Gambaran Disiplin Karyawan Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri (Studi Deskriptif Di PT PP Lonsum, Tbk)

(1)

i

GAMBARAN DISIPLIN KARYAWAN DALAM

MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI

(STUDI DESKRIPTIF DI PT PP LONSUM, Tbk)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

oleh

AMELIA ALSA

071301002

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2010/2011


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Disiplin Karyawan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri

(Studi Deskriptif di PT PP Lonsum, Tbk)

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, penulis bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juni 2011

Amelia Alsa 071301002


(3)

iii

Gambaran Disiplin Karyawan Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri

(Studi Deskriptif di PT PP Lonsum, Tbk)

Amelia Alsa dan Ferry Novliadi

ABSTRAK

PT PP Lonsum adalah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan memiliki hampir 100.000 ha perkebunan kelapa, sawit, karet, teh dan coklat. Lonsum memiliki 17 area yang terdiri dari estate dan pabrik yang tersebar di wilayah Sumatera Utara. Karena bergerak dibidang perkebunan maka jenis pekerjaan yang umum dijumpai adalah bagian penanaman, bagian pemupukan, bagian penyemprotan hama, bagian pemanen, bagian penggilingan, dan sebagainya. Semua pekerjaan memiliki resiko terjadi kecelakaan kerja. Oleh karena itu, Lonsum menyediakan alat pelindung diri untuk melindungi karyawannya saat bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri. Salah satu faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja adalah tidak disiplinnya karyawan menggunakan APD. Alasannya bermacam-macam mulai dari tidak nyaman, APDnya kebesaran, bahannya tidak enak, sampai mengganggu pekerjaan.

Untuk mengetahui bagaimana disiplin karyawan dalam menggunakan APD, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Jumlah sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 111 orang karyawan yang bekerja di PT Lonsum dan kesehariannya menggunakan APD saat bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki disiplin yang tinggi dalam menggunakan alat pelindung diri sebanyak 94 orang (84,68%), karyawan yang memiliki disiplin sedang dalam menggunakan APD sebanyak 17 orang (15, 32%) dan tidak ada karyawan yang memiliki disiplin rendah dalam menggunakan APD. Karyawan Lonsum juga memiliki disiplin yang tinggi dalam menggunakan APD jika dilihat dari ketiga aspek pembentuk disiplin, yaitu aspek mental, aspek pemahaman yang baik terhadap peraturan dan aspek sikap yang


(4)

iv

menunjukkan kesungguhan hati. Karyawan Lonsum juga memiliki disiplin tinggi jika ditinjau dari objek disiplin, yaitu kesadaran diri, manajemen perusahaan dan desain APD.


(5)

v

Description of Employee Discipline in Use Personal Protective Equipment

(Descriptive Studies on PT PP Lonsum, Tbk)

Amelia Alsa and Ferry Novliadi

ABSTRACT

PT PP Lonsum is a company engaged in the plantation and has nearly 100,000ha of oil palm plantation, palm oil, rubber, tea and chocolate. Lonsum has 17 areas of estate and factories that are spread in North Sumatra. Because the field of plantation, the common types of work that is part of planting, the fertilizing, spraying the pest, the harvesters, the mill, and so forth. All jobs have a risk of accidents. Therefore, Lonsum provide personal protective equipment to protect employees while working. This study aims to see how the image of employee disciplines in the use of personal protective equipment. One of the factors that cause workplace accidents are employees not discipline using PPE. The reason a variety ranging from uncomfortable, the PPE is greatness, the material is bad, to disrupt the work.

To know how to discipline employees in the use of PPE, conducted research using quantitative descriptive method. The number of samples included in this study as many as 111 employees working in PT Lonsum and everyday use PPE when working.

The results showed that employees who have high discipline in the use of personal protective equipment as many as 94 people (84.68%), employees who have the discipline currently in use PPE as many as 17 people (15, 32%) and no discipline employees who have low the use of PPE. Lonsum Employees also have high discipline in the use of PPE when viewed from the third aspect of forming a discipline, the mental aspect, the aspect of a good understanding of rules and aspects of attitude that shows sincerity. Employees also have the discipline Lonsum high when viewed from the object of discipline, ie self-awareness, management and design of PPE.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobbil ‘alamin...

Dengan mengucap syukur alhamdulillahhirobbil ‘alamin, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya yang diberikan selama ini kepada penulis. Sunggu besar nikmat dan rahmat yang diberiNya kepada penulis terutama saat menyelesaikan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Gambaran Disiplin Karyawan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri (Studi Deskriptif di PT PP Lonsum, Tbk)”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, beserta Pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Psikologi USU.

2. Bapak Ferry Novliadi, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukan untuk membimbing penulis. Terima kasih atas semua bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan Bapak selama ini. Berkat bimbingan dan arahan Bapak selama ini, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(7)

vii

Walaupun sering menjumpai masalah ditengah jalan, Bapak selalu memberikan solusi yang terbaik. Terima kasih, Pak. Terima kasih atas kebaikan Bapak selama ini. Terima kasih penulis untuk Bapak tidak bisa hanya diungkapkan dengan kata-kata. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak. Terima Kasih, Pak.

3. Ibu Gustiarti Leila, M.Si, psikolog, selaku Ketua Departemen Psikologi Industri dan Organisasi dan juga selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat masuk di Departemen Psikologi Industri dan Organisasi. Terima kasih atas pengarahan dan bimbingan yang telah Ibu berikan kepada penulis selama penyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas motivasi yang selalu Ibu berikan kepada penulis agar selalu mencapai prestasi akademis semaksimal mungkin. Terima kasih, Ibu.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USU yang memberi pengetahuan yang sangat berharga kepada penulis selama ini. Terima kasih juga kepada seluruh pegawai Fakultas Psikologi USU yang selalu memberikan bantuan kepada penulis selama menjalani kehidupan di kampus terutama saat penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Terima kasih kepada PT PP Lonsum, Tbk yang memberikan izin dan kepercayaannya kepada penulis dalam melakukan penelitian ini. Terima kasih kepada Pak Mahendra, Kak Ami, Om Imral dan seluruh staff PT PP Lonsum yang membantu penulis selama ini. Terima kasih.


(8)

viii

6. Terima kasih kepada Pak Ali Tandjung selaku Manager Kebun Sei Merah yang memberi izin kepada penulis untuk melakukan try out di Kebun Sei Merah. Terima kasih kepada Pak Ali Imran dan Ibu Tuti yang membantu penulis selama proses pengambilan data di Kebun Sei Merah.

7. Bapak Manager Kebun Rambong Sialang yang memberikan izin kepada penulis sehingga penulis dapat mengambil data. Bapak Ilham Ibrahim yang selalu memberikan bantuan dan arahan kepada penulis selama proses pengambilan data dan seluruh karyawan Kebun Rambong Sialang yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

8. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang selama ini tidak henti-hentinya memberikan dukungan baik secara moril dan material selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, ma, pa.

9. Kakak dan adik tersayang, Lila dan Aziz. Terima kasih atas dukungan, bantuan dan motivasi yang kalian berikan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

10. Oom Adlin dan Tante Sally. Terima kasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

11. Teman-teman penulis. Tanty, Findy, QQ, Indah dan Seja terima kasih motivasi dan dukungan kalian selama ini. Kalian memberikan banyak kenangan indah kepada penulis selama di Fakultas Psikologi. Trisa, Vivilia, Intan, Karin, Inge, Liana dan semua teman-teman seangkatan di


(9)

ix

Fakultas Psikologi yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya selama ini.

12. Dan terakhir buat Rendi Sadli Adlin, my special one, yang selalu memberikan masukan, dukungan, bantuan dan semangat kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis terbuka menerima saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, Juni 2011


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

COVER HALAMAN DEPAN... i

LEMBAR PERNYATAAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR GRAFIK... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 11

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Manfaat Penelitian... 12

E. Sistematika Penulisan... 12


(11)

xi

A. DISIPLIN... 14

1. Definisi Disiplin... 15

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Disiplin... 16

3. Aspek-aspek Disiplin... 20

4. Jenis-jenis Disiplin... 21

B. ALAT PELINDUNG DIRI... 22

1. Definisi Alat Pelindung Diri... 22

2. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri... 24

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan APD... 30

C. KARYAWAN... 30

D. PROFIL PT PP LONSUM, Tbk... 31

E. KAITAN DISIPLIN KARYAWAN DALAM MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI... 35

BAB III METODE PENELITIAN... 38

A. Jenis Penelitian... 38

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 38

C. Defenisi Operasional Disiplin Dalam Menggunakan APD... 39

D. Populasi Penelitian... 40

E. Metode Pengumpulan Data... 41

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 45

1. Validitas Alat Ukur... 45

2. Daya Beda dan Reliabilitas Alat Ukur... 45

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 47

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 50

I. Metode Analisis Data... 52

BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI... 54

A. Gambaran Subjek Penelitian... 54

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 54

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 55

3. Gambaran Penggunaan Alat Pelidung Diri... 57

B. Hasil Utama Penelitian... 59

1. Gambaran Disiplin Karyawan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)... 59

2. Gambaran Disiplin Karyawan Berdasarkan Aspek-aspek Disiplin... 63

3. Gambaran Disiplin Karyawan Berdasarkan Objek Disiplin... 68

C. Pembahasan... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 81

A. Kesimpulan... 81

B. Saran... 82

1. Saran Praktis... 82


(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA... 84


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Blueprint Skala Disiplin Karyawan dalam Menggunakan APD

Sebelum Uji Coba... 43

Tabel 2 Blueprint Skala Disiplin Karyawan dalam Menggunakan APD Setelah Uji Coba... 48

Tabel 3 Blueprint Skala Disiplin Karyawan dalam Menggunakan APD dalam Penelitian... 49

Tabel 4 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 55

Tabel 5 Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 56

Tabel 6 Penyebaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)... 58

Tabel 7 Gambaran Skor Disiplin Karyawan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)... 60

Tabel 8 Pengkategorisasian Disiplin Karyawan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)... 61

Tabel 9 Kriteria Kategorisasi Skor Disiplin Karyawan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)... 62

Tabel 10 Gambaran Skor Disiplin Karyawan pada aspek Sikap Mental... 63

Tabel 11 Kriteria Kategorisasi Skor Disiplin Karyawan Pada Aspek Sikap Mental... 64

Tabel 12 Gambaran Skor Disiplin Karyawan pada Aspek Pemahaman yang Baik Pada Peraturan... 65

Tabel 13 Kriteria Kategorisasi Skor Disiplin Karyawan Pada Aspek Pemahaman yang Baik Pada Peraturan... 65

Tabel 14 Gambaran Skor Disiplin Karyawan pada Aspek Sikap yang Menunjukkan Kesungguhan Hati... 66

Tabel 15 Kriteria Kategorisasi Skor Disiplin Karyawan Pada Aspek Sikap yang Menunjukkan Kesungguhan Hati... 67


(14)

xiv

Tabel 16 Gambaran Skor Disiplin Karyawan Berdasarkan Objek Kesadaran Diri... 68 Tabel 17 Kriteria Kategorisasi Skor Disiplin Karyawan Berdasarkan

Kesadaran Diri... 68 Tabel 18 Gambaran Skor Disiplin Karyawan Berdasarkan Objek

Manajemen Peusahaan... 70 Tabel 19 Kriteria Kategorisasi Skor Disiplin Karyawan Berdasarkan

Manajemen Perusahaan... 70 Tabel 20 Gambaran Skor Disiplin Karyawan Berdasarkan Desain APD.. 71 Tabel 21 Kriteria Kategorisasi Skor Disiplin Karyawan Berdasarkan


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Alat Pelindung Diri... 29


(16)

xvi

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 55 Grafik 2 Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 56 Grafik 3 Penyebaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)... 58 Grafik 4 Penggolongan Disiplin Karyawan dalam Menggunakan Alat


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Data Mentah Skala Disiplin Karyawan Dalam Menggunakan

APD... Lampiran 2 Uji Reliabilitas Skala... Lampiran 3 Skala Uji Coba Disiplin Karyawan Dalam Menggunakan APD Lampiran 4 Skala Penelitian Disiplin Karyawan Dalam Menggunakan


(18)

iii

Gambaran Disiplin Karyawan Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri

(Studi Deskriptif di PT PP Lonsum, Tbk)

Amelia Alsa dan Ferry Novliadi

ABSTRAK

PT PP Lonsum adalah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan memiliki hampir 100.000 ha perkebunan kelapa, sawit, karet, teh dan coklat. Lonsum memiliki 17 area yang terdiri dari estate dan pabrik yang tersebar di wilayah Sumatera Utara. Karena bergerak dibidang perkebunan maka jenis pekerjaan yang umum dijumpai adalah bagian penanaman, bagian pemupukan, bagian penyemprotan hama, bagian pemanen, bagian penggilingan, dan sebagainya. Semua pekerjaan memiliki resiko terjadi kecelakaan kerja. Oleh karena itu, Lonsum menyediakan alat pelindung diri untuk melindungi karyawannya saat bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri. Salah satu faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja adalah tidak disiplinnya karyawan menggunakan APD. Alasannya bermacam-macam mulai dari tidak nyaman, APDnya kebesaran, bahannya tidak enak, sampai mengganggu pekerjaan.

Untuk mengetahui bagaimana disiplin karyawan dalam menggunakan APD, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Jumlah sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 111 orang karyawan yang bekerja di PT Lonsum dan kesehariannya menggunakan APD saat bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki disiplin yang tinggi dalam menggunakan alat pelindung diri sebanyak 94 orang (84,68%), karyawan yang memiliki disiplin sedang dalam menggunakan APD sebanyak 17 orang (15, 32%) dan tidak ada karyawan yang memiliki disiplin rendah dalam menggunakan APD. Karyawan Lonsum juga memiliki disiplin yang tinggi dalam menggunakan APD jika dilihat dari ketiga aspek pembentuk disiplin, yaitu aspek mental, aspek pemahaman yang baik terhadap peraturan dan aspek sikap yang


(19)

iv

menunjukkan kesungguhan hati. Karyawan Lonsum juga memiliki disiplin tinggi jika ditinjau dari objek disiplin, yaitu kesadaran diri, manajemen perusahaan dan desain APD.


(20)

v

Description of Employee Discipline in Use Personal Protective Equipment

(Descriptive Studies on PT PP Lonsum, Tbk)

Amelia Alsa and Ferry Novliadi

ABSTRACT

PT PP Lonsum is a company engaged in the plantation and has nearly 100,000ha of oil palm plantation, palm oil, rubber, tea and chocolate. Lonsum has 17 areas of estate and factories that are spread in North Sumatra. Because the field of plantation, the common types of work that is part of planting, the fertilizing, spraying the pest, the harvesters, the mill, and so forth. All jobs have a risk of accidents. Therefore, Lonsum provide personal protective equipment to protect employees while working. This study aims to see how the image of employee disciplines in the use of personal protective equipment. One of the factors that cause workplace accidents are employees not discipline using PPE. The reason a variety ranging from uncomfortable, the PPE is greatness, the material is bad, to disrupt the work.

To know how to discipline employees in the use of PPE, conducted research using quantitative descriptive method. The number of samples included in this study as many as 111 employees working in PT Lonsum and everyday use PPE when working.

The results showed that employees who have high discipline in the use of personal protective equipment as many as 94 people (84.68%), employees who have the discipline currently in use PPE as many as 17 people (15, 32%) and no discipline employees who have low the use of PPE. Lonsum Employees also have high discipline in the use of PPE when viewed from the third aspect of forming a discipline, the mental aspect, the aspect of a good understanding of rules and aspects of attitude that shows sincerity. Employees also have the discipline Lonsum high when viewed from the object of discipline, ie self-awareness, management and design of PPE.


(21)

xviii BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien). Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life) sehingga ada ungkapan “without ergonomics, safety management is not enough”.

Keselamatan dan kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi naluri dari setiap makhluk hidup. Sejak manusia bermukim di muka bumi ini, secara tidak sadar mereka berusaha melindungi diri dari segala bahaya yang ada di sekitar hidupnya. Manusia mempertahankan kehidupan dengan berbagai macam cara. Zaman dahulu, manusia tinggal di pohon tinggi untuk melindungi diri dari serangan binatang buas. Seiring berjalannya waktu, tantangan dan potensi bahaya semakin banyak dan beranekaragam, bahkan bahaya itu muncul akibat ulah manusia itu sendiri (man made hazards).

Berbagai macam potensi bahaya tersebut bisa juga dijumpai dalam lingkungan tempat kerja. Penggunaan mesin, alat kerja, material kerja dan


(22)

xix

kegiatan produksi berpotensi mengancam keselamatan para pekerja. Di zaman modern seperti sekarang ini, keselamatan menjadi tuntutan dan kebutuhan umum (Soehatman, 2010). Kenyataannya, kecelakaan kerja masih terjadi di berbagai perusahaan yang secara administratif telah lulus (comply) audit sistem manajemen K3.

Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan materi dan gangguan produksi. Tahun 2007, menurut Jamsostek tercatat 65.474 kecelakaan yang mengakibatkan 1.451 orang meninggal, 5.326 orang cacat tetap dan 58.697 orang cedera. Data kecelakaan tersebut mencakup seluruh perusahaan yang menjadi anggota Jamsostek dengan jumlah peserta sekitar 7 juta orang atau sekitar 10% dari seluruh pekerja Indonesia. Dengan demikian, angka kecelakaan mencapai 930 kejadian untuk setiap 100.000 pekerja setiap tahun. Oleh karena itu, jumlah kecelakaan keseluruhannya diperkirakan jauh lebih besar. Bahkan menurut World Economic

Forum tahun 2006, angka kematian akibat kecelakaan kerja di Indonesia

mencapai 17-18 untuk setiap 100.000 pekerja (Soehatman, 2010).

Anas Zaini Z Iksan selaku Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (A2K4) mengatakan setiap tahun terjadi 96.000 kasus kecelakaan kerja. Dari jumlah ini, sebagian besar kecelakaan kerja terjadi pada proyek jasa konstruksi dan sisanya terjadi di sektor industri manufaktur (Bataviase, 2010). Hasil penelitian yang diadakan ILO (Organisasi Perburuhan Internasional) mengenai standar kecelakaan kerja menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-152 dari 153 negara yang ditelitinya.


(23)

xx

Ini berarti, begitu buruknya masalah kecelakaan kerja di Indonesia (Portal Nasional Republik Indonesia, 2010).

Heinrich (dalam Soehatman, 2010) menyebutkan 10 aksioma mengenai kecelakaan kerja, yaitu : (1) kecelakaan merupakan rangkaian proses sebab dan akibat. Tidak ada kecelakaan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal, namun merupakan rangkaian sebab akibat yang saling terkait; (2) sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakannya yang tidak aman yang menurut penyelidikan mencapai 85% dari seluruh kecelakaan; (3) kondisi tidak aman dapat membahayakan dan menimbulkan kecelakaan; (4) tindakan tidak aman dari seseorang dipengaruhi oleh tingkah laku, kondisi fisik, pengetahuan dan keahlian serta kondisi lingkungan kerjanya; (5) upaya pencegahan kecelakaan harus meliputi berbagai usaha; (6) keparahan suatu kecelakaan berbeda satu sama lain; (7) program pencegahan kecelakaan harus sejalan dengan program lainnya dalam organisasi; (8) pencegahan kecelakaan atau program kesehatan dalam organisasi tidak akan berhasil tanpa dukungan dan peran serta manajemen puncak dalam organisasi; (9) pengawasan merupakan unsur kunci dalam program K3; dan (10) usaha keselamatan menyangkut aspek ekonomis.

H.W. Heinrich juga mengemukakan penyebab kecelakaan berdasarkan Teori Dominonya, yaitu (a) tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act), misalnya tidak menggunakan alat keselamatan dalam bekerja, melepas alat pengaman atau bekerja sambil bergurau. Tindakan ini dapat membahayakan


(24)

xxi

dirinya maupun orang lain yang berujung pada kecelakaan; (b) kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu kondisi di lingkungan kerja baik alat, material, atau linkungan tidak aman dan membahayakan. Misalnya tangga yang mudah patah, lantai yang licin dan kebisingan yang melampaui batas.

Menurut Jojo Bagyo, Kepala Pusat Penyelenggaraan Konstruksi BPKSDM Departemen Pekerja Umum, kecelakaan kerja terjadi paling banyak disebabkan oleh kesalahan manusia (human error), baik dari aspek kompetensi para pelaksana konstruksi maupun pemahaman arti pentingnya penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (BPKSDM, 2006). Hal senada juga dikemukakan oleh Suma’mur (1995) yang menyatakan bahwa 85% penyebab kecelakaan adalah faktor manusia.

BPKSDM (2006) menyimpulkan bahwa beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan baik yang telah menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka sebagai terjadinya kegagalan konstruksi yang antara lain disebabkan tidak dilibatkannya ahli teknik konstruksi, penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat, lemahnya pengawasan pelaksanaan konstruksi di lapangan, belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang menyangkut K3 yang telah ada, lemahnya pengawasan penyelenggaraan K3, kurang memadainya baik dalam kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan pelindung diri (APD) dan kurang disiplinnya para tenaga kerja di dalam mematuhi ketentuan mengenai K3 yang antara lain pemakaian alat pelindung diri kecelakaan kerja.


(25)

xxii

Tingginya angka kecelakaan pekerja mendorong berbagai kalangan berupaya meningkatkan perlindungan bagi pekerja. Salah satunya adalah perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Manusia bukan merupakan alat, tetapi adalah aset perusahaan yang sangat berharga yang harus dilindungi. Maka dari itu, usaha-usaha keselamatan selain ditujukan kepada mekanik, juga harus memperhatikan secara khusus aspek manusiawi. Salah satu perlindungan kepada karyawan adalah perlindungan secara fisik. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai hal di lingkungan sekitarnya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Salah satu cara pencegahan kecelakaan yang terbaik adalah peniadakan bahaya seperti pengamanan mesin. Namun hal itu tidak mungkin. Oleh karena itu karyawan perlu diberikan alat pelindung diri.

Perkembangan sejarah alat perlindungan diri sejalan dengan penggunaan pengamanan. Pada masa silam, ketika teknologi mulai berkembang, desain alat-alat proteksi diri sama sekali tidak memadai atau tenaga kerja tidak memakainya sama sekali oleh karena mereka lebih senang tanpa perlindungan. Hal ini bisa berakibat terjadinya kecelakaan pada kepala, mata, kaki dan sebagainya. Sekarang pun, alat-alat perlindungan diri masih dianggap oleh tenaga kerja sebagai mengganggu pelaksanaan kerja (Suma’mur, 1995).

Kurang disiplinnya para tenaga kerja di dalam mematuhi ketentuan dalam penggunaan atau pemakaian alat pelindung diri biasanya karena alasan sepele, misalnya pekerja tidak memakai kacamata saat mengelas, sehingga kerap terjadi sesuatu yang merugikan dirinya sendiri. Rendahnya kesadaran pekerja dalam


(26)

xxiii

menggunakan APD karena dianggap mengurangi feminitas, terbatasnya faktor stimulan pimpinan, dan karena tidak enak dan kurang nyaman juga merupakan alasan mengapa tidak disiplinnya karyawan dalam menggunakan APD. Hasil wawancara Safety News Alert dengan 290 orang Safety Officer mengenai alasan pekerja yang tidak memakai APD saat bekerja menyatakan bahwa 30% karyawan tidak menggunakan APD karena merasa tidak nyaman dan tidak cocok, 10% karyawan mengatakan tidak tahu jika harus menggunakan APD, 18% mengatakan menggunakan APD hanya membuang-buang waktu saja, 8% mengatakan tidak akan celaka jika tidak menggunakan APD dan 34% mengatakan lupa menggunakan APD. Ini menyimpulkan bahwa desain APD yang menimbulkan ketidaknyamanan saat digunakan sangat mempengaruhi disiplin tidaknya karyawan dalam menggunakan APD.

Daniel M. Colyer (1991) menyatakan disiplin pada umumnya termasuk dalam aspek pengawasan yang sifatnya lebih keras dan tegas (hard and coherent). Dikatakan keras karena ada sanksi dan dikatakan tegas karena adanya tindakan sanksi yang harus dieksekusi bila terjadi pelanggaran. Disiplin juga dikaitkan dengan sangsi atau hukuman. Contohnya: bagi karyawan yang tidak menggunakan APD apapun alasannya akan dikenakan sanksi. Pemberian reward,

punishment, pengawasan dan tindakan pendisiplinan dari perusahaan kepada

karyawan untuk mendisiplinkan karyawan dalam menggunakan APD sangat diperlukan.

Hakim (2004) mengemukakan hasil penelitiannya yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan APD oleh Pekerja Radiasi


(27)

xxiv

pada Instansi Radiologi Rumah sakit di Wilayah Palembang” bahwa pola pengawasan terhadap karyawan mempengaruhi karyawan dalam menggunakan APD. Fasilitas APD yang disediakan harus sesuai dengan standar, serta dilakukan sosialisasi masalah kebijakan tentang penggunaan APD dan meningkatkan pola pengawasan sehingga pekerja termotivasi untuk menggunakan APD pada saat mereka bekerja. Oleh karenanya perlu dipikirkan keseimbangan antara pemberian sanksi dengan penghargaan yang bersifat individu terhadap pekerja yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap pengunaan APD.

Disiplin pada dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk mendorong agar para anggota organisasi dapat memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi, yang di dalamnya mencakup: (1) adanya tata tertib atau ketentuan-ketentuan; (2) adanya kepatuhan para pengikut; dan (3) adanya sanksi bagi pelanggar. Perusahaan harus mampu memotivasi bawahan agar dalam pelaksanaan kegiatan dapat sesuai dengan tujuan perusahaan yang diinginkan. Kerjasama sangat diperlukan dalam perusahaan sebab dengan kerjasama yang baik segala persoalan dapat dipecahkan dengan mudah serta membuat lebih betah dalam bekerja.

Niat untuk mentaati peraturan merupakan suatu kesadaran yang disadari unsur ketaatan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal itu berarti sikap dan perilaku didorong adanya kontrol diri yang kuat. Artinya, sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan perusahaan muncul dari dalam dirinya (Suryohadiprojo, 1989). Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh berbagai inisiatif, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai


(28)

xxv

disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku, tetapi juga mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan perusahaan.

Disiplin dapat diartikan sebagai sikap menghargai, patuh, taat terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku di tempat kerja yang dilakukan secara rela dengan penuh tanggung jawab dan siap untuk menerima sangsi jika melanggar tugas dan wewenang (Novitasari, 2008). Setiap perusahaan yang hendak hidup tertib dan teratur memerlukan sikap dan perilaku pada karyawannya dalam berdisiplin.

Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses bekerja yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri. Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) juga menyebutkan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran, kemauan dan kesediaan kerja orang lain agar dapat taat dan tunduk terhadap semua peraturan dan norma yang berlaku, kesadaaran kerja adalah sikap sukarela dan merupakan panggilan akan tugas dan tanggung jawab bagi seorang karyawan. Karyawan akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik dan bukan mematuhi tugasnya itu dengan paksaan.

Menurut Hogdes, disiplin dalam arti yang positif sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah diterapkan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan perusahaan (dalam Yuspratiwi, 1990). Disiplin dapat diartikan sebagai suatu sikap


(29)

xxvi

menghargai, menghormati, patuh dan taat terhadap peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenangan yang diberikan kepadanya (Sastrohadiwiryo, 2002). Dengan disiplin yang baik akan memudahkan perusahaan dalam mewujudkan tujuannya. Setiap perusahaan berusaha untuk meminimalkan angka kecelakaan kerja, oleh karena itu salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menyediakan alat pelindung diri bagi karyawannya.

PT PP Lonsum, Tbk bergerak di bidang perkebunan. Di Sumatera Utara, PT PP Lonsum, Tbk memiliki 17 area yang terdiri dari estate dan pabrik. Perkebunan London-Sumatra, yang kemudian lebih dikenal dengan nama “Lonsum”, memiliki hampir 100.000 hektar perkebunan kelapa sawit, karet, teh, dan kakao yang tertanam di empat pulau terbesar di Indonesia. Pada awal berdirinya, perusahaan menggolongkan tanamannya menjadi tanaman karet, teh, dan kakao. Di awal Indonesia merdeka, Lonsum lebih memfokuskan usahanya kepada tanaman karet, yang kemudian diubah menjadi kelapa sawit di tahun 1980. Pada akhir dekade ini, kelapa sawit menggantikan karet sebagai komoditas utama Perseroan.

PT PP Lonsum Indonesia, Tbk merupakan salah satu perusahaan yang telah menjalankan program K3. Beberapa program K3 yang dilaksanakan di PT PP Lonsum, Tbk adalah Hiperkes, Bencana Alam, Penanggulangan Kebakaran, P3K, Pemeriksaan Berkala, Pemeriksaan Berkala Khusus, Noise dan beberapa


(30)

xxvii

program K3 seperti pelatihan-pelatihan dan pengurusan izin, serta merupakan salah satu perusahaan yang menyediakan alat pelindung diri bagi pekerjanya. Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan kepada Head Health and Safety:

“Di sini, program K3 udah kami jalankan. Pokoknya semua udah

memenuhi standar la.. Program K3 di sini ada 13 kalo gak salah. Ada Hiperkes, Bencana Alam, Penanggulang Kebakaran, P3K, Pemeriksaan Berkala, Pemeriksaan Berkala Khusus, Noise, Pelatihan-pelatihan, misalnya untuk bagian alat angkut berat. Ada juga pengurusan izin-izin misalnya untuk turbin, genset, boiler dan semacamnya. Kita juga sediakan APD. APD itu alat pelindung diri, contohnya kek sepatu, masker, kacamata...” (komunikasi personal, Oktober 2010).

PT PP Lonsum bergerak aktif dalam melakukan penyuluhan-penyuluhan program K3 kepada karyawannya, misalnya mengenai rambu-rambu yang ada di kebun serta penggunaan alat pelindung diri. Karyawan dijelaskan apa tujuan dan manfaat menggunakan alat pelindung diri saat bekerja. Namun demikian, menyadarkan karyawan untuk menggunakan alat pelindung diri tidak semudah membalikkan telapak tangan (Adlin, komunikasi personal Oktober 2010). Bahkan walaupun sudah diberikan penyuluhan-penyuluhan tetap saja ada kecelakaan yang terjadi akibat kelalaian karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Head Health and Safety:

“...ada kejadian kerna gak pake APD. Telinganya pekak kerna dia gak pake ear plug. Padahal kerjanya di bagian mesin. Ya pekak la... padahal udah disuruh pake” (komunikasi personal, November 2010).

Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Divisi kebun Lonsum di Sei Merah:

“Kalo APD di sini lengkap. Semua ada. Mau apa? Ada di sini. Orang-orang sini juga minta mereka ke sini APDnya. Biasanya tu iri-irian mereka. Kalo ada temannya dapat sepatu, terus dia gak dapat, protes dia ke sini... mau dia.. soal pake gak pake jangan ditanya.. Urusan belakangan katanya... Pernah ada kejadian gara-gara gak dipasangnya sarung engrek, luka istrinya. Tersabit.. Itu la...” (komunikasi personal, Januari 2011).


(31)

xxviii

PT PP Lonsum juga memberikan sanksi atau hukuman kepada karyawan yang tidak menggunakan alat pelindung diri. Upaya penertiban karyawan yang membandel selalu dilakukan mereka, mulai dari pemberikan peringatan, disuruh pulang untuk mengambil APD mereka, bahkan hingga diberi peringatan keras seperti pemberhentian kerja. Hal ini sesuai dengan hasil wawacara kepada Kepala Divisi kebun Lonsum di Sei Merah:

“...di sini kita kasi juga pelatihan-pelatihan soal APD. Kita kasi perngertian ma mereka apa pentingnya APD, kita kasi contoh apa dampaknya kalo gak pake APD dan kalo pake APD. Tapi ya gimana... tetap aja la ada yang bandel. Kalo kita jumpai ada yang gak pake APD, kita peringatin dia dulu.. kita suruh dia ambe APDnya. Dah tu kalo tetap gk mau pake,kita ancam dia suruh gak usah kerja lagi... Daripada dia membahayakan diri sendiri, mending gak usah kerja. Kita kan juga gak mau karyawan kita kenapa-napa...”

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran disiplin karyawan dalam menggunakan


(32)

xxix

alat pelindung diri. Hasil penelitian akan menunjukkan bagaimana gambaran disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan ada 2 manfaat yang dapat diambil, yaitu : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas ruang lingkup dunia industri dan organisasi dan menambah wacana dalam ilmu psikologi pada umumnya, khususnya di bidang psikologi industri dan organisasi, yang berkaitan dengan disiplin dan alat pelindung diri. Selain itu juga, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan, serta penelitian mengenai Psikologi Industri dan Organisasi sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberi informasi kepada PT PP Lonsum, Tbk mengenai gambaran disiplin karyawan dalam menggunaan alat perlindungan diri.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah : BAB I Pendahuluan


(33)

xxx

Pada bab ini akan digambarkan latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori

Bab ini mengurai teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah yang berhubungan dengan disiplin karyawan yang dikemukakan oleh Prijodarminto, SH, alat perlindungan diri, dan karyawan.

BAB III Metode Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengani identifikasi variabel, definisi operasional, populasi penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisi data.

BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari dua bagian besar yaitu analisis data dan pembahan. Pada analisis data diuraikan mengenai gambaran subjek penelitian dan hasil olah data dari penelitian yang dilakukan. Setelah itu dilakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang diperoleh.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, serta saran untuk penyempurnaan penelitian di masa mendatang.


(34)

xxxi BAB II

LANDASAN TEORI

Dasar teori untuk menjawab pertanyaan mengenai gambaran disiplin karyawan dalam menggunakan alat perlindungan diri adalah teori mengenai disiplin, alat perlindungan diri dan karyawan. Di bawah ini akan diuraikan teori-teori diatas.

A. DISIPLIN

Di dalam kehidupan sehari-hari, dimana pun manusia berada, dibutuhkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang akan mengatur dan membatasi setiap kegiatan dan perilakunya. Namun, peraturan-peraturan tersebut tidak akan ada artinya bila tidak disertai dengan sanksi bagi para pelanggarnya.

Manusia sebagai individu kadang-kadang ingin hidup bebas, sehingga ia ingin melepaskan diri dari segala ikatan dan peraturan yang membatasi kegiatan dan perilakunya. Namun, tiap individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap segala sesuatu yang ditetapkan padanya sehingga tercipta masyarakat yang tertib dan bebas dari kekacauan-kekacauan. Demikian juga kehidupan dalam suatu perusahaan. Perusahaan membutuhkan ketaatan anggota-anggotanya pada peraturan dan ketentuan perusahaan yang berlaku di perusahaan tersebut. Dengan kata lain, diperlukan disiplin kerja pada karyawan sehingga apa yang menjadi


(35)

xxxii

tujuan perusahaan dapat tercapai. Tujuan perusahaan akan sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja dari karyawan.

1. Definisi Disiplin

Disiplin menurut Helmi (1996) merupakan suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk mentaati segala peraturan organisasi yang didasari atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi.

Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya (Singodimejo dalam Edi Sutrisno, 2009).

Edi Sutrisno (2009) mengatakan disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan-peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan yang ada di dalam diri karyawan yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan.

Disiplin menurut Darmodiharjo (1982) adalah sikap mental yang mengandung kerelaan untuk mematuhi semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tanggungjawab.

Disiplin sangat diperlukan karena dipandang sebagai faktor pengikat dan integrasi serta merupakan kekuatan yang dapat memaksakan individu untuk


(36)

xxxiii

mematuhi peraturan serta prosedur kerja yang telah ditentukan terlebih dahulu. Disiplin mengacu pada pola tingkah laku dengan ciri–ciri sebagai berikut:

a. Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah menjadi norma, etika, kaidah yang berlaku;

b. Adanya perilaku yang terkendali, dan c. Adanya ketaatan.

Prijodarminto (1994) menyatakan disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan disiplin adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada, taat terhadap peraturan yang ada atau disiplin adalah sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik yang tertulis maupun secara lisan.

Dengan demikian perilaku dalam kaitannya dengan penggunaan alat pelindung diri ini adalah seberapa jauh sikap individu memberikan perhatian secara optimal terhadap penggunaan alat pelindung diri.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin

Menurut Singodimedjo (dalam Edi, 2009), ada beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin karyawan, yaitu :


(37)

xxxiv a. Besar kecilnya pemberian kompensasi.

Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku bilaia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan kepada perusahaan.

b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan.

Keteladanan pimpinan sangat penting karena dalam lingkungan peusahaan dimana karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinannya dalam menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah diterapkan.

c. Ada tidaknya aturan yang pasti yang dapat dijadikan pegangan.

Disiplin tidak mungkin diterapkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah. Oleh sebab itu, disiplin dapat ditegakkan dalam suatu perusahaan jika ada aturan tertulis yang telah disepakati antara pimpinan dan karyawan. Dengan demikian, karyawan mendapat kepastian bahwa siapa saja dan perlu dilakukan sanksi bagi yang melanggar tanpa pandang buluh.

d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan.

Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua


(38)

xxxv

karyawan akan merasa terlindungi. Sebaliknya, jika pimpinan tidak berani mengambil tindakan pada karyawan yang melanggar disiplin, hal itu akan berpengaruh pada karyawan lainnya. Karyawan akan berkata “untuk apa disiplin, sedangkan orang yang melanggar saja tidak pernah kena sanksi”.

e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan.

Dengan adanya pengawasan, maka sedikit banyaknya karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin. Bagi sebagian karyawan yang sudah menyadari arti disiplin, pengawasan tidak diperlukan lagi. Namun untuk karyawan lainnya, menegakkan disiplin harus dilakukan dengan dipaksa dan diawasi.

f. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan.

Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar pada karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia tidak hanya dekat secara fisik, tetapi juga mempunyai jarak dekat dalam arti batin. Pimpinan yang demikian selalu dihormati dan dihargai oleh karyawan.

g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin. Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku.

Pembentukan perilaku jika dilihat dari formulasi Kurt Lewin adalah interaksi antara faktor pribadi dan faktor lingkungan (situasional).


(39)

xxxvi a. Faktor Kepribadian.

Faktor kepribadian yang penting dalam kepribadian seseorang adalah sistem nilai yang dianut. Sistem nilai yang dianut berkaitan langsung dengan disiplin. Nilai-nilai yang menjunjung disiplin yang ditanamkan oleh orang tua atau guru yang akan digunakan sebagai acuan dalam disiplin di dunia kerja. Sistem nilai ini akan terlihat dari sikap seseorang.

Perubahan sikap ke dalam perilaku terdapat 3 tingkatan menurut Kelman (dalam Brigham,1994), yaitu:

i. Disiplin karena kepatuhan.

Kepatuhan terhadap aturan-aturan yang didasarkan pada perasaan takut. Disiplin kerja pada tingkatan ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan reaksi positif dari pimpinan atau atasan yang berwenang. Sebaliknya, jika pengawas tidak ada di tempat, disiplin kerja tidak tampak.

ii. Disiplin karena identifikasi.

Kepatuhan aturan yang didasarkan pada identifikasi adalah adanya perasaan kagum pada pimpinan. Karyawan yang menunjukkan disiplin terhadap aturan lebih disebabkan pada keseganan pada atasannya. Karyawan merasa tidak enak jika tidak mematuhi aturan. Jika pusat identifikasi ini tidak ada, maka disiplin kerja akan menurun dan meningkatnya frekuensi pelanggaran.


(40)

xxxvii

Disiplin ini terjadi karena karyawan memiliki sistem nilai pribadi yang menjunjung tinggi disiplin.

b. Faktor Lingkungan

Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan proses belajar yang terus menerus. Agar proses belajar ini dapat efektif, pimpinan harus memperhatikan prinsip-prinsip konsistensi, adil, bersikap positif, dan terbuka. Konsisten memberlakukan aturan secara konsistensi secara terus menerus. Adil dalam memperlakukan seluruh karyawan, tidak membeda-bedakan karyawan. Bersikap positif adalah setiap pelanggaran yang dibuat, dicari faktanya dan dibuktikan terlebih dahulu. Komunikasi terbuka adalah kuncinya. Transparansi mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, termasuk di dalamnya sanksi dan hadiah.

3. Aspek-aspek Disiplin

Disiplin membuat karyawan mampu membedakan hal-hal apa yang harus dilakukan, yang wajib dilakukan, boleh dilakukan, yang sepatutnya dilakukan, dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan karena dianggap melanggar peraturan yang ada.

Prijodarminto (1994) mengemukakan bahwa disiplin memiliki 3 (tiga) aspek, yaitu:


(41)

xxxviii

Seseorang memiliki sikap yang taat dalam mematuhi peraturan yang berlaku di tempat ia bekerja. Mereka akan bertindak dengan tertib terhadap aturan-aturan yang mengaturnya. Karyawan juga mampu mengendalikan pikiran bahwa harus bersikap sesuai dengan aturan yang ada di dalam perusahaan.

b. Pemahanan yang baik melalui sistem aturan perilaku, norma, kriteria dan standar yang sedemikian rupa.

Pemahaman yang baik terhadap peraturan perusahaan menimbulkan pengertian yang mendalam terhadap peraturan tersebut serta timbulnya kesadaran dalam mematuhi dan melaksanakan aturan yang ada dalam suatu perusahaan.

c. Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati untuk menaati segala hal secara cermat dan tertib.

Seseorang benar-benar menaati segala aturan yang ada dengan sungguh-sungguh, mereka tidak melanggar aturan yang ada karena mereka punya kesungguhan hati dalam menaati peraturan yang berlaku dengan cermat.

4. Jenis- jenis Disiplin

1. Self dicipline.

Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan telah menjadi bagian dari organisasi, sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara sukarela mematuhi segala peraturan yang berlaku.


(42)

xxxix

2. Command dicipline.

Disiplin ini tumbuh bukan dari perasaan ikhlas, akan tetapi timbul karena adanya paksaan/ancaman orang lain. Dalam setiap organisasi, yang diinginkan pastilah jenis disiplin yang pertama, yaitu datang karena kesadaran dan keinsyafan. Akan tetapi kenyataan selalu menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak di sebabkan oleh adanyan semacam paksaan dari luar.

B. ALAT PELINDUNG DIRI

1. Definisi Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh karyawan apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya. Definisi menurut organisasi buruh International Labour Office APD adalah suatu peralatan perlindungan perorangan sebagai garis pertahanan terakhir, peralatan ini dirancang untuk mencegah bahaya luar agar tidak mengenai tubuh pekerja. Habsari (2003) mengatakan bahwa APD adalah seperangkat alat yang digunakan karyawan untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya kecelakaan kerja.

Menurut Shahab (1997) APD adalah alat yang digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaan dengan maksud melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu, baik yang berasal dari pekerjaan dan lingkungan kerja, dan berguna dalam usaha mencegah atau mengurangi kemungkinan cedera atau sakit. Alat


(43)

xl

pelindung diri adalah alat yang dipergunakan untuk tujuan melindungi karyawan dari risiko cedera yang disebabkan oleh bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja.

APD merupakan peralatan yang harus disediakan oleh pengusaha oleh karyawan. Kewajiban menggunakan APD itu sendiri telah disepakati oleh pemerintah melalui departemen tenaga kerja Republik Indonesia.

APD yang diberikan kepada karyawan juga harus memenuhi persyaratan. Menurut Suma’mur, APD yang baik adalah yang memenuhi persyaratan:

a. Enak dipakai,

b. Tidak mengganggu pekerjaan/kenyamanan, dan

c. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.

Persyaratan APD yang digunakan menurut Budiono (2006) perlu dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan yaitu:

a. Harus memberikan perlindungan yang tepat terhadap potensi bahaya yang ada,

b. APD seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa tidak nyaman berlebihan,

c. Bentuknya harus cukup menarik dan dapat dipakai secara fleksibel, d. Tahan untuk pemakaian yang lama, memenuhi standar yang telah ada

serta suku cadangnya mudah didapat, dan

e. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakaian yang dikarenakan bentuk dan bahannya yang tidak tepat atau karena penggunaan yang salah.


(44)

xli

2. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

Berikut beberapa alat perlindungan diri: a. Kacamata

Salah satu masalah tersulit dalam pencegahan kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata. Jumlah kecelakaan demikian besar. Orang-orang yang tidak terbiasa dengan kacamata biasanya tidak memakai perlindungan tersebut dengan alasan mengganggu pelaksanaan pekerjaan dan mengurangi kenikmatan kerja, sekalipun kacamata pelindung yang memenuhi persyaratan. Memiliki kacamata pelindung tidak cukup, tenaga kerja harus memakainya. Banyak upaya diselenggarakan ke arah pembinaan disiplin, atau melalui pendidikan dan penggairahan, agar tenaga kerja memakainya. Tenaga kerja yang berpandangan bahwa resiko kecelakaan terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauan sendiri. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka tidak akan mempergunakannya.

Kesukaran ini dapat di atas dengan berbagai cara. Pada beberapa perusahaan, tempat-tempat kerja dengan bahaya kecelakaan mata hanya boleh dimasuki jika kacamata pelindung digunakan. Sebagai akibatnya, pada tempat-tempat tersebut tenaga kerja selalu memakai kacamata pelindung selama jam kerja, dan siapa saja yang tidak menggunakan kacamata pelindung akan merasa paling asing dari tenaga kerja lainnya.

Kecelakaan mata berbeda-beda dan aneka jenis kacamata pelindung diperlukan. Misalnya, pekerjaan dengan kemungkinan adanya


(45)

xlii

resiko benda yang melayang memerlukan kacamata dengan lensa yang kokoh. Sedangkan untuk bagian pengelasan, diperlukan kacamata dengan lensa penyaring sinar yang tepat.

b. Sepatu Pengaman

Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja dari kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban-beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lainnya yang mungkin terinjak, logam pijar, asam-asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat dan baik cukup memberikan perlindungan. Akan tetapi untuk kemungkinan tertimpa benda berat masih diperlukan sepatu dengan ujung tertutup baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja di dalam sol perlu untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda-benda runcing dan tajam khususnya pada pekerja bangunan.

Pekerja-pekerja lisrtik menggunakan sepatu pengaman jenis lainnya, yaitu sepatu non-konduktor—sepatu tanpa paku-paku logam. Tenaga kerja yang bekerja di tempat yang memungkin terjadinya ledakan menggunakan sepatu yang tidak menimbulkan ledakan api.

c. Sarung Tangan

Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan. Antara lain syaratnya adalah bebasnya bergerak jari dan tangan. Variasinya tergantung pada kecelakaan yang akan dicegah, misalnya seperti tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia,


(46)

xliii

terkena aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya. Hal yang perlu diingat bahwa ketika bekerja dengan mesin pengebor, mesin pengepres dan mesin-mesin lainnya yang dapat menyebabkan tertariknya sarung tangan adalah bahaya.

Jenis-Jenis Safety Glove:

i. Sarung tangan Metak Mesh

Sarung metal mesh tahan terhadap ujung yang lancip dan menjaga agar jari tidak terpotong.

ii. Sarung tangan kulit

Sarung tangan yang terbuat dari kulit ini akan melindungi tangan dari permukaan kasar.

iii. Sarung tangan Vinyl dan neoprene

Melindungi tangan terhadap bahan kimia beracun iv. Sarung tangan Padded Cloth

Melindungi tangan dari ujung yang tajam, pecahan gelas, kotoran dan vibrasi.

v. Sarung tangan Heat resistant Mencegah terkena panas dan api. vi. Sarung tangan karet

Melindungi saat bekerja disekitar arus listrik karena karet merupakan isolator (bukan penghantar listrik).


(47)

xliv

Melindungi tangan dari kuman dan bakteri, sarung tangan ini hanya untuk sekali pakai.

viii. Sarung tangan lead lined

Digunakan untuk melindungi tangan dari sumber radiasi. d. Topi Pengaman

Topi pengaman harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa di bagian kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda lainnya yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan kokoh, tetapi tetap ringan. Bahan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini.

e. Sekor

Sekor sangat baik untuk perlindungan terhadap bahan kimia, kemungkinan terkena panas, keadaan basah atau berminyak, tetapi tidak boleh digunakan di dekat mesin.

f. Pelindung Telinga

Telinga harus dilindungi, misalnya seperti dari loncatan api, percikan logam pijar, atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga.

g. Pelindung Paru-paru

Paru-paru harus dilindungi saat udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lain sebagainya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat-tempat yang


(48)

xlv

pengudaraannya buruk seperti tangki atau gudang di bawah tanah. Pencemaran-pencemaran yang berbahaya mungkin beracun, korosif, atau menjadi sebab rangsangan. Pengaruh lainnya termasuk dalam upaya kesehatan kerja.

h. Fall Protection

Misalnya pakaian pengaman dan sabuk pengaman. i. Pelindung Wajah

Pelindung wajah yang dikenal adalah : i. Goggles

Goggles memberikan pelindungan lebih baik dari pada safety glasses karena goggles terpasang dekat wajah. Karena goggles

mengitari area mata, maka goggles melindungi lebih baik pada situasi yang mungkin tejadi percikan cairan, uap logam, uap, serbuk, debu, dan kabut.

ii. Face shield

Face shield memberikan perlindungan wajah menyeluruh dan

sering digunakan pada operasi peleburan logam, percikan bahan kimia ,atau partikel yang melayang. Banyak face shield yang dapat digunakan bersamaan dengan pemakaian hard hat. Walaupun face

shield melindungi wajah, tetapi face shield bukan pelindung mata

yang memadai, sehingga pemakaian safety glasses harus dilakukan dengan pemakaian Face Shield.


(49)

xlvi

Jenis pelindung wajah yang lain adalah Welding Helmets (Topeng Las). Topeng las memberikan perlindungan pada wajah danmata. Topeng las memakai lensa absorpsi khusus yang menyaring cahaya yang terang dan energi radiasi yang dihasilkan selama operasi pengelasan. Sebagaimana Face Shield, Safety Glasses atau

Goggles harus dipakai saat menggunakan helm las.

iv. Masker wajah.

Masker berfungsi untuk melindungi hidung dari zat zat berbau menyengat dan dari debu yang merugikan.

j. Alat-alat Perlindungan Diri Lainnya.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 14C UU Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970, pengusaha wajib menyediakan alat perlindungan diri secara cuma-cuma sesuai dengan sifat bahayanya.


(50)

xlvii

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan APD

Menurut Setyawati (2008), faktor yang mempengaruhi penggunaan APD antara lain: usia, pengalaman kerja, persepsi, lingkungan kerja, jam kerja, shift kerja, beban kerja, sifat pekerjaan, komunikasi, dan manajemen.

Faktor lain yang mempengaruhi penggunaan APD adalah : 1. Faktor lingkungan kerja.

2. Beban kerja yang dirasakan saat bekerja.

3. Faktor pekerja, seperti pendidikan, masa kerja, sikap, pengetahuan, kenyamanan, usia.

4. Pengawasan. Perusahaan mengawasi karyawan dalam menggunakan APD. Adanya pemberian reward-punishment kepada karyawan, serta pujian kepada karyawan yang taat terhadap peraturan perusahaan.

C. KARYAWAN

Buruh merupakan suatu istilah yang sangat populer dalam dunia ketenagakerjaan. Bahkan istilah ini telah digunakan pada zaman penjajahan Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda, buruh (Blue Collar) adalah pekerja kasar, kuli, tukang mandor dan sebagainya. Sedangkan buruh yang melakukan pekerjaannya di kantor disebut dengan karyawan (White Collar) (Husni, 2005). Setelah Indonesia merdeka, tidak ada lagi perbedaan antara Blue Collar dan White

Collar, semua orang yang bekerja disebut dengan buruh. Seiring dengan


(51)

xlviii

buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa dan cenderung merujuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain.

Istilah pekerja secara yuridis ditemukan dalam UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang membedakannya dengan pengertian tenaga kerja. Dalam UU ini dinyatakan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan pengertian ini jelas bahwa pengertian tenaga kerja sangat luas yakni mencakup semua penduduk dalam usia kerja. Sedangkan menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Ayat 4 menyatakan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apa pun. Jadi, pekerja adalah sebagian dari tenaga kerja.

Dalam penelitian ini, penulis menyebutkan pekerja sebagai karyawan sebagaimana sesuai dengan penamaan yang ada di PT PP Lonsum, Tbk.

D. PROFIL PT PP LONSUM, Tbk

Sejarah PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk berawal lebih dari satu abad yang lalu, tepatnya pada tahun 1906. Dengan kiprah Harrisons & Crossfield Plc, perusahaan perkebunan dan perdagangan yang berbasis di London. Perkebunan London-Sumatra, yang kemudian lebih dikenal dengan nama “Lonsum”, berkembang menjadi salah satu perusahaan perkebunan


(52)

xlix

terkemuka di dunia, memiliki hampir 100.000 hektar perkebunan kelapa sawit, karet, teh, dan kakao yang tertanam di empat pulau terbesar di Indonesia.

Pada awal berdirinya, perusahaan menggolongkan tanamannya menjadi tanaman karet, teh, dan kakao. Di awal Indonesia merdeka, Lonsum lebih memfokuskan usahanya kepada tanaman karet, yang kemudian diubah menjadi kelapa sawit di tahun 1980. Pada akhir dekade ini, kelapa sawit menggantikan karet sebagai komoditas utama Perseroan.

Pada tahun 1994, Harrisons & Crossfield menjual seluruh saham Lonsum kepada PT Pan London Sumatra Plantations (PPLS), yang membawa Lonsum go

public melalui pencatatan saham di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya pada tahun

1996. Pada bulan Oktober 2007, Indofood Agri Resources Ltd, anak perusahan PT Indofood Sukses Makmur Tbk, menjadi pemegang saham mayoritas Perseroan melalui anak perusahaannya di Indonesia, yaitu PT Salim Ivomas Pratama.

Lonsum memiliki 38 perkebunan inti dan 14 perkebunan plasma di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Pengelolaan kebun dilakukan dengan menerapkan kemajuan penelitian dan pengembangan, keahlian di bidang agro-manajemen dan tenaga kerja yang terampil serta professional. Bidang bisnis Lonsum mencakup pemuliaan tanaman, penanaman, pemanenan, pengolahan, pemrosesan dan penjualan produk-produk kelapa sawit, karet, kakao dan teh. Perseroan saat ini memiliki 20 pabrik pengolahan yang sudah beroperasi di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Dalam dunia industri perkebunan Lonsum dikenal sebagai produsen bibit kelapa sawit dan kakao yang berkualitas baik. Lonsum


(53)

l

memiliki 2 buah pabrik, 10 estate (kebun), 4 POM (Palm Oil Mill) dan 1 tempat riset yang tersebar di 12 daerah di wilayah Sumatera Utara.

Tenaga kerja yang bekerja di Lonsum terdiri dari MRP, DRP dan PW. MRP dan DRP adalah karyawan tetap Lonsum dan merupakan tanggungan Lonsum. Mulai dari gaji, tunjangan, jaminan kesehatan, biaya berobat dan sebagainya ditanggung oleh Lonsum. Sedangkan PW adalah buruh harian lepas. Sekarang ini, PW sudah dimasukkan ke dalam karyawan tanggung Lonsum, artinya mereka juga menerima fasilitas yang sama dengan MRP dan DRP, hanya saja jumlahnya tidak sebesar MRP dan DRP. Sebelumnya PW adalah tanggungan kontraktor, artinya Lonsum tidak bertanggungjawab langsung terhadap mereka. Jika terjadi kecelakaan, maka yang bertanggungjawab adalah kontraktor. Namun, seiring dengan perubahan UU Tenaga Kerja, maka PW menjadi tanggungan Lonsum. Untuk wilayah Sumatera Utara, Lonsum memiliki 2.867 orang pekerja yang terdiri dari 44 staff dan 2.823 non-staff. Staff di sini maksudnya adalah karyawan yang bekerja di kantor, sedangkan non-staff maksudnya adalah karyawan yang bekerja di lapangan. Para pekerja ini memiliki berbagai jenis pekerjaan seperti clerk, mandor, kenek, tukang kayu, bagian pemupukan, bagian

establishment, bagian pemanen dan lainnya.

Lonsum memiliki berbagai program K3 yang terus berjalan, misalnya Hiperkes, Bencana Alam, Penanggulang Kebakaran, P3K, Pemeriksaan Berkala, Pemeriksaan Berkala Khusus, Noise, Pelatihan-pelatihan, misalnya untuk bagian alat angkut berat. Ada juga penyediaan alat pelindung diri (APD) serta


(54)

li

pengurusan izin-izin misalnya untuk turbin, genset, boiler dan semacamnya. Menurut bagian Health dan Safety Lonsum, APD yang mereka sediakan sudah memenuhi standar baku, baik secara kualitas maupun kuantitas. APD yang disediakan juga lengkap, mulai dari APD kepala, APD kaki, APD tangan dan sebagainya. Lonsum juga merupakan salah satu perusahaan yang memiliki Sertifikat OSHAS, Bendera Emas, dan Zero Accident. Demikian pun, bukan berarti tidak ada kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja terjadi oleh berbagai macam penyebab, mulai dari pelanggaran SOP kerja sampai tidak menggunakan APD.

Setiap perusahaan memiliki visi dan misi, tak elak juga dengan Lonsum. Visi dan misi Lonsum adalah sebagai berikut :

1. Visi Perusahaan

Visi yang hendak dicapai oleh PT PP London Sumatra Indonesia Tbk adalah “to be leading 3C (crops, cost, condition) and research driven

sustainable agribusiness”. Dengan kata lain, visi perusahaan PT Lonsum adalah

untuk menjadi perusahaan Agribisnis terkemuka yang berkelanjutan dalam hal tanaman-biaya-lingkungan (3C) yang berbasis penelitian dan pengembangan. 2. Misi Perusahaan

Misi yang dikembangkan oleh PT PP London Sumatra Indonesia Tbk adalah “to add value for stakeholders in agribusiness”. Dengan kata lain, misi perusahaan adalah menambah nilai bagi “stakeholders” di bidang Agribisnis.


(55)

lii

E. KAITAN DISIPLIN KARYAWAN DALAM MENGGUNAKAN

ALAT PELINDUNG DIRI

Keselamatan dan kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi naluri dari setiap makhluk hidup. Sejak manusia bermukim di muka bumi ini, secara tidak sadar mereka berusaha melindungi diri dari segala bahaya yang ada di sekitar hidupnya. Berbagai macam potensi bahaya tersebut bisa juga dijumpai dalam lingkungan tempat kerja.

Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan materi dan gangguan produksi. Tahun 2007, menurut Jamsostek tercatat 65.474 kecelakaan yang mengakibatkan 1.451 orang meninggal, 5.326 orang cacat tetap dan 58.697 orang cedera. Hasil penelitian yang diadakan ILO (Organisasi Perburuhan Internasional) mengenai standar kecelakaan kerja menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-152 dari 153 negara yang ditelitinya. Ini berarti, begitu buruknya masalah kecelakaan kerja di Indonesia.

Kecelakaan kerja terjadi paling banyak disebabkan oleh kesalahan manusia (human error). Hal senada juga dikemukakan oleh Suma’mur yang menyatakan bahwa 85% penyebab kecelakaan adalah faktor manusia. Beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan baik yang telah menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka sebagai terjadinya kegagalan konstruksi yang antara lain disebabkan tidak dilibatkannya ahli teknik konstruksi, penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat, lemahnya pengawasan pelaksanaan konstruksi di lapangan, belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan-ketentuan atau


(56)

peraturan-liii

peraturan yang menyangkut K3 yang telah ada, lemahnya pengawasan penyelenggaraan K3, kurang memadainya baik dalam kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan pelindung diri (APD) dan kurang disiplinnya para tenaga kerja di dalam mematuhi ketentuan mengenai K3 yang antara lain pemakaian alat pelindung diri kecelakaan kerja.

Tingginya angka kecelakaan pekerja mendorong berbagai kalangan berupaya meningkatkan perlindungan bagi pekerja. Salah satu perlindungan kepada karyawan adalah perlindungan secara fisik. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai hal di lingkungan sekitarnya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Salah satu cara cara pencegahan kecelakaan yang terbaik adalah karyawan perlu diberikan alat perlindungan diri.

Saat teknologi mulai berkembang, desain alat-alat proteksi diri sama sekali tidak memadai atau tenaga kerja tidak memakainya sama sekali oleh karena mereka lebih senang tanpa perlindungan. Hal ini bisa berakibat terjadinya kecelakaan pada kepala, mata, kaki dan sebagainya. Sekarang pun, alat-alat perlindungan diri masih dianggap oleh tenaga kerja sebagai mengganggu pelaksanaan kerja sehingga menyebabkan karyawan tidak disiplin dalam menggunakannya.

Banyak faktor yang mempengaruhi disiplin karyawan dalam menggunakan APD. Disimpulkan bahwa faktor-faktornya antara lain seperti karakteristik individu, manajemen perusahaan dan desain APD yang digunakan mempengaruhi disiplin karyawan dalam menggunakan APD. Karakteristik


(57)

liv

individu meliputi usia, masa kerja, pendidikan. Faktor yang berasal dari manajemen perusahaan seperti pemberian reward dan punishment, adanya pengawasan dari perusahaan terhadap karyawan, pemberian sanksi dan sebagainya. Sedangkan faktor desain meliputi ukuran APD yang digunakan, bahan APD yang digunakan, kenyamanan dalam penggunaan APD dan kefleksibelitasan APD yang digunakan.

Prijodarminto (1994) menyatakan disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Dengan demikian perilaku dalam kaitannya dengan penggunaan alat perlindungan diri ini adalah seberapa jauh sikap individu memberikan perhatian secara optimal terhadap penggunaan alat perlindungan diri.

Perusahaan membutuhkan ketaatan anggota-anggotanya pada peraturan dan ketentuan perusahaan yang berlaku di perusahaan tersebut. Dengan kata lain, diperlukan disiplin kerja pada karyawan sehingga apa yang menjadi tujuan perusahaan dapat tercapai. Tujuan perusahaan akan sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja dari karyawan.


(58)

lv BAB III

METODE PENELITIAN

A.JENIS PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif yang dimaksudkan untuk melihat gambaran disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri (APD).

Best (dalam Hartoto, 2009) menyebutkan bahwa metode penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini semata-mata bersifat deskriptif, sehingga tidak bermaksud untuk menguji hipotesa, membuat prediksi ataupun mempelajari implikasi.

B.IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri.


(59)

lvi

C.DEFINISI OPERASIONAL DISIPLIN KARYAWAN DALAM

MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Disiplin karyawan dalam menggunakan alat perlindungan diri adalah suatu sikap dimana karyawan menaati dan menjalankan peraturan yang berlaku di perusahaannya untuk menggunakan alat perlindungan diri yang disediakan oleh perusahaan dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari. Disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri ini akan diukur dengan menggunakan skala Likert atau metode rating dijumlahkan.

Semakin tinggi nilai tinggi nilai yang diperoleh individu dari skala menunjukkan bahwa individu memiliki tingkat disiplin yang tinggi dalam menggunakan alat pelindung diri, sedangkan semakin rendah nilai yang diperoleh individu dari skala menunjukkan semakin rendah tingkat disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri.

Disiplin akan diukur dengan menggunakan skala disiplin yang dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan pada konsep disiplin yang dikemukan oleh Prijodarminto (1994). Aspek yang diukur dalam disiplin adalah:

a. Sikap mental (mental attitude)

Seseorang memiliki sikap yang taat dalam mematuhi peraturan yang berlaku di tempat ia bekerja. Mereka akan bertindak dengan tertib terhadap aturan-aturan yang mengaturnya. Karyawan juga mampu mengendalikan pikiran bahwa harus bersikap sesuai dengan aturan yang ada di dalam perusahaan.


(60)

lvii

b. Pemahanan yang baik melalui sistem aturan perilaku, norma, kriteria dan standar yang sedemikian rupa.

Pemahaman yang baik terhadap peraturan perusahaan menimbulkan pengertian yang mendalam terhadap peraturan tersebut serta timbulnya kesadaran dalam mematuhi dan melaksanakan aturan yang ada dalam suatu perusahaan.

c. Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati untuk menaati segala hal secara cermat dan tertib.

Seseorang benar-benar menaati segala aturan yang ada dengan sungguh-sungguh, mereka tidak melanggar aturan yang ada karena mereka punya kesungguhan hati dalam menaati peraturan yang berlaku dengan cermat.

D.POPULASI PENELITIAN

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang setidaknya mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di Rambong Sialang Estate PT PP Lonsum, Tbk. Total keseluruhan populasi yang ada di Rambong Sialang Estate adalah sebesar 1.343 orang dengan rincian 128 orang merupakan MRP, 521 orang merupakan DRP, dan 694 orang merupakan PW. Subjek penelitian adalah karyawan yang menggunakan APD saat melakukan


(61)

lviii

pekerjaannya, olek karena itu jumlah populasi yang memenuhi syarat penelitian sebanyak 1215 orang dengan rinciran 521 orang merupakan DRP dan 694 orang merupakan PW. Untuk MRP tidak diikutsertakan dalan subjek penelitian karena tidak menggunakan APD saat melakukan pekerjaannya.

Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki penulis, maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari populasi yang merupakan penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling, dimana sampel dalam populasi memiliki peluang yang sama besar untuk terpilih menjadi sampel (Azwar, 2000). Jumlah sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ini berjumlah 111 orang yang terdiri dari DRP dan PW.

E.METODE PENGUMPULAN DATA

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert atau metode yang dijumlahkan.

Azwar (2004) menyebutkan skala merupakan suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu. Metode skala digunakan dalam penelitian ini karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung


(62)

lix

melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2004).

Ada beberapa karakteristik-karakteristik dari skala psikologi (Azwar, 2009) yaitu:

a. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.

b. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu banyak berisi aitem.

c. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban berbeda diinterpretasikan secara berbeda pula.

Skala yang digunakan dalam penelitian adalah skala disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek disiplin yang dikemukakan oleh Prijodarminto (1994). Skala disiplin ini terdiri dari 35 aitem yang terbagi atas 3 aspek, yaitu sikap mental, Pemahanan yang baik melalui sistem aturan perilaku, norma, kriteria dan standar yang sedemikian rupa, dan Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati untuk menaati segala hal secara cermat dan tertib.


(63)

lx

Ketiga aspek di atas akan dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyataan atau aitem yang akan diisi oleh subjek dengan bantuan 5 pilihan respon, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), netral (N), setuju (S) dan sangat setuju (SS). Masing-masing aitem diberi bobot nilai berdasarkan pernyataan

favorable atau unfavorable. Pada pernyataan yang favorable (F), diberikan

penilaian 5 pada jawaban sangat setuju (SS), nilai 4 pada jawaban setuju (S), nilai 3 diberikan pada jawaban yang netral, nilai 2 diberikan pada jawaban tidak setuju (TS), dan nilai 1 diberikan untuk jawaban sangat tidak setuju (STS). Dan sebaliknya pada pernyataan yang unfavorable (UF), diberikan penilaian 1 pada jawaban sangat setuju (SS), nilai 2 pada jawaban setuju (S), nilai 3 diberikan pada jawaban netral, nilai 4 diberikan pada jawaban yang tidak setuju (TS), dan nilai 5 diberikan untuk jawaban sangat tidak setuju (STS).

Aitem yang disusun dalam skala disiplin karyawan dalam menggunakan alat pelindung diri didasarkan pada blueprint skala menurut teori yang ditetapkan sebelumnya. Tabel 1 menunjukkan blueprint dari skala sebelum dilakukan uji coba.

Tabel 1

Blueprint Skala Disiplin Karyawan dalam Menggunakan APD Sebelum Uji Coba

No Aspek Indikator

Nomor Aitem

Jumlah

Bobot (%)

Favo Unfavo


(64)

lxi

di perusahaan 30

Bertindak tertib terhadap peraturan

5,6,7,8

31, 32, 33, 34

8 15.4

Mampu mengendalikan pikiran bahwa harus bersikap sesuai dengan aturan yang ada di dalam

perusahaan.

9, 10, 11, 12

35, 36, 37, 38

8 15.4

2

Pemahaman yang baik pada

peraturan

Mengerti tujuan peraturan perusahaan

13, 14, 15, 16

39, 40, 41, 42

8 15.4

Adanya kesadaran mematuhi aturan

perusahaan

17, 18, 19 43, 44, 45 6 11.5

3

Sikap yang menunjukkan

kesungguhan hati

Menaati peraturan dengan sungguh-sungguh

20, 21, 22 46, 47, 48 6 11.5

Tidak melanggar peraturan karena punya kesungguhan

hati

23, 24, 25, 26

49, 50, 51, 52

8 15.4


(65)

lxii

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

1. Validitas Alat Ukur

Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumental pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2004).

Menurut Azwar (2004) validitas bertujuan mengungkap sejauh mana item-item dalam alat ukur tersebut mencakup keseluruhan kawasan isi yang diukur. Penelitian ini menguji validitas isi (content validity) yang dilakukan melalui pendapat profesional (professional judgement) dalam menelaah pernyataan-pernyataan yang dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing.

2. Daya Beda dan Reliabilitas Alat Ukur

Dalam penelitian, ada 2 syarat ilmiah yang harus dipenuhi agar alat ukur dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

a. Daya beda item

Daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item ini adalah dengan memilih item-item atau fungsi ukur tersebut.


(66)

lxiii

Atau dengan kata lain, memilih item yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2004).

Pengujian daya beda item ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distributor skor pada setiap item dengan suatu kriteria yang relevan yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi item Pearson Product Moment.

Pada penelitian ini standar uji daya beda aitem yang digunakan untuk menyeleksi aitem skala adalah > 0.3.

b. Reliabilitas

Menurut Azwar (2004) reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang sama.

Reliabilitas alat ukur digunakan untuk menguji konsistensi hasil pengukuran terhadap subjek. Uji reliabilitas digunakan pada item-item yang valid. Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka koefisien reliabilitas.

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya


(1)

cxxxi


(2)

cxxxii

KATA PENGANTAR

Dalam rangka memenuhi prasyarat kesarjanaan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, peneliti bermaksud mengadakan penelitian di bidang Psikologi Industri dan Organisasi. Peneliti membutuhkan sejumlah data yang hanya akan didapat dengan adanya kerja sama dari Anda dalam mengisi skala ini.

Semua jawaban yang diberikan oleh Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian ini. Peneliti mengharapkan dan membutuhkan jawaban yang paling mendekati keadaan Anda yang sesungguhnya. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kesediaan Anda untuk memberikan jawaban yang sejujurnya tanpa mendiskusikannya dengan orang lain.

Bantuan Anda dalam mengisi skala ini sangat menolong peneliti menyelesaikan penelitiannya. Atas kerja sama yang diberikan, peneliti mengucapkan banyak terima kasih.

Hormat Saya,


(3)

cxxxiii

IDENTITAS DIRI

Nama : ... Pekerjaan : ... APD yang digunakan : ... Lama Bekerja : ... Usia : ... Tahun

Jenis Kelamin :  Laki-laki  Perempuan

PETUNJUK PENGISIAN

Bacalah setiap pernyataan dengan seksama. Anda diharapkan menjawab setiap pernyataan sesuai dengan keadaan Anda yang sebenarnya, dengan cara memilih:

STS : Bila Anda merasa Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut.

TS : Bila Anda merasa Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut. N : Bila Anda merasa Netral dengan pernyataan tersebut.

S : Bila Anda merasa Setuju dengan pernyataan tersebut.

SS : Bila Anda merasa Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut.

Contoh Pengisian Skala:

No Pernyataan STS TS N S SS

1 APD adalah salah satu sarana untuk melindungi diri saat saya bekerja.

STS

TS N S SS

Jika Anda ingin mengganti jawaban, berikanlah tanda silang atau dua garis sejajar pada jawaban yang salah dan berikan tanda silang kembali pada jawaban yang Anda anggap paling sesuai.

Contoh Koreksi Jawaban:

No Pernyataan STS TS N S SS

1 APD adalah salah satu sarana untuk melindungi diri

saat saya bekerja. STS TS N

S

SS


(4)

cxxxiv

No Pernyataan STS TS N S SS

1

Kondisi lingkungan kerja saya memaksa saya menggunakan

APD. STS TS N S SS

2

Saya jarang mengalami kecelakaan selama kerja karena selalu

memakai APD. STS TS N S SS

3

Walaupun kurang nyaman saat digunakan, saya akan tetap

menggunakan APD. STS TS N S SS

4 Saya merasa nyaman menggunakan APD saat sedang bekerja. STS TS N S SS

5 Saya merasa bersalah jika bekerja tanpa menggunakan APD. STS TS N S SS

6

Hadiah dan hukuman dari perusahaan tidak menjadi alasan

utama saya dalam menggunakan APD. STS TS N S SS

7

Saya menggunakan APD karena saya merupakan bagian dari

perusahaan. STS TS N S SS

8

Menurut saya, semua lingkungan kerja dapat menimbulkan kecelakaan kerja sehingga penggunaan APD bukan sesuatu yang penting.

STS TS N S SS

9 Saya dapat bekerja lebih baik tanpa menggunakan APD. STS TS N S SS

10 APD membuat saya tidak leluasa saat bekerja. STS TS N S SS

11

Pemberian hadiah dari perusahaan memotivasi saya untuk

menggunakan APD. STS TS N S SS

12

Saya terpaksa menggunakan APD karena itu adalah aturan

dari perusahaan. STS TS N S SS

13

Saya menggunakan APD sesuai dengan standar peraturan dari

perusahaan. STS TS N S SS

14

Saya pantas diberi sanksi jika tidak menggunakan APD saat

bekerja. STS TS N S SS

15

Perusahaan menyediakan APD untuk melindungi karyawan

dari resiko kecelakaan kerja. STS TS N S SS


(5)

cxxxv

pekerjaan yang saya lakukan sehingga saya selalu menggunakan APD saat bekerja.

17

APD yang saya gunakan tidak membebani saya selama

bekerja. STS TS N S SS

18 Saya menggunakan APD sesuai dengan suasana hati saya. STS TS N S SS

19 Tidak memakai APD bukan merupakan masalah besar. STS TS N S SS

20

Sesekali bekerja tanpa memperhatikan kelengkapan peralatan

dan perlengkapan kerja adalah hal yang wajar. STS TS N S SS

21

Menurut saya, lingkungan kerja saya sudah cukup aman

sehingga tidak perlu menggunakan APD. STS TS N S SS

22 APD hanya kebijakan perusahaan semata. STS TS N S SS

23 Saya lebih nyaman bekerja tanpa menggunakan APD. STS TS N S SS

24 Bahan APD memang dibuat untuk melindungi pemakainya. STS TS N S SS

25

Saya memahami tujuan dibuat rambu-rambu K3 yang ada di

lingkungan kerja saya. STS TS N S SS

26

Kesehatan tubuh saya akan terjaga bila bekerja menggunakan

APD. STS TS N S SS

27 Menggunakan APD adalah kewajiban saya. STS TS N S SS

28 Saya selalu ingat untuk menggunakan APD. STS TS N S SS

29 Memakai APD adalah suatu kebutuhan bagi saya saat bekerja. STS TS N S SS

30 Saya malas menggunakan APD karena bahannya terlalu kaku. STS TS N S SS 31

Rambu-rambu K3 yang dibuat perusahaan terlalu

mengada-ada. STS TS N S SS

32

Kesehatan saya akan tetap terjaga walaupun bekerja tanpa

menggunakan APD. STS TS N S SS

33 Saya menggunakan APD karena tuntutan perusahaan. STS TS N S SS

34 Saya sering lupa menggunakan APD. STS TS N S SS


(6)

cxxxvi

untuk kepentingan perusahaan saja.

Periksa kembali jawaban Anda

Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan


Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri Dalam Penanganan Sampah Medis Pada Petugas Cleaning Service di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

40 525 116

Perilaku Pemilih Masyarakat Perkebunan Pt.Pp London Sumatera Desa Batu Lokong Kecamatan Galan Kabupaten Deli Serdang Pada Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

3 64 82

Analisis Potensi Bahaya Dengan Menggunakan Metode Job Safety Analysis (JSA) Pada Bagian Produksi Di PT. PP. Lonsum Indonesia Tbk

20 163 185

Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014

1 12 100

PENGETAHUAN KARYAWAN AKAN PENTINGNYA PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DALAM UPAYA MENJAGA Pengetahuan Karyawan Akan Pentingnya Penggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Dalam Upaya Menjaga Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (Studi pada PT. Iskandar Indah Pri

0 6 11

PENGETAHUAN KARYAWAN AKAN PENTINGNYA PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DALAM UPAYA MENJAGA Pengetahuan Karyawan Akan Pentingnya Penggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Dalam Upaya Menjaga Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (Studi pada PT. Iskandar Indah Pri

0 2 14

Undangan Pembuktian Kualifikasi Pengadaan Alat Pelindung Diri Satpol PP

0 0 1

Alat pelindung diri

0 0 1

ANALISIS PERAN PUBLIC RELATIONS DALAM MENINGKATKAN CITRA PT. PP LONSUM Tbk CABANG SULAWESI SELATAN

0 1 89

DISIPLIN DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN - Unika Repository

0 0 45