82
-36.421. Pemberian BISF yang optimum adalah pada tingkat penggunaan 14.19 dan dapat memberikan bobot badan akhir 1 517 gram.
Dilihat dari komposisi ransum, kandungan polisakarida mannan pada perlakuan R3 adalah yang paling tinggi yakni 3 064.32 ppm. Semakin tinggi
penggunaan BIS tanpa pengolahan, semakin tinggi kandungan polisakarida mannannya. Diduga hal ini akan berpengaruh terhadap pertambahan bobot
badan. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Tangendjaja dan Patttyusra 1993 yang menyatakan bahwa penggunaan 10 BIS dapat menyebabkan
pertambahan bobot badan lebih rendah daripada kontrol.
2. Konsumsi dan Konversi Ransum
Rataan konsumsi dan konversi ransum serta hasil uji kontras orthogonal dapat dirangkum dalam Tabel 32.
Tabel 32 Rataan konsumsi g dan konversi ransum ayam pedaging selama pemeliharaan 7-42 hari
Perlakuan Konsumsi ransum g
Konversi ransum R0
2 634 ± 126.22 1.69 ± 0.10
R1 2 315 ± 81.56
1.70 ± 0.09 R2
2 250 ± 66.56 1.68 ± 0.12
R3 1 972 ± 85.72
1.87 ± 0.08 R4
2 166 ± 95.69 1.57 ± 0.15
R5 2 614 ± 57.22
1.72 ± 0.05 R6
2 114 ± 38.28 1.68 ± 0.09
Signifikansi R0 vs R1,R2,R3,R4,R5,R6
2 634 vs 2 233 p=0.0001
1.69 vs 1.70 p=0.8399
R1,R2,R3 vs R4,R5,R6 2 200 vs 2 265
p=0.0005 1.74 vs 1.66
p=0.0456 BIS R1, R2, R3
Linier p=0.001
p=0.0576 Kuadratik
BISF R4, R5, R6 Linier
Kuadratik p=0.0001
p=0.0975
Keterangan : berbeda sangat nyata p 0.01 berbeda nyata p0.05
Rataan konsumsi ransum ayam pedaging yang diberi ransum yang mengandung BIS maupun BISF adalah
2 233 gram yang nyata p0.05 lebih rendah dari ransum kontrol R0 yaitu 2 634 gram. Secara umum ransum yang
mengandung BIS maupun BISF masih belum menyamai ransum kontrol. Menurut Supriyati
et al. 1998, meskipun proses fermentasi dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan gizinya, rendahnya batas
83
penggunaan BISF dalam ransum ayam broiler mungkin terkait dengan adanya asam nukleat dan dinding sel mikroorganisme yang dihasilkan di dalam bahan
tersebut selama proses fermentasi. Kompiang et al. 1994 melaporkan hal yang
sama pada pemberian singkong fermentasi dalam ransum pada ayam pedaging. Uji banding antara konsumsi ransum ayam pedaging yang diberi ransum
BIS rataan R1, R2 dan R3 = 2 200 gram, nyata p0.05 lebih rendah
dibandingkan ayam yang diberi ransum BISF rataan R4, R5 dan R6 = 2 265 gram. Hal ini memberikan petunjuk bahwa penggunaan BISF memberikan
manfaat peningkatan bobot badan akhir. Kurva perbandingan tingkat penggunaan BIS maupun BISF terhadap
konsumsi ransum disajikan pada Gambar 19. Berdasarkan analisis uji polynomial
orthogonal diperoleh hasil bahwa peningkatan penggunaan BIS pada ransum akan dapat memberikan respon penurunan konsumsi ransum secara linier
dengan persamaan Y = -38.36x + 2776.2 dengan nilai. Penurunan konsumsi ransum disebabkan sifat BIS yang memiliki tekstur
kering dan gritty, sehingga menyulitkan ayam dalam membuang feses. Menurut
Kumar et al. 1997 polisakarida mannan dapat dikatagorikan sebagai anti
nutritional factor karena dapat meningkatkan viskositas dari pakan karenanya memiliki tingkat penyerapan air yang tinggi. Hal itulah yang menyebabkan ayam
mengalami kesulitas dalam proses defekasi. Selain itu menurut Cadogan et al.
1999 konsumsi ransum memiliki korelasi negatif dengan persentase kandungan polisakarida bukan pati dalam ransum. Semakin tinggi kandungan
BIS dalam ransum maka kandungan NSP nya semakin tinggi dan akan mengurangi konsumsi ransum. Komponen polisakarida non pati atau NSP
Non Starch Polisaccharides antara lain hemiselulosa, dalam bahan akan
menghalangi proses penyerapan karbohidrat, asam amino dan mineral dalam usus yang mempunyai efek penghalang
protective box effect Vranjes dan Wenk 1995. Lebih jauh Hew dan Jalaludin 1996 pun menyarankan
penggunaan BIS dalam ransum ayam pedaging maksimum 15. Respon penggunaan BISF terhadap konsumsi ransum berbentuk kurva
kuadratik, mengikuti persamaan Y = -13.75x
2
+ 399.33x - 311.76. Pemberian BISF yang optimum adalah pada tingkat penggunaan 14.3 dan dapat
mencapai konsumsi ransum 2 686 gram.
84
y = -38,36x + 2776,2 y = -13,75x
2
+ 393,33x - 311,76
500 1000
1500 2000
2500 3000
10 15
20
Tingkat Penggunaan dalam Ransum K
ons u
m s
i R a
ns um
g
Kurva Linier BIS Kurva Kuadratik BISF
Gambar 19 Kurva perbandingan perlakuan berbagai tingkat BIS dan BISF terhadap konsumsi ransum ayam pedaging
Konsumsi ransum berkaitan erat dengan pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Zat nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan diperoleh dari
ransum yang dikonsumsi. Secara umum, semakin banyak ransum yang dikonsumsi maka pertumbuhan akan semakin baik. Terdapat kesesuaian antara
konsumsi ransum dengan bobot badan akhir dimana ayam pedaging perlakuan R0 yang mengkonsumsi ransum tertinggi diperoleh bobot badan tertinggi pula.
Rataan konversi ransum ayam pedaging yang diberi ransum yang mengandung BIS maupun BISF adalah
1.70, tidak berbeda p0.05 dari ransum kontrol R0 yaitu 1.69. Secara umum ransum yang mengandung BIS maupun
BISF menyamai konversi ransum kontrol. Hal ini disebabkan meskipun respon rataan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan ayam pedaging yang
diberi perlakuan penggunaan BIS maupun BISF nyata lebih rendah dari kontrol, namun secara proporsional perbandingan konsumsi ransum dengan
pertambahan bobot badan tidak berbeda, disini terjadi keseimbangan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertumbuhan yang dihasilkan.
Uji banding antara konversi ransum ayam yang diberi ransum BIS rataan R1, R2 dan R3 = 1.74, nyata lebih tinggi dibandingkan ayam yang diberi ransum
BISF rataan R4, R5 dan R6 = 1.663. Hal ini memberikan petunjuk bahwa penggunaan BISF dari segi konversi ransum memberikan manfaat
meningkatkan efisiensi dalam penggunaan ransum.
85
Dilihat dari segi peningkatan nilai nutrisi BISF yang meliputi kandungan protein kasar, total gula, energi metabolisme sejati dan kecernaan mannan yang
makin meningkat, namun tidak diiringi dengan retensi nitrogen yang meningkat. Pada tingkat tertentu menyebabkan terganggunya keseimbangan pertumbuhan
ayam. Hal ini diperlihatkan dengan konversi ransum yang tidak mengungguli ransum kontrol, namun sebatas tidak berbeda dengan ransum kontrol.
Respon penambahan penggunaan BIS pada ransum ayam pedaging terhadap konversi ransum tidak dapat digambarkan dalam bentuk kurva linier
maupun kuadratik. Begitu pula halnya dengan respon penggunaan BISF terhadap konversi ransum, juga tidak menunjukkan kurva yang tepat baik itu
kurva linier maupun kuadratik, sehingga tingkat pemberian BISF yang optimum pun tidak diperoleh.
3. Persentase Bobot Karkas