Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah;

Gambar 1. Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangs Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi SI, digambarkan sebagai berikut ini. Gambar 2. Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran. c .Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materinilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai- nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan Nilai Mata Pelajaran Pengembangan Diri Budaya Sekolah NIlai MP 1 MP 2 MP 3 MP 5 MP 4 MP 6 MP N jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan. Materipelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untukmengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 41 d. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakterbangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkanprinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan pesertadidik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalamsuasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkanmaka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah. Karakter itu tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera instant, tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat, dan sistematis. Berdasarkan persfektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia, 41 Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa Pedoman Sekolah Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum Jakarta, 2010. pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan sejak usia dini sampai dewasa. Setidaknya, berdasarkan peimikiran psikolog kohlberg 1992 dan ahli pendidikan dasar Marlene Lockheed 1990, terdapat empat tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan, yaitu: a. Tahap pembiasaan sebagai awal perkembangan karakter anak. b. Tahap pemahaman dan penelaran terhadap nilai, sikap, perilaku, karakter siswa. c. Tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakkan siswa dalam kenyataan sehari-hari. d. Tahap pemakmanaan suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka fahami dan lakukan dan bagaimana dampak dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang lain. 42 Character Education Quality Standards, merekomendasikan 11 prisnsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebegai berikut: a. Mempromosikan nilai-nilai dasar dan etika sebagai basis karakter b. Mengidentifikasi karakter secara komperhensip supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku. c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif, untuk membangun karakter. d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian. e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik. f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses. g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para siswa. h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama. i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif penididikan karakter. j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter. k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa. 43 Dalam pandangan Islam Rasulullah adalah figur keteladanan yang dapat dijadikan pelajaran oleh tenaga pengajar dalam menanamkan rasa keimanan dan akhlak terhadap anak, yaitu: 42 Abduldan Dian, op.cit., h. 108 43 Ibid., h. 109 a. Fokus: ucapannya ringkas, langsung pada inti pmebicaraan tanpa ada kata yang memalingkan dari ucapannya, sehingga mudah dipahami. b. Pembicaraanya tidak terlalu cepat sehingga dapat memberikan waktu cukup kepada anak untuk menguasainya. c. Repetisi senantiasa melakukan tiga kai pengulangan pada kaimat-kalimay supaya dapat diingat dan dihafal. d. Analogi langsun seperti pada contoh perumpamaan orang beriman dengan pohon kurma,, sehingga dapat memberikan motifasi hasrat ingin tahu, memuji dan mencela, dan mengasah otak untuk menggerakkan potensi pemikiran atau timbul kesadaran untuk merenung terus belajar tanpa dihinggapi perasaan jemu. e. Memperhatikan tiga tujuan moral, yaitu: kognitif, emosional dan kinetik. f. Memperhatikan pertumubuhan dan perkembangan anak aspek psikologis ilmu ilmu jiwa. g. Menumbuhkan kreatifitas anak, dengan cara mengajukan pertanyaan, kemudian mendapat jawaban dari anak yang dapat diajak bicara. h. Berbaur dengan anak-anak, masyarakat dan lain sebagainya, tidak ekslusif terpisah seperti makan bersama mereka, berjuang ersama mereka. i. Aplikatif: Rasulullah langsung memberikan pekerjaan kepada anak yang berbakat. Misalnya,setelah Mahdzurah menjalani pelatihan adzan dengan sempurna yang kita sebut dengan ad-Daurah at-tarbiyah. 44

5. Metode Pendidikan Karakter

Doni A. Koesoema, sebagaimana yang dikutip oleh Bambang Q-Anees dan Adang Hambali, mengajukan lima metode pendidikan karakter dalam penerapan lembaga di lembaga sekolah, yaitu: Pertama, Mengajarkan. Pemahaman konseptual telah dibutuhkan sebagai bekal konsep-konsep nilai yang kemudian menjadi rujukan bagi perwujudan karakter terterntu. Mengajarkan karakter berarti memberikan pemahaman pada peserta didik tentanf struktur nilai tertentu, keutamaan bila dilaksanakan, dan masalahnya bila tidak dilaksanakan. Mengajarkan nilai memiliki dua faedah, pertama memberikan pengertian konseptual baru, kedua menjadi pembanding atas pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik. Karena itu, maka proses “mengajarkan” tidaklah menolong, melainkan melibatkan peran peserta didik. Kedua, Keteladanan. Manusia lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Keteladanan menempati posisi yang sangat penting. Guru harus terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan. Guru adalah yang digugu dan 44 Ibid., h. 111 ditiru, peserta didik akan meniru apa yang dilakukan gurunya ketimbang yang dilaksanakan sang guru. Bahkan, sebuah pepatah kuno memberi peringatan pada para guru bahwa peserta didik akan meniru karakter negatif secara lebih ekstrem ketimbang gurunya, “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Keteladanan tidak hanya bersumber dari guru, melainkan juga dari seluruh manusia yang ada di lembaga pendidikan tersebut. Juga bersumber dari orang tua, karib kerabat, dan siapa pun yang sering berhubungan dengan peserta didik. Pada titik ini, pendidikan karakter membutuhkan lingkungan pendidikan yang utuh, saling mengajarkan karakter. Ketiga, Menentukan prioritas. Penentuan prioritas yang jelas harus ditentukan agar proses evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan karakter dapat menjadi jelas. Tanpa prioritas, pendidikan karakter tidak dapat terfokus dan karenanya tidak dapat dinilai berhasil atau tidak berhasil. Pendidikan karakter menghimpun kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi visi lembaga. Oleh karena itu, lembaga pendidikan memiliki beberapa kewajiban. Pertama, menentukan tuntutan standar yang akan ditawarkan pada peserta didik; kedua, semua pribadi yang terlibat dalam lembaga pendidikan harus memahami secara jernih apa nilai yang ingin ditekankan dalam lembaga pendidikan karakter; ketiga, jika lembaga ingin menetapkan perilaku standar yang menjadi ciri khas lembaga maka karakter standar itu harus dipahami oleh anak didik, orang tua, dan masyarakat. Keempat, Praksis prioritas. Unsur lain yang sangat penting setelah penentuan prioritas karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas karakter tersebut. Lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh mana prioritas yang telah ditentukan telah dapat direalisasikan dalam lingkup pendidikan melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan itu. Kelima, Refleksi. Refleksi berarti dipantulkan ke dalam diri. Apa yang telah dialami masih tetap terpisah dengan kesadaran diri sejauh ia belum dikaitkan, dipantulkan dengan isi kesadaran seseorang. Refleksi dapat juga disebut