Hubungan kekerabatan Hubungan panjang–berat

tidak terdapat sagittal crest. Bentuk dari sagittal crest dapat dilihat pada gambar berikut ini Gambar 10. Gambar 10. Sagittal crest pada T. Lepturus Nakamura dan Parin, 1993 Jenis G. serpens lebih mudah dibedakan dari jenis T. lepturus dan L. savala. Hal ini dikarenakan G. serpens memiliki perbedaan yang mencolok dari kedua jenis layur lainnya. G. serpens yang dikenal masyarakat Palabuhanratu dengan nama gelang luyung memiliki badan agak membulat, panjang tubuh umumnya 60- 80 cm, tubuh dan sirip dorsal berwarna hitam, memiliki dua sirip dorsal dan satu sirip anal, serta berekor cagak.

4.5. Hubungan kekerabatan

Penentuan hubungan kekerabatan dilakukan dengan cara menganalisis data perbandingan ciri morfometrik menggunakan Analisis Komponen Utama AKU atau Principal Components Analysis PCA. Seperti yang dikemukakan oleh Bengen 2000 bahwa Analisis Komponen Utama AKU atau Principal Components Analysis PCA dapat digunakan untuk mempelajari matriks data dari sudut pandang kemiripan antar individu. Semakin mirip suatu individu maka semakin dekat hubungan kekerabatannya. Berdasarkan analisis korelasi karakter morfometrik dan analisis korelasi perbandingan karakter morfometrik pada ketiga spesies Tabel 9 dan 10 terlihat bahwa korelasi antara T. lepturus-L. savala memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,9996 dan 0,9946. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa T. lepturus dan L. savala memiliki lebih banyak kesamanan karakter morfometrik dibandingkan dengan G. serpens. Dari hasil analisis karakter morfometrik ini disimpulkan bahwa T. lepturus lebih berkerabat dekat dengan L. savala dibandingkan dengan G. serpens . Berikut ini disajikan dendrogram yang menunjukkan kedekatan kekerabatan pada ketiga spesies ikan layur Gambar 11. Gambar 11. Dendrogram hubungan kekerabatan ketiga spesies ikan layur

4.6. Hubungan panjang–berat

Persamaan hubungan panjang-berat ikan layur jenis T. lepturus betina adalah W = 0,000002L 2,5136 dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,85 dan koefisien korelasi r sebesar 0,92. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 85 dan terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat pada T. lepturus betina Walpole, 1992. Pada T. lepturus jantan didapatkan persamaan hubungan panjang-berat W = 0,000002L 2,8325 dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,95 dan koefisien korelasi r sebesar 0,97. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan dapat menjelaskan model sebenarnya sebesar 95 dan terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat pada T. lepturus jantan Walpole, 1992. Sedangkan persamaan hubungan panjang-berat T. lepturus secara keseluruhan adalah W = 0,000002L 2,793 dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,94 dan koefisien korelasi r sebesar 0,97. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan dapat menjelaskan model sebenarnya sebesar 94 dan terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat pada T. lepturus Walpole, 1992. Jumlah ikan yang digunakan dalam penentuan hubungan panjang berat T. lepturus adalah 69 ekor. Nilai ini lebih kecil dari total T. lepturus yang diteliti yaitu 71 ekor. Pengurangan ini dilakukan karena terdapat dua data ikan yang outlier. Pengurangan ini boleh dilakukan karena nilai R 2 untuk jumlah ikan 71 ekor lebih kecil yaitu hanya sebesar 0,92 bila dibandingkan dengan nilai R 2 untuk jumlah ikan 69 ekor yaitu sebesar 0,94. Artinya, model dugaan untuk T. lepturus lebih terwakili oleh 69 sampel dibandingkan 71 sampel. Grafik hubungan panjang-berat T. lepturus pada ikan betina, ikan jantan, dan secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 12, 13, 14. Nilai b pada T. lepturus betina, T. lepturus jantan, dan T. lepturus secara keseluruhan berturut-turut adalah 2,51, 2,83, dan 2,79 yang menandakan bahwa pola hubungan antara panjang dan berat adalah allometrik negatif. Artinya pertambahan panjangnya lebih cepat dibandingkan pertambahan beratnya. Hal ini diperkuat juga dengan hasil uji-t yang mendapatkan nilai t hitung t tabel yang berarti tolak Ho Lampiran 7. Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herianti dkk., 1992 di daerah Utara Tuban-Lamongan, Jawa Timur. Herianti dkk., 1992 mendapatkan nilai b = 2,83 untuk spesies yang sama. Persamaan hubungan panjang-berat ikan L. savala betina adalah W = 0,0000008L 3,3627 dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,87 dan koefisien korelasi r sebesar 0,93. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 87 dan terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat pada L. savala betina Walpole, 1992. Pada L. savala jantan didapatkan persamaan hubungan panjang-berat W = 0,008L 3,525 dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,95 dan koefisien korelasi r sebesar 0,97. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 95 dan terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat pada L. savala jantan Walpole, 1992. Sedangkan persamaan hubungan panjang-berat L. savala secara keseluruhan adalah W = 0,00008L 3,4452 dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,92 dan koefisien korelasi r sebesar 0,96. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 92 dan terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat pada L. savala Walpole, 1992. Jumlah ikan yang digunakan dalam penentuan hubungan panjang-berat L. savala adalah 97 ekor. Nilai ini lebih kecil dari total L. savala yang diteliti yaitu 105 ekor. Pengurangan ini dilakukan karena terdapat empat data ikan yang outlier dan empat data ikan yang tidak dapat ditentukan jenis kelaminnya. Pengurangan ini boleh dilakukan karena nilai R 2 untuk jumlah ikan 105 ekor lebih kecil yaitu hanya sebesar 0,85 bila dibandingkan dengan nilai R 2 untuk jumlah ikan 97 ekor yaitu sebesar 0,92. Artinya, model dugaan untuk L. savala lebih terwakili oleh 97 sampel dibandingkan 105 sampel. Grafik hubungan panjang-berat L. savala pada ikan betina, ikan jantan, dan secara keseluruhan dapat dilihat pada pada gambar 15, 16, dan 17. Nilai b pada L. savala betina, L. savala jantan, dan L. savala secara keseluruhan adalah 3,36, 3,52, dan 3,45 yang menandakan bahwa pola hubungan antara panjang dan berat adalah allometrik positif. Artinya pertambahan beratnya lebih cepat dibandingkan pertambahan panjangnya. Hal ini diperkuat juga dengan hasil uji-t yang mendapatkan nilai t hitung t tabel yang berarti tolak Ho Lampiran 8. Persamaan hubungan panjang-berat ikan layur jenis G. serpens betina adalah W = 0,00000005L 2,3749 dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,71 dan koefisien korelasi r sebesar 0,84. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 71 dan terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat pada G. serpens betina Walpole, 1992. Pada G. serpens jantan didapatkan p9ersamaan hubungan panjang-berat W = 0,7L 3,3538 dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,9 dan koefisien korelasi sebesar 0,95. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 90 dan terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat pada G. serpens jantan Walpole, 1992. Sedangkan persamaan hubungan panjang-berat G. serpens secara keseluruhan adalah W = 0,000007L 3,1106 dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,85 dan koefisien korelasi sebesar 0,92. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 85 dan terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat pada G. serpens Walpole, 1992. Jumlah ikan yang digunakan dalam penentuan hubungan panjang-berat G. serpens adalah 22 ekor. Grafik hubungan panjang- berat G. serpens pada ikan betina, ikan jantan, dan secara keseluruhan dapat dilihat pada pada gambar 18, 19, dan 20. Berdasarkan nilai b pada ketiga spesies, terlihat adanya perbedaan pola hubungan panjang-berat baik pada ikan betina maupun pada ikan jantan. Antara T. lepturus betina dan L. savala betina terdapat perbedaan pola hubungan panjang- berat meskipun keduanya sama-sama memiliki bentuk tubuh pita. T. lepturus betina memiliki pola hubungan panjang-berat allometrik negatif sedangkan L. savala betina memiliki pola hubungan allometrik positif. Perbedaan ini diduga karena adanya perbedaan perbandingan ukuran tubuh. Walaupun secara umum kedua jenis layur ini memiliki bentuk tubuh seperti pita, namun perbandingan antara panjang total dengan tinggi badan pada keduanya berbeda. Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa nilai perbandingan antara panjang total dengan tinggi badan pada L. savala lebih rendah dibandingkan pada T. lepturus. Hal ini memperlihatkan bahwa untuk ukuran panjang total yang sama, L. savala memiliki tinggi tubuh yang lebih besar dibandingkan T. lepturus. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya berat tubuh ikan. Gambar 6 juga memperkuat panjelasan di atas. Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa T. lepturus memiliki panjang rata-rata yang lebih tinggi dari L. savala. Namun nilai berat rata-rata pada T. lepturus lebih rendah dibandingkan berat rata-rata pada L. savala. Hal ini menandakan bahwa L. savala lebih montok sehingga nilai b-nya juga lebih besar. Perbedaan pola hubungan panjang-berat juga terjadi antara G. serpens betina dengan L. savala betina. Perbedaan bentuk tubuh diduga menjadi faktor penyebab berbedanya pola hubungan panjang-berat antara kedua spesies ini. Menurut Nakamura dan Parin 1993, L. savala memiliki bentuk tubuh pipih sedangkan G. serpens memiliki bentuk tubuh semifusiform. Jumlah sampel yang diamati diduga juga berpengaruh terhadap hasil regresi. G. serpens betina yang diamati selama penelitian hanya berjumlah 8 ekor. Minimnya jumlah sampel dikhawatirkan tidak mampu menjelaskan keadaan sebenarnya. y = 2E-05x 2,5136 r = 0,92 N = 26 ekor 100 200 300 400 500 600 200 400 600 800 1000 1200 Panjang mm B e ra t g ra m Gambar 12 . Grafik hubungan panjang-berat T. lepturus betina y = 2E-06x 2,8325 r = 0,97 N = 43 ekor 100 200 300 400 500 600 200 400 600 800 1000 Panjang mm B e ra t g ra m Gambar 13 . Grafik hubungan panjang-berat T. lepturus jantan y = 2E-06x 2,793 r = 0,97 N = 69 ekor 100 200 300 400 500 600 200 400 600 800 1000 1200 Panjang mm B e ra t g ra m Gambar 14 . Grafik hubungan panjang-berat T. lepturus secara keseluruhan y = 7E-08x 3.3627 r = 0,93 N = 42 ekor 100 200 300 400 500 200 400 600 800 1000 Panjang mm B e ra t g ra m Gambar 15 . Grafik hubungan panjang-berat L. savala betina y = 3E-08x 3.525 r = 0,97 N = 55 ekor 100 200 300 400 500 600 200 400 600 800 1000 Panjang mm B e ra t g ra m Gambar 16 . Grafik hubungan panjang-berat L. savala jantan y = 5E-08x 3.4452 r = 0,96 N = 97 ekor 100 200 300 400 500 600 200 400 600 800 1000 Panjang mm B e ra t g ra m Gambar 17 . Grafik hubungan panjang-berat L. savala secara keseluruhan y = 8E-05x 2,3749 r = 0,84 N = 8 ekor 100 200 300 400 500 600 700 800 200 400 600 800 1000 Panjang mm B e ra t g ra m Gambar 18 . Grafik hubungan panjang-berat G. serpens betina y = 1E-07x 3,3538 r = 0,95 N = 14 ekor 200 400 600 800 1000 1200 200 400 600 800 1000 Panjang mm B e ra t g ra m Gambar 19 . Grafik hubungan panjang-berat G. serpens jantan y = 6E-07x 3,1106 r = 0,92 N = 22 ekor 100 200 300 400 500 600 700 800 200 400 600 800 1000 Panjang mm B e ra t g ra m Gambar 20 . Grafik hubungan panjang-berat G. serpens secara keseluruhan Pada ikan jantan juga terdapat perbedaan pola hubungan panjang-berat. T. lepturus memiliki pola hubungan panjang-berat allometrik negatif. L. savala memiliki pola hubungan panjang-berat allometrik positif. Sedangkan G. serpens memiliki pola hubungan panjang-berat yang bersifat isometrik. Perbedaan pola hubungan panjang-berat antara T. lepturus dan L. savala diduga karena adanya perbedaan kematangan gonad. Sebanyak 25 dari total sampel L. savala mengalami matang gonad sedangkan sampel T. lepturus yang mengalami matang gonad hanya 16. Pertumbuhan gonad ikut meningkatkan berat total ikan sehingga dapat mempengaruhi nilai faktor kondisi dan juga nilai b. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Effendie 1997 bahwa nilai faktor kondisi akan meningkat pada saat ikan mengalami matang gonad dan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan. Hal yang sama juga diduga terjadi pada G. serpens. Hal ini dikarenakan sebanyak 33,33 dari total sampel G. serpens jantan mengalami matang gonad. Diduga nilai b G. serpens jantan juga meningkat dikarenakan sedang berada pada fase pematangan gonad.

4.7. Pengelolaan ikan layur