Penentuan Faktor-Faktor Utama Penyebab Terjadinya Longsor
berupa tanaman pangan berupa singkong dan pisang. Kondisi tutupan vegetasi seperti itu kurang mampu mendukung kemantapan agregat tanah sehingga struktur
tanah akan mudah rapuh terutama saat terjadi hujan lebat dalam waktu lama. Tipe infrastruktur yang paling rawan terhadap kejadian longsor adalah tipe infrastruktur
jalan V18, terutama yang dibangun dengan cara memapas memotong lereng sehingga meningkatkan tingkat kemiringan lereng yang memang sudah relatif
curam. Meski pada beberapa lokasi longsor dengan tingkat kerawanan tinggi terdapat bangunan konservasi berupa saluran air V19 ataupun adanya
pembangunan teras pada tebing V21, namun karena kondisi bangunan konservasi tersebut tidak memadai ditambah kondisi kelerengan yang curam
sampai sangat curam dan curah hujan lebat, membuat beberapa lokasi tersebut tetap rawan terhadap terjadinya longsor. Lokasi dengan kondisi tanpa adanya
bangunan konservasi V22 terutama pada daerah-daerah yang relatif curam tentunya akan lebih mudah menjadi daerah dengan tingkat kerawanan longsor
tinggi.
1 2
3 4
5 6
7 8
Fr ek
ue ns
i D it
em uk
an k
as us
Histogram Pengaruh Faktor Kelas Penggunaan Lahan T erhadap T ingkat Kerawanan Kejadian Longsor di Kecamatan babakan Madang
T inggi 2
3 3
3 5
2 6
1 1
6 Menegah
1 4
3 1
3 6
4 5
1 8
Rendah 5
2 6
1 6
1 7
V11 V12 V13 V14 V15 V16 V17 V18 V19 V20 V21 V22 T utupan Vegetasi
Kebun Campuran
T ipe Infrastruktur
Bangunan Konservasi
Gambar 18. Grafik Pengaruh faktor kelas penggunaan lahan terhadap tingkat kerawanan kejadian longsor di Kecamatan Babakan Madang
Dalam Grafik pada Gambar 19 dan Gambar 20 terlihat bahwa kejadian longsor yang terdapat pada daerah dengan kondisi kemiringan lereng curam V26
sampai dengan sangat curam V27 dengan bentang lahan yang berbukit V31 hingga bergunung V32 dengan jenis batuan sedimen V34 dan sebelumnya juga
pernah memiliki sejarah kejadian longsor V36, sebagian besar tergolong ke dalam tingkat kerawanan longsor tinggi.
Grafik Pengaruh Faktor Kelas Lereng Terhadap Tingkat Kerawanan Kejadian Longsor di Kecamatan babakan Madang
-1 1
2 3
4 5
6 7
8 9
F rek
ue n
si D
it em
uk a
n k
a sus
Tinggi 1
7 8
Menegah 1
4 3
1 1
6 2
Rendah 2
3 2
1 4
2 V23
V24 V25
V26 V27
V28 V29
V30 V31
V32 Kemiringan Lereng
Kondisi Perbukitan
G
ambar 19. Grafik Pengaruh faktor kelas lereng terhadap tingkat kerawanan kejadian longsor
2 4
6 8
F re
k u
e n
si
D it
e m
u k
a n
k a
su s
Histogram Pengaruh Faktor Kelas Geologi Terhadap Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan babakan
Madang
T inggi 2
6 1
7 Menegah
3 6
3 6
Rendah 6
1 6
1 V33
V34 V35
V36 Jenis Batuan
Kejadian Longsor
Gambar 20. Grafik Pengaruh faktor kelas geologi terhadap tingkat kerawanan kejadian longsor di Kecamatan Babakan Madang
Sedangkan berdasarkan Grafik pada gambar 21, kejadian longsor di daerah penelitian baik dengan tingkat kerawanan tinggi, menengah, ataupun tingkat
kerawanan rendah umumnya terjadi pada kondisi tipe iklim sedang dengan curah hujan tahunan 2.000-2.500 mmtahun V38. Namun karena curah hujan harian
aktual saat terjadinya longsor relatif sangat besar 245,5 mmhari yang merata di seluruh lokasi kejadian longsor, maka longsor sangat potensial terjadi.
Grafik Pengaruh Faktor Kelas Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerawanan Kejadian Longsor di Kecamatan
Babakan Madang
7
1 7
2 4
3 1
2 3
4 5
6 7
8
Kering Sedang
Basah Sangat
Basah Kondisi Cuaca Curah Hujan
Fr ek
ue ns
i D it
em uk
a n
k a
su s
Tinggi Menegah
Rendah
Gambar 21. Grafik Pengaruh faktor kelas tipe iklim curah hujan terhadap tingkat kerawanan kejadian longsor di Kecamatan Babakan Madang
Dari uraian di atas diketahui bahwa secara umum parameter yang memicu terjadinya longsor pada daerah penelitian adalah :
1 jenis tanah kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat kemerahan dan litosol V2,
2 tekstur tanah lempung liat berpasir V4, 3 ketebalan tanah di atas 20 m V9 dan V10,
4 penutupan vegetasi berupa semak belukar V12, kebun campuran V13, dan lahan kosong V14 dengan kondisi kebun campuran yang dibudidayakan
tanpa adanya tegakan tanaman keras V16,
5 tipe infrastruktur jalan V18 dibangun dengan cara memapas memotong lereng,
6 kondisi daerah rawan longsor terutama tebing jalan tanpa adanya bangunan konservasi V22,
7 kondisi kemiringan lereng curam V26 sampai dengan sangat curam V27 dengan bentang lahan yang berbukit V31 hingga bergunung V32 dengan
jenis batuan sedimen V34 dan sebelumnya juga pernah memiliki sejarah kejadian longsor V36, serta
8
kondisi tipe iklim sedang dengan curah hujan tahunan 2.000-2.500 mmtahun V38.
Seluruh parameter terpilih tadi dihimpun dalam 5 faktor utama penyebab terjadinya longsor berikut ini :
1. Faktor kelas jenis tanah yaitu jenis tanah kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat kemerahan dan litosol; tekstur tanah lempung
liat berpasir; serta ketebalan tanah di atas 20 m. 2. Faktor kelas penggunaan lahan berupa penutupan vegetasi semak belukar,
kebun campuran, dan lahan kosong, dengan kondisi kebun campuran yang dibudidayakan tanpa adanya tegakan tanaman keras serta penggunaan
lahan berupa infrastruktur jalan yang dibangun dengan cara memapas memotong lereng tanpa disertai pembuatan bangunan konservasi.
3. Faktor kelas lereng dengan kemiringan yang curam sampai sangat curam dengan bentuk bentang lahan berbukit-bergunung.
4. Faktor kelas geologi yaitu jenis batuan sedimen Tmj serta adanya sejarah gerakan tanah longsor di daerah tersebut.
5. Faktor kelas curah hujan yaitu tipe iklim sedang dengan curah hujan 2.000
– 2.500 mmtahun Berdasarkan hasil identifikasi kasus-kasus kejadian longsor di daerah
penelitian diketahui bahwa jenis tanah kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat kemerahan dan litosol meski memiliki kepekaan erosi yang kecil, namun
apabila berada pada kondisi lereng curam sampai sangat curam pada bentang lahan berbukit hingga bergunung, areal tersebut tetap akan memiliki potensi besar
untuk menjadi longsor. Apalagi dengan kondisi tanah pelapukan yang tebal dengan tekstur lempung liat berpasir yang bersifat mengembang dan sarang air
saat terjadinya hujan lebat, serta berada pada satuan batuan induk yang mudah melapuk dan mudah bergerak apabila terjadi pembebanan yang melebihi
kemampuan batuan sedimenTmj maka akan sangat berpotensi untuk mengalami longsor.
Kerawanan terhadap terjadinya longsor tersebut akan semakin tinggi apabila banyak aktivitas manusia yang mengganggu keseimbangan alam seperti
perambahan hutan menjadi lahan-lahan budidaya tanpa usaha-usaha konservasi, penambangan batu pada tebing curam, dan atau pemotongan lereng dalam
pembuatan jalan dan pemukiman. Penutupan vegetasi berpenutupan tajuk jarang dengan perakaran serabut
yang tidak dapat menghujam lapisan batuan induk kedap air pun harus diminimalisir, terutama pada lahan-lahan dengan tingkat kecuraman tinggi. Ini
dikarenakan, vegetasi berpenutupan tajuk jarang seperti lahan kosongpadang rumput, semak belukar, ataupun kebun campuran tidak mampu menahan laju
energi kinetik butir-butir air hujan dengan cukup baik sehingga membuat tingkat infiltrasi air hujan masuk ke dalam tanah dan menjenuhi tanah menjadi lebih
besar. Akibatnya, tanah yang jenuh air pada satuan lereng curam dengan batuan induk kedap air serta penutupan vegetasi dengan perakaran serabut sangat
potensial untuk mengalami longsor. Oleh karenanya perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan terhadap
terjadinya longsor ini. Salah satunya melalui usaha rekayasa bio-engginering seperti penanaman tanaman keras yang dipadukan dengan tanaman budidaya
kebun campuran dalam mekanisme agroforestri serta penanaman tanaman keras pohon pada lahan-lahan kosong dan semak belukar yang disesuaikan dengan
kondisi litologis, kelerengan, geologis, serta ekonomis. Untuk lahan-lahan dengan kondisi lereng curam dan lapisan batuan kedap air dapat ditanami pohon-pohon
berakar dalam yang mampu menghujam lapisan kedap air tersebut. Namun perlu diperhatikan pemilihan jenis pohonnya yaitu jenis pohon yang bermassa dan
bertajuk ringan sehingga tidak akan menambah beban yang terlalu besar terhadap tanahlereng yang ditumpanginya.
Untuk lereng atau lahan yang lapisan kedap airnya dalam dengan ketebalan tanah yang tinggi dimana akar-akar pepohonan tidak mampu menghujam ke
lapisan tersebut, dapat ditanami tegakan atau pohon yang dapat mengurangi intensitas infiltrasi atau masuknya air hujan, yaitu pohon-pohon yang memiliki
daya evapotranspirasi tinggi agar air cepat diuapkan oleh tanaman tersebut. Menurut Manan 1976 dalam Dahlan 2004, tanaman yang dapat menguapkan
air dengan baik menguapkan dalam skala sedang sampai tinggi diantaranya adalah : nangka Artocarpus integra, sengon Paraserianthes falcataria, Acacia
vilosa, tarum Indigofera galegoides, sonokeling Dalbergia latifolia, mahoni Swietenia spp., jati Tectona grandis, Kihujan Samanes saman dan lamtoro
Leucaena glauca. Satu hal yang perlu diperhatikan juga dalam penanaman pepohonan pada kondisi lereng seperti disebutkan di atas adalah kerapatan antar
pohon yang ditanam harus tidak terlalu rapat agar massa pohon yang membebani tanahlereng tidak terlalu besar.
Untuk menarik minat masyarakat dalam memelihara tegakan-tegakan yang diusahakan dalam rekayasa bio-engginering ini, maka sebisa mungkin lahan-lahan
rawan longsor juga ditanami pepohonan yang memiliki nilai ekonomis yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat seperti pohon buah-buahan dan
pohon kemiri yang juga direkomndasikan oleh Bank Dunia. Sedangkan pada kawasan lindung, Bank Dunia menyarankan agar ditanami vegetasi atau pohon
yang sesuai dengan kondisi setempat seperti akasia, pinus, mahoni, johar, jati, kemiri, dan damar. Untuk daerah berlereng curam di lembah dapat ditanami
bambu. Sitorus, 2006. Rekayasa bio-engginering juga dapat dipadukan dengan rekayasa teknik
konservasi tanah dan air seperti dengan membangun saluran air yang baik dan tidak mudah bocor, sehingga air hujan yang menjenuhi tanah dapat dialirkan
dengan baik. Ataupun dengan membuat teras-teras seperti teras bangku pada badan-badan lereng yang curam dan pembuatan bronjong pada tebing-tebing jalan
dan tebing sungai. Dan satu hal yang juga tidak dapat diabaikan adalah harus dikuranginya atau bahkan dihentikan aktivitas-aktivitas manusia yang benar-benar
dapat memicu terjadinya longsor seperti penambangan pada kaki lereng yang curam, pembangunan pemukiman di bawah tebing curam atau pada tebing sungai,
dan aktivitas pertanian intensif pada areal curam tanpa melakukan upaya-upaya konservasi.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN