Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas terhadap Laju Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi

(1)

PENGARUH TEKNIK PENGEMASAN DAN PERLAKUAN

PRAKEMAS TERHADAP LAJU PENURUNAN PARAMETER

MUTU BUAH TOMAT SELAMA TRANSPORTASI

Oleh :

Nur Muthia Prajawati F14102009

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Nur Muthia Prajawati. F14102009. Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas Terhadap Laju Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. 2006.

RINGKASAN

Produk holtikultura merupakan produk pertanian yang mudah rusak sehingga perlu penanganan pasca panen yang baik agar produk holtikultura tersebut tidak mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis, kelainan fisiologis, serta gangguan hama dan penyakit. Akibat dari kerusakan tersebut dapat menurunkan kualitas hasil pertanian sebelum sampai ke tangan konsumen.

Tomat merupakan salah satu produk holtikultura. Salah satu cara untuk menjaga kualitas tomat tersebut setelah pasca panen dapat dilakukan melalui pengemasan. Pengemasan berfungsi untuk melindungi produk dari kerusakan mekanis selama distribusi, melindungi dari kehilangan air yang besar, serta mempermudah penanganan selama pengangkutan dan penyimpanan. Selain itu, dapat juga dengan memberikan perlakuan seperti prapendinginan yaitu pencelupan tomat ke dalam air dingin dengan suhu 10 0C. Pencelupan tersebut dapat menurunkan suhu tomat sehingga dapat memperlambat proses kerusakan tomat.

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh perlakuan prakemas dan teknik pengemasan terhadap laju penurunan parameter mutu buah tomat selama transportasi. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh pencelupan ke dalam air 10 0C yang dilakukan sebelum pengemasan, pengaruh perbedaan cara penyusunan tomat dalam kemasan (teratur dan acak), serta pengaruh perbedaan jenis kemasan yang digunakan untuk pengemasan tersebut terhadap laju penurunan parameter mutu buah tomat selama transportasi.

Penelitian dilakukan di CV. Kurnia Lestari Kabupaten Garut dengan rute transportasi Kecamatan Pasir Wangi – Kecamatan Karangpawitan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kertas pH, handrefraktometer, penetrometer, termometer, blender, ember, gelas, gelas ukur, kapas, pipet, lap, dan alat angkut. Sedangkan bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu tomat jenis Samina yang diperoleh dari kebun petani di Kecamatan Pasir Wangi Kabupaten Garut, kemasan peti kayu dengan ukuran 48 cm x 40 cm x 31 cm dan kotak karton gelombang dengan ukuran 41 cm x 30 cm x 18 cm. Berat tomat per kemasan yaitu 11 kg untuk kotak karton dan 26 kg untuk peti kayu dengan berat kemasan 6 kg untuk peti kayu dan 0.7 kg untuk kotak karton.

Pengukuran dilakukan dengan tiga perlakuan yaitu pencelupan, jenis kemasan, dan cara penyusunan tomat ke dalam kemasan. Jenis kemasan yang digunakan yaitu kemasan kotak karton dan kemasan peti kayu. Cara penyusunan tomat yang dilakukan yaitu acak dan teratur, sedangkan pencelupan dilakukan dengan mencelupkan sebagian tomat ke dalam air dingin dengan suhu 10 0C.

Pengamatan dilakukan sebelum dan setelah transportasi. Pengamatan tersebut meliputi tingkat kerusakan mekanis, susut bobot, kekerasan, kandungan


(3)

total padatan terlarut, pH, suhu tomat dalam kemasan, suhu lingkungan, derajat kematangan, dan uji organoleptik. Sedangkan untuk pengamatan suhu dilakukan setiap 1 jam transportasi.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap factorial dengan 3 faktor perlakuan dan 2 kali ulangan. Analisis sidik ragam dilakukan dengan menggunakan program SPSS v. 13.0, dimana uji lanjutan menggunakan uji Tukey.

Setelah transportasi dari Pasir Wangi – Karangpawitan, tomat mengalami perubahan kimia dan perubahan fisik. Perubahan tersebut antara lain penurunan kekerasan, peningkatan pH, peningkatan kandungan total padatan terlarut, kerusakan yang terdiri dari memar, luka, dan pecah, serta peningkatan susut bobot.

Hasil analisis sidik ragam terhadap kerusakan tomat didapat bahwa pada kategori kerusakan memar berbeda nyata dengan penggunaan jenis kemasan. Hal tersebut dapat terlihat bahwa kerusakan memar dengan memakai kotak karton lebih banyak dibandingkan dengan peti kayu. Hal tersebut terjadi karena kotak karton yang digunakan yaitu kotak karton bekas sehingga daya tahan terhadap tekanan dari kotak karton tersebut sudah berkurang. Hasil analisis sidik ragam terhadap pengamatan terhadap kekerasan tomat, kandungan total padatan terlarut, dan pH tomat tidak berbeda nyata terhadap perlakuan yang diberikan. Rata-rata kerusakan memar pada kotak kayu diperoleh yaitu 1.612 % dan 0.465 % pada peti kayu. Kerusakan pecah diperoleh 0.103 % pada kotak karton dan 0.208 % pada peti kayu. Sedangkan kerusakan luka diperoleh 0.109 % pada kotak karton dan 0.169 % pada peti kayu.

Hasil analisis sidik ragam terhadap pengamatan terhadap uji organoleptik tomat diperoleh bahwa perlakuan pencelupan dan cara pengemasan berbeda nyata terhadap kesegaran tomat, perlakuan pencelupan berbeda nyata terhadap penampakan umum tomat, serta perlakuan cara pengemasan berbeda nyata terhadap rasa dan warna tomat. Sedangkan hasil analisis sidik ragam terhadap pengamatan terhadap susut bobot diperoleh bahwa perlakuan perbedaan jenis kemasan berbeda nyata dengan susut bobot. Hal ini dapat terlihat bahwa tomat dengan kemasan kotak karton mempunyai susut bobot yang lebih besar berkisar antara 0.044 % - 0.122 % dibandingkan dengan tomat yang dikemas dengan peti kayu hanya berkisar antara 0 – 0.028 %.

Jenis kemasan yang baik untuk digunakan dalam transportasi sebaiknya tahan terhadap tekanan dari tumpukan dan berdinding halus sehingga gesekan antara tomat dengan dinding dapat dikurangi. Cara penyusunan tomat ke dalam kemasan yang dilakukan secara teratur dan menggunakan lapisan kertas dapat mengurangi kerusakan yang terjadi pada tomat dibandingkan dengan cara penyusunan tomat yang dilakukan secara acak. Selain cara penyusunan, pemberian perlakuan pencelupan dengan air dingin sebelum tomat dikemas ke dalam kemasan juga memperlambat proses kerusakan yang terjadi pada tomat sehingga membuat tomat terlihat lebih bersih dan segar.


(4)

PENGARUH TEKNIK PENGEMASAN DAN PERLAKUAN

PRAKEMAS TERHADAP LAJU PENURUNAN PARAMETER

MUTU BUAH TOMAT SELAMA TRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Nur Muthia Prajawati F14102009

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH TEKNIK PENGEMASAN DAN PERLAKUAN PRAKEMAS TERHADAP LAJU PENURUNAN PARAMETER MUTU BUAH TOMAT

SELAMA TRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh :

Nur Muthia Prajawati F14102009

Dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1984 di Garut

Tanggal lulus : 6 September 2006

Menyetujui : Bogor, 4 September 2006

Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. Dosen Pembimbing

Mengetahui

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Ketua Departemen


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama Nur Muthia Prajawati dilahirkan di kota Garut pada tanggal 21 Juni 1984, putri dari Bapak Drs. U. Kirman Saefullah dan Ibu Dra. Zenab Nurlaela. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Jayaraga Kabupaten Garut. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Garut dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis melanjutkan studi ke SMU Negeri 2 Tarogong Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Tahun 2002, penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menempuh studi di IPB, penulis terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), anggota Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA), dan mengikuti kepanitiaan yang diadakan oleh mahasiswa.

Penulis melaksanakan praktek lapangan di Kebun Cisaruni PTP Nusantara VIII Kabupaten Garut dengan topik Aspek Keteknikan Pertanian Pada Proses Pengolahan Teh Hitam Orthodox di Kebun Cisaruni PTP Nusantara VIII Garut Jawa Barat. Selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan topik Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas Terhadap Laju Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rakhmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas Terhadap Laju Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di CV. Kurnia Lestari Kabupaten Garut selama 2 bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2006.

Tersusunnya skripsi ini merupakan hasil bimbingan, petunjuk, serta bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan bimbingannya.

2. Ibu Ir. Meiske Widyarti, M.Eng. dan Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan demi terselesaikannya perbaikan skripsi ini.

3. Bapak, mama, aa dan Agung yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil.

4. Bob Hafez (Abang) yang selalu memberi kasih sayang, semangat, saran, dan dorongan kepada penulis.

5. Eri, Arfandi, dan teman-teman TEP 39, khususnya SPS Teknik Biosistem, terima kasih atas dukungannya.

Kepada semua pihak diatas, penulis hanya dapat memohon ke hadirat Allah SWT, semoga atas bantuannya mendapat balasan dari-Nya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Semoga laporan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.

Bogor, 3 September 2006


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Tomat ... 4

B. Fisiologi Pasca Panen ... 7

C. Perlakuan Prakemas ... 9

D. Prapendinginan... 10

E. Pengemasan ... 11

F. Teknik Pengemasan ... 14

G. Kerusakan Mekanik ... 15

H. Transportasi ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A. Tempat dan Waktu ... 18

B. Alat dan Bahan ... 18

C. Metoda Penelitian... 18

D. Pengamatan ... 21

E. Rancangan Percobaan... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Mutu Bahan Penelitian ... 33

B. Tingkat Kerusakan Mekanis ... 33

C. Susut Bobot ... 36

D. Suhu Tomat dan Suhu Lingkungan ... 38


(9)

F. pH ... 41

G. Kekerasan ... 42

H. Uji Organoleptik ... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Model penanganan pasca panen sayuran dan buah-buahan

(Budiastra dan Purwadaria, 1993) ... 9 Gambar 2. Pola penyusunan tomat dalam kemasan jenis 5-4 pack

menurut lebar dasar wadah ... 14 Gambar 3. Kegiatan penelitian yang dilakukan ... 20 Gambar 4. Kebun buah tomat yang diambil untuk penelitian di Kabupaten

Garut pada umur 70 hari setelah tanam... 24 Gambar 5. Buah tomat sebelum dikemas ... 24 Gambar 6. Buah tomat yang berada di pasaran berdasarkan kelas warna .... 24 Gambar 7. Penetrometer yang digunakan untuk penelitian ... 25 Gambar 8. Gelas ukur yang digunakan dalam penelitian ... 25 Gambar 9. Kemasan kotak karton dan peti kayu yang digunakan pada

penelitian ... 25 Gambar 10. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur

ke dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi ... 26 Gambar 11. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak

ke dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi ... 26 Gambar 12. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur ke

dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi ... 26 Gambar 13. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke

dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi ... 27 Gambar 14. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur

ke dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi ... 27 Gambar 15. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke

dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi ... 27 Gambar 16. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur ke

dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi ... 28 Gambar 17. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke


(11)

PENGARUH TEKNIK PENGEMASAN DAN PERLAKUAN

PRAKEMAS TERHADAP LAJU PENURUNAN PARAMETER

MUTU BUAH TOMAT SELAMA TRANSPORTASI

Oleh :

Nur Muthia Prajawati F14102009

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Nur Muthia Prajawati. F14102009. Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas Terhadap Laju Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. 2006.

RINGKASAN

Produk holtikultura merupakan produk pertanian yang mudah rusak sehingga perlu penanganan pasca panen yang baik agar produk holtikultura tersebut tidak mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis, kelainan fisiologis, serta gangguan hama dan penyakit. Akibat dari kerusakan tersebut dapat menurunkan kualitas hasil pertanian sebelum sampai ke tangan konsumen.

Tomat merupakan salah satu produk holtikultura. Salah satu cara untuk menjaga kualitas tomat tersebut setelah pasca panen dapat dilakukan melalui pengemasan. Pengemasan berfungsi untuk melindungi produk dari kerusakan mekanis selama distribusi, melindungi dari kehilangan air yang besar, serta mempermudah penanganan selama pengangkutan dan penyimpanan. Selain itu, dapat juga dengan memberikan perlakuan seperti prapendinginan yaitu pencelupan tomat ke dalam air dingin dengan suhu 10 0C. Pencelupan tersebut dapat menurunkan suhu tomat sehingga dapat memperlambat proses kerusakan tomat.

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh perlakuan prakemas dan teknik pengemasan terhadap laju penurunan parameter mutu buah tomat selama transportasi. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh pencelupan ke dalam air 10 0C yang dilakukan sebelum pengemasan, pengaruh perbedaan cara penyusunan tomat dalam kemasan (teratur dan acak), serta pengaruh perbedaan jenis kemasan yang digunakan untuk pengemasan tersebut terhadap laju penurunan parameter mutu buah tomat selama transportasi.

Penelitian dilakukan di CV. Kurnia Lestari Kabupaten Garut dengan rute transportasi Kecamatan Pasir Wangi – Kecamatan Karangpawitan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kertas pH, handrefraktometer, penetrometer, termometer, blender, ember, gelas, gelas ukur, kapas, pipet, lap, dan alat angkut. Sedangkan bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu tomat jenis Samina yang diperoleh dari kebun petani di Kecamatan Pasir Wangi Kabupaten Garut, kemasan peti kayu dengan ukuran 48 cm x 40 cm x 31 cm dan kotak karton gelombang dengan ukuran 41 cm x 30 cm x 18 cm. Berat tomat per kemasan yaitu 11 kg untuk kotak karton dan 26 kg untuk peti kayu dengan berat kemasan 6 kg untuk peti kayu dan 0.7 kg untuk kotak karton.

Pengukuran dilakukan dengan tiga perlakuan yaitu pencelupan, jenis kemasan, dan cara penyusunan tomat ke dalam kemasan. Jenis kemasan yang digunakan yaitu kemasan kotak karton dan kemasan peti kayu. Cara penyusunan tomat yang dilakukan yaitu acak dan teratur, sedangkan pencelupan dilakukan dengan mencelupkan sebagian tomat ke dalam air dingin dengan suhu 10 0C.

Pengamatan dilakukan sebelum dan setelah transportasi. Pengamatan tersebut meliputi tingkat kerusakan mekanis, susut bobot, kekerasan, kandungan


(13)

total padatan terlarut, pH, suhu tomat dalam kemasan, suhu lingkungan, derajat kematangan, dan uji organoleptik. Sedangkan untuk pengamatan suhu dilakukan setiap 1 jam transportasi.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap factorial dengan 3 faktor perlakuan dan 2 kali ulangan. Analisis sidik ragam dilakukan dengan menggunakan program SPSS v. 13.0, dimana uji lanjutan menggunakan uji Tukey.

Setelah transportasi dari Pasir Wangi – Karangpawitan, tomat mengalami perubahan kimia dan perubahan fisik. Perubahan tersebut antara lain penurunan kekerasan, peningkatan pH, peningkatan kandungan total padatan terlarut, kerusakan yang terdiri dari memar, luka, dan pecah, serta peningkatan susut bobot.

Hasil analisis sidik ragam terhadap kerusakan tomat didapat bahwa pada kategori kerusakan memar berbeda nyata dengan penggunaan jenis kemasan. Hal tersebut dapat terlihat bahwa kerusakan memar dengan memakai kotak karton lebih banyak dibandingkan dengan peti kayu. Hal tersebut terjadi karena kotak karton yang digunakan yaitu kotak karton bekas sehingga daya tahan terhadap tekanan dari kotak karton tersebut sudah berkurang. Hasil analisis sidik ragam terhadap pengamatan terhadap kekerasan tomat, kandungan total padatan terlarut, dan pH tomat tidak berbeda nyata terhadap perlakuan yang diberikan. Rata-rata kerusakan memar pada kotak kayu diperoleh yaitu 1.612 % dan 0.465 % pada peti kayu. Kerusakan pecah diperoleh 0.103 % pada kotak karton dan 0.208 % pada peti kayu. Sedangkan kerusakan luka diperoleh 0.109 % pada kotak karton dan 0.169 % pada peti kayu.

Hasil analisis sidik ragam terhadap pengamatan terhadap uji organoleptik tomat diperoleh bahwa perlakuan pencelupan dan cara pengemasan berbeda nyata terhadap kesegaran tomat, perlakuan pencelupan berbeda nyata terhadap penampakan umum tomat, serta perlakuan cara pengemasan berbeda nyata terhadap rasa dan warna tomat. Sedangkan hasil analisis sidik ragam terhadap pengamatan terhadap susut bobot diperoleh bahwa perlakuan perbedaan jenis kemasan berbeda nyata dengan susut bobot. Hal ini dapat terlihat bahwa tomat dengan kemasan kotak karton mempunyai susut bobot yang lebih besar berkisar antara 0.044 % - 0.122 % dibandingkan dengan tomat yang dikemas dengan peti kayu hanya berkisar antara 0 – 0.028 %.

Jenis kemasan yang baik untuk digunakan dalam transportasi sebaiknya tahan terhadap tekanan dari tumpukan dan berdinding halus sehingga gesekan antara tomat dengan dinding dapat dikurangi. Cara penyusunan tomat ke dalam kemasan yang dilakukan secara teratur dan menggunakan lapisan kertas dapat mengurangi kerusakan yang terjadi pada tomat dibandingkan dengan cara penyusunan tomat yang dilakukan secara acak. Selain cara penyusunan, pemberian perlakuan pencelupan dengan air dingin sebelum tomat dikemas ke dalam kemasan juga memperlambat proses kerusakan yang terjadi pada tomat sehingga membuat tomat terlihat lebih bersih dan segar.


(14)

PENGARUH TEKNIK PENGEMASAN DAN PERLAKUAN

PRAKEMAS TERHADAP LAJU PENURUNAN PARAMETER

MUTU BUAH TOMAT SELAMA TRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Nur Muthia Prajawati F14102009

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH TEKNIK PENGEMASAN DAN PERLAKUAN PRAKEMAS TERHADAP LAJU PENURUNAN PARAMETER MUTU BUAH TOMAT

SELAMA TRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh :

Nur Muthia Prajawati F14102009

Dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1984 di Garut

Tanggal lulus : 6 September 2006

Menyetujui : Bogor, 4 September 2006

Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. Dosen Pembimbing

Mengetahui

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Ketua Departemen


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama Nur Muthia Prajawati dilahirkan di kota Garut pada tanggal 21 Juni 1984, putri dari Bapak Drs. U. Kirman Saefullah dan Ibu Dra. Zenab Nurlaela. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Jayaraga Kabupaten Garut. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Garut dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis melanjutkan studi ke SMU Negeri 2 Tarogong Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Tahun 2002, penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menempuh studi di IPB, penulis terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), anggota Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA), dan mengikuti kepanitiaan yang diadakan oleh mahasiswa.

Penulis melaksanakan praktek lapangan di Kebun Cisaruni PTP Nusantara VIII Kabupaten Garut dengan topik Aspek Keteknikan Pertanian Pada Proses Pengolahan Teh Hitam Orthodox di Kebun Cisaruni PTP Nusantara VIII Garut Jawa Barat. Selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan topik Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas Terhadap Laju Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rakhmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas Terhadap Laju Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di CV. Kurnia Lestari Kabupaten Garut selama 2 bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2006.

Tersusunnya skripsi ini merupakan hasil bimbingan, petunjuk, serta bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan bimbingannya.

2. Ibu Ir. Meiske Widyarti, M.Eng. dan Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan demi terselesaikannya perbaikan skripsi ini.

3. Bapak, mama, aa dan Agung yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil.

4. Bob Hafez (Abang) yang selalu memberi kasih sayang, semangat, saran, dan dorongan kepada penulis.

5. Eri, Arfandi, dan teman-teman TEP 39, khususnya SPS Teknik Biosistem, terima kasih atas dukungannya.

Kepada semua pihak diatas, penulis hanya dapat memohon ke hadirat Allah SWT, semoga atas bantuannya mendapat balasan dari-Nya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Semoga laporan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.

Bogor, 3 September 2006


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Tomat ... 4

B. Fisiologi Pasca Panen ... 7

C. Perlakuan Prakemas ... 9

D. Prapendinginan... 10

E. Pengemasan ... 11

F. Teknik Pengemasan ... 14

G. Kerusakan Mekanik ... 15

H. Transportasi ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A. Tempat dan Waktu ... 18

B. Alat dan Bahan ... 18

C. Metoda Penelitian... 18

D. Pengamatan ... 21

E. Rancangan Percobaan... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Mutu Bahan Penelitian ... 33

B. Tingkat Kerusakan Mekanis ... 33

C. Susut Bobot ... 36

D. Suhu Tomat dan Suhu Lingkungan ... 38


(19)

F. pH ... 41

G. Kekerasan ... 42

H. Uji Organoleptik ... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Model penanganan pasca panen sayuran dan buah-buahan

(Budiastra dan Purwadaria, 1993) ... 9 Gambar 2. Pola penyusunan tomat dalam kemasan jenis 5-4 pack

menurut lebar dasar wadah ... 14 Gambar 3. Kegiatan penelitian yang dilakukan ... 20 Gambar 4. Kebun buah tomat yang diambil untuk penelitian di Kabupaten

Garut pada umur 70 hari setelah tanam... 24 Gambar 5. Buah tomat sebelum dikemas ... 24 Gambar 6. Buah tomat yang berada di pasaran berdasarkan kelas warna .... 24 Gambar 7. Penetrometer yang digunakan untuk penelitian ... 25 Gambar 8. Gelas ukur yang digunakan dalam penelitian ... 25 Gambar 9. Kemasan kotak karton dan peti kayu yang digunakan pada

penelitian ... 25 Gambar 10. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur

ke dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi ... 26 Gambar 11. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak

ke dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi ... 26 Gambar 12. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur ke

dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi ... 26 Gambar 13. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke

dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi ... 27 Gambar 14. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur

ke dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi ... 27 Gambar 15. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke

dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi ... 27 Gambar 16. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur ke

dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi ... 28 Gambar 17. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke


(21)

Gambar 18. Penyusunan kemasan didalam bak pick up ... 28 Gambar 19. Pemakaian penutup plastik saat transportasi ... 29 Gambar 20. Pengukuran suhu 1 jam setelah transportasi ... 29 Gambar 21. Kondisi daerah saat pengukuran suhu 1 jam setelah

transportasi ... 29 Gambar 22. Pengukuran suhu setelah 2 jam transportasi ... 30 Gambar 23. Sampel buah tomat dengan pencelupan air pada kemasan peti

kayu yang disusun secara acak setelah transportasi ... 30 Gambar 24. Sampel buah tomat tanpa pencelupan air pada kemasan peti

kayu yang disusun secara acak setelah transportasi ... 30 Gambar 25. Sampel buah tomat dengan pencelupan air pada kemasan peti

kayu yang disusun secara teratur setelah transportasi ... 31 Gambar 26. Sampel buah tomat tanpa pencelupan air pada kemasan peti

kayu disusun secara teratur setelah transportasi ... 31 Gambar 27. Sampel buah tomat dengan pencelupan air pada kemasan kotak

karton disusun secara teratur setelah transportasi ... 31 Gambar 28. Sampel buah tomat tanpa pencelupan air pada kemasan kotak

karton yang disusun secara acak setelah transportasi ... 32 Gambar 29. Sampel buah tomat tanpa pencelupan pada kemasan kotak

karton yang disusun secara teratur setelah transportasi ... 32 Gambar 30. Tomat yang rusak setelah pengangkutan ... 35 Gambar 31. Perubahan bobot tomat sebelum dan setelah transportasi ... 37 Gambar 32. Perubahan suhu tomat dalam kemasan tiap 1 jam transportasi .. 39 Gambar 33. Perubahan kandungan TPT tomat sebelum dan setelah

transportasi ... 40 Gambar 34. Perubahan pH tomat sebelum dan setelah transportasi ... 42 Gambar 35. Perubahan kekerasan tomat sebelum dan setelah transportasi .... 43 Gambar 36. Tingkat kesukaan konsumen terhadap penampakan umum tomat

sebelum dan setelah transportasi... 44 Gambar 37. Tingkat kesukaan konsumen terhadap kesegaran tomat


(22)

Gambar 38. Tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa tomat sebelum

dan setelah transportasi ... 47 Gambar 39. Tingkat kesukaan konsumen terhadap warna tomat


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan dan komposisi gizi buah tomat tiap 100

gram bahan ... 7 Tabel 2. Kriteria mutu tomat segar ... 10 Tabel 3. Sifat fisik dan kimia tomat sebelum transportasi ... 33 Tabel 4. Nilai persentase rata-rata tingkat kerusakan mekanis setelah

transportasi ... 34 Tabel 5. Nilai persentase susut bobot tomat pada tiap perlakuan kemasan


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Pengujian bentuk, warna, tingkat kematangan, dan rasa

sebelum transportasi ... 54 Lampiran 2. Nilai berat, volume, kekerasan, dan suhu tomat sebelum

transportasi ... 55 Lampiran 3. Nilai pH dan kandungan total padatan terlarut tiap sampel

tomat sebelum transportasi ... 56 Lampiran 4. Nilai berat tomat tiap perlakuan kemasan sebelum

transportasi ... 57 Lampiran 5. Nilai persentase kerusakan tomat pada tiap perlakuan kemasan

setelah transportasi ... 58 Lampiran 6. Analisis sidik ragam kerusakan tomat kategori memar setelah

transportasi ... 59 Lampiran 7. Uji Tukey pengaruh kemasan terhadap kerusakan tomat

kategori memar setelah transportasi ... 59 Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam dan nilai persentase kerusakan tomat

pada tiap perlakuan kemasan setelah transportasi ... 60 Lampiran 9. Nilai kekerasan tomat pada tiap perlakuan kemasan setelah

transportasi ... 61 Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata kekerasan

tomat pada tiap perlakuan kemasan sebelum dan setelah

transportasi ... 61 Lampiran 11. Nilai kandungan total padatan terlarut (0Brix) pada tiap

perlakuan kemasan setelah transportasi ... 62 Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata kandungan total

padatan terlarut pada tiap perlakuan kemasan sebelum dan

setelah transportasi ... 62 Lampiran 13. Nilai uji organoleptik terhadap tomat pada tiap perlakuan


(25)

Lampiran 14. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata uji organoleptik terhadap penampakan umum tomat pada tiap perlakuan

kemasan sebelum dan setelah transportasi ... 64 Lampiran 15. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata uji organoleptik

terhadap kesegaran tomat pada tiap perlakuan

kemasan sebelum dan setelah transportasi... 64 Lampiran 16. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata uji organoleptik

terhadap rasa tomat pada tiap perlakuan kemasan sebelum

dan setelah transportasi ... 65 Lampiran 17. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata uji organoleptik

terhadap warna tomat pada tiap perlakuan kemasan sebelum

dan setelah setelah transportasi ... 65 Lampiran 18. Nilai persentase susut bobot tomat pada tiap perlakuan

kemasan setelah transportasi ... 66 Lampiran 19. Hasil analisis sidik ragam dan nilai persentase susut bobot

tomat pada tiap perlakuan kemasan setelah transportasi ... 66 Lampiran 20. Nilai suhu tomat sebelum transportasi, setiap 1 jam

transportasi, dan setelah sampai di tujuan (Karangpawitan)

pada tiap perlakuan kemasan ... 67 Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata suhu tomat

sebelum, tiap 1 jam transportasi, dan setelah sampai ditujuan (Karangpawitan) pada tiap perlakuan kemasan ... 68 Lampiran 22. Nilai pH tomat pada tiap perlakuan kemasan setelah

transportasi ... 69 Lampiran 23. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata pH tomat pada

tiap perlakuan kemasan sebelum dan setelah transportasi ... 69 Lampiran 24. Ketinggian dan kondisi jalan pada saat pengukuran suhu tiap


(26)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris dimana sebagian besar masyarakat mencari nafkah dengan cara bercocok tanam. Salah satu tanaman yang banyak ditanam masyarakat Indonesia yaitu tanaman holtikultura. Tanaman hortikultura yang terdiri dari sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan bunga-bungaan memegang peranan yang cukup penting dalam sektor pertanian di Indonesia.

Tanaman holtikultura tersebut sangat potensial untuk dikembangkan karena nilai komersial yang tinggi serta berperan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Selain itu, pemerintah juga telah mencanangkan 4.5 % dari produk pertanian untuk komoditi holtikultura dalam mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi secara lokal maupun global. Luas areal yang ditanami tanaman hortikultura relatif kecil yaitu ± 15 % dari luas areal tanaman padi.

Sayur-sayuran dan buah-buahan sangat penting bagi kesehatan manusia karena dapat dimanfaatkan sebagai sumber mineral, vitamin dan serat, protein, karbohidrat, serta energi dalam jumlah tertentu yang dibutuhkan manusia. Namun, buah-buahan dan sayur-sayuran termasuk komoditi yang mudah rusak. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis, kelainan fisiologis, serta gangguan hama dan penyakit. Akibat dari kerusakan tersebut dapat menurunkan kualitas hasil pertanian sebelum sampai ke tangan konsumen. Kerusakan mekanis pada buah-buahan dan sayur-sayuran dapat terjadi pada saat pemetikan, sortasi, dan pengangkutan. Kerusakan mekanis selama pengangkutan dapat disebabkan oleh getaran atau goncangan karena tumpukan dalam kemasan.

Diantara berbagai jenis sayuran, tomat merupakan buah yang sangat diminati oleh masyarakat. Tomat memiliki rasa yang khas (asam manis), mengandung vitamin A dan C, warna yang menarik, serta dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun bentuk produk olahan.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, adanya kesadaran masyarakat akan gizi yang dikandung oleh buah tomat, serta semakin membaiknya tingkat


(27)

pendapatan masyarakat, maka permintaan akan buah tomat mengalami peningkatan. Keadaan tersebut harus diikuti dengan peningkatan kualitas buah tomat, peningkatan produksi, serta pengembangan usaha tani buah tomat yang mengarah pada kesejahteraan petani dan peningkatan pendapatan.

Produksi buah tomat pada tahun 1996 mengalami penurunan dari 652.045 ton menjadi 591.597 ton. Dengan menurunnya produksi buah tomat tersebut, maka semakin banyak beban yang akan dihadapi dalam pra dan pasca panen buah tomat. Parameter yang penting bagi tomat di tingkat petani yaitu kerusakan mekanis yang terjadi pada tomat. Kerusakan tersebut terjadi saat pasca panen yaitu rusaknya buah tomat oleh pengaruh mekanis dan pembusukan yang mengakibatkan buah tomat tidak dapat dimanfaatkan, serta susut yang dapat diartikan sebagai kehilangan secara kualitatif (jumlah) maupun kehilangan yang bersifat kuantitatif buah tomat. Tingkat susut pasca panen buah tomat di Indonesia mencapai 20 – 50 %. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan penanganan pasca panen yang tepat serta berorientasi pada kebutuhan pasar, yaitu menjaga kualitas hasil yang baik sehingga menghasilkan harga jual yang tinggi.

Salah satu cara untuk menjaga kualitas tomat tersebut setelah pasca panen dapat dilakukan melalui pengemasan. Pengemasan berfungsi untuk melindungi produk dari kerusakan mekanis selama distribusi, melindungi dari kehilangan air yang besar, serta mempermudah penanganan selama pengangkutan dan penyimpanan. Dalam melakukan pengemasan, perlu diperhatikan perlakuan prakemas yang dilakukan dan cara penyusunan tomat yang digunakan.

Kegiatan prakemas yang dilakukan terhadap buah tomat antara lain sortasi, pencucian, dan grading. Selain kegiatan tersebut, proses prapendinginan juga termasuk ke dalam proses prakemas buah tomat. Namun, proses prapendinginan terhadap buah tomat masih jarang dilakukan oleh para petani tomat. Proses prapendinginan dapat menurunkan suhu tomat sehingga proses kerusakan dapat dihambat.

Dalam penyimpanan buah tomat di dalam kemasan, biasanya dilakukan secara acak jika tomat tersebut hanya akan dikirim ke daerah yang dekat, serta


(28)

secara teratur jika tomat tersebut akan dikirim ke daerah yang jauh. Selain itu, jenis kemasan juga dapat berpengaruh terhadap keadaan bahan yang terdapat di dalam kemasan tersebut. Jenis kemasan yang banyak digunakan dipasar antara lain peti kayu, kotak karton, jaring, dan plastik. Proses prakemas dan teknik pengemasan yang baik dapat mengurangi kerusakan yang terjadi pada tomat dalam kemasan tersebut.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh perlakuan prakemas, cara penyusunan tomat dalam kemasan, dan jenis kemasannya terhadap laju penurunan parameter mutu buah tomat selama transportasi. Prakemas berupa pencelupan tomat ke dalam air dengan suhu 10 0C, sedangkan cara penyusunan dibedakan secara teratur dan acak. Selanjutnya jenis kemasan yang digunakan yaitu kemasan kotak karton dan peti kayu.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tomat

Tomat merupakan tanaman asli Benua Amerika yang tersebar dari Amerika Tengah hingga Amerika Selatan. Tanaman tomat pertama kali dibudidayakan oleh suku Inca dan suku Aztec pada tahun 700 SM. Sementara itu, bangsa Eropa mulai mengenal tomat sejak Christophorus Columbus pulang berlayar dari Amerika dan tiba di Pantai San Salvador.

Di Eropa, orang-orang menamai tomat dengan berbagai julukan. Orang Perancis menyebut tomat dengan sebutan apel cinta, dan orang Jerman menyebut tomat dengan sebutan apel surga. Tahun 1821, orang-orang Louisiana di New Orleans mulai memakai tomat dalam berbagai menu masakan mereka. Kemudian, berita ini cepat menyebar sehingga banyak ditiru masyarakat luas yang menggunakan tomat sebagai campuran masakan

seafood.

Menurut ilmu tumbuh-tumbuhan (botani), tomat diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (Berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping satu) Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae Genus : Lycopersicum

Spesies : Lycopersicum esculentum Mill.

Berdasarkan klasifikasi botani tersebut, tanaman tomat masih sekeluarga dengan kentang (Solanum tuberosum L.), terong (Solanum melongena L.), leunca (Solanum nigrum L.), takokak (Solanum torvum sp.), dan cabe (Capsicum annuum L.).

Tomat termasuk tanaman setahun (anual) yang berarti umur tanaman tomat hanya untuk satu kali periode panen. Tomat biasanya ditanam di dataran tinggi dengan tanah yang gembur, sedikit mengandung pasir, kadar


(30)

keasamannya (pH) antara 5 – 6, perairan yang cukup, dan banyak mengandung humus. Suhu yang baik untuk pertumbuhan dan pembungaan tamanan tomat adalah 20 – 30 0C pada siang hari dan 10 – 20 0C pada malam hari, sedangkan suhu yang baik untuk pembuahan adalah 18 – 24 0C. Pembentukan buah akan berlangsung buruk pada suhu di bawah 15 0C dan di atas 30 0C.

Tanaman tomat terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan biji. Tinggi tanaman tomat mencapai 2 – 3 m. Sewaktu masih muda batangnya berbentuk bulat dan teksturnya lunak, tetapi setelah tua batangnya berubah menjadi bersudut dan bertekstur keras berkayu. Ciri khas batang tomat adalah tumbuhnya bulu-bulu halus di seluruh permukaannya. Akar tanaman tomat berbentuk serabut yang menyebar ke segala arah. Kemampuannya menembus lapisan tanah terbatas, yaitu pada kedalaman 30 – 70 cm.

Daunnya yang berwarna hijau dan berbulu mempunyai panjang sekitar 20 – 30 cm dan lebar 15 – 20 cm. Sementara itu, tangkai daunnya berbentuk bulat memanjang sekitar 7 – 10 cm dengan ketebalan 0.3 – 0.5 cm. Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan dengan jumlah 5 – 10 bunga per dompolan atau tergantung dari varietasnya. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang.

Berdasarkan bentuknya, buah tomat dibedakan menjadi lima jenis yaitu: 1. Tomat biasa (Lycopersicum esculentum Mill, var. commune Bailey).

Berbentuk bulat pipih tidak teratur, sedikit beralur terutama di dekat tangkai. Tomat jenis ini banyak ditemui di pasar-pasar lokal.

2. Tomat apel atau pir (Lycopersicum esculentum Mill, var. pyriforme Alef.). Berbentuk bulat seperti buah apel atau buah pir.

3. Tomat kentang atau tomat daun lebar (Lycopersicum esculentum Mill, var.

grandifolium Bailey). Berbentuk bulat besar, padat, dan kompak. Ukuran buahnya lebih besar dibandingkan dengan tomat apel.

4. Tomat tegak (Lycopersicum esculentum Mill, var. validum Bailey). Buahnya berbentuk agak lonjong dan teksturnya keras. Sementara itu,


(31)

daunnya rimbun, bentuknya keriting, dan berwarna kelam. Pertumbuhan tanaman agak tegak dengan percabangan mengarah ke atas.

5. Tomat Cherry (Lycopersicum esculentum Mill, var. cerasiforme (Dun) Alef.). Buahnya yang berukuran kecil berbentuk bulat atau bulat memanjang. Warnanya merah atau kuning. Tomat mungil ini berasal dari Peru dan Ekuador.

Berdasarkan tipe pertumbuhannya, tanaman tomat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Tipe determinate. Tanaman tomat yang pertumbuhannya diakhiri dengan tumbuhnya rangkaian bunga atau buah. Umur panennya relatif lebih pendek dan pertumbuhan batangnya cepat.

2. Tipe indeterminate. Tanaman tomat yang pertumbuhannya tidak diakhiri dengan tumbuhnya bunga atau buah. Umur panennya lama dan pertumbuhan batangnya relatif lambat.

3. Tipe semi indeterminate. Tanaman tomat ini memiliki ciri-ciri antara tomat tipe pertumbuhan determintate dan tipe pertumbuhan indeterminate.

Hama yang sering menyerang tanaman tomat antara lain nematoda, bisul akar, ulat tanah, siput, bekicot, dan ulat buah. Penyakit yang sering terjadi pada tanaman tomat disebabkan oleh bakteri Psedomonas solanacearum yang mengakibatkan penyakit layu bakteri, cendawan

Rhizoetania solani yang mengakibatkan penyakit cekik, penyakit Tomato Mozaik Virus, retak kutikula, dan pecah buah.

Tomat dapat digunakan untuk terapi pengobatan karena mengandung karotin yang berfungsi sebagai pembentuk provitamin A dan lycoppen yang mampu mencegah kanker. Buah tomat berkhasiat untuk mencegah dan mengobati radang usus buntu, membantu penyembuhan penyakit rabun senja, mengobati penyakit yang disebabkan oleh kekurangan vitamin C, mengobati penyakit gigi dan gusi, mempercepat penyembuhan luka, mengobati jerawat, mencegah pembentukan batu empedu pada saluran kencing, membantu penyembuhan penyakit skorbut, menjaga stamina, serta membantu penyembuhan penyakit lever, encok, TBC, dan asma. Kandungan gizi dan komposisi gizi buah tomat dapat dilihat pada Tabel 1.


(32)

Dalam bentuk segar, tomat biasanya dikonsumsi sebagai bumbu masak dan dibuat selada. Selain itu, dapat juga dibuat menjadi sari buah dan sauce. Produksi tomat di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, tetapi jumlah tomat tercecer atau rusak cukup besar pula yaitu mencapai 10 % dari produk tomat per tahunnya.

Tabel 1. Kandungan dan komposisi gizi buah tomat tiap 100 gram bahan. Macam Tomat

Buah Masak Kandungan Gizi Buah Muda

1 2

Sari Buah

Energi (kal) 23 20 19 15

Protein (gr) 2 1 1 1

Lemak (gr) 0.70 0.30 0.20 0.20

Karbohidrat (gr) 2.30 4.20 4.10 3.50

Serat (gr) - - 0.80 -

Abu - - 0.60 -

Kalsium (mg) 5 5 18 7

Fosfor (mg) 27 27 18 7

Zat besi (mg) 0.50 0.50 0.80 0.40

Natrium (mg) - - 4 -

Kalium (mg) - - 266 -

Vitamin A (S.I) 320 1.500 735 600

Vitamin B1 (mg) 0.07 0.06 0.06 0.05

Vitamin B2 (mg) - - 0.04 -

Niacin (mg) - - 0.06 -

Vitamin C (mg) 30 40 29 10

Air (gr) 93 94 - 94

B. Fisiologi Pasca Panen

Menurut Pantastico (1989), untuk menentukan waktu panen buah tomat, dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara visual, fisik, analisis kimia, perhitungan, dan fisiologi. Pemanenan tomat dilakukan pada saat tanaman berumur 70 – 100 hari setelah tanam tergantung dari varietasnya atau tergantung pada tujuan pemasaran dan waktu pengangkutan.

Kriteria matang petik pada buah tomat antara lain merah tua (table ripe), merah muda (pink), pecah warna (turning/breaker), dan hijau matang (mature green). Petunjuk kualitas buah tomat dikelompokkan kedalam tiga macam, yaitu bagian dalam yang terdiri dari keadaan lendir, ketebalan daging, dan jumlah biji, bagian luar yang terdiri dari ukuran buah, bentuk buah,


(33)

kekerasan, dan warna kulit, serta kualitas rasa yang terdiri dari jumlah air buah, rasa asam, rasa manis, dan kekenyalan.

Pada umumnya, hasil pertanian setelah dipanen masih melakukan proses respirasi serta metabolisme lain sampai bahan tersebut menjadi rusak dan proses kehidupan berhenti. Intensitas respirasi sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya diikuti oleh umur simpan yang pendek. Hal ini merupakan petunjuk laju penurunan mutu produk dan nilainya sebagai bahan pangan. Laju respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain besarnya kandungan gas CO2 dan

O2 di dalam kemasan, serta temperatur penyimpanan.

Sebagian besar perubahan fisik dan perubahan kimia pada buah dan sayuran yang dipanen berhubungan dengan metabolisme oksidatif termasuk respirasi. Oksidasi biologi dikaitkan dengan perubahan-perubahan mutu, daya simpan, penanganan komoditi, gangguan fisiologis, kemasakan, dan banyak perlakuan pasca panen (Phan et al., 1989).

Proses respirasi dan proses metabolisme lainnya akan tetap terjadi pada buah-buahan dan sayuran yang telah dipanen. Proses metabolisme tersebut mengakibatkan buah-buahan dan sayur-sayuran menjadi rusak. Buah-buahan yang mengalami penurunan CO2 secara mendadak selama proses pematangan

digolongkan ke dalam buah non klimaterik. Sedangkan buah-buahan yang mengalami peningkatan CO2 secara mendadak selama proses pematangan

digolongkan ke dalam buah klimaterik.

Respirasi yang dilakukan oleh buah-buahan, sayuran, dan hasil pertanian lainnya merupakan suatu proses metabolisme dengan menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makro molekul seperti protein, lemak, dan karbohidrat yang akan menghasilkan CO2, elektron, dan air.

Laju respirasi pada buah-buahan dan sayuran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor luar yang terdiri dari konsentrasi O2, CO2 yang tersedia, zat

pengatur tumbuh, suhu, dan kerusakan buah, serta faktor dalam yang terdiri dari ukuran produk, pelapisan alamiah, jenis jaringan, tingkat perkembangan, dan susunan kimiawi jaringan.


(34)

Proses respirasi dapat dibedakan menjadi tiga tingkat yaitu pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi asam piruvat, serta transformasi asam piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi CO2, air,

dan energi.

C. Perlakuan Prakemas

Penanganan pasca panen dilakukan untuk mempertahankan mutu hasil panen. Kegiatan penanganan pasca panen meliputi proses sortasi, pencucian,

grading, pengemasan, dan penyimpanan dingin. Model penanganan pasca panen buah-buahan dan sayuran dapat di lihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model penanganan pasca panen sayuran dan buah-buahan (Budiastra dan Purwadaria, 1993).

Perlakuan prakemas pada buah-buahan dan sayuran terdiri dari : 1. Sortasi

Sortasi merupakan kegiatan pemisahan buah tomat yang mutunya rendah (kematangan tidak sesuai, rusak, lecet, ukuran terlalu kecil, memar, dan busuk).

2. Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran (tanah) dan residu pestisida (insektisida atau fungisida). Kotoran yang tidak segera dicuci merupakan sumber kontaminasi dari berbagai penyakit yang dapat merusak buah-buahan.

3. Grading

Grading merupakan kegiatan pengelompokkan buah-buahan yang telah disortasi menjadi kelompok-kelompok atau kelas mutunya (grade). Pemanenan Sortasi

Pengemasan

Pencucian dan Pengeringan


(35)

Tomat dapat dibagi berdasarkan beratnya menjadi :

a. Tomat kecil : jika beratnya kurang dari 100 gram per buah. b. Tomat sedang : jika beratnya antara 100 – 150 gram per buah. c. Tomat besar : jika beratnya lebih dari 150 gram per buah. Adapun standar mutu buah tomat dapat terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria mutu tomat segar.

Syarat Mutu Kriteria Mutu

Mutu I Mutu II

Kotoran Tidak Ada Tidak Ada

Tingkat ketuaan Tua, tidak terlalu matang dan lunak

Tua, tidak terlalu matang dan lunak Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam

Busuk maksimal (%) 1 1

Kerusakan maksimal (%) 5 10

Ukuran Seragam Seragam

D. Prapendinginan

Prapendinginan adalah proses pelepasan kalor lapang hasil panen secara cepat yang dilakukan sebelum pemasaran, pengangkutan, atau penyimpanan. Tujuan dari prapendinginan adalah untuk menurunkan suhu komoditas sampai batas pematangan dan pembusukan dapat dihambat.

Pendinginan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu pendinginan dengan air, pendinginan dengan es, pendinginan dengan vakum, pendinginan udara bertekanan, dan pendinginan ruang. Proses pendinginan yang umum diterapkan sebagai proses prapendinginan yaitu pendinginan dengan air, pendinginan vakum, dan pendinginan dengan udara bertekanan.

Pendinginan dengan air merupakan metode yang cepat dan efektif karena konduktifitas pindah kalor air lebih besar dari udara. Prapendinginan dengan air dapat dilakukan dengan cara penyiraman, penyemprotan, pencelupan, dan penggenangan.

Laju penurunan suhu ditentukan oleh selang suhu antara komoditas dan media pendinginan. Semakin lebar selang suhu, maka laju penurunan suhu semakin meningkat. Laju prapendinginan dengan air atau dengan udara


(36)

bertekanan ditentukan oleh suhu awal komoditas, suhu pendinginan, suhu media pendingin, kemampuan media pendingin dalam menyerap kalor dari permukaan kulit buah, penerimaan buah terhadap suhu media pendingin, ukuran, dan bentuk buah, serta perbandingan antara luas permukaan terhadap volume dan massa buah. Proses prapendinginan berjalan dengan lengkap selama 24 jam, sedangkan bagi buah dan sayuran yang mudah rusak berjalan selama 2 – 3 jam.

E. Pengemasan

Sayur-sayuran dan buah-buahan setelah dipanen dapat mengalami kerusakan. Pada dasarnya, kerusakan hasil panen tersebut dapat dibedakan oleh dua penyebab utama yaitu golongan perusak yang secara alamiah sudah ada dalam produk dan tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan, serta golongan perusak yang tergantung kepada lingkungan dimana sebagian besar dikendalikan oleh pengemasan. Golongan pertama meliputi perubahan fisik yang disebabkan oleh suhu, perubahan biokimia dan kimia oleh mikroorganisme, serta interaksi antar komponen dalam produk pertanian. Golongan kedua meliputi kerusakan karena mekanik, perubahan kadar air, perubahan oksigen, dan berubahnya cita rasa produk (Buckle et. al, 1987).

Pengemasan merupakan salah satu proses untuk mencegah terjadinya penurunan mutu produk, karena perlindungan atau pengawetan produk dapat dilakukan dengan mengemas produk yang bersangkutan. Bahan pengemas digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan lingkungan luar yang bertujuan untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et. al, 1987).

Fungsi kemasan yang utama adalah sebagai wadah, pelindung, sarana informasi dan promosi serta untuk memberikan kemudahan-kemudahan baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Sebagai wadah, kemasan dimaksudkan untuk mewadahi produk agar tidak berceceran. Sebagai pelindung, kemasan sampai batas waktu tertentu dapat melindungi produk dari unsur-unsur perusak, tetapi tidak untuk semua unsur perusak. Unsur perusak adalah semua unsur yang dapat menyebabkan produk di dalam kemasan menurun mutunya


(37)

sehingga produk tidak layak dijual. Dengan adanya kemasan, produk telah terwadahi dapat memberikan kemudahan-kemudahan dalam penyimpanan atau penumpukan, perhitungan, pengangkutan, dan sebagainya. Kemasan yang baik dapat mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, serta melindungi dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik.

Menurut Buckle et. al. (1987), dari segi jenisnya kemasan dibagi menjadi dua macam yaitu kemasan bagian luar (kemasan pengangkutan) dan kemasan bagian dalam (kemasan ketengan). Kemasan bagian luar bertujuan untuk melindungi isi selama pengangkutan ke konsumen, sedangkan kemasan bagian dalam bertujuan untuk melindungi produk secara langsung serta untuk sarana promosi yang efektif.

Berdasarkan kedudukan dan letak bahan yang dikemas di dalam sistem kemasan keseluruhan dapat dibedakan menjadi kemasan tersier, kemasan sekunder, dan kemasan primer. Kemasan tersier berfungsi untuk melindungi produk selama pengangkutan yang lebih dikenal sebagai kemasan distribusi. Kemasan sekunder berfungsi untuk melindungi kelompok kemasan lainnya, sedangkan kemasan primer langsung mewadahi atau membungkus produk yang dikemas.

Semua produk harus didistribusikan ke konsumen agar memiliki nilai ekonomi. Selama proses pemindahan, produk mengalami pemuatan, pengangkutan, pembongkaran, dan penyimpanan beberapa kali. Pada saat tersebut, kemasan distribusi dan pruduk kemungkinan mengalami kerusakan. Kerusakan selama distribusi umumnya dititikberatkan pada adanya gesekan, getaran, jatuh, dan tekanan karena tumpukan.

Menurut Hadi K. Purwadaria (1997), perancangan kemasan selama pengangkutan bermanfaat untuk merendam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan memar dan penurunan kekerasan tomat. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi kemasan yaitu jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan, komoditas yang diangkut seperti sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur, dan pola susunan, biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan lintas.


(38)

Tingkat kerusakan produk tergantung pada ukuran dan berat kemasan termasuk cara pengangkutan dan jenis produk. Jika isi kemasan terlalu penuh dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan tekan atau kompresi karena adanya tambahan tekanan dari tutup kemasan. Jika isi kemasan kurang dapat menyebabkan kerusakan vibrasi pada lapisan atas karena adanya ruang di atas bahan sehingga selama pengangkutan bahan bagian atas akan terlempar-lempar dan saling berbenturan. Namun, jika kelebihan tumpukan akan mengakibatkan tekanan yang besar pada buah lapisan bawah. Kemasan yang baik tidak hanya bisa melindungi buah tomat segar dari kerusakan mekanis, tetapi juga dapat melindungi kerusakan dari pengaruh lingkungan yang dapat menimbulkan kerusakan fisiologis.

Proses distribusi meliputi aktifitas pengemasan, penanganan, penggudangan, dan pengangkutan. Selama pendistribusian, kemasan dan produk menghadapi sejumlah resiko kerusakan antara lain resiko karena faktor lingkungan (suhu dan kelembaban udara), resiko karena faktor fisik (gesekan, distorsi, benturan, dan tekanan), serta resiko lainnya seperti infiltrasi mikroorganisme, pencurian, dan kontaminasi.

Sifat kemasan distribusi yang diharapkan antara lain : 1. Sesuai dengan produk yang akan dikemas.

2. Dapat dibongkar dengan mudah.

3. Mempunyai kekuatan yang cukup untuk mempertahankan diri dari resiko selama pengangkutan dan penyimpanan.

4. Menyediakan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas, tempat produsen, dan tujuan pengiriman.

5. Memiliki lubang ventilasi yang cukup bagi produk tertentu yang membutuhkan.

Menurut Buckle et. al. (1987), kemasan distribusi terdiri dari tujuh tipe utama yaitu kemasan yang terdiri dri kotak kayu dan baja, peti/krat kayu atau

plywood, drum dari fibreboard, drum baja dan alumunium, kantung dari tekstil dan plastik atau kertas, peti dari fibreboard yang padat dan bergelombang.


(39)

F. Teknik Pengemasan

Buah-buahan yang akan ditransportasikan harus disusun secara rapih ke dalam kemasan supaya kedudukannya menjadi lebih kompak dan stabil selama pengangkutan. Hal tersebut akan mengurangi kerusakan mekanis yang terjadi akibat goncangan dan getaran.

Buah-buahan yang tidak disusun secara rapi dalam kemasan akan saling berbenturan dan terjadi gesekan antara buah jika mendapat gaya dinamis berupa goncangan atau getaran. Dalam pengemasan buah-buahan tersebut, penyusunan lapisan dasar merupakan faktor yang penting bagi penyelesaian lapisan-lapisan berikutnya. Bahan berupa bantalan atau kertas dapat digunakan untuk mengurangi gesekan antara buah dengan kemasan ataupun buah dengan buah. Kertas tersebut diletakkan pada bagian bawah, atas, samping, atau diantara buah.

Dalam penyusunan buah, perlu diperhatikan arah penyusunan buah dalam kemasan. Buah harus disusun dengan bagian yang mempunyai kekerasan terbesar searah dengan arah getaran yang dominan selama pengangkutan. Untuk pengangkutan dengan truk, arah getaran yang dominan adalah arah vertikal sehingga buah di dalam kemasan disusun dengan arah vertikal.

Metode Diagonal Check System merupakan salah satu metoda penyusunan buah dalam kemasan. Metoda ini baik digunakan untuk buah-buahan yang berbentuk bulat atau oval. Contoh metoda ini antara lain 3-3 pack, 4-3 pack, dan 5-4 pack. Nama tersebut diambil dari penempatan buah-buahan pada lapisan dasar.

Gambar 2. Pola penyusunan tomat dalam kemasan jenis 5-4 pack menurut lebar dasar wadah.


(40)

G. Kerusakan Mekanik

Penanganan pasca panen harus dilakukan secara hati-hati untuk memperoleh buah-buahan yang segar dan mempunyai mutu yang tinggi. Penanganan secara kasar dapat mempengaruhi mutu produk secara langsung. Mutu buah-buahan tersebut ditentukan oleh sifat fisik mekanis, morfologis, dan fisiologis. Sifat fisik morfologis meliputi panjang, diameter, volume, dan bobot. Sifat fisiologis dipengaruhi oleh laju respirasi, sedangkan sifat mekanis merupakan ketahanan buah terhadap benturan dan goresan.

Kerusakan mekanis pada produk pertanian dapat disebabkan oleh gaya-gaya luar (statik ataupun dinamis) dan gaya-gaya-gaya-gaya dalam yang disebabkan oleh perubahan fisik bahan tersebut. Perubahan fisik dapat disebabkan oleh perubahan kadar air, temperatur, biologis, dan kimia. Kerusakan mekanis dapat terjadi karena buah menerima pembebanan, baik berupa tekanan ataupun pukulan.

Kerusakan mekanis yang terjadi selama pengangkutan dapat terjadi karena tumpukan buah yang terlalu tinggi. Hal tersebut dapat mengakibatkan tekanan yang besar terhadap buah yang terdapat pada lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan akibat kompresi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan mekanik buah antara lain :

1. Gaya-gaya luar

Tingkat kerusakan mekanis yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya gaya luar (beban) yang mengenai buah. Kerusakan akan semakin tinggi jika gaya luar (beban) yang diterima oleh buah semakin besar.

Buah tersusun dari sel-sel yang memiliki sifat viskoelastis yang memberikan respon terhadap gaya. Respon terhadap gaya tergantung dari sifat pembebanan. Sifat pembebanan terdiri dari dua macam, yaitu pembebanan yang bersifat statis dan pembebanan yang bersifat dinamis atau berubah-rubah terhadap waktu.

Pembebanan dinamis terjadi pada tumpukan buah yang mengalami getaran selama pengangkutan. Sedangkan pembebanan statis terjadi pada


(41)

saat buah akan menanggung beban gaya yang tetap seperti penumpukan buah pada waktu penyimpanan.

2. Sifat mekanis buah

Sifat mekanis yaitu respon bahan yang sesuai dengan perilakunya apabila diberi gaya. Dalam ilmu reologi mempelajari sifat mekanis bahan. Secara reologis, sifat mekanis buah dapat dinyatakan dalam tiga bentuk parameter yaitu gaya, deformasi, dan waktu.

H. Transportasi

Teknik transportasi merupakan penerapan dari sains dan matematika dimana sifat-sifat zat dan sumber-sumber energi alami dipakai untuk mengangkut penumpang dan barang dengan cara yang berguna bagi manusia. Pengangkutan juga diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.

Syarat-syarat bagi berlangsungnya proses transportasi antara lain : 1. Ada muatan yang diangkut.

2. Tersedia kendaraan sebagai alat angkutnya. 3. Ada jalan yang dapat dilalui.

Pada pengangkutan barang diharapkan nilai barang akan lebih tinggi di tempat tujuan dari pada di tempat asal. Transportasi dapat dilihat dalam dua kategori antara lain :

1. Pemindahan bahan-bahan dan hasil-hasil produksi.

2. Pengangkutan penumpang dari satu tempat ke tempat lain.

Kerusakan pada buah-buahan hasil pemanenan dapat terjadi saat transportasi. Kerusakan tersebut dapat berupa memar, susut berat, ataupun masa simpan yang semakin pendek. Pengangkutan yang kurang baik dapat menyebabkan kerusakan mencapai 30 – 50 %.

Penanganan pasca panen yang baik mulai dari pemanenan, pengumpulan, sortasi, grading, pengemasan dan pengangkutan dapat mengurangi kerusakan yang terjadi pada buah. Oleh karena itu, buah-buahan harus diangkut secepat mungkin sampai ke tempat pemasaran.


(42)

Cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kerusakan akibat getaran selama transportasi dapat digunakan bahan anti getaran. Menurut sifatnya, bahan anti getaran terdiri dari bahan anti getaran elastis (dapat kembali ke bentuk semula jika beban telah dilepas/dihilangkan), dan bahan anti getaran non elastis (tidak dapat kembali ke bentuk semula jika beban dihilangkan). Kotak karton berfungsi sebagai bahan anti getaran.


(43)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di CV. Kurnia Lestari Kabupaten Garut selama dua bulan yaitu dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2006.

B. Alat dan Bahan 1. Alat

Peralatan yang akan digunakan antara lain kertas pH untuk mengukur besar pH, handrefraktometer untuk mengukur kandungan total padatan terlarut (TPT), penetrometer untuk mengukur kekerasan, termometer untuk mengukur suhu tomat dan suhu lingkungan, timbangan untuk mengukur bobot, blender, ember, gelas, gelas ukur, kapas, pipet, lap, dan alat angkut.

2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tomat jenis Samina yang diperoleh dari kebun petani di Kecamatan Pasir Wangi Kabupaten Garut. Tomat yang digunakan dalam penelitian memiliki tingkat kematangan peralihan merah (kuning kemerahan) dengan kelas berat grade A dan grade B. Bahan lain yang digunakan adalah kemasan peti kayu dengan ukuran 48 cm x 40 cm x 31 cm dan kotak karton dengan ukuran 41 cm x 30 cm x 18 cm. Ukuran kotak karton dan peti kayu tersebut berdasarkan standar produsen tomat di Kecamatan Pasir Wangi Kabupaten Garut.

C. Metoda Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah :

1. Tomat yang telah dipanen dibawa ke gudang pengumpul untuk disortir, dibersihkan, dan penentuan grading. Setelah itu dilanjutkan dengan pengamatan terhadap berat, kekerasan, pH, suhu tomat, suhu lingkungan, kandungan total padatan terlarut (TPT), dan uji organoleptik.


(44)

2. Sebelum dilakukan pengemasan, sebagian tomat dicelupkan ke dalam air yang mempunyai suhu 10 0C. Setelah itu tomat tersebut dikeringkan.

3. Tomat yang telah dikeringkan dimasukkan kedalam kemasan dimana sebelum tomat dimasukkan, kemasan yang akan digunakan ditimbang terlebih dulu. Selain itu, tomat yang tidak dicelup dan dicuci dengan air dimana dimasukkan juga ke dalam kemasan. Kemasan yang digunakan yaitu kotak karton dan peti kayu, dimana untuk kotak karton menggunakan kemasan kotak karton bekas.

4. Tomat disusun ke dalam kemasan peti kayu dan karton dimana tomat yang dikemas dengan peti kayu rata-rata sebanyak 26 kg tiap peti, sedangkan berat tomat yang dikemas dengan kemasan karton rata-rata sebanyak 11 kg tiap karton. Perbedaan berat tomat tersebut berdasarkan standar produsen tomat di Kecamatan Pasir Wangi Kabupaten Garut.

5. Cara pengemasan yang dilakukan ke dalam kemasan tersebut disusun secara acak dan teratur dimana pada pengemasan tomat yang disusun secara teratur ditambah penggunaan kertas yang diletakkan diantara susunan tomat.

6. Kemasan disusun dalam bak pick up dengan tinggi tumpukan masing-masing 2 tumpukan. Tomat yang terletak pada tumpukan paling bawah merupakan tomat sampel.

7. Pengangkutan dilakukan dari Pasir Wangi ke Karangpawitan Kabupaten Garut yang berjarak 60 km dan ditempuh selama 3 jam dengan kondisi jalan dapat dilihat pada Lampiran 24.

8. Pengamatan suhu tomat dalam kemasan dan suhu lingkungan dilakukan setiap 1 jam sekali sampai tiba di tempat tujuan. Pada saat transportasi, pengamatan suhu tersebut dilakukan di atas bak pick up.

9. Setelah tiba di tempat tujuan, dilakukan pengamatan terhadap suhu tomat dalam kemasan, suhu lingkungan, kerusakan mekanis, susut bobot, perubahan pH, perubahan kandungan total padatan terlarut, uji kekerasan, dan uji organoleptik.


(45)

Gambar 3. Kegiatan penelitian yang dilakukan.

• Pengumpulan tomat

• Sortasi : tomat yang digunakan mempunyai tingkat kematangan peralihan merah

Grading : diambil tomat dengan grade A ( berat > 150 gram) dan grade B (berat 100 – 150 gram)

Pencelupan sebagian buah tomat ke dalam air dengan suhu 10 0C (perlakuan A)

Penimbangan kemasan kotak karton dan peti kayu

Penyusunan tomat yang dicelup dan tidak dicelup ke dalam kemasan kotak karton dan peti kayu (perlakuan B)

secara teratur (ditambah penggunaan kertas sebagai bantalan yang diletakkan diantara lapisan tomat) dan acak

(perlakuan C) kemudian ditimbang

Penyusunan kemasan ke dalam bak pick up dengan tinggi masing-masing 2 tumpukan, tomat sampel terletak pada

tumpukan bawah

Pengukuran berat, kekerasan, volume, kandungan total padatan terlarut, pH, suhu tomat, suhu lingkungan, dan uji organoleptik terhadap tomat sampel sebelum transportasi

Rute transportasi yaitu Pasir Wangi – Karangpawitan dengan jarak 60 km

Pengukuran suhu tomat dalam kemasan dan suhu lingkungan sekitar tiap 1 jam transportasi yang dilakukan

diatas bak pick up

Tiba di tujuan dilakukan pengukuran suhu tomat dalam kemasan, suhu lingkungan, kerusakan mekanis, susut bobot, perubahan pH, perubahan kandungan total padatan


(46)

D. Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kerusakan mekanis, susut bobot, perubahan tingkat kekerasan, pH, kandungan total padatan terlarut, pengamatan suhu, dan uji organoleptik.

1. Tingkat kerusakan mekanik

Pengamatan tingkat kerusakan mekanis tomat dilakukan setelah pengangkutan. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat kerusakan pecah, memar, luka dari masing-masing kemasan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung persentase kerusakan mekanis pada tomat tersebut adalah :

% 100

% = ×

l JumlahTota

k JumlahRusa Rusak

2. Susut bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sebelum pengangkutan sampai dengan setelah pengangkutan. Persamaan yang digunakan untuk mengukur susut bobot adalah :

% 100

% = − ×

Wo Wt Wo SusutBobot

Dimana : Wo = Bobot awal bahan (gram) Wt = Bobot akhir bahan (gram) 3. pH

Pengukuran pH dilakukan sebelum pengangkutan dan setelah pengangkutan. Nilai pH dari buah tomat diukur dengan menggunakan kertas pH. Setiap kemasan diambil 9 buah tomat yaitu 3 buah tomat dari lapisan atas, 3 buah tomat dari lapisan tengah, dan 3 buah tomat dari lapisan bawah pada kemasan. Kemudian masing-masing tomat tersebut diblender. Kertas pH dicelupkan ke dalam tomat yang telah diblender tersebut. Nilai pH dari masing-masing tomat tersebut dirata-ratakan.

4. Kandungan total padatan terlarut

Handrefraktometer digunakan untuk mengukur kandungan total padatan terlarut buah tomat. Pengukuran ini dilakukan sebelum dan setelah transportasi. Setiap kemasan diambil 9 buah tomat yaitu 3 buah tomat dari


(47)

lapisan atas, 3 buah tomat dari lapisan tengah, dan 3 buah tomat dari lapisan bawah pada kemasan. Kemudian masing-masing tomat tersebut diblender. Filtrat dari masing-masing tomat tersebut diteteskan ke handrefraktometer. Nilai kandungan total padatan terlarut masing-masing tomat tersebut dirata-ratakan.

5. Suhu

Pengukuran suhu tomat dan suhu lingkungan dilakukan sebelum, selama pengangkutan berlangsung, dan sesudah pengangkutan. Pengukuran suhu ini dilakukan dengan menggunakan termometer. Pengukuran suhu tersebut dilakukan di atas bak pick up dengan cara memasukkan termometer ke dalam lubang ventilasi kemasan.

6. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap warna, penampakan umum, kesegaran dan rasa. Pengujian dilakukan sebelum pengangkutan dan setelah pengangkutan. Pengujian dilakukan dengan mengambil panelis sebanyak 10 orang untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap parameter yang akan dianalisa. Penilaian berdasarkan kriteria suka dan tidak suka. Skala nilai yang digunakan adalah :

1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Biasa 4 = Suka

5 = Sangat suka 7. Uji kekerasan

Uji kekerasan dilakukan sebelum pengangkutan dan setelah pengangkutan. Alat yang digunakan untuk pengukuran kekerasan buah tomat adalah penetrometer. Pengukuran dilakukan pada tiga tempat,yaitu bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Setiap kemasan diambil 9 buah tomat yaitu 3 buah tomat dari lapisan atas, 3 buah tomat dari lapisan tengah, dan 3 buah tomat dari lapisan bawah pada kemasan untuk dijadikan sampel. Nilai kekerasan yang diperoleh dari 9 buah tomat tersebut dirata-ratakan.


(48)

E. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 3 faktor dan dua kali ulangan. Faktor-faktor tersebut antara lain :

A. Perlakuan prakemas

A1 = dicelup ke dalam air dengan suhu 10 0C A2 = tanpa pencelupan

B. Jenis kemasan

B1 = kemasan kotak karton B2 = kemasan peti kayu

C. Cara penyusunan tomat dalam kemasan C1 = penyusunan secara teratur

C2 = penyusunan secara acak

Model umum dari rancangan percobaan ini adalah :

Yijkl = μ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + εijkl

Dimana :

Yijkl = pengamatan pada perlakuan A ke-i, B ke-j, dan C ke-k pada

ulangan 1

μ = nilai rata-rata harapan Ai = perlakuan A ke-i

Bj = perlakuan B ke-j

Ck = perlakuan C ke-k

(AB)ij = interaksi A ke-i dan B ke-j

(AC)ik = interaksi A ke-i dan C ke-k

(BC)jk = interaksi B ke-j dan C ke –k

(ABC)ijk = interaksi A ke-i, B ke-j, dan C ke-k

εijkl = pengaruh galat percobaan dari perlakuan A ke-i, B ke-j, dan

C ke-k pada ulangan ke-1 dengan : i = 1,2

j = 1,2 k = 1,2


(49)

Gambar 4. Kebun buah tomat yang diambil untuk penelitian di Kabupaten Garut pada umur 70 hari setelah tanam.

Gambar 5. Buah tomat sebelum dikemas.

Gambar 6. Buah tomat yang berada di pasaran berdasarkan kelas warna.


(50)

Gambar 7. Penetrometer yang digunakan untuk penelitian.

Gambar 8. Gelas ukur yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 9. Kemasan kotak karton dan peti kayu yang digunakan pada penelitian.


(51)

Gambar 10. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur ke dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi.

Gambar 11. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi.

Gambar 12. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur ke dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi.


(52)

Gambar 13. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke dalam kemasan kotak karton sebelum transportasi.

Gambar 14. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur ke dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi.

Gambar 15. Tomat dengan pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi.


(53)

Gambar 16. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara teratur ke dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi.

Gambar 17. Tomat tanpa pencelupan air 10 0C yang disusun secara acak ke dalam kemasan peti kayu sebelum transportasi.


(54)

Gambar 19. Pemakaian penutup plastik saat transportasi.

Gambar 20. Pengukuran suhu 1 jam setelah transportasi.

Gambar 21. Kondisi daerah saat pengukuran suhu 1 jam setelah transportasi.


(55)

Gambar 22. Pengukuran suhu setelah 2 jam transportasi.

Gambar 23. Sampel buah tomat dengan pencelupan air pada kemasan peti kayu yang disusun secara acak setelah transportasi.

Gambar 24. Sampel buah tomat tanpa pencelupan air pada kemasan peti kayu yang disusun secara acak setelah transportasi.


(56)

Gambar 25. Sampel buah tomat dengan pencelupan air pada kemasan peti kayu yang disusun secara teratur setelah transportasi.

Gambar 26. Sampel buah tomat tanpa pencelupan air pada kemasan peti kayu yang disusun secara teratur setelah transportasi.

Gambar 27. Sampel buah tomat dengan pencelupan air pada kemasan kotak karton yang disusun secara teratur setelah transportasi.


(57)

Gambar 28. Sampel buah tomat tanpa pencelupan air pada kemasan kotak karton yang disusun secara acak setelah transportasi.

Gambar 29. Sampel buah tomat tanpa pencelupan pada kemasan kotak karton yang disusun secara teratur setelah transportasi.


(58)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Mutu Bahan Penelitian

Tomat yang digunakan sebagai bahan penelitian dipanen pada tahap peralihan merah (turning). Penentuan keseragaman dilakukan secara visual. Hasil pengukuran terhadap sifat fisik dan sifat kimia tomat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat fisik dan kimia tomat sebelum transportasi.

Parameter Satuan Kisaran Rataan

Bobot gram 101.7 – 156.1 128.9

Volume mm3 110 – 150 130

Kekerasan mm/dtk/gr 0.03 – 0.05 0.04

PH 3 – 3.5 3.3

Total padatan terlarut 0Brix 2 – 4 3

Suhu 0C 23– 24 23.5

Sumber : Hasil pengolahan data.

Hasil pengukuran pada Tabel 3 menunjukkan adanya keragaman pada sifat fisik dan sifat kimia tomat. Meskipun didapat dari satu kebun dan waktu panen yang sama. dapat memungkinkan adanya keragaman sifat fisik dan sifat kimia tomat. Keragaman hasil panen tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan fisiologis tanaman.

B. Tingkat Kerusakan Mekanis

Pengukuran tingkat kerusakan mekanis dilakukan setelah transportasi. Keadaan jalan pada daerah-daerah yang dilalui mempengaruhi keadaan tomat dalam kemasan. Kondisi jalan buruk akan mengakibatkan terjadinya goncangan-goncangan pada kendaraan. Goncangan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya benturan dalam kemasan. Benturan tersebut dapat berupa benturan tomat dengan tomat dan benturan tomat dengan dinding kemasan. Kerusakan tersebut berupa kerusakan memar, pecah, dan luka. Kerusakan memar yaitu kerusakan yang ditandai dengan terbentuknya bagian yang berwarna agak berbeda dan lunak pada permukaan kulit buah. Kerusakan luka atau pecah ditandai dengan adanya bagian tomat yang terbelah.


(59)

Kerusakan pecah jika bagian tomat yang terbelah lebih dari 20 %. Data hasil pengukuran kerusakan mekanis tomat pada tiap kemasan setelah transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai persentase rata-rata tingkat kerusakan mekanis setelah transportasi.

Jenis Kerusakan (%) Perlakuan

Memar Pecah Luka

Total (%)

Jumlah tomat dalam kemasan

(buah)

A1B1C1 1.523 0.000 0.000 1.523 111

A1B1C2 1.587 0.000 0.000 1.587 158

A1B2C1 0.671 0.367 0.000 1.038 324

A1B2C2 0.330 0.154 0.000 1.484 324

A2B1C1 1.618 0.413 0.435 2.466 115

A2B1C2 1.721 0.000 0.000 1.721 114

A2B2C1 0.288 0.000 0.367 0.655 324

A2B2C2 0.569 0.309 0.309 1.187 324

Keterangan :

A1 : Dengan pencelupan air 10 0C

A2 : Tanpa pencelupan air 10 0C

B1 : Kemasan kotak karton B2 : Kemasan peti kayu C1 : Disusun secara teratur C2 : Disusun secara acak

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase tingkat kerusakan mekanis tomat yang tinggi rata-rata terjadi pada kemasan yang menggunakan kotak karton. Hal tersebut terjadi karena kotak karton tidak cukup kuat untuk menahan tekanan dan beban dari arah luar misalnya beban dari tomat yang dikemas dengan kotak karton yang ditumpuk diatas tomat sampel dan mengakibatkan tomat menjadi rusak. Rata-rata kerusakan mekanik tomat yang dikemas dengan kotak karton yaitu 1.816 %, sedangkan rata-rata kerusakan mekanik tomat yang dikemas dengan peti kayu yaitu 1.091 %. Kerusakan mekanis tomat yang terjadi pada transportasi dapat mengakibatkan perubahan warna, bau, rasa yang tidak diinginkan, dan pembusukan yang cepat.

Hasil analisis sidik ragam terhadap kerusakan mekanik kategori memar pada Lampiran 6 diperoleh nilai signifikansi untuk perlakuan B sebesar 0.002, sehingga perlakuan B berbeda nyata pada α = 0.01. Sedangkan signifikansi untuk perlakuan lainnya lebih besar dari 0.01 maupun 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan B (jenis kemasan) berpengaruh terhadap


(60)

kerusakan tomat kategori memar pada α = 0.01, sedangkan untuk perlakuan yang lainnya tidak berpengaruh terhadap kerusakan tomat kategori memar . Hasil analisis ragam terhadap kerusakan mekanis kategori pecah diperoleh nilai signifikansi untuk seluruh perlakuan lebih besar dari 0.01 maupun 0.05. Hal tersebut berarti seluruh perlakuan tidak berpengaruh terhadap kerusakan tomat kategori pecah.

Gambar 30 . Tomat yang rusak setelah pengangkutan.

Hasil analisis sidik ragam terhadap kerusakan mekanik kategori luka diperoleh nilai signifikansi untuk perlakuan A sebesar 0.035, sehingga perlakuan A berbeda nyata pada α = 0.05. Sedangkan untuk perlakuan lainnya lebih besar dari 0.01 maupun 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan A (pencelupan) berpengaruh terhadap kerusakan tomat kategori luka pada α = 0.05, sedangkan perlakuan lainnya tidak berpengaruh terhadap kerusakan tomat kategori luka tersebut. Jumlah kerusakan yang terjadi pada tomat yaitu kerusakan memar, sedangkan kerusakan pecah dan luka hanya sedikit. Kerusakan memar tersebut banyak terjadi pada kemasan kotak karton. Hal ini terjadi karena kotak karton yang digunakan yaitu kotak karton bekas sehingga daya tahan terhadap tekanan sudah berkurang. Keadaan kotak karton dapat mempengaruhi keadaan tomat yang ada di dalam kotak karton tersebut.


(1)

Lampiran 16. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata uji organoleptik terhadap rasa tomat pada tiap perlakuan kemasan sebelum dan setelah transportasi.

Nilai rasa tomat

Perlakuan Sebelum

transportasi

Setelah transportasi

Kenaikan nilai rasa

tomat

Kenaikan nilai rasa tomat (%)

A1B1C1 3.13a 3.60a 0.70 24.14 A1B1C2 3.13a 3.70a 0.80 27.59 A1B2C1 3.13a 3.50a 0.60 20.69 A1B2C2 3.13a 3.70a 0.80 27.59 A2B1C1 3.13a 3.55a 0.65 22.41 A2B1C2 3.13a 3.75a 0.85 29.31 A2B2C1 3.13a 3.40a 0.50 17.24 A2B2C2 3.13a 3.60a 0.70 24.14 Keterangan :

Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata. A1 : Dengan pencelupan air 10 0C B2 : Kemasan peti kayu

A2 : Tanpa pencelupan air 10 0C C1 : Dikemas secara teratur

B1 : Kemasan kotak karton C2 : Dikemas secara acak

Lampiran 17. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata uji organoleptik terhadap warna tomat pada tiap perlakuan kemasan sebelum dan setelah setelah transportasi.

Nilai warna tomat

Perlakuan Sebelum

transportasi

Setelah transportasi

Kenaikan nilai warna

tomat

Kenaikan nilai warna

tomat (%)

A1B1C1 2.90a 3.48a 0.58 20.00 A1B1C2 2.90a 3.67a 0.77 26.55 A1B2C1 2.90a 3.38a 0.48 16.55 A1B2C2 2.90a 3.64a 0.74 25.52 A2B1C1 2.90a 3.44a 0.54 18.62 A2B1C2 2.90a 3.78a 0.88 30.34 A2B2C1 2.90a 3.54a 0.64 22.07 A2B2C2 2.90a 3.62a 0.72 24.83 Keterangan :

Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata.


(2)

Lampiran 18. Nilai persentase susut bobot tomat pada tiap perlakuan kemasan setelah transportasi.

Susut bobot (%) Perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan

A1B1C1 0.042 0.091 0.067

A1B1C2 0.044 0.089 0.067

A1B2C1 0.000 0.020 0.010

A1B2C2 0.000 0.028 0.014

A2B1C1 0.085 0.071 0.078

A2B1C2 0.122 0.044 0.083

A2B2C1 0.000 0.000 0.000

A2B2C2 0.000 0.000 0.000

Keterangan :

A1 : Dengan pencelupan air 10 0C A2 : Tanpa pencelupan air 10 0C

B1 : Kemasan kotak karton B2 : Kemasan peti kayu C1 : Dikemas secara teratur C2 : Dikemas secara acak

Lampiran 19. Hasil analisis sidik ragam dan nilai persentase susut bobot tomat pada tiap perlakuan kemasan setelah transportasi.

Perlakuan Susut bobot (%)

A1B1C1 0.067a A1B1C2 0.067a A1B2C1 0.010a A1B2C2 0.014a A2B1C1 0.078a A2B1C2 0.083a A2B2C1 0.000a A2B2C2 0.000a Keterangan :

Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata. A1 : Dengan pencelupan air 10 0C

A2 : Tanpa pencelupan air 10 0C

B1 : Kemasan kotak karton B2 : Kemasan peti kayu C1 : Dikemas secara teratur C2 : Dikemas secara acak


(3)

Lampiran 20. Nilai suhu tomat sebelum transportasi, setiap 1 jam transportasi, dan setelah sampai di tujuan (Karangpawitan) pada tiap perlakuan kemasan.

Suhu tomat (0C) Waktu Perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2

Rataan (0C)

A1B1C1 23.0 24.0 23.5 A1B1C2 23.0 24.0 23.5 A1B2C1 23.0 24.0 23.5 A1B2C2 23.0 24.0 23.5 A2B1C1 23.0 24.0 23.5 A2B1C2 23.0 24.0 23.5 A2B2C1 23.0 24.0 23.5 Sebelum

transportasi

A2B2C2 23.0 24.0 23.5 A1B1C1 25.5 25.0 25.3 A1B1C2 24.0 25.5 24.8 A1B2C1 25.0 24.5 24.8 A1B2C2 23.5 25.5 24.5 A2B1C1 25.0 25.0 25.0 A2B1C2 27.0 26.5 26.8 A2B2C1 26.0 27.0 26.5 Setelah 1

jam transportasi

A2B2C2 26.5 26.5 26.5 A1B1C1 26.5 26.0 26.3 A1B1C2 25.5 26.0 25.8 A1B2C1 25.5 25.5 25.5 A1B2C2 25.0 24.5 24.8 A2B1C1 24.5 26.5 25.5 A2B1C2 25.5 25.5 25.5 A2B2C1 25.5 26.0 25.8 Setelah 2

jam transportasi

A2B2C2 26.0 26.0 26.0 A1B1C1 25.5 25.0 25.3 A1B1C2 23.5 25.0 24.3 A1B2C1 23.5 24.5 24.0 A1B2C2 24.5 26.0 25.3 A2B1C1 26.5 25.0 25.8 A2B1C2 27.0 25.5 26.3 A2B2C1 25.5 24.0 24.8 Setelah

sampai ditujuan


(4)

Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata suhu tomat sebelum, tiap 1 jam transportasi, dan setelah sampai ditujuan (Karangpawitan) pada tiap perlakuan kemasan.

Waktu transportasi

Perlakuan Sebelum

transportasi (0C)

1 jam transportasi

(0C)

2 jam transportasi

(0C)

Setelah sampai di tujuan

(0C)

A1B1C1 23.5a 25.3a 26.3a 25.3a A1B1C2 23.5a 24.8a 25.8a 24.3a A1B2C1 23.5a 24.8a 25.5a 24.0a A1B2C2 23.5a 24.5a 24.8a 25.3a A2B1C1 23.5a 25.0a 25.5a 25.8a A2B1C2 23.5a 26.8a 25.5a 26.3a A2B2C1 23.5a 26.5a 25.8a 24.8a A2B2C2 23.5a 26.5a 26.0a 24.8a Keterangan :

Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata. A1 : Dengan pencelupan air 10 0C

A2 : Tanpa pencelupan air 10 0C

B1 : Kemasan kotak karton B2 : Kemasan peti kayu C1 : Dikemas secara teratur C2 : Dikemas secara acak


(5)

Lampiran 22. Nilai pH tomat pada tiap perlakuan kemasan setelah transportasi.

pH setelah transportasi Perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan

A1B1C1 4.0 4.0 4.00

A1B1C2 3.5 4.0 3.75

A1B2C1 4.0 3.5 3.75

A1B2C2 4.0 4.0 4.00

A2B1C1 4.0 3.5 3.75

A2B1C2 4.0 4.0 4.00

A2B2C1 4.0 4.0 4.00

A2B2C2 4.0 4.0 4.00

Keterangan :

A1 : Dengan pencelupan air 10 0C A2 : Tanpa pencelupan air 10 0C

B1 : Kemasan kotak karton B2 : Kemasan peti kayu C1 : Dikemas secara teratur C2 : Dikemas secara acak

Lampiran 23. Hasil analisis sidik ragam dan nilai rata-rata pH tomat pada tiap perlakuan kemasan sebelum dan setelah transportasi.

pH tomat

Perlakuan Sebelum

transportasi

Setelah transportasi

Kenaikan pH tomat

Kenaikan pH tomat (%)

A1B1C1 3.30a 4.00a 0.70 21.21 A1B1C2 3.30a 3.75a 0.45 13.64 A1B2C1 3.30a 3.75a 0.45 13.64 A1B2C2 3.30a 4.00a 0.70 21.21 A2B1C1 3.30a 3.75a 0.45 13.64 A2B1C2 3.30a 4.00a 0.70 21.21 A2B2C1 3.30a 4.00a 0.70 21.21 A2B2C2 3.30a 4.00a 0.70 21.21 Keterangan :

Angka yang diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata. A1 : Dengan pencelupan air 10 0C

A2 : Tanpa pencelupan air 10 0C

B1 : Kemasan kotak karton B2 : Kemasan peti kayu


(6)

Lampiran 24. Ketinggian dan kondisi jalan pada saat pengukuran suhu tiap 1 jam sekali selama transportasi.

Waktu Letak Kondisi jalan Ketinggian (m dpl)

Sebelum transportasi

Desa Pasirkiamis Kec. Pasirwangi

Jalan rusak 1112 1 jam

transportasi

Desa Kota Kulon Kec. Garut Kota

Jalan aspal 749 2 jam

transportasi

Desa Sukamantri Kec. Garut Kota

Jalan aspal 730 Setelah sampai

di tujuan

Desa Karangpawitan Kec. Karangpawitan