19
Gambar 3.3 Bagan alir identifikasi fraksi aktif tanaman torbangun
3.3.2 Analisis profil kimia fraksi torbangun Analisa HPLC
Gupta et al. 2013
Ekstrak dan fraksi torbangun dilarutkan dalam DMSO pada konsentrasi 0.8 µgml dan diaduk dengan vortex. Kemudian sebanyak 1 ml larutan difiltrasi
menggunakan filter membran dan ditempatkan pada wadah vial. Sebanyak 40 µ l sampel diinjeksikan ke dalam HPLC. Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang 250 nm, 270 nm, 290 nm, 310 nm, 330 nm, dan 350 nm. Fase gerak sistem HPLC terdiri atas larutan asam asetat 0.1 A dan acetonitril B dengan
gradien elusi 2-5 B 3 menit, 5-15 B 7 menit, 15-30 B 6 menit, dan 30- 2 B 4 menit. dengan laju aliran 1 mLmenit. Kromatogram yang dihasilkan
dari 5 fraksi dengan 3 ulangan dan 3 serapan panjang gelombang UV akan diperoleh 45 kromatogram. Data kromatogram akan dikorelasikan dengan data
aktifitas anti kanker terhadap sel MCF-7 menggunakan analisis multivariat OPLS.
Penentuan fraksi aktif dengan metabolomik
Fraksi yang mengandung komponen aktif ditentukan melalui analisa menggunakan OPLS. Analisa ini menghasilkan 3 jenis keluaran yaitu score plot,
Y related coefficient plot, dan X varian plot. Score plot menunjukkan klasifikasi fraksi berdasarkan level nilai IC
50
. Y related coefficient plot memperlihatkan korelasi antara dua matriks yakni data selang waktu retensi dan data nilai IC
50
. Adanya korelasi yang signifikan ditunjukkan dengan Y related coefficient yang
bernilai positif. Sedangkan X varian plot memperlihatkan penyebaran peak area dari berbagai fraksi pada selang waktu retensi yang signifikan aktifitasnya.
Berdasarkan plot-plot tersebut maka dapat diketahui fraksi yang memiliki peak
5 Fraksi Torbangun
Analisa HPLC
Sel MCF7
MTT assay
Metabolomik
Fraksi paling aktif LC-MS
Profil Komponen bioaktif
IC
50
Kromatogram
20
area terbesar yang diduga mengandung komponen bioaktif Maser et al. 2015. Fraksi yang terpilih kemudian akan digunakan untuk pengujian tahap berikutnya.
Identifikasi komponen bioaktif dengan LC-MS Maser et al. 2015
Sampel dilarutkan dengan 100 µL DMSO sebelum diinjeksi untuk analisis LC-MS sebanyak 5 µL dari larutan tersebut. Sistem LC-MS yang digunakan
adalah UPLC-QTOF-MSMS: Waters yang dilengkapi kolom UPLC BEH C
18
ukuran partikel 1,7 µm, 2,1 mm x 50 mm dan MS dengan XEVO-G2QTOF Waters pada mode resolusi ESI positive dan MassLynk software v. 4.1. fase
gerak terdiri atas 0,1 asam formiat dalam air A dan 0,1 asam formiat dalam asetonitril B. Elusi dilakukan dengan gradient sebagai berikut:: 5 B 1 menit,
5-100 B 5 menit, 100 B 1 menit, 100-5 B 0,5 menit, dan 5 B 1,5 menit. Total running time adalah 9 menit dengan laju aliran 0,3 mlmenit pada
suhu 40
o
C. Identitas komponen ditentukan berdasarkan pola fragmentasi spektra massa yang dibandingkan dengan literatur.
3.3.3 Kultur sel dan Uji Bioaktifitas
Sel kanker MCF-7 ditumbuhkan pada media RPMI 1640 yang diperkaya dengan 10 fetal bovine serum FBS dan 100 UmL penicillin dan 100 ngmL
streptomycin. Kultur sel ditumbuhkan pada suhu 37
o
C dan kondisi atmosfer 5 CO
2
. Untuk menentukan jumlah sel maka sel dipanen dengan diberi trypsin selama beberapa saat tertentu, kemudian diwarnai mengunakan trypan blue dan
sel dihitung menggunakan hemocytometer. Sub kultur dilakukan sesuai prosedur ATCC dan inokulum dengan jumlah sel hidup 2 x 10
4
hingga 4 x 10
4
selcm
2
yang digunakan untuk proses selanjutnya.
Uji toksisitas menggunakan MTT assay
Prinsip dari uji MTT ialah mengukur kemampuan sel hidup dalam menyerap dan mengkonversi MTT terlarut menjadi kristal formazan. Sel MCF-7
ditanam dalam 96-well plate dengan kepadatan 5 x 10
3
selsumur dan diinkubasi 24 jam. Media kemudian diganti dengan media segar yang mengandung fraksi
torbangun dengan konsentrasi berbeda dan diinkubasi selama 48 jam. MTT 3- 4,5-dimethylthiazol-2-yl-2,2-diphenyltetrazolium bromide sebanyak 10 µl 5000
ppm ditambahkan pada tiap sumur dan diinkubasi selama 4 jam. Media diganti dengan 100 µl etanol 96 untuk melarutkan formazan yang terbentuk.
Absorbansi dibaca pada 595 nm menggunakan microplate reader. Persentase inhibisi diekspresikan dengan persentase inhibisi sampel dibandingkan dengan
persentase inhibisi kontrol. Konsentrasi penghambatan inhibitory concentration IC
50
adalah konsentrasi yang menghambat 50 pertumbuhan sel dan dihitung dengan grafik menggunakan metode Probit Chen et al. 2012. Contoh
perhitungan IC
50
dapat dilihat pada Lampiran 3.
21
4 EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI KOMPONEN BIOAKTIF
DAUN TORBANGUN SERTA POTENSINYA SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN PENGHAMBAT VIABILITAS SEL
KANKER MCF-7
Abstract
The aim of this study was to examine the phytochemical compounds of Plectranthus amboinicus Lour. Spreng and to observe their bioactivity as
antioxidant as well as anti proliferation of breast cancer cell MCF-7. Five fractions of the plant extract were observed including ethanol, hexane,
chloroform, ethyl acetate and water fraction. Result showed that phytochemical compounds of the plant extract and fraction are mainly phenolic group which
consist of flavonoid, tannin and saponin. Quantitative analysis revealed that ethyl acetate fraction has the highest total phenolic content 42.15 mg GAEg whereas
hexane has the lowest 7.15 mg GAEg. The highest antioxidant activity measured by DPPH radical scavenging activity test was achieved by ethyl acetate
fraction with IC
50
value of 4.22 ppm, while the lowest was showed by hexane fraction with IC
50
value of 64.9 ppm. There was moderate correlation between total phenolic content and antioxidant capacity. The activity of anti breast cancer
MCF-7 cell proliferation on the other hand, achieved by hexane fraction with IC
50
value of 1.77 µgml and the lowest was showed by water fraction with IC
50
value of 136.74 µgml. There is no correlation between total phenolic content and anti
breast cancer MCF-7 cell proliferation Keywords: Plectranthus amboinicus Lour Spreng, phytochemical compounds,
antioxidant, anti proliferation, MCF-7
4.5 Pendahuluan
Secara umum khasiat yang dimiliki oleh bahan pangan bergantung pada komposisi bahan pangan tersebut. Plectranthus amboinicus Lour. Spreng
merupakan tanaman yang kaya akan nutrisi, yakni serat pangan tak terlarut 1,56, protein 0,6, serat pangan terlarut 0,31, mineral-mineral kalsium,
fosfor, kalium, natrium, magnesium, trace mineral zat besi, seng, tembaga, chromium, oksalat terlarut 0.02. Vitamin-vitamin asam askorbat, tiamin,
dan asam fitat Gupta et al. 2005.
Santosa dan Hertiani 2005 menganalisa secara kualitatif komponen dalam ekstrak air daun torbangun yang dapat meningkatkan kemampuan
fagositosis sel neutrofil. Hasil analisa menggunakan TLC thin layer chromatography menunjukan keberadaan senyawa polifenol, saponin, glikosida
flavonol dan minyak atsiri. Rout et al. 2010 melakukan uji kualitatif komponen torbangun yang berasal dari ekstraksi menggunakan berbagai pelarut yaitu air,
metanol, kloroform, dan petroleum eter. Analisa HPTLC memperlihatkan bahwa pada ekstrak air terdapat senyawa flavonoid, protein, asam amino, tannin, fenolik,
22
terpenoid, karbohidrat, glikosida dan alkaloid. Demikian pula pada ekstrak metanol yang memberikan hasil yang sama dengan ekstrak air. Sementara pada
ekstrak kloroform terdapat senyawa saponin, terpenoid dan steroid. Sedangkan pada ekstrak petroleum eter hanya terdapat senyawa saponin dan steroid.
Uji kualitatif juga dilakukan oleh Prameela dan Saj 2011 pada ekstrak metanol, kloroform dan petroleum eter. Hasil uji menunjukkan bahwa pada
ekstrak metanol terdapat steroid, terpenoid, tannin dan saponin. Pada ekstrak kloroform terdapat gula reduksi, flavonoid, terpenoid, tannin, coumarin dan
antraquinone. Sementara pada ekstrak petroleum eter mengandung steroid, coumarin dan saponin. Berdasarkan uji kuantitatif pada studi yang sama
menunjukkan bahwa torbangun mengandung total karbohidrat 2.8, total selulosa 1.7, total protein 9.36, total fenol 0.03 dan total tannin 0.68 mgg berat.
Studi oleh Bhatt dan Negi 2012 mengamati kandungan total fenol dari hasil ekstraksi berbagai jenis pelarut yaitu ekstraksi bertahap menggunakan
heksana, etil asetat, aseton dan metanol berdasarkan polaritasnya dibandingkan dengan ekstrak hidroalkohol dan bentuk kering beku. Hasil menunjukkan bahwa
total fenol tertinggi berasal dari ekstrak etil asetat ±59 kemudian ekstrak aseton ±52, ekstrak hidroalkohol ±33, bentuk kering beku ±25, ekstrak metanol
±23 dan ekstrak heksana ±11 mg GAEg ekstrak. Kandungan total fenol tersebut sejalan dengan kemampuan bioaktifitasnya dimana kemampuan
antioksidan tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat dan kemampuan antibakteri tertinggi oleh ekstrak aseton.
Hasil uji aktifitas antioksidan oleh Bhattacharjee 2010 menunjukkan bahwa ekstrak etanol yang berasal dari bagian daun tanaman torbangun memiliki
aktifitas antioksidan tertinggi dibandingkan bagian tanaman lainnya yakni batang dan akar. Hal ini disebabkan karena kandungan total fenolik, flavonoid, alkaloid
dan saponin juga lebih tinggi pada bagian daun dibandingkan batang dan akarnya. Dilaporkan bahwa pada ekstrak daun torbangun terdapat total fenolik 19,62 ±
0.83, flavonoid 4,21 ± 0.39, alkaloid 4,3 ± 0,74 dan saponin 2,09 ± 0,33 dalam persen beratberat. Namun seluruh bagian tanaman ini memperlihatkan
keberadaan komponen alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, triterpenoid, sedangkan karotenoid hanya terdapat pada daun dan batangnya.
Berdasarkan studi-studi tersebut terlihat potensi tanaman ini sebagai penyedia komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan untuk menusia. Studi ini
bertujuan mengetahui komponen fitokimia daun torbangun yang diekstrak menggunakan pelarut etanol dan difraksinasi dengan berbagai jenis pelarut yang
berbeda. Selain itu penelitian ini juga mengamati kapasitas antioksidan ekstrak dan fraksi yang dihasilkan serta menguji kemampuannya dalam menghambat
proliferasi sel kanker MCF-7. 4.6
Bahan dan Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 hingga Desember 2015 di Laboratorium SEAFAST CENTER South East Asian Food and
Agricultural Science and Technology Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Mikrobiologi dan Immunologi Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian
Bogor, dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB.
23
Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanaman
Torbangun yang diperoleh dari Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga Bogor. Bahan untuk proses ekstraksi antara lain: pelarut etanol 97, n-heksana,
kloforom, etil asetat, aquades dan kertas saring. Sel yang digunakan adalah sel adenokarsinoma payudara galur MCF-7 yang disediakan oleh Laboratorium
Mikrobiologi dan Bioteknologi Pusat Studi Satwa Primata, IPB. Reagen-reagen dan
bahan untuk
kultur sel
seperti media
RPMI 1640,
FBS, penicillinstreptomycin, DMSO,
Dulbecco’s PBS, trypsin, dan trypane blue.
Peralatan penelitan
Peralatan untuk proses ekstraksi dan uji kimia yaitu freeze drier, sonikator, sentrifus, rotary evaporator, platform shaker, refrigerator, freezer, blender,
timbangan analitik, alat-alat gelas, vortex, vacuum filter, desikator, dan tabung sampel. Peralatan untuk kultur sel dan uji sitotoksisitas yaitu: incubator CO
2
, Biosafety cabinet Class 2, microscope fluorescence, hemocytometer, high speed
centrifuge, dan microplate reader.
Tahap persiapan sampel
Sampel daun torbangun Plectranthus amboinicus Lour. Spreng diekstrak dan difraksinasi sebagaimana prosedur yang telah dijelaskan pada Bab 3
terdahulu. Terdapat 5 fraksi yang akan diuji yakni ekstrak etanol, fraksi heksana, fraksi kloroform, fraksi etil asetat dan fraksi air.
Uji Fitokimia
Semua ekstrak dan fraksi diuji keberadaan komponen fitokimianya secara kuantitatif. Parameter uji fitokimia antara lain alkaloid, fenolik yang terdiri atas
flavonoid, tanin dan saponin, kemudian triterpenoid dan steroid serta hidrokuinon. Prosedur uji fitokimia tersaji dalam Lampiran 2.
Uji Kuantitatif Total Fenol
Total fenol ekstrak dan fraksi diukur dengan metode kolorimetri Folin- Ciocalteu Heydari Majd et al. 2014. Secara ringkas sampel dipersiapkan dengan
membuat larutan sampel dengan konsentrasi yang sesuai yakni sekitar 1000 ppm menggunakan etanol 80. Sebanyak 200 µl sampel ditambahkan pada 1 ml folin
10 dan 3 ml Na
2
CO
3
20. Larutan kemudian diaduk dengan vortex dan diinkubasi selama 2 jam dalam kondisi gelap. Absorbansi dibaca pada panjang
gelombang 760 nm. Absorbansi sampel dibandingkan dengan absorbansi standar asam galat. Total fenol diekspresikan sebagai miligram setara asam galat per gram
berat kering sampel.
Uji Aktifitas Antioksidan
Kemampuan antioksidan ekstrak dan fraksi dalam menangkap radikal bebas DPPH dianalisa dengan metode spektrofotometri berdasarkan Salazar-
Aranda et al. 2011. Ekstrak dilarutkan dalam etanol 1 mgml kemudian sampel ekstrak dengan 8 konsentrasi yang berbeda-beda dipersiapkan dengan
pengenceran bertingkat setiap jenis ekstrak dan fraksi memiliki kisaran
24
konsentrasi yang berbeda bergantung pada hasil uji coba sebelumnya. Dibuat campuran dengan volume total 1 ml yang terdiri atas 500 µl ekstrak dan 500 µl
DPPH 125 µM dalam etanol. Campuran sampel kemudian divortex dan dibiarkan pada kondisi ruang gelap selama 30 menit. Absorbansi kemudian diukur
pada 517 nm dengan spektrofotometer. Vitamin C digunakan sebagai kontrol positif. Kapasitas antioksidan dalam menangkap radikal bebas DPPH dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
x 100 Dimana A adalah absorbansi kontrol DPPH dan etanol sedangkan B adalah
absorbansi sampel DPPH, etanol dan sampel. Korelasi antara setiap konsentrasi dan persentase penangkapan radikal bebas diplot dan nilai IC
50
dihitung dengan interpolasi. Aktifitas antioksidan diekspresikan dengan IC
50
yakni konsentrasi efektif tiap ekstrak untuk menangkap 50 radikal bebas DPPH.
Kultur sel
Sel kanker MCF-7 ditumbuhkan pada media RPMI 1640 yang diperkaya dengan 10 fetal bovine serum FBS dan 100 UmL penicillin dan 100 ngmL
streptomycin. Kultur sel ditumbuhkan pada suhu 37
o
C dan kondisi atmosfer 5 CO
2
. Sub kultur sel dilakukan dengan metode standar sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 3.
Uji toksisitas menggunakan metode MTT
Sel kanker MCF7 ditanam pada 96-well plates dengan jumlah sel 2 x 10
4
sellubang dengan media RPMI 1640 dan diinkubasi pada 37
o
C dalam 5 CO
2
, selama 24 jam untuk memberikan kesempatan bagi sel untuk menempel. Medium
kemudian diganti dengan medium segar yang mengandung ekstrak torbangun dengan dosis 1000; 500; 250;125; 62.5; 31.25; 16; dan 8 ppm dan diinkubasi
lanjut selama 24 jam. Uji MTT dilakukan berdasarkan metode yang telah dijelaskan pada Bab 3.
4.3 Hasil dan Pembahasan
Tanaman P. amboinicus yang dikaji dalam penelitian ini telah dikenal memiliki karakteristik nutrisi dan terapi yang merupakan kontribusi dari
komponen fitokimia yang terkandung di dalamnya Arumugam et al. 2016. Proses ekstraksi dalam studi ini menggunakan satu jenis pelarut yakni etanol
sehingga menghasilkan satu ekstrak sedangkan fraksinasi menggunakan berbagai pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda sehingga menghasilkan empat
fraksi yang merupakan turunan dari ekstrak etanol tersebut yakni fraksi heksana, fraksi kloroform, fraksi etil asetat dan fraksi air. Perbedaan pelarut dalam proses
ekstraksi menghasilkan ekstrak dan fraksi dengan jenis dan jumlah kandungan komponen yang berbeda.
Hasil uji kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak etanol kaya akan komponen fenolik yang diindikasikan dengan keberadaan flavonoid, tanin dan
saponin Tabel 4.1. Adapun pada fraksi terlihat bahwa komponen fenolik lebih banyak terkumpul pada fraksi dengan tingkat kepolaran yang tinggi yakni fraksi
25
air maupun etil asetat. Sebaliknya keberadaan komponen fenolik tersebut hanya sedikit bahkan absen pada fraksi dengan tingkat kepolaran rendah seperti heksana
dan kloroform. Adapun komponen steroid yang bersifat non polar lebih banyak terdapat pada fraksi heksana dan kloroform.
Tabel 4.1 Hasil Pengujian fitokimia secara kualitatif
Sampel Flavon-
oid Alkaloid
Tanin Saponin
Quinon Steroid
Triterpen- Oid
M W D Etanol
+++ -
- -
+++ +
- ++
- Heksana
+ -
- -
- -
- +++
- Kloroform
++ -
- -
- -
- +++
- F Etil
++ -
- -
+++ -
- +
- F Air
+++ -
- -
+++ +++
- +
- Ket: M Mayer; W Wagner; D Dragendrof. Tanda + mengindikasikan keberadaan
komponen.
Uji kualitatif dalam studi ini menunjukkan pula bahwa ekstrak etanol tanaman ini tidak mengandung alkaloid, quinon dan triterpenoid. Hasil ini berbeda
dengan penelitian Patel et al. 2010 yang melaporkan bahwa pada tanaman P amboinicus terkandung alkaloid, quinon dan terpenoid selain komponen fenolik
dan steroid. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena metode ekstraksi yang digunakan. Pada studi yang dilakukan oleh Patel et al. 2010 proses ekstraksi
dilakukan menggunakan petroleum eter kemudian dari ampas yang tersisa diekstrak kembali menggunakan beberapa pelarut lain dengan kepolaran yang
semakin meningkat yakni kloroform, etanol dan air. Dengan metode tersebut, keseluruhan komponen fitokimia dalam tanaman dapat terekstrak karena apabila
tidak tertangkap oleh pelarut dengan kepolaran rendah maka akan tertangkap oleh pelarut dengan kepolaran yang lebih tinggi. Berbeda halnya dengan metode
ekstraksi dalam studi ini yang pada dasarnya hanya dilakukan oleh pelarut etanol 80, sementara fraksinya hanya merupakan turunan dari ekstrak etanol. Dengan
demikian komponen fitokimia yang diperoleh hanyalah komponen yang dapat terekstrak oleh etanol 80 tersebut.
Gambar 4.1 Total fenol ekstrak dan fraksi daun torbangun. Error bar merupakan standar deviasi n = 3. Perbedaan huruf di atas batang menunjukkan
perbedaan yang nyata P0,05 berdasarkan Uji Duncan
26
Hasil analisa kuantitatif memperkuat hasil uji kualitatif sebelumnya yakni total fenolik tertinggi terdapat pada fraksi etil asetat sebagaimana terlihat pada
gambar 4.1, kemudian diikuti ekstrak etanol, dan fraksi air. Sementara fraksi heksan dan fraksi kloroform memiliki kandungan total fenol yang sangat rendah.
Hasil serupa dilaporkan oleh Bhatt dan Negi 2012 dalam studinya yang memperoleh data bahwa ekstrak etil asetat memiliki kandungan total fenol
tertinggi ± 59 mg GAEg dibandingkan pelarut lain yang digunakan yakni heksana, aseton, dan metanol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
komponen fenolik terekstrak secara optimal menggunakan pelarut yang bersifat semi polar seperti etil asetat.
Kemampuan antioksidan ekstrak dan fraksi torbangun berdasarkan analisa antioksidan DPPH diperoleh bahwa fraksi etil asetat memiliki kemampuan
antioksidan tertinggi yang diperlihatkan dengan nilai IC
50
terendah yakni hanya 4.215 µgml Gambar 4.2. Fraksi lain yang memiliki kepolaran mendekati etil
asetat yakni air dan etanol juga menunjukkan kemampuan antioksidan yang cukup tinggi. Namun aktifitas antioksidan tersebut masih berada di bawah standar
kemampuan antioksidan vitamin C. Adapun fraksi kloroform dan heksana memiliki aktifitas antioksidan yang jauh lebih rendah. Hal ini kemungkinan
berkaitan dengan rendahnya kandungan komponen fenolik pada kedua fraksi tersebut.
Gambar 4.2 Kemampuan antioksidan ekstrak dan fraksi daun torbangun dalam menangkap radikal bebas DPPH ditampilkan sebagai nilai IC
50
dibandingkan dengan Vit C. Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa kandungan total fenol memiliki
korelasi dengan aktifitas antioksidan namun korelasi tersebut tidak kuat karena hanya memiliki koefisien regresi 0.582. Akan tetapi cukup menunjukkan adanya
kecendrungan bahwa semakin tinggi kandungan total fenol maka akan memberikan aktifitas antioksidan yang semakin kuat dengan diperlihatkannya
nilai IC
50
yang semakin rendah. Hal ini didukung oleh penelitian Cai et al. 2004 yang mengamati 112 jenis tanaman obat di Cina dan memberikan hasil bahwa
terdapat korelasi yang positif dan kuat antara komponen fenolik dan aktifitas antioksidan dengan nilai R
2
0.95. Penelitian pada tanaman yang berasal dari
11,45 64,90
45,78
4,21 10,25
1,78 10
20 30
40 50
60 70
Etanol Heksana
Kloroform Etil asetat
Air Vit C
IC
50
µ g
m l
27
Malaysia juga memberikan hasil serupa Qader et al. 2011. Hasil studi lain yang lebih komprehensif yakni mengamati 30 jenis tanaman potensial yang berasal dari
berbagai negara di seluruh penjuru dunia juga melaporkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara aktifitas antioksidan dan kandungan fenolik Dudonné et
al. 2009.
Gambar 4.3 Korelasi antara total fenolik dan kemampuan antioksidan ekstrak dan fraksi daun torbangun.
Kondisi berbeda diperlihatkan pada pengamatan aktifitas antiproliferasi sel kanker MCF-7 dari ekstrak dan fraksi daun torbangun. Hasil uji toksisitas
menunjukkan bahwa fraksi heksana dan fraksi kloroform memiliki kemampuan sitotoksik sangat kuat dalam menghambat proliferasi sel kanker MCF-7. Ini
diperlihatkan dengan nilai IC
50
yang sangat rendah yakni berturut-turut 1.77 µgml dan 2.83 µgml. Adapun fraksi etanol dan etil asetat memiliki kemampuan
sitotoksik yang sedang. Sementara fraksi air memiliki kemampuan sitotoksik yang rendah. Tingginya kemampuan antiproliferasi sel ini kemungkinan disebabkan
karena kandungan komponen steroid yang tinggi yang dimiliki oleh fraksi heksana dan kloroform sebagaimana hasil uji fitokimia kualitatif. Namun ini
belum cukup untuk memastikan komponen apa yang benar-benar bertanggung jawab terhadap tingginya kemampuan anti-proliferasi sel dari fraksi ini. Karena
komponen fenolik tertentu dapat pola memiliki kemampuan anti-proliferasi sel kanker yang kuat meskipun dengan konsentrasi yang rendah. Komponen fenolik
yang difraksinasi menjadi asam fenolat, tannin, flavonol dan antosianin ketika diujikan pada sel kanker kolon memberikan hasil bahwa fraksi yang tinggi
komponen tannin dan flavonol menunjukkan kemampuan anti-proliferasi sel kanker kolon HT-29 dan Caco-2 dengan nilai IC
50
berturut-turut 70-100 µgml dan 50-100 µgml. Adapun asam fenolat memiliki aktifitas sitotoksik yang paling
rendah yakni dengan nilai IC
50
sekitar 1000 µgml. Kemampuan anti-proliferasi sel kanker tertinggi dimiliki oleh fraksi dengan kandungan antosianin tertinggi
dengan nilai IC
50
berkisar antara 15-50 µgml Yi et al. 2005. Dengan demikian meskipun sama-sama tergolong dalam komponen fenolik, namun komponen-
komponen tersebut memperlihatkan aktifitas anti-proliferasi sel kanker yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan uji lebih mendalam agar dapat mengetahui
R² = 0,5821 y = -1.432x + 54.41
-10 10
20 30
40 50
60 70
10 20
30 40
50
A n
tiok si
d an
IC50 p
p m
Total Fenolik mg GAEg
28
komponen yang berperan dalam menentukan tingginya kemampuan sitotoksik fraksi heksana dan kloroforom daun torbangun ini.
Gambar 4.4 Kemampuan ekstrak dan fraksi daun torbangun dalam menghambat proliferasi sel kanker MCF-7.
Gambar 4.5 Korelasi antara total fenolik dan kemampuan penghambatan proliferasi sel kanker MCF-7 ekstrak dan fraksi torbangun.
Gambar 4.5 memperlihatkan bahwa komponen fenolik tidak memiliki korelasi dengan aktifitas anti proliferasi sel kanker dari ekstrak torbangun. Ini
diperlihatkan dengan korelasi yang negatif dan nilai koefisien regresi yang sangat rendah. Penelitian pada ekstrak daun tanaman zaitun di Tunisia memperlihatkan
bahwa kandungan komponen fenolik yang tinggi tidak berkorelasi dengan kemampuan penghambatan ekstrak terhadap beberapa sel kanker payudara yang
diuji Taamalli et al. 2012. Akan tetapi peneliti dalam studi tersebut tetap berpendapat bahwa ada suatu komponen tertentu yang termasuk dalam golongan
fenolik yang berperan dalam aktifitas anti-proliferasi sel kanker.
61,42
1,77 2,83
53,29 136,74
20 40
60 80
100 120
140
Etanol Heksana
Kloroform Etil asetat
Air
IC50 µ
g m
l
Sampel
R² = 0,1014 y = 1,242x + 27,725
20 40
60 80
100 120
140 160
10 20
30 40
50
To ksi
si tas
IC50 p p
m
Total Fenolik mg GAEgr