Karakteristik Longsor pada Wilayah Penelitian

kaya akan liat dan mengambang bila basah sehingga menyebabkan berkurangnya gaya kohesi antar butir tanah. Di samping itu, kondisi lokal penelitian yang berbukit-bukit dan memiliki kelerengan terjal menyebabkan tanah longsor tipe ini banyak ditemukan. Di samping faktor tersebut, rusaknya vegetasi dan pemanfaatan lahan yang tidak mengikuti kaidah konservasi tanah dan air menyebabkan resiko terjadinya tanah longsor setiap tahun terus meningkat. Gambar 7. Longsor dengan penutupan lahan semak belukar di Kp. Gombong 4 kiri dan Longsor dengan penutupan kebun campuran pada tepi jalan di Kp. Cikeas 1 Nendatan slump ini disebabkan oleh peningkatan beban tanah yang terdapat pada lereng perbukitan yang terjal berupa pembukaan lahan untuk bercocok tanam tanpa menerapkan upaya konservasi tanah, pembangunan infrastruktur berupa jalan dan rumah pemukiman yang memotongmemapas lereng, serta kondisi penutupan lahan yang tidak mendukung stabilnya agregat tanah terutama terjadi saat hujan lebat yang relatif lama. Saat musim penghujan tanah-tanah yang diolah ini tidak mampu lagi menahan beban yang terdapat di atasnya, di samping itu mekanisme dari dalam tanah ikut mendorong terjadinya longsor, yaitu adanya lapisan tanah yang kedap air sehingga membuat badan lereng bergerak ke bawah akibat bertambahnya beban. Tata guna lahan pada daerah kejadian longsor dengan karakteristik nendatan ini umumnya berupa kebun campuran, semak belukar, atau lahan kosong pada lereng bagian atas sedangkan di bagian bawah tebing berupa bangunan infrastruktur baik berupa pemukiman ataupun jalan. Sedangkan daerah kejadian longsor dengan karakteristik amblesan subsidence tataguna lahan umumnya berupa pemukiman penduduk, kebun campuran dan tegakan campuran pada bagian atas lereng sedangkan di kaki lerengnya berupa lembah bukit dan lembah sungai. 5.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tanah Longsor 5.3.1 Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil pengamatan lapangan area kejadian longsor di daerah penelitian seperti yang tertera dalam Tabel 24, ada empat tipe tata guna lahan berupa penutupan vegetasi yang ditemukan yaitu kebun campuran, semak belukar, lahan gundul, dan tegakan campuran. Tabel 24. Jenis Penutupan Vegetasi di Lokasi Kejadian Longsor Penutupan Lahan Lokasi Frekuensi Ditemukan kasus Persentase Kebun campuran Kp. Cilaya, Kp. Wangun Landeuh, Kp. Wangun 1, Kp. Cimandala, Kp. Garungsang Pasir, Kp. Curug, Kp. Cikeas, Kp. Legok Banteng 8 33,3 Semak belukar Kp. Wangun Landeuh, Kp. Wangun 2, Kp. Wangun 3, Kp. Curug, Kp. Gombong 2 titik, 6 25 Lahan Gundul Kp. Babakan Ngantai, Kp. Gunung Batu Kidul, Kp. Curug, Kp. Cijayanti 4 16,7 Tegakan campuran Kp. Gunung Batu Kidul, Kp. Legok Banteng Kp. Gunung Batu Babakan, Kp. Gunung Batu Kidul, Kp. Curug, Kp. Cikeas 6 25 Total 24 100 Sumber : Diolah dari data primer Tipe penutupan lahan kebun campuran paling sering ditemukan pada daerah kejadian longsor. Dari 24 kasus longsor, terdapat 8 titik kejadian longsor atau sekitar 33,3 yang penutupan lahannya berupa kebun campuran yaitu di Kp. Cilaya, Kp. Wangun Landeuh, Kp. Wangun 1, Kp. Cimandala, Kp. Garungsang Pasir, Kp. Curug, Kp. Cikeas, dan Kp. Legok Banteng. Jenis tanaman yang mengisi kebun campuran ini biasanya terdiri dari tanaman singkong, pisang, nanas, dan pandan. Jenis tanaman kebun campuran yang bertajuk kecil dan sangat jarang kurang rapat menyebabkan energi butir-butir hujan saat terjadinya hujan lebat memiliki kekuatan perusak yang tinggi dan ini bermakna meningkatnya tingkat erosivitas hujan yang jatuh langsung di atas permukaan tanah. Meningkatnya kemampuan erosivitas hujan ini menyebabkan peluang terjadinya longsor semakin besar pula. Selain itu, tanaman-tanaman tersebut juga memiliki perakaran yang kurang dalam sehingga tidak mampu menembus lapisan tanah yang kedap air, sehingga tidak membantu dalam menjaga kemantapan agregat tanah. Apalagi perakarannya berupa perakaran serabut yang relatif kurang kuat menghujam dan mengikat tanah sehingga mudah tergoyahkan jika terjadi hujan deras yang berangin kencang. Sebagian kebun campuran yang terdapat di lokasi kejadian longsor merupakan hasil perambahan masyarakat setempat terhadap tegakan pinus yang ada. Perubahan tata lahan dengan mengganti tanaman keras seperti pinus ini menjadi tanaman semusim menyebabkan resiko longsor menjadi lebih besar. Tanaman semusim membutuhkan tanah yang gembur, padahal tanah yang gembur menyerap air permukaan dengan baik, sehingga saat hujan datang air permukaan ini akan terus terserap dan menjenuhi tanah sehingga beban tanah bertambah yang beresiko menyebabkan terjadinya longsor.