IV. PENGAWASAN TERHADAP NOTARIS DAN TUGAS JABATANNYA
GUNA MENJAMIN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KEPENTINGAN UMUM
Sebagai pejabat umum Notaris berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris. Mengingat peranan dan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan Notaris
dalai menjalankan jabatan profesinya, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga lembaga pembinaan dan pengawasan terhadap
Notaris perlu diefektifkan. Ketentuan yang mengatur Majelis Pengawasan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, merupakan salah
satu upaya untuk mengantisipasi kelemahan dan kekurangan dalam sistem pengawasan terhadap Notaris, sehingga diharapkan dalam menjalankan profesi
jabatannya, Notaris dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Kadiv Yankum HAM MPW Medan, Noor M. Aziz “Pengawasan terhadap notaris sangat beralasan mengingat dalam menjalankan fungsinya sebagai
pejabat umum, yang meliputi bidang yang lebih luas daripada apa yang ditentukan dalam Pasal 1 UUJN. Masyarakat menuntut lebih luas daripada tugas jabatan notaris
yang ditentukan dalam undang-undang”.
31
Menurut Enita salah satu notaris di kota Medan ”Fungsi Notaris di bidang pekerjaannya adalah berkewajiban dan bertanggung
jawab terutama atas pembuatan akta otentik yang telah dipercayakan kepadanya, khususnya di bidang hukum perdata, menyimpan minuta aktanya, termasuk semua
protokol Notaris dan memberi grosse, salinan dan petikan”.
32
Selain itu, Notaris berfungsi nelakukan pendaftaran atas akta-akta surat di bawah tangan, membuat dan
mensahkan salinan atau turunan berbagai dokumen, memberikan nasihat hukum. Dalam menjalankan kewenangannya perlu adanya pengawasan terhadap
notaris. Pengawasan tidak hanya ditujukan dalam pentaatan terhadap kode etik tetapi juga bertujuan yang lebih luas yaitu agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundang- undangan demi perlindungan atas kepentingan masyarakat yang dilayaninya.
Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pada prinsipnya yang didelegasikan untuk melakukan pengawasan
dan pembinaan terhadap notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Menkum HAM. Kemudian kewenangan itu didelegasikan kepada Majelis Pengawas
Notaris MPN. Fungsi Majelis Pengawas Notaris di samping mengawasi tingkah laku dan perilaku notaris, juga mengawasi perbuatan hukum para notaris. Oleh karena
itu apabila perbuatan notaris itu merupakan pelanggaran terhadap peraturan
31
Wawancara dengan Noor M. Aziz, Kadiv Yankum dan HAM, tanggal 15 April 2008
32
Wawancara dengan Enita R, notaris di kota Medan, tanggal 3 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008.
USU e-Repository © 2008
perundang-undangan, maka akan menjadi 2 dua kewenangan yaitu kewenangan penegak hukum dan kewenangan Majelis Pengawas Notaris.
33
Dari hasil penelitian di lapangan dengan jumlah respondenn sebanyak 15 lima belas notaris, pelaksanaan pengawasan terhadap notaris ini dapat dilihat
sebagai berikut :
Tabel 1. Pelaksanaan Pengawasan Notaris di Kota Medan No.
Pengawasan Notaris Jumlah
Persenatse
1. Sangat Baik
2. Baik
4 27
3. Tidak baik
11 73
4. Buruk Jumlah
15 100
Dilihat dari hasil penelitian ini, sebagian besar responden menyatakan bahwa kinerja pengawasan notaris saat ini masih tidak baik, hanya sebagian kecil yang
menyatakan baik. Hal ini berarti pengawasan notaris belum berhasil dilaksanakan oleh majelis pengawas notaris. Menurut para notaris lemahnya pelaksanaan
pengawasan oleh MPN ini karena masih lemahnya lembaga Majelis Pengawas Notaris itu sendiri.
34
Lemahnya lembaga Majelis Pengawas Notaris ini dikarenakan dukungan sarana dan prasarana yang belum memadai sehingga mempengaruhi kinerja
anggota MPN.
35
Menurut Andi Matalatta “ faktor-faktor yang menyebabkan mandulnya MPN yaitu :
1. Sosialisasi tugas dan MPN belum maksimal sehingga perlu ada sosialisasi kepada masyarakat dan instansi penegak hukum lain.
2. Kelembagaan MPN masih lemah, apalagi tidak didukung dengan sarana dan prasara plus anggaran yang memadai.
36
Menurut Bapak Noor M. Aziz, Kadiv Yankum HAM MPW Medan bahwa belum optimalnya pelaksanaan fungsi pengawasan notaris ini karena undang-undang
tentang jabatan notaris ini baru disahkan pada tahun 2004 sehingga masih perlu adanya sosialisasi dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang
tersebut.
Selanjutnya menurut beliau, kendala yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Notaris dalam melaksanakan fungsi pengawasannya adalah :
33
Zulkarnain Lubis, MPN Bukan Peradilan Umum Dilarang Berkantor di LP, Jurnal Renvoi, No. 5.42.IV, 2006, hal. 8
34
Hasil Wawancara dengan notaris di kota Medan
35
Wawancara dengan Noor M. Aziz, Kadiv Yankum dan HAM, tanggal 15 April 2008
36
Majelis Pengawas Notaris Pusat dan Wilayah Jilid II Resmi Dilantik, http:hukumonline.comdetail.asp?id=18495cl=Berita, dipublikasikan tanggal 7 Februari 2008,
diakses tanggal 19 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008.
USU e-Repository © 2008
a. Jumlah notaris yang sangat banyak; b. Kesibukan anggota MPD;
c. Fasilitas sarana, dan prasarana pengawasan yang belum ada, khususnya anggaran
yang belum memadai; d. Wilayah kerja notaris yang sangat luas di seluruh kabupaten atau kota di
Sumatera Utara; e. Belum semua kabupatenkota yang memiliki Majelis Pengawas Daerah sendiri.
37
Banyaknya jumlah notaris di kota Medan, mengakibatkan terjadinya persaingan yang ketat di antara para notaris dalam mendapatkan klien. Hal ini
berdampak buruk terhadap citra dan kualitas notaris sendiri. Salah satu contoh persaingan tidak sehat adalah dengan memasang harga di bawah harga standar
pembuatan akte, dengan tujuan supaya klien banyak yang memakai jasanya. Jika hanya harga yang dijadikan modal untuk mendapatkan klien tanpa dibarengi dengan
kualitas dan skill dalam pembuatan akta, maka hal ini akan merugikan masyarakat pemakai jasa notaris karena ada resiko akta tersebut mengandung sengketa di
kemudian hari.
Oleh karenanya untuk mengatasi hal ini harus dilakukan penempatan notaris sesuai dengan formasinya. Jika diperhatikan jumlah notaris di kota-kota besar lebih
banyak dari pada di tingkat kabupaten. Hal ini karena daerah perkotaan merupakan pusat bisnis sehingga kemungkinan untuk pembuatan akta-akta lebih banyak. Namun
hal ini mengakibatkan sedikitnya jumlah notaris yang bertugas di daerah kabupaten padahal masih banyak masyarakat yang membutuhkan jasa notaris di tingkat
kabupaten. Banyaknya jumlah notaris di kota-kota besar mengakibatkan sulitnya Majelis Pengawas melakukan pengawasan karena tidak berimbangnya jumlah Majelis
Pengawas Wilayah dengan jumlah notaris yang harus diawasi.
Utuk mengatasi kesenjangan jumlah notaris di daerah perkotaan dan kabupaten, maka pihak Departemen Hukum dan HAM harus memperhatikan formasi
jabatan notaris ini. Penyebaran daerah dan wilayah kerja notaris harus diperhatikan sehingga tidak menumpuk di kota-kota besar saja, tetapi juga di tingkat-tingkat
kabupaten. Dengan adanya pemerataan formasi jabatan notaris ini, maka pengawasan terhadap notaris juga lebih mudah.
Selain itu anggota MPD bukan hanya terdiri dari profesi notaris tetapi juga berasal dari bidang-bidang lain. Oleh karennya anggota MPD juga memiliki kegiatan
dan kesibukan lainnya di samping sebagai pengawas notaris. Hal ini mengakibatkan perhatian dan pengawasan anggota MPD terhadap notaris menjadi berkurang.
Sebaiknya selama menjadi anggota MPD, sitentukan tidak boleh untuk melakukan rangkap jabatan, sehingga perhatiannya fokus dalam hal pengawasan para notaris.
Namun, setiap orang juga memiliki kebutuhan ekonomi. Anggaran yang belum memadai merupakan hal yang signifikan. Bagaimana mungkin seseorang
dituntut kinerja yang baik apabila pendapatan yang dihasilkannya minim. Oleh karenanya anggaran untuk pelaksanaan pengawasan notaris ini juga diperhatikan
37
Wawancara dengan Noor M. Aziz, Kadiv Yankum dan HAM, tanggal 15 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008.
USU e-Repository © 2008
ataupun lebih ditingkatkan. Penyediaan anggaran ini dapat juga diadakan oleh para notaris, misalnya pada anggota INI memberikan iuran tiap bulan para notaris dan dari
iuran tersebut digunakan untuk anggaran bagi perbaikan sarana dan prasarana pelaksanaan pengawasan ini, akan tetapi dengan catatan selama iuran tersebut tidak
membebankan notaris.
Selain itu, pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi MPN masih minim. Kendala ini menyebabkan fungsi MPN belum berjalan optimal.
Begitu pula dengan kinerja Majelis Pengawas Daerah MPD. Apalagi saat ini MPD belum terbentuk di semua daerah. Padahal saat ini jumlah notaris sebanyak 8.000
orang tersebar di 33 provinsi.
38
Selanjutnya, wilayah kerja notaris yang begitu luas juga menjadi salah satu faktor lemahnya pengawasan notaris. Pada umumnya Majelis Pengawas Daerah
masih banyak yang belum tertentu. “Kendala pembentukan MPD, selain disebabkan anggaran, jumlah notarisnya sendiri terbatas. Misalnya di Kalimantan Tengah,
tepatnya di Palangkaraya, jumlah notarisnya hanya 12 orang, sisanya tersebar dan hanya satu atau dua orang, dengan demikian tidak mungkin dibentuk MPD, jika yang
diawasi hanya sedikit. Apalagi anggota MPD kan harus sembilan orang”.
39
Berkaitan dengan masalah kode etik dan masalah perilaku notaris menjadi kewenangan Majelis Pengawas Notaris. Sedangkan yang berkaitan dengan
pelanggaran hukum menjadi kewenangan penegak hukum, yaitu pihak kepolisian. Dalam hal pengawasan notaris oleh Majelis Pengawasan Wilayah MPW di
daerah-daerah, ukuran keseimbangan terletak pada sebuah pandangan realistis mengenai kodrat notaris sebagai pejabat publik.
40
Berbicara tentang subjek, tentunya berhubungan dengan kelengkapan dan kewenangan dari orang yang bersangkutan.
“Walaupun seorang pejabat pembuat berwenang hanya bertanggung jawab terhadap kebenaran formil, tetapi sesungguhnya juga bertanggungjawab terhadap kebenaran
materil”.
41
Selama ini ada polemik sejauh mana kewenangan Majelis Pengawasan Notaris. Apakah Majelis Pengawas Notaris mempunyai kewenangan untuk
memeriksa materi perkara. Di dalam putusan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah ternyata putusan tersebut susah memasuki yuridiksi dari perkara itu sendiri.
Mengenai ini Sartono Simbolon mengatakan bahwa : “Harus dibedakan mana kewenangan majelis dan mana kewenangan peradilan. Apabila sudah memasuki area
kewengan badan peradilan, materi perkara maupun pokok perkara, maka hal ini bukan kewenangan Majelis Pengawas Notaris lagi. Perlu diingat bahwa fungsi
Majelis Pengawas Notaris adalah memeriksa apakah perilaku, perbuatan hukum dari para notaris bertentangan dengan UU Jabatan Notaris dan kode etik atau tidak”.
42
38
Majelis Pengawas Notaris Pusat dan Wilayah Jilid II Resmi Dilantik, Loc cit
39
Ibid
40
Badar Baraba, Lakukan Tindakan Sesuai Prosedur, Jurnal Renvoi No. 1.37.IV, 2006, hal. 50
41
Wawancara dengan Sartono Simbolon, Notaris di Kota Medan, tanggal 2 April 2008
42
Wawancara dengan Sartono Simbolon, Notaris di Kota Medan, tanggal 2 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008.
USU e-Repository © 2008
Pada umumnya pengawasan terhadap notaris tidak berpengaruh terhadap jaminan hukum yang diperoleh notaris. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian
sebagai berikut :
Tabel 2. Pengaruh Pengawasan Notaris Terhadap Kinerja Notaris di Kota Medan
No. Pengaruh Pengawasaan
Notaris Jumlah
Persenatse
1. Tidak Ada Pengaruhnya
10 64
2. Perlindungan Hukum Notaris
Terlindungi 5 33
3. Kinerja Notaris Meningkat
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar notaris tidak merasakan adanya pengaruh pengawasan terhadap notaris ini terhadap perlindungan hukum
ataun peningkatan kinerja bagi notaris. Menurut pendapat para notaris bahwa tidak berpengaruhnya pengawasan notaris terhadap kinerja mereka juga karena lemahnya
pengawasan tersebut. Selain itu juga karena kesibukan para anggota MPN itu sendiri sehingga tidak fokus dalam melakukan pengawasan.
43
Dalam melakukan pengawasan terhdap notaris ini, menurut Noor M. Aziz pada umumnya notaris-notaris tersebut baik dalam bekerjasama. Namun banyak juga
yang mengimpang misalnya memasukkan akta dengan alasan yang merugikan pihak lain sehingga tidak jarang pada notaris terlibat perkara pidana seperti penipuan,
pemalsuan yang merugikan pihak lain. Untuk itulah diperlukan adanya pengawasan terhadap notaris sehingga kepentingan masyarakat dapat dilindungi.
Majelis Pengawas Notaris merupakan kepanjangan tangan Menkum dan HAM untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pemegang jabatan notaris.
44
Namun yang penting dari dibentuknya Majelis Pengawas adalah menjaga kepercayaan masyarakat terhadap para notaris Majelis Pengawas akan bertindak
independen dalam mengawasi kinerja dari para notaris, walaupun mereka diangkat oleh pemerintah.
Wewenang MPD diatur dalam UUJN, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10Tahun 2004,dan Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39PW.07.10.Tahun 2004. Dalam Pasal 66 UUJN diatur mengenai wewenang MPD yang berkaitan dengan:
1 Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim
dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan surat-surat yang dilekatkan pada
43
Hasil wawancara dengan pada notaris di kota Medan
44
Pelantikan Tujuh Anggota Majelis Pengawas Daerah, http:www.depkumham.go.idxDepkumhamWebxBeritaxFotoPELANTIKAN+TUJUH+ANGGOT
A.htm, diakses tanggal 29 Mei, 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008.
USU e-Repository © 2008
Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam Penyimpanan Notaris; b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
2 Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dibuat berita acara penyerahan.
Ketentuan Pasal 66 UUJN ini mutlak kewenangan MPD yang tidak dipunyai oleh MPW maupun MPP. Substansi Pasal 66 UUJN imperatif dilakukan oleh
penyidik, penuntut umum, atau hakim. Dengan batasan sepanjang berkaitan dengan tugas jabatan Notaris dan sesuai dengan kewenangan Notaris
sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN. Ketentuan tersebut berlaku hanya dalam perkara pidana, karena dalam pasal tersebut berkaitan dengan tugas penyidik
dan penuntut umum dalam ruang lingkup perkara pidana. Jika seorang Notaris digugat perdata, maka izin dari MPD tidak diperlukan, karena hak setiap orang untuk
mengajukan gugatan jika ada hak-haknya terlanggar oleh suatu akta Notaris.
Dalam kaitan ini MPD harus objektif ketika melakukan pemeriksaan atau meminta keterangan dari Notaris untuk memenuhi permintaan peradilan,
penyidik, penuntut umum, atau hakim, artinya MPD harus menempatkan akta Notaris sebagai objek pemeriksaan yang berisi pernyataan atau keterangan para pihak,
bukan menempatkan subjek Notaris sebagai objek pemeriksaan, sehingga tata cara atau prosedur pembuatan akta harus dijadikan ukuran dalam pemeriksaan tersebut.
Dengan demikian diperlukan anggota MPD, baik dari unsur Notaris, pemerintahan, dan akademis yang memahami akta Notaris, baik dari prosedur maupun
substansinya.Tanpa ada izin dari MPD penyidik, penuntut umum dan hakim tidak dapat memanggil atau meminta Notaris dalam suatu perkara pidana.
45
MPD seharusnya tidak perlu diberi kewenangan untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Jabatan Notaris, karena organisasi jabatan Notaris
secara internal sudah mempunya institusi sendiri, jika ada anggotanya melanggar kode etik jabatan Notaris. MPD mempunya kewenangan untuk
melaksanakan pengawasan menurut UUJN, Dewan Kehormatan Notaris mempunyai kewenangan untuk melaksanakan ketentuan menurut Kode Etik
Jabatan Notaris. Hal ini sesuai dengan isi Pasal 83 ayat 1 UUJN, bahwa Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris.
46
Pengawasan dilakukan dalam hal tindak tanduk atau perilaku notaris tidak mudah untuk diberi batasan. Sebagai contoh Pasal 9 ayat 1 hurf c UUJN
menegaskan salah satu alasan notaris diberhentikan sementara dari jabatannya adalah melakukan perbuatan tercela. Penjelasan pasal in memberikan batasan
bahwa yang dimaksud dengan perbuatan tercela adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat. Pasal 12
huruf c UUJN menegaskan bahwa salah satu alasan notaris diberhentikan dengan
45
Habib Adjie, Op cit, hal. 136
46
Ibid, hal. 136
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008.
USU e-Repository © 2008
tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat yaitu melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatam dan martabat jabatan notaris.
Dalam penjelasan pasal tersebut memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat, misalnya berjudi, mabuk,
menyalagunakan narkoba dan berzina.
Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat Majelis Pengawas Daerah maka yang melakukan pengawasan terhadap Notaris adalah Majelis Pengawas Wilayah.
Wewenang MPW selain diatur dalam UUJN, juga diatur dalam peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004, dan Keputusan Menteri
Hukum dan HAM RI No. M.39-PW.07.10 Tahun 2004.
Dalam pasal 73 ayat 2 UUJN ditentukan bahwan Keputusan MPW bersifat final dan terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi dibuat berita acaranya.
Dalam angka 2 butir 1 Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI no. M. 39- PW.07.10 Tahun 2004 mengenai Tugas Majelis Pengawas menegaskan bahwa
MPW berwenang untuk menjatuhkan sanksi yang tersebut dalam Pasal 73, 85 UUJN dan Pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02.PR.08.10
Tahun 2004, yaitu sebagai berikut :
g. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah.
h. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
i. Memberikan izin cuti lebih dari 6enam bulan sampai1 satutahun. j. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang
menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor. k. Memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis.
l. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
1 Pemberhentian sementara 3 tiga bulan sampai dengan 6 enam bulan, atau
2 Pemberhentian dengan tidak hormat. g. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada huruf e dan huruf. h. Memberikan sanksi berupa : teguran lisan; teguran tertulis; pemberhentian
sementara; pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian dengan tidak hormat, kepada Notaris yang melakukan pelanggaran.
i. Mulai melakukan pemeriksaan terhadap hasil pemeriksaan Majelis Pengawas daerah dalam jangka waktu paling lambat 7 tujuh hari kalender sejak berkas
diterima. Dalam UUJN, ada 2 dua bentuk sanksi, yaitu:
1. Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN, yaitu jika Notaris melanggar tidak melakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1
huruf i, k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52. Jika ketentuan sebagaimana dalam pasal tersebut di atas tidak dipenuhi, maka akta
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008.
USU e-Repository © 2008
yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum, dan hal tersebut dapat
dijadikan alasan bagi para pihak para penghadap yang tercantum dalam akta yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti
rugi, dan bunga kepada Notaris. Tuntutan para pihak terhadap Notaris tersebut berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga merupakan
akibat yang akan diterima Notaris jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta
menjadi batal demi hukum. Sanksi untuk memberikan ganti rugi, biaya, dan bunga seperti dalam Pasal 84 UUJN dapat dikategorikan sebagai
Sanksi Perdata.
2. Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85 UUJN, yaitu jika Notaris melanggar ketentuan Pasal 7, Pasal 16 ayat 1 huruf a sampai dengan k,
Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, danatau Pasal 63 maka Notaris akan dijatuhi sanksi berupa:
a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis;
c. Pemberhentian sementara; d. Pemberhentian dengan hormat; dan
e. Pemberhentian tidak hormat.
Sanksi yang terdapat dalam Pasal 85 UUJN dapat dikategorikan sebagai sanksi Administratif. Sanksi yang terdapat dalam Pasal 84 dan 85
UUJN ini, merupakan sanksi terhadap Notaris yang berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapan dan Notaris. Artinya ada persyaratan tertentu atau
tindakan tertentu yang dilakukan atau tidak dipenuhi oleh Notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya, berupa kewajiban dan larangan yang tercantum
dalam UUJN, Kode Etik Notaris, perilaku Notaris yang dapat merendahkan kehormatan martabat Notaris.
V. KESIMPULAN DAN SARAN