Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penalaran Moral.

Kohlberg menambahkan, semua tahap-tahap perkembangan tidak ditentukan oleh pendapat atau pertimbangan-pertimbangan khusus, melainkan oleh cara berpikir mengenai soal-soal dan dasar-dasar moral untuk mengadakan pilihan. Tahap 1 dan 2 yang khas bagi anak-anak muda dan anak-anak nakal, dilukiskan sebagai tahap “pra-moral” sebab semua putusan sebagian besar dibuat atas dasar kepentingan diri dan pertimbangan-pertimbangan material. Tahap 3 dan 4 yang berorientasi pada kelompok merupakan tahap “konvensional”, pada tingkat inilah kebanyakan orang dewasa bertingkah laku. Dua tahap akhir yang mengacu pada “prinsip” merupakan ciri khas dari 20 hingga 25 persen populasi orang dewasa, dengan kemungkinan hingga 5 hingga 10 persennya mencapai tahap 6.

2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penalaran Moral.

Menurut Kohlberg 1995 faktor-faktor utama yang didapat dari pengalaman bagi perkembangan moral, tampaknya berupa jumlah dan keanekaragaman pengalaman sosial, kesempatan untuk mengambil sejumlah peran dan untuk berjumpa dengan sudut pandang yang lain. Senada apa yang telah disebutkan Kohlberg, Gunarsa 1989 menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral erat kaitannya dengan proses kemampuan menentukan sesuatu peran dalam pergaulan dan menjalankan peran tersebut. Kemampuan berperan memungkinkan individu menilai berbagai situasi sosial dari berbagai sudut pandangan. Dengan perkembangan moral, cara berperan bertambah luas sehingga semakin bertambahnya peran yang di pegang, semakin banyak pengalaman yang merangsang perkembangan moral.

2.6.1. Perubahan Konsep Moral

Menurut Hurlock, 1980 salah satu tugas penting yang harus diakuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya kedalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Tidak kalah pentingnya, remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orangtua dan guru. Hurlock 1980 menambahkan, ada dua kondisi yang membuat penggantian konsep moral khusus ke dalam konsep yang berlaku umum tentang benar dan salah yang lebih sulit daripada yang seharusnya 1. Kurangnya bimbingan dalam mempelajari prinsip pokok tentang benar dan salah, orangtua dan guru jarang menekankan dalam usaha pembinaan remaja untuk melihat hubungan antara prinsip khusus yang dipelajari sebelumnya dengan prinsip umum yang penting untuk mengendalikan perilaku dalam kehidupan orang dewasa. 2. Kondisi kedua yang membuat sulitnya penggantian konsep moral yang berlaku khusus dengan konsep moral yang berlaku umum berhubungan dengan jenis disiplin yang diterapkan dirumah dan disekolah. Karena orangtua dan guru mengasumsikan bahwa remaja mengetahui apa yang benar, maka penekanan kedisiplinan hanya terletak pada pemberian hukuman pada perilaku salah yang dianggap sengaja dilakukan. Penjelasan mengenai alasan salah tidaknya suatu perilaku jarang ditekankan dan bahkan jarang memberi ganjaran bagi remaja yang berperilaku benar.

2.6.2. Pembentukan Kode Moral

Selanjutnya Hurlock 1980 menjelaskan, ketika memasuki masa remaja, anak- anak tidak lagi begitu saja menerima kode moral dari orangtua, guru, bahkan teman-teman sebaya. Sekarang ia sendiri ingin membentuk kode moral sendiri berdasarkan konsep benar dan salah yang telah diubah dan diperbaikinya agar sesuai dengan tingkat perkembangan yang lebih matang dan telah dilengkapi dengan hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang dipelajari dari orangtua dan gurunya. Beberapa remaja bahkan melengkapi kode moral mereka dengan pengetahuan yang diperoleh dari pelajaran agama. Pembentukan kode moral terasa sulit bagi remaja karena ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakkonsistenan membuat remaja bingung dan terhalang dalam proses pembentukan kode moral yang tidak hanya memuaskan tetapi akan membimbingnya untuk memperoleh dukungan sosial. Bagi anak-anak berbohong merupakan hal yang buruk, namun bagi banyak remaja “berbohong sosial” atau berbohong untuk menghindari kemungkinan menyakikan hati orang lain kadang-kadang dibenarkan Hurlock, 1980.

2.7. Pondok Pesantren