dan b. Menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti. Sedangkan Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukota Negara yang keanggotaannnya terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat 3, dengan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 77 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris: 12 Pasal 71 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 13 Pasal 73 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008 a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti. b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara, dan d. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri 2. Kerangka Konsepsional Dalam penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti maka harus diberikan beberapa definisi beberapa konsep dasar sehingga akan diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebagai berikut : a. Notaris Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 UU jabatan Notaris didefiniskan sebagai “Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaskud dalam undang-undang ini”. Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 UU Jabatan Notaris ini merupakan pengertian Notaris yang umum. Apabila dikaitkan Pasal 1 angka 1 dengan Pasal 15 ayat 1 UU Jabatan Notaris, maka terciptalah definisi Notaris yaitu : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang utuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang- undang. 14 b. Pengawasan, berarti memperhatikan tingkah laku orang, mengamati dan menjaga baik-baik, mengontrol. 15 c. Kepentingan umum, berarti kepentingan orang banyak. 16

G. Metode Penelitian