Persepsi tentang bahaya kusta Sikap masyarakat terhadap penderita kusta

; 6 ; C 7

5.6 Persepsi tentang bahaya kusta

Kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta yang menyerang saraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya. Akibat dari penyakit kusta yang ditimbulkan tidak hanya menjadi masalah kesehatan saja tetapi sudah menjadi masalah sosial dan ekonomi. Dampak sosial akibat penyakit kusta sedemikian besarnya sehingga menimbulkan keresahan mendalam bagi masyarakat. Seperti ungkapan: “saya jualan ikan basah tapi orang tetep saja ga mau beli produk kita, jijik katanya. Waktu itu saya ikut olah raga yang diadakan YPAC, karena terbentur masalah fobia jadi kita hadir tapi ga dianggap jadi peserta katanya cacat kusta.” Sebagian orang berpendapat bahwa kusta menular dan berbahaya apabila dalam keadaan reaksi dan tidak minum obat, serta anak- anak yang tidak di imunisasi BCG akan tertular. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh petugas puskesmas bahwa: “sekarang kusta bisa nular lewat udara atau droplet, jadi kita harus memakai masker pada saat periksa supaya ga bahaya.”

5.7 Sikap masyarakat terhadap penderita kusta

E . E . E . E . Dalam hal pergaulan setiap hari, warga kusta yang terdapat di lima RT mereka hidup bertetangga seperti biasa, karena daerah tersebut adalah komunitas kusta. Hampir sebagian informan bersikap setuju, karena di RT 01 dan 02 merupakan warga non kusta sehingga dalam kehidupan sehari-hari, mereka bergabung seperti biasa, hidup bermasyarakat, tidak ada perbedaan status sosial. Seperti ungkapan berikut: “kita tidak punya hak untuk membedakan tempat tinggal warga kusta dengan yang non kusta, kalau mereka sudah tinggal di karangsari hak mereka menggunakan fasilitas adalah sama, mereka hidup bergabung seperti biasa.” Dan banyak masyarakat luar karangsari yang tidak setuju, karena mereka takut tertular kusta. Seperti ungkapan: “datangnya saja ke karangsari ga mau takut ketularan apa lagi ngedeketin atau salaman kan nyentuh kulit, bagus sih mereka dilokalisir supaya ga nularin juga.”

5.7.2 Sikap dalam pernikahan anggota keluarga dengan keluarga penderita kusta

Sebagian informan tidak setuju anaknya dinikahkan dengan keluarga penderita kusta, hal ini disebabkan oleh fobia masyarakat terhadap kusta. Mereka melarang anaknya berhubungan dengan keluarga penderita. Seperti pernyataan berikut: “anak saya kan cowo punya pacar anak dari keluarga non kusta, mereka mau menikah tapi saya ga setuju karena ga mungkin keluarga cewenya mau nerima kita, harus tau resikonya. Sampai sekarang hubungan mereka tidak diketahui keluarga si cewe. Saya nyaranin sama anak meningan kamu jangan nikah sama dia, nanti kita ditolak.” Ada juga pendapat informan yang menyetujui adanya pernikahan dengan penderita kusta. Seperti pernyataan petugas kelurahan: “warga kita juga ada yang nikah dengan penderita, mereka tinggal di luar sitanala dan beranak pinak, alhamdulillah anaknya juga sehat.”

5.7.3 Sikap terhadap partisipasi penderita kusta dalam kehidupan sosial

Sebagian besar informan bersikap setuju dan mendukung peran serta penderita kusta dalam perannya di masyarakat. Jika penderita kusta ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial misal kerja bakti lingkungan dan membangun kantor RW, mereka juga membantu kelurahan dalam mengurus Raskin, KTP, akte, kartu multiguna, dan iuran paguyuban kematian. Hal ini mendorong penderita kusta diakui keberadaannya di masyarakat.” Seperti pernyataan: “ kalau dari pihak kelurahan lebih memfokuskan pada kehidupan sosial, misal memfasilitasi penderita untuk membuat kaki palsu, menyediakan keterampilan supaya mereka mandiri. Dan ada juga yang ikut membantu kelurahan dalam mengurus raskin, kartu multi guna.” Diantara mereka ada yang dipercaya menjadi kader posyandu untuk membantu puskesmas dalam penjaringan penyakit, mereka juga di ikutsertakan sebagai PKK. Pernyataan sikap dikalangan petugas kesehatan dan kelurahan mayoritas menunjukan sikap setuju.

5.7.4 Sikap terhadap keikutsertaan penderita kusta dalam kegiatan agama

Tidak hanya kegiatan sosial saja mereka dilibatkan, namun dalam kegiatan agama mereka juga ikut terlibat. Misal menjadi panitia dalam acara isra miraj, maulid nabi yang diadakan di kelurahan. Seperti pernyataan: “kita juga libatkan panitia dari penderita kusta, mereka ada yang kerja disni.” Mayoritas petugas kelurahan dan masyarakat setuju jika mereka dilibatkan, dalam masyarakat juga ketika ada riungan di RT lain mereka di undang. Mayoritas penduduk kusta beragama islam, selebihnya beragama kristen, budha. Mereka hidup berdampingan, jika ada kegiatan agama mereka ikut membantu, misalnya ada misi berupa donatur dari komunitas budha. Seperti ungkapan: “walaupun mereka beragama islam, ketika ada misi keagamaan seperti membangun sekolah, kantor RW dari donatur komunitas agama lain, mereka ikut membantu.”

5.7.5 Sikap dalam pelayanan kesehatan di puskesmas

Petugas puskesmas menunjukan sikap ramah pada semua penderita kusta, tidak ada perlakuan yang membedakan dengan penderita penyakit lain. Pada saat pemeriksaan fisik mereka menggunakan alat pelindung diri, seperti ungkapan: “pas kita lagi meriksa ya seperti biasa, kita jalani sesuai prosedur POD tapi ini hanya bisa dilakukan oleh wasor kusta yang sudah terlatih. Jadi ga ada perlakuan khusus.” Sebagian petugas kesehatan juga ada yang fobia kusta, ketika mereka memberikan obat dan enggan memeriksa penderita kusta. Seperti ungkapan: “saya pernah dirawat setengah tahun di rumah sakit kusta Mojokerto, waktu itu perawatnya mau ngasih obat lewat atas jadi tangan ga mau nyentuh karena takut.”

5.7.6 Sikap tokoh masyarakat terhadap perlakuan masyarakat

Tokoh masyarakat merupakan orang yang paling berpengaruh di masyarakat. Mereka menunjukan sikap setuju dan membantu penderita kusta. Tokoh masyarakat diberikan penyuluhan tentang kusta supaya tidak ada stigma negatif dimasyarakat tentang kusta. Seperti ungkapan: “seorang kepala sekolah, beliau bertekad untuk membantu orang kusta dan menerima ex kusta untuk sekolah seperti anak lainnya.” Perlakuan tokoh masyarakat tersebut menunjukan bahwa dalam status sosialnya tidak ada yang dibedakan, karena itu hak manusia untuk mendapatkan pendidikan.

5.8 Penyuluhan tentang kusta