B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Dari ketentuan yang mengatur tentang objek PPN dalam Pasal 4, 16 C dan 16 D UU PPN 1984 dapat diketahui bahwa subjek PPN dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu: 1.
Pengusaha, Pengusaha Kena Pajak, dan Bukan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan Penyerahan
Barang Kena Pajak danatau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Bukan Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya Pasal 16 C UU PPN 1984.
2. Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil
adalah Pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan
jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- enam ratus juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
C. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak 1. Barang Kena Pajak
Barang Kena Pajak BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan
barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali Undang-Undang menetapkan
sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
a. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran, yang diambil
langsung dari sumbernya, seperti minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara,
biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel, biji perak, dan biji bauksit.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga saham, obligasi dan
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Jasa Kena Pajak
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang
PPN 1984. Pada dasarnya semua jenis jasa dikenakan pajak, kecuali yang
ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik
b. Jasa di bidang pelayanan sosial
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan prangko
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi
e. Jasa di bidang keagamaan
f. Jasa di bidang pendidikan
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan Pajak Tontonan
termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial h.
Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan i.
Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air j.
Jasa di bidang tenaga kerja k.
Jasa di bidang perhotelan
Universitas Sumatera Utara
l. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum, seperti Izin Mendirikan Bangunan, Pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu
Tanda Penduduk
D. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak 1. Tarif PPN
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10 sepuluh persen. Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0 nol persen. Pengenaan tarif
0 nol persen bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN
dapat diubah serendah-rendahnya 5 lima persen dan setinggi-tingginya 15 lima belas persen.Suandy,2008:81
2. Dasar Pengenaan Pajak DPP
Untuk menghitung besarnya pajak PPN yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak.
Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak DPP adalah: a.
Harga Jual DPP untuk penyerahan BKP b.
Penggantian DPP untuk penyerahan JKP c.
Nilai Impor harga Impor CIF+Bea Masuk d.
Nilai Ekspor e.
Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Universitas Sumatera Utara
E. Saat Terutang Pajak dan Tempat Terutang Pajak 1. Saat Terutang Pajak
Pajak terutang pada saat: a.
Penyerahan BKP atau JKP b.
Impor BKP c.
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
d. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
e. Ekspor BKP
f. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP
atau sebelum pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
2. Tempat Terutang Pajak
Tempat terutang pajak: a.
Untuk penyerahan BKPJKP: 1.
Tempat tinggal 2.
Tempat kedudukan 3.
Tempat kegiatan usaha Jika mempunyai kegiatan usaha lebih dari satu tempat usaha, atas
permohonan Pengusaha Kena Pajak dapat ditetapkan salah satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang. Yang menentukan adalah tempat administrasi
penjualan. b.
Untuk impor, di tempat BKP dimasukkan ke dalam Daerah Pabean
Universitas Sumatera Utara
c. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah
Pabean, di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak
d. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP di tempat bangunan tersebut didirikan.
e. Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
F. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP, atau bukti
pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Setiap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan
atau JKP wajib membuat Faktur Pajak. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan
sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materil. Faktur Pajak harus
diisi secara lengkap, jelas, benar, dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian
keterangan mengenai PPn BM hanya diisi apabila atas penyerahan BKP terutang PPn BM. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan tersebut dapat
mengakibatkan PPN yang tercantum didalamnya tidak dapat dikreditkan.
Universitas Sumatera Utara
Faktur pajak dapat berupa : a.
Faktur Pajak Standar b.
Faktur Pajak Gabungan c.
Faktur Pajak Sederhana d.
Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh Dirjen Pajak Mardiasmo,2006:274
Saat pembuatan Faktur Pajak: a.
Selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukan penyerahan BKP danatau penyerahan keseluruhan JKP, dalam hal pembayaran
diterima setelah bulan penyerahan BKP danatau penyerahan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar
harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran. b.
Selambat-lambatnya pada saat pembayaran diterima dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP danatau sebelum penyerahan
JKP. c.
Selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran per-termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d. Selambat-lambatnya pada saat Pengusaha Kena Pajak Rekanan menyampaikan
tagihan kepada Pemungut Pajak PPN.
G. Mekanisme Pengadaan Faktur Pajak