KAJIAN BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR DAN EKSTRAK RUMPUT MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS PEGAGAN (Centella asiatica L.) SECARA IN VITRO
commit to user
KAJIAN BERBAGAI KONSENTRASI PUPUKORGANIK CAIR DAN EKSTRAK RUMPUT MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS
PEGAGAN (Centella asiatica L.) SECARA IN-VITRO
Jurusan/ Program Studi Agronomi
Disusun oleh : IRMA PUTRI HAYANTI
H 0107011
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
(2)
commit to user
KAJIAN BERBAGAI KONSENTRASI PUPUKORGANIK CAIR DAN EKSTRAK RUMPUT MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS
PEGAGAN (Centella asiatica L.) SECARA IN-VITRO
Skripsi
Untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/ Program Studi Agronomi
Oleh :
IRMA PUTRI HAYANTI H 0107011
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
(3)
commit to user
H
KAJIAN BERBAGAI K EKSTRAK RUMPUT M
PEGAGAN (C
yang
IR
telah dipe Pa dan di
Ketua
Ir. Retna Bandriyati Arniputri, MS
NIP. 19641114 198803 2 001 N
Unive
Prof. D N
HALAMAN PENGESAHAN
KONSENTRASI PUPUKORGANIK CAIR MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN T
Centella asiatica L.) SECARA IN-VITRO
ang dipersiapkan dan disusun oleh
IRMA PUTRI HAYANTI H0107011
h dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal : Juli 2011
n dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Anggota I Angg
Ir. Praswanto, MS NIP. 19470110 198003 1 001
Ir. Zainal Dja NIP. 19490906 1
Surakarta, Juli 2011 niversitas Sebelas Maret Surakarta
Fakultas Pertanian Dekan
of. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 1 001
IR DAN N TUNAS
nggota II
jauhari Fatawi, MS 0906 197903 1 001
(4)
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya kepada
penulis sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Kajian Berbagai
Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara Terhadap Pertumbuhan Tunas Pegagan (Centella asiatica L.) Secara In-Vitro” dapat
terselesaikan dengan baik.Penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Dr. Ir. Pardono, MS selaku Ketua Jurusan Agronomi
3. Ir. Retna Bandriyati Arni Putri, MS selaku pembimbing utama penulis, yang telah memberikan banyak pengarahan, masukan, serta bimbingannya
4. Ir. Praswanto, MS selaku pembimbing pendamping penulis, yang telah memberikan banyak pengarahan, masukan, serta bimbingannya
5. Ir. Zainal Djauhari Fatawi, MS selaku dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan memberikan masukan pada penyusunan skripsi
6. Drs. Didik Soeroto, MP selaku Pembimbing Akademik, yang banyak
memberikan masukan kepada penulis
7. Keluarga tercinta : Ibu, bapak (alm), kakak dan adik yang selalu memberi dukungan, semangat dan doa yang tiada pernah putus
8. Rekan-rekan kultur jaringan, CANOPI (Nomi’07), HIMAGRON, LPM Folia,
Sugeng (Susan, Diah, Ketty, Nancy, Susi, Iis, Ndaru) dan Wisma Melati 9. Semua pihak yang telah membantu penulis, demi kelancaran penelitian dan
penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Demikian, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
(5)
commit to user
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
RINGKASAN ... vi
SUMMARY ... vii
I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. Pegagan (Centella asiatica L. )... ... 3
B. Kultur Jaringan ... 4
C. Pupuk Organik ... 6
D. Rumput Mutiara ... 7
E. Hipotesis ... 8
III.METODE PENELITIAN ... 9
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 9
B. Bahan dan Alat Penelitian ... 9
1. Bahan Penelitian ... 9
2. Alat Penelitian ... 9
C. Rancangan Penelitian ... 10
D. Pelaksanaan Penelitian ... 11
E. Variabel Pengamatan ... 14
F. Analisis Data ... 15
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
(6)
B. Saat Muncul Tunas... 18
C. Jumlah Tunas. ... 20
D. Panjang Tunas ... 21
E. Persentase Pembentukan Daun ... 23
F. Saat Muncul Daun ... 24
G. Jumlah Daun ... 26
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
A. Kesimpulan ... 28
B. Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
(7)
commit to user
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.Data Persentase Pembentukan Tunas Pegagan (%) Pada Umur 60 HST Pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara ... 16 2.Data Persentase Pembentukan Daun Pegagan (%) Pada Umur 60
HST Pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara. ... 23
(8)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.Saat Muncul Tunas Pegagan (Centella asiatica L.) Pada Kombinasi Pupuk Organik Cair 2 ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l ... 18 2.Saat Muncul Tunas Pegagan (Centella asiatica L. ) pada Berbagai
Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara . ... 18 3.Jumlah Tunas Eksplan Pegagan (Centella asiatica L.) Umur 60 HST
Pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Rumput Mutiara dan Pupuk
Organik Cair. ... 20 4.Panjang Tunas Eksplan Pegagan (Centella asiatica L.) Umur 60 HST
Pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Rumput Mutiara dan Pupuk Organik Cair. ... 22 5.Saat Muncul Daun Pegagan (Centella asiatica L. ) kombinasi POC 8
ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l. ... 24 6.Saat Muncul Daun Pegagan (Centella asiatica L. ) pada Berbagai
Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara ... 25 7.Jumlah Daun Pegagan (Centella asiatica L.) Pada Umur 60 HST Pada
Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara. ... 26
8.Daun yang Terbentuk dari Perlakuan POC 0 ml/l dan ekstrak Rumput
Mutiara 12 ml/l (kanan) dan Perlakuan POC 2 ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 0 ml/l (kiri) ... 27
(9)
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Komposisi Media MS (Murashige and Skoog) ... 33 2. Data Saat Muncul Tunas Eksplan Pegagan (Centella asiciatica L.) . . 34 3. Data Jumlah Tunas Pegagan (Centella asiciatica L.) Pada 60 HST. ... 35 4. Data Panjang Tunas Pegagan (Centella asiciatica L.) Pada 60 HST.. 36 5. Data Saat Muncul Daun Pegagan (Centella asiciatica L.)) . ... 37 6. Data Jumlah Daun Pegagan (Centella asiatica L.) pada 60 HST. ... 38 7. Gambar Hasil Penelitian... .... 39
(10)
commit to user
KAJIAN BERBAGAI KONSENTRASI PUPUKORGANIK CAIR DAN EKSTRAK RUMPUT MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS
PEGAGAN (Centella asiatica L.) SECARA IN-VITRO
IRMA PUTRI HAYANTI
H0107011
RINGKASAN
Pegagan (Centella asiatica L.) merupakan salah satu tanaman berkhasiat obat yang banyak dibutuhkan di pabrik lokal yang bergerak di bidang farmasi. Keberadaan pegagan di Indonesia belum cukup untuk memenuhi kebutuhan di pasaran. Metode kultur jaringan digunakan sebagai salah satu cara untuk memperbanyak pegagan dengan mengkombinasikan media dari pupuk organik cair dan bahan organik yang berasal dari ekstrak rumput mutiara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa konsentrasi dan pengaruh penambahan pupuk organik cair dan ekstrak rumput mutiara terhadap pertumbuhan tunas pegagan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Bulan November 2010 – Juni 2011.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan dan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi pupuk organik cair, yaitu : 0 ml/l, 2 ml/l, 4 ml/l, 8 ml/l. Faktor kedua adalah ekstrak rumput mutiara, yaitu : 0 ml/l, 3 ml, 6 ml/l, 12 ml/l. Variabel pengamatan meliputi persentase kemunculan tunas, saat muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas, persentase kemunculan daun, saat muncul daun dan jumlah daun. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua kombinasi perlakuan mampu membantu dalam pembentukan tunas pegagan. Kombinasi perlakuan pupuk organik cair 0 ml/l dan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l memberikan hasil terbaik dalam menghasilkan rata-rata panjang tunas 2,16 cm, jumlah tunas 8 buah dan jumlah daun 8 buah.
(11)
commit to user
STUDY OF THE VARIOUS CONCENTRATION OF LIQUID ORGANIC FERTILIZER AND PEARL GRASSEXTRACT TO SHOOT GROWTH OF
GOTULOCA (Centella asiatica L.) IN IN-VITRO
IRMA PUTRI HAYANTI
H0107011
SUMMARY
Gotuloca (Centella asiatica L.) is a medicinal crop, needed by local factory of pharmacy. Gotuloca in Indonesia isn’t enough to supply in market requisities. Tissue culture methode used to multiplicated of Gotuloca with combination of the medium from liquid organic fertilizer and pearl grass extract. The purpose of the research is to obtain the concentration of liquid organic fertilizer and pearl grass extract to the shoot growth of Gotuloca explants. The research was conducted in November 2010 to June 2011 in Plant Physiology and Biotechnology, Faculty of Agriculture Sebelas Maret University Surakarta.
The experimental design was used Completely Randomize Design (CRD) with two treatment factors and three replication. The first factor was liquid organic fertilizer concentrations, they were: 0 ml/l, 2 ml/l, 4 ml/L and 8 ml/l.. The second factor was pearl grass extract, they were: 0 ml/l, 3 ml, 6 ml/l, 12 ml/l. Variables observed were percentage of shoot formation, time of shoot formation, number of shoot, length of shoot, percentage of leaf formation, time of leaf formation and number of leaf.
Result of the research showed that not all of treatments provided shoot. Combination of liquid organic fertilizer concentrations 0 ml/l and pearl grass extract 12 ml/l showed the best produce, average of length of shoot at 2,16 cm, number of shoot 8 and number of leaf 8.
(12)
commit to user I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pegagan atau kaki kuda (Centella asiatica L.) adalah salah satu tanaman memiliki aktifitas farmakologi. Beragam manfaat yang dapat diambil dari pegagan, diantaranya mampu menyembuhkan infeksi batu saluran kencing, sebagai penyembuh luka, tukak duodenum, penghalus kulit dan lain-lain (Augusta, 2008). Oleh karena itu, tanaman ini banyak diperlukan di berbagai pabrik maupun perusahaan yang bergerak di bidang farmakologi.
Komoditas pegagan (Centella asiatica L.) merupakan salah satu herba liar yang jarang dibudidayakan. Tanaman ini banyak dibutuhkan pabrik lokal kurang lebih 25 ton per tahunnya. Tetapi, kebutuhan akan pegagan hanya sanggup dipasok sebesar empat ton per tahun. Tidak hanya tanaman liar yang masih diburu dari alam bebas, beberapa biofarmaka yang telah dibudidayakan pun banyak yang belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik (Pusat Studi Biofarmaka, 2000).
Metode kultur jaringan digunakan sebagai salah satu cara untuk memperbanyak pegagan. Pegagan telah diperbanyak sejak tahun 2000 yang dilakukan di laboratorium kultur jaringan dan rumah kaca Kelompok Peneliti Plasma Nutfah dan Pemuliaan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor dari bulan Januari 2000 sampai dengan Juni 2005 (Kristina, 2008).
Guna memacu pertumbuhan tunas pegagan, maka ditambahkan berbagai nutrisi. Salah satu nutrisi yang diperlukan pegagan dapat dipenuhi dengan menggunakan pupuk organik cair dan bahan-bahan organik yang berasal dari
tanaman. Pupuk organik cair dapat men-supply kebutuhan tanaman dalam bentuk
unsur essensial bagi tanaman seperti hara makro dan mikro. Penggunaan ekstrak tanaman atau bahan organik dari tanaman, ditambahkan pada media untuk
menambah kebutuhan tanaman akan nutrisi. Kandungan glucoside dalam rumput
(13)
commit to user
tambahan karbohidrat sebagai sumber energi dalam media kultur. Rumput mutiara dapat berfungsi ganda, dengan kandungan coumarin. Menurut Wattimena (1988) coumarin pada konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kandungan antibakteri diharapkan mampu meminimalisir angka kontaminasi. Sehingga mendukung pertumbuhan tunas pegagan yang diharapkan.
B. PERUMUSAN MASALAH
1.
Berapakah
konsentrasi
pupuk organik cair dan ekstrak
rumput mutiara yang dapat
membantu pembentukan tunas
pegagan pada kultur
in vitro
?
2.
Bagaimanakah hasil yang
didapatkan
dari
interaksi
penambahan pupuk organik
cair dengan rumput mutiara
pada kultur
in vitro
?
C. TUJUAN PENELITIAN
(14)
1. Mengetahui berapakah konsentrasi dari kombinasi pupuk organik cair dan
ekstrak rumput mutiara dalam pembentukan tunas pegagan secara in vitro.
2. Mengetahui pengaruh penambahan pupuk organik cair dan konsentrasi ekstrak
rumput mutiara tehadap pertumbuhan tunas pegagan secara in vitro.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PEGAGAN
Pegagan (Centella asiatica L.) mengandung senyawa asiatikosida yang
termasuk dalam golongan senyawa triterpenoid. Senyawa triterpenoid dalam tanaman Centella asiatica (L.) ini diketahui memiliki aktifitas farmakologi sebagai penyembuh luka, tukak duodenum, dan lain-lain. Metode kultur jaringan digunakan untuk memperbanyak jaringan pegagan. Seluruh bagian pegagan, dapat digunakan untuk tanaman obat tradisional. Diantaranya, membersihkan darah, melancarkan
(15)
commit to user
peredaran darah, dierutika, antipiretika, anti bakteri dan lain sebagainya. Pegagan juga mampu digunakan sebagai bahan insektisida tanaman (Sudarsono, 2002).
Pegagan bersifat kosmopolitan tumbuh liar di tempat-tempat yang lembab pada intensitas sinar yang rendah (ternaungi) hingga pada tempat-tempat terbuka, seperti di padang rumput, pinggir selokan, pematang sawah. Faktor lingkungan yang berperan dalam pertumbuhan dan mempengaruhi kandungan bahan aktif tanaman pegagan, antara lain : Tinggi tempat, Jenis tanah, Iklim. Pegagan dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik hampir pada semua jenis tanah lahan kering. Pada jenis tanah latosol dengan kandungan liat sedang tanaman ini tumbuh subur dan
kandungan bahan aktifnya cukup baik (Januwati dan Yusron, 2005).
Aktivitas antioksidan pada pegagan dan siotaksik berfungsi melawan kanker usus pada manusia. Pegagan juga berfungsi sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi kerusakan akibat racun dan zat berbahaya. Kecuali pada bagian akar, pegagan berfungsi dalam penyembuhan radang hati, pembengkakan hati, campak, sakit tenggorokan dan asma (Dalimartha, 2000).
Pegagan atau antanan merupakan herba yang menyukai tanah yang agak lembab dan mendapat sinar matahari yang cukup atau teduh. Tanaman ini berasal dari Asia dengan iklim tropis. Pada daerah perkebunan, tanaman ini biasa dimanfaatkan sebagai penutup tanah. Pegagan yang diamati karakter morfologinya berasal dari dua lokasi yang berbeda, yaitu Indonesia dan Malaysia. Panampakan morfologi kedua tanaman dengan aksesi yang berbeda tersebut juga menunjukkan perbedaan yang nyata pada penampakan daunnya. Daun pegagan Malaysia memiliki bentuk yang lebih bundar dan permukaannya halus sedangkan pegagan asal Indonesia memiliki bentuk daun yang tidak bundar penuh. Bagian pangkal daun terbelah membentuk sudut yang lancip. Permukaan daunnya sedikit lebih kasar dengan urat daun yang jelas (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Dari penelitian in vitro terhadap pegagan menemukan kemampuannya
menghancurkan berbagai bakteri penyebab infeksi, seperti Staphylococcus aureus,
Escherechia coli, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, dan sejenisnya. Sementara dalam bentuk infus atau ekstrak etanol, tumbuhan ini dipercaya dapat
(16)
menghambat pertumbuhan bakteri. Laorpuksa (1988) membuktikan, estrak air pegagan dapat melawan bakteri yang menyebabkan infeksi pada saluran napas.
Pegagan yang tumbuh di alam, umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan stolon atau tunas anakan, tetapi dapat pula diperbanyak dengan biji (secara generatif). Benih yang akan ditanam sudah berstolon dengan disertai minimal 2 calon tunas. Benih berasal dari induk yang telah berumur minimal setahun. Walaupun pegagan berbiji, perbanyakan dilakukan melalui bagian stolon (vegetatif), yang disemaikan terlebih dahulu selama 2 – 3 minggu. Persemaian menggunakan polibag kecil, diisi media tanam campuran tanah dan pupuk kandang (2 : 1), diletakkan di tempat dengan naungan yang cukup dan disiram setiap hari (Januwati dan Yusron, 2005).
B. KULTUR JARINGAN
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain : mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah besar sehingga tidak membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Objek dari kultur jaringan yang paling utama adalah organ tanaman dan sel
dari jaringan tanaman yang viable. Kultur jaringan memerlukan kondisi yang aseptik.
Sel yang dikulturkan, tidak akan tumbuh dengan sempurna, apabila telah terkontaminasi dengan mikroorganisme. Bekerja dengan kultur jaringan membutuhkan alat dan bahan yang steril (Martin, 1994).
Teori totipotensi merupakan prinsip dasar yang digunakan dalam kultur jaringan seperti diisyaratkan oleh Schleiden dan Schwan, bahwa masing-masing sel tumbuhan mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang
(17)
commit to user
sesuai. Bahan yang ditumbuhkan secara aseptik dalam media buatan dapat berasal dari daun, akar, kambium dan bagian-bagian lainnya (Watherell, 1992).
Kemajuan teknologi yang didasarkan pada teknik kultur jaringan sangat nyata dampaknya dalam peningkatan kualitas dan produksi pada komoditas pertanian. Kultur jaringan mempunyai dua kegunaan utama. Pertama adalah untuk perbanyakan cepat dalam jumlah banyak dan seragam sesuai induknya dan kedua untuk menghasilkan kultivar-kultivar baru yang unggul dalam perbaikan tanaman (Mattjik, 2005).
Komposisi dalam media kultur, mengandung lima kelompok senyawa. Diantaranya garam an-organik, sumber karbon (biasanya berupa sukrosa atau glukosa), vitamin, pengatur pertumbuhan serta ditambah dengan pelengkap organik. Pelengkap organik dapat digunakan hidrolisat protein, ekstrak ragi, ekstrak tetes, air kelapa dan lain-lain. Ekstrak yang digunakan, dapat membantu dalam memasok senyawa untuk membantu perkembangan eksplan. Pengatur tumbuh (ZPT) dibutuhkan dalam membantu pembelahan sel (Wetter dan Constabel, 1991).
Kultur jaringan tanaman adalah suatu upaya mengisolasi bagian-bagian tanaman (protoplas, sel, jaringan, dan organ). Bagian tersebut kemudian dikulturkan pada nutrisi buatan yang steril. Serta dibawah kondisi lingkungan yang terkendali, sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali (Zulkarnain, 2009).
C. PUPUK ORGANIK
Pertumbuhan suatu tanaman di bawah kondisi yang kurang optimum menunjukkan adanya penurunan kemampuan tumbuh dan berproduksi pada tanaman tertentu. Pada kondisi tersebut perlu ditambahkan masukan yang dapat mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu dengan pemberian pupuk alami. Industri obat masih mensyaratkan penanaman tanaman obat menggunakan bahan alami saja, sehingga perlu diketahui pengaruh pemberian pupuk alami untuk mendukung pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bahan bioaktif tanaman dalam kondisi ternaungi (Musyarofah, 2006).
(18)
Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah (Rizqiani, 2007).
Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau konsentrasi yang diaplikasikan terhadap tanaman. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah (Hanolo, 1997 cit. Rizqiani, 2007).
Semakin tinggi konsentrasi pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan konsentrasi yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman. Pemilihan konsentrasi yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti dan hal ini dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian di lapangan (Suwandi dan Nurtika, 1987 cit. Rizqiani, 2007).
Pupuk organik cair diolah dari bahan baku berupa kotoran ternak, kompos, limbah alam, hormon tumbuhan dan bahan-bahan alami lainnya yang diproses secara alamiah. Pupuk organik cair berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai
alternatif pengganti pupuk kandang (Indrakusuma, 2000 cit. Parman, 2007).
(19)
commit to user
Rumput mutiara memiliki sifat yang agak lemah. Morfologi dari rumput mutiara, diantaranya tinggi 15 – 50 cm, tumbuh subur pada tanah lembab di sisi jalan, pinggir selokan, mempunyai banyak percabangan. Batang bersegi, daun berhadapan bersilang, tangkal daun pendek/hampir duduk, panjang daun 2 – 5 cm, ujung runcing, tulang daun satu di tengah. Ujung daun mempunyai rambut yang pendek. Bunga ke luar dari ketiak daun, bentuknya seperti payung berwarna putih, berupa bunga majemuk 2-5, tangkai bunga (induk) keras seperti kawat, panjangnya 510 mm (Kakizoe dan Tadao, 2003).
Kandungan kimia dalam rumput mutiara, diantaranya hentriacontane, stigmasterol, ursolic acid, oleanolic acid, Beta-sitosterol, sitisterol-D-glucoside, p-coumaric acid, flavonoid glycosides. Anggota Rubiaceae ini bersifat manis, sedikit pahit lembut dan netral. Tanaman ini bermanfaat untuk menghilangkan panas dan toksik, antiradang, diuretik serta menyembuhkan bisul serta mengaktifkan sirkulasi darah (Hariana, 2006).
Nurhayati(2006) telah berhasil mendeteksi aktivitas antibakteri dalam rumput
mutiara (Hedyotis corymbosa) terhadap bakteri E.coli, staphylococcus aureus,
shygella disentriae, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella sp dengan konsentrasi hambat minimum berkisar dari 2 – 8 µg/ml atau memiliki daya hambat bakteri 0,2 – 0,8%.
Rumput mutiara memiliki efek farmakologis. Rumput mutiara dapat digunakan sebagai obat anti malaria, menghilangkan panas, diuretik serta anti radang. Kandungan dalam rumput mutiara yang sering dimanfaatkan adalah kandungan ursolic acid. Selain itu terdapat kandungan merol dan marol, yaitu senyawa triperpenoid pentasiklik (C30H48O3) yang berfungsi sebagai lapisan lilin pada daun
dan buah. Senyawa ini berfungsi menolak serangga dan mikrobia (Pendleton, 2009). Kandungan flavonoid pada rumput mutiara diduga mampu menghambat
proses karsinogenesis baik secara in vitro maupun in vivo. Flavonoid berfungsi
sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa fenol sementara senyawa fenol dapat bersifat koagulator protein. Alkaloid
(20)
memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut (Dwijoseputro, 1996 cit. Farida, 2007).
P-coumaric acid terkandung di dalam rumput mutiara. Senyawa tersebut
merupakan bagian dari asam fenolik (C6-C1) dan coumarin (C6-C3). Pengaruh fisiologi
dari coumarin dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri dari beberapa binatang. Pada
konsentrasi yang lebih rendah dari 10-3M (setara dengan 1 mg/l) dapat menghambat
pertumbuhan 25 species bakteri. Diantaranya, Stophylococcus, Sarcina,
Enterococcus, Streptococcus, Dipterococcus, Bacillus, Corneybacterium, Excherichia, Bacterium, Salmonella, Pseudomonas dan lain-lain (Wattimena, 1988).
E. HIPOTESIS
Penggunaan kombinasi antara pupuk organik cair dan ekstrak rumput mutiara
dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan tunas pegagan secara in vitro.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan November 2010 sampai Bulan Juni 2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Bahan dan Alat 1. Alat
(21)
commit to user a. Laminar Air Flow Cabinet
(LAFC) b. Autoclave c. Magnetic stirrer d. Hot Plate Stirrer
e. Petridish
f. Pipet ukur
g. Pinset
h. Timbangan analitik
i. Botol-botol kultur
j. Karet gelang
k. Bekker glass l. Thermoshaker
m. Tissue
n. Kertas label
o. Rak kultur
p. Hand sprayer
q. Plastik PP (Polypropilen)
r. Aluminium foil
s. Labu Takar
t. Pisau scalpel lengkap dengan
blade-nya
u. pH meter
v. Blender
w. Botol semprot
x. Lampu bunsen
2. Bahan
Bahan tanam yang digunakan adalah mata tunas pegagan, pupuk
organik cair, ekstrak rumput mutiara, media Murashige and Skoog (MS),
aquades, fungisida, bakterisida, spirtus, chlorox 1,5%, formalin dan alkohol 70%.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah penambahan pupuk cair pada berbagai konsentrasi dan faktor kedua adalah konsentrasi Rumput Mutiara.
1. Konsentrasi Pupuk Organik Cair :
0
P: Tanpa penambahan pupuk
1
P : Pupuk organik cair 2 ml/l
2
P : Pupuk organik cair 4 ml/l
(22)
3
P : Pupuk organik cair 8 ml/l
2. Konsentrasi Ekstrak Rumput Mutiara :
0 R
: Tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara
1 R
: Ekstrak Rumput Mutiara 3 ml/l
2 R
: Ekstrak Rumput Mutiara 6 ml/l
3 R
: Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l
Berdasarkan dua perlakuan tersebut, maka ada 16 kombinasi yang terbentuk dan setiap kombinasi dilakukan 3 kali ulangan. Kombinasi yang terbentuk sebagai berikut :
0 0R
P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara.
1
0R
P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 3 ml/l
2
0R
P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 6 ml/l
3
0R
P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 12 ml/l
1
P R0 : Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan tanpa ekstrak rumput mutiara
1
P R1 : Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 3 ml/l
1
P R2 : Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l
1
P R3: Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l
2
(23)
commit to user 2
P R1 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 3 ml/l
2
P R2 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 6 ml/l
2
P R3 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 12 ml/l
3
P R0 : Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara
3
P R1: Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 3 ml/l
3
P R2 : Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l
3
P R3 : Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan larutan stok
Pembuatan larutan stok yaitu dengan menimbang bahan-bahan kimia, hara makro, hara mikro, vitamin maupun Fe-EDTA sesuai komposisi media MS untuk dibuat larutan stok. Kemudian bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan
aquades dan diaduk sampai homogen dengan magnetic stirrer, kemudian
dimasukkan dalam botol yang diberi label pada tiap botolnya sesuai dengan perlakuan dan disimpan dalam lemari pendingin.
(24)
Rumput mutiara diambil dari lapang. Kemudian dicuci bersih dengan air mengalir. Menimbang rumput mutiara tersebut sebanyak 80 gram. Kemudian direndam dengan campuran fungisida dan bakterisida selama 10 menit serta detergen selama 10 menit. Kemudian dibilas dengan air mengalir dan aquades. Langkah selanjutnya adalah mengambil ekstrak dari rumput mutiara tersebut
dengan cara mem-blender dan menambahkan aquadest 200 cc.
3. Pembuatan media tanam
Pembuatan media dengan mengambil dan menakar masing-masing larutan stok sesuai dengan perlakuan dan ukuran yang telah ditentukan kemudian memasukkannya ke dalam labu takar. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan aquades sampai volume larutan mencapai 1 liter. Ditambahkan pula pupuk organik dan ekstrak sesuai perlakuan.
Langkah selanjutnya yaitu memasukkan larutan tersebut ke dalam bekker glass. Kemudian ditambahkan gula sebanyak 30 g dan diaduk dengan
menggunakan magnetic stirer. Setelah gula tercampur dan larut, langkah
selanjutnya adalah pengukuran pH, dengan kisaran 5,8-6. Apabila pH terlalu rendah ditambahkan dengan NaOH dan bila pH terlalu tinggi ditambahkan dengan HCl. Kemudian larutan ditambahkan bahan pemadat media yaitu
agar-agar sebanyak 8 g dan dididihkan di atas hot plate. Setelah semua larutan
mendidih, maka tahap selanjutnya adalah menuangkan larutan tersebut ke botol-botol kultur, kurang lebih 25 ml setiap botolnya. Botol ditutup dengan
plastik PP dan disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210 C, pada tekanan 1,5
kg/cm3 selama 45 menit. Setelah selesai, botol diangkat dari autoclave dan di tempatkan di ruang inkubasi supaya media menjadi padat. Apabila media telah memadat, maka penanaman eksplan dapat dilakukan.
4. Sterilisasi alat
Alat-alat yang harus disterilkan diantaranya adalah botol kultur, petridish, scalpel dan blade, pinset, plastik PP dan karet. Alat-alat tersebut dicuci sampai bersih (kecuali karet dan plastik PP), kemudian dikeringkan.
(25)
commit to user
plastik PP) lalu dimasukkan ke dalam autoclave pada tekanan 1,5 psi (kg/cm3),
pada suhu 121 0C selama 45 menit.
5. Sterilisasi eksplan
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sampai bersih dengan menggunakan detergen dan merendamnya sampai 10 menit, untuk mematikan mikroorganisme yang menempel dalam eksplan. Kemudian direndam dalam campuran larutan bakterisida dan fungisida selama 12 jam, serta digojog dalam thermoshaker. Setelah 12 jam eksplan dibilas dengan aquadest steril di dalam LAFC sebelum ditanam.
Eksplan yang telah dibilas dengan aquadest steril, disterilisasi lagi dengan dengan clorox 1,5%. Eksplan dimasukkan ke dalam botol kultur dan direndam ke dalam larutan clorox 1,5% selama 5 menit sambil digojog. Kemudian eksplan siap ditanam di dalam media kultur.
6. Penanaman
Penanaman eksplan dilakukan di dalam LAFC (Laminar Air Flow Cabiner)
yang telah dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol 70%, spirtus dan formalin. Kemudian eksplan dikeluarkan dari botol dengan menggunakan pinset panjang yang telah disterilisasi basah maupun kering. Eksplan dipotong dengan scalpel. Sebelum pinset digunakan untuk mengambil eksplan, terlebih dahulu dicelupkan ke dalam alkohol 70% dan dibakar di atas lampu bunsen.
Eksplan siap ditanam dalam botol kultur dan kemudian ditutup kembali
dengan plastik PP (Polypropilen). Botol-botol yang telah selesai diberi label
sesuai dengan perlakuan dan tanggal penanaman.
7. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan untuk meminimalisasi risiko kontaminasi dengan cara menyemprotkan spirtus ke botol-botol kultur setiap 2 hari sekali serta mengeluarkan botol-botol kultur yang terkontaminasi dari ruang inkubasi. E. VARIABEL PENELITIAN
(26)
1. Persentase Pembentukan Tunas
Persentase kemunculan tunas dihitung pada 60 HST, dengan perhitungan sebagai berikut :
%pembentukan tunas =
perlakuan tiap
ulangan total
perlakuan tiap
terbentuk yang
tunas jumlah
100%
2. Saat Muncul Tunas
Pengamatan munculnya tunas dilakukan setiap 2 hari pada tiap–tiap botol kultur dengan menghitung berapa hari tunas sudah mulai muncul atau tumbuh. Waktu muncul tunas ditentukan dalam HST (Hari Setelah Tanam). Terbentuknya tunas ditandai dengan terbentuknya tonjolan pada mata tunas
±1 mm.
3. Jumlah Tunas yang Terbentuk
Pengamatan jumlah tunas dilakukan pada akhir pengamatan yaitu 60 HST, dengan menghitung berapa jumlah tunas yang muncul pada mata tunas eksplan pegagan yang ditanam.
4. Panjang Tunas
Panjang tunas diamati pada 60 HST (akhir pengamatan) dengan mengukur dari pangkal tunas yang terbentuk hingga ujung tunas yang paling tinggi.
5. Saat Muncul Daun
Pengamatan saat muncul daun, dilakukan setiap 2 hari pada tiap–tiap botol kultur dengan menghitung berapa hari daun sudah mulai muncul atau
(27)
commit to user
6. Persentase Pembentukan Daun
Persentase kemunculan daun dihitung pada 60 HST, dengan perhitungan sebagai berikut :
% pembentukan daun =
perlakuan tiap
ulangan total
perlakuan tiap
terbentuk yang
daun jumlah
100%
7. Jumlah Daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan pada akhir pengamatan yaitu 60 HST, dengan menghitung berapa daun yang terbentuk pada tunas pegagan yang telah muncul.
F. ANALISIS DATA
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis deskriptif. Hal ini dikarenakan data hasil penelitian tidak sesuai dengan asumsi, bahwa data harus menyebar normal.
(28)
commit to user
III. TINJAUAN PUSTAKA
F. PEGAGAN
Pegagan (Centella asiatica L.) mengandung senyawa asiatikosida yang termasuk dalam golongan senyawa triterpenoid. Senyawa triterpenoid dalam tanaman Centella asiatica (L.) ini diketahui memiliki aktifitas farmakologi sebagai penyembuh luka, tukak duodenum, dan lain-lain. Metode kultur jaringan digunakan untuk memperbanyak jaringan pegagan. Seluruh bagian pegagan, dapat digunakan untuk tanaman obat tradisional. Diantaranya, membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, dierutika, antipiretika, anti bakteri dan lain sebagainya. Pegagan juga mampu digunakan sebagai bahan insektisida tanaman (Sudarsono, 2002).
Pegagan bersifat kosmopolitan tumbuh liar di tempat-tempat yang lembab pada intensitas sinar yang rendah (ternaungi) hingga pada tempat-tempat terbuka, seperti di padang rumput, pinggir selokan, pematang sawah. Faktor lingkungan yang berperan dalam pertumbuhan dan mempengaruhi kandungan bahan aktif tanaman pegagan, antara lain : Tinggi tempat, Jenis tanah, Iklim. Pegagan dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik hampir pada semua jenis tanah lahan kering. Pada jenis tanah latosol dengan kandungan liat sedang tanaman ini tumbuh subur dan kandungan bahan aktifnya cukup baik (Januwati dan Yusron, 2005).
Aktivitas antioksidan pada pegagan dan siotaksik berfungsi melawan kanker usus pada manusia. Pegagan juga berfungsi sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi kerusakan akibat racun dan zat berbahaya. Kecuali pada bagian akar, pegagan berfungsi dalam penyembuhan radang hati, pembengkakan hati, campak, sakit tenggorokan dan asma (Dalimartha, 2000).
Pegagan atau antanan merupakan herba yang menyukai tanah yang agak lembab dan mendapat sinar matahari yang cukup atau teduh. Tanaman ini berasal dari Asia dengan iklim tropis. Pada daerah perkebunan, tanaman ini biasa dimanfaatkan sebagai penutup tanah. Pegagan yang diamati karakter
(29)
commit to user
morfologinya berasal dari dua lokasi yang berbeda, yaitu Indonesia dan Malaysia. Panampakan morfologi kedua tanaman dengan aksesi yang berbeda tersebut juga menunjukkan perbedaan yang nyata pada penampakan daunnya. Daun pegagan Malaysia memiliki bentuk yang lebih bundar dan permukaannya halus sedangkan pegagan asal Indonesia memiliki bentuk daun yang tidak bundar penuh. Bagian pangkal daun terbelah membentuk sudut yang lancip. Permukaan daunnya sedikit lebih kasar dengan urat daun yang jelas (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Dari penelitian in vitro terhadap pegagan menemukan kemampuannya menghancurkan berbagai bakteri penyebab infeksi, seperti Staphylococcus aureus, Escherechia coli, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, dan sejenisnya. Sementara dalam bentuk infus atau ekstrak etanol, tumbuhan ini dipercaya dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Laorpuksa (1988) membuktikan, estrak air pegagan dapat melawan bakteri yang menyebabkan infeksi pada saluran napas.
Pegagan yang tumbuh di alam, umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan stolon atau tunas anakan, tetapi dapat pula diperbanyak dengan biji (secara generatif). Benih yang akan ditanam sudah berstolon dengan disertai minimal 2 calon tunas. Benih berasal dari induk yang telah berumur minimal setahun. Walaupun pegagan berbiji, perbanyakan dilakukan melalui bagian stolon (vegetatif), yang disemaikan terlebih dahulu selama 2 – 3 minggu. Persemaian menggunakan polibag kecil, diisi media tanam campuran tanah dan pupuk kandang (2 : 1), diletakkan di tempat dengan naungan yang cukup dan disiram setiap hari (Januwati dan Yusron, 2005).
G. KULTUR JARINGAN
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain : mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah besar sehingga tidak membutuhkan tempat yang luas, mampu
(30)
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Objek dari kultur jaringan yang paling utama adalah organ tanaman dan sel dari jaringan tanaman yang viable. Kultur jaringan memerlukan kondisi yang aseptik. Sel yang dikulturkan, tidak akan tumbuh dengan sempurna, apabila telah terkontaminasi dengan mikroorganisme. Bekerja dengan kultur jaringan membutuhkan alat dan bahan yang steril (Martin, 1994).
Teori totipotensi merupakan prinsip dasar yang digunakan dalam kultur jaringan seperti diisyaratkan oleh Schleiden dan Schwan, bahwa masing-masing sel tumbuhan mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai. Bahan yang ditumbuhkan secara aseptik dalam media buatan dapat berasal dari daun, akar, kambium dan bagian-bagian lainnya (Watherell, 1992).
Kemajuan teknologi yang didasarkan pada teknik kultur jaringan sangat nyata dampaknya dalam peningkatan kualitas dan produksi pada komoditas pertanian. Kultur jaringan mempunyai dua kegunaan utama. Pertama adalah untuk perbanyakan cepat dalam jumlah banyak dan seragam sesuai induknya dan kedua untuk menghasilkan kultivar-kultivar baru yang unggul dalam perbaikan tanaman (Mattjik, 2005).
Komposisi dalam media kultur, mengandung lima kelompok senyawa. Diantaranya garam an-organik, sumber karbon (biasanya berupa sukrosa atau glukosa), vitamin, pengatur pertumbuhan serta ditambah dengan pelengkap organik. Pelengkap organik dapat digunakan hidrolisat protein, ekstrak ragi, ekstrak tetes, air kelapa dan lain-lain. Ekstrak yang digunakan, dapat membantu dalam memasok senyawa untuk membantu perkembangan eksplan. Pengatur tumbuh (ZPT) dibutuhkan dalam membantu pembelahan sel (Wetter dan Constabel, 1991).
Kultur jaringan tanaman adalah suatu upaya mengisolasi bagian-bagian tanaman (protoplas, sel, jaringan, dan organ). Bagian tersebut kemudian
(31)
commit to user
yang terkendali, sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali (Zulkarnain, 2009).
H. PUPUK ORGANIK
Pertumbuhan suatu tanaman di bawah kondisi yang kurang optimum menunjukkan adanya penurunan kemampuan tumbuh dan berproduksi pada tanaman tertentu. Pada kondisi tersebut perlu ditambahkan masukan yang dapat mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu dengan pemberian pupuk alami. Industri obat masih mensyaratkan penanaman tanaman obat menggunakan bahan alami saja, sehingga perlu diketahui pengaruh pemberian pupuk alami untuk mendukung pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bahan bioaktif tanaman dalam kondisi ternaungi (Musyarofah, 2006).
Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah (Rizqiani, 2007).
Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau konsentrasi yang diaplikasikan terhadap tanaman. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah (Hanolo, 1997 cit. Rizqiani, 2007).
Semakin tinggi konsentrasi pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan konsentrasi yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya
(32)
gejala kelayuan pada tanaman. Pemilihan konsentrasi yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti dan hal ini dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian di lapangan (Suwandi dan Nurtika, 1987 cit. Rizqiani, 2007).
Pupuk organik cair diolah dari bahan baku berupa kotoran ternak, kompos, limbah alam, hormon tumbuhan dan bahan-bahan alami lainnya yang diproses secara alamiah. Pupuk organik cair berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang (Indrakusuma, 2000 cit. Parman, 2007).
I. RUMPUT MUTIARA
Rumput mutiara memiliki sifat yang agak lemah. Morfologi dari rumput mutiara, diantaranya tinggi 15 – 50 cm, tumbuh subur pada tanah lembab di sisi jalan, pinggir selokan, mempunyai banyak percabangan. Batang bersegi, daun berhadapan bersilang, tangkal daun pendek/hampir duduk, panjang daun 2 – 5 cm, ujung runcing, tulang daun satu di tengah. Ujung daun mempunyai rambut yang pendek. Bunga ke luar dari ketiak daun, bentuknya seperti payung berwarna putih, berupa bunga majemuk 2-5, tangkai bunga (induk) keras seperti kawat, panjangnya 510 mm (Kakizoe dan Tadao, 2003).
Kandungan kimia dalam rumput mutiara, diantaranya hentriacontane, stigmasterol, ursolic acid, oleanolic acid, Beta-sitosterol, sitisterol-D-glucoside, p-coumaric acid, flavonoid glycosides. Anggota Rubiaceae ini bersifat manis, sedikit pahit lembut dan netral. Tanaman ini bermanfaat untuk menghilangkan panas dan toksik, antiradang, diuretik serta menyembuhkan bisul serta mengaktifkan sirkulasi darah (Hariana, 2006).
Nurhayati (2006) telah berhasil mendeteksi aktivitas antibakteri dalam rumput mutiara (Hedyotis corymbosa) terhadap bakteri E.coli, staphylococcus aureus, shygella disentriae, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella sp
(33)
commit to user
Rumput mutiara memiliki efek farmakologis. Rumput mutiara dapat digunakan sebagai obat anti malaria, menghilangkan panas, diuretik serta anti radang. Kandungan dalam rumput mutiara yang sering dimanfaatkan adalah kandungan ursolic acid. Selain itu terdapat kandungan merol dan marol, yaitu senyawa triperpenoid pentasiklik (C30H48O3) yang berfungsi sebagai lapisan lilin pada daun dan buah. Senyawa ini berfungsi menolak serangga dan mikrobia (Pendleton, 2009).
Kandungan flavonoid pada rumput mutiara diduga mampu menghambat proses karsinogenesis baik secara in vitro maupun in vivo. Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa fenol sementara senyawa fenol dapat bersifat koagulator protein. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Dwijoseputro, 1996 cit. Farida, 2007).
P-coumaric acid terkandung di dalam rumput mutiara. Senyawa tersebut merupakan bagian dari asam fenolik (C6-C1) dan coumarin (C6-C3). Pengaruh fisiologi dari coumarin dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri dari beberapa binatang. Pada konsentrasi yang lebih rendah dari 10-3M (setara dengan 1 mg/l) dapat menghambat pertumbuhan 25 species bakteri. Diantaranya,
Stophylococcus, Sarcina, Enterococcus, Streptococcus, Dipterococcus,
Bacillus, Corneybacterium, Excherichia, Bacterium, Salmonella,
Pseudomonas dan lain-lain (Wattimena, 1988).
J. HIPOTESIS
Penggunaan kombinasi antara pupuk organik cair dan ekstrak rumput mutiara dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan tunas pegagan secara in vitro.
(34)
commit to user
III. METODE PENELITIAN
G. Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan November 2010 sampai Bulan Juni 2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
H. Bahan dan Alat 3. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya : y. Laminar Air Flow Cabinet
(LAFC) z. Autoclave
aa. Magnetic stirrer
bb. Hot Plate Stirrer
cc. Petridish dd. Pipet ukur ee. Pinset
ff. Timbangan analitik gg. Botol-botol kultur hh. Karet gelang ii. Bekker glass
jj. Thermoshaker
kk.Tissue
ll. Kertas label
mm. Rak kultur
nn.Hand sprayer
oo.Plastik PP (Polypropilen) pp.Aluminium foil
qq.Labu Takar
rr. Pisau scalpel lengkap dengan
blade-nya ss. pH meter tt. Blender uu.Botol semprot vv.Lampu bunsen
4. Bahan
Bahan tanam yang digunakan adalah mata tunas pegagan, pupuk organik cair, ekstrak rumput mutiara, media Murashige and Skoog (MS), aquades, fungisida, bakterisida, spirtus, chlorox 1,5%, formalin dan alkohol 70%.
(35)
commit to user
I. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah penambahan pupuk cair pada berbagai konsentrasi dan faktor kedua adalah konsentrasi Rumput Mutiara.
3. Konsentrasi Pupuk Organik Cair :
0
P: Tanpa penambahan pupuk
1
P : Pupuk organik cair 2 ml/l
2
P : Pupuk organik cair 4 ml/l
3
P : Pupuk organik cair 8 ml/l
4. Konsentrasi Ekstrak Rumput Mutiara :
0 R
: Tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara
1 R
: Ekstrak Rumput Mutiara 3 ml/l
2 R
: Ekstrak Rumput Mutiara 6 ml/l
3 R
: Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l
Berdasarkan dua perlakuan tersebut, maka ada 16 kombinasi yang terbentuk dan setiap kombinasi dilakukan 3 kali ulangan. Kombinasi yang terbentuk sebagai berikut :
0 0R
P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara.
1
0R
P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 3 ml/l
2
0R
P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan penambahan ekstrak
(36)
3
0R
P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 12 ml/l
1
P R0 : Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan tanpa ekstrak
rumput mutiara
1
P R1 : Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 3 ml/l
1
P R2 : Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l
1
P R3: Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l
2
P R0 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan tanpa penambahan
ekstrak rumput mutiara
2
P R1 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 3 ml/l
2
P R2 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l
2
P R3 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 12 ml/l
3
P R0 : Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara
3
P R1: Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 3 ml/l
3
P R2 : Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan penambahan ekstrak
rumput mutiara 6 ml/l
3
P R3 : Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l
(37)
commit to user
J. Pelaksanaan Penelitian
8. Pembuatan larutan stok
Pembuatan larutan stok yaitu dengan menimbang bahan-bahan kimia, hara makro, hara mikro, vitamin maupun Fe-EDTA sesuai komposisi media MS untuk dibuat larutan stok. Kemudian bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan aquades dan diaduk sampai homogen dengan
magnetic stirrer, kemudian dimasukkan dalam botol yang diberi label pada tiap botolnya sesuai dengan perlakuan dan disimpan dalam lemari pendingin.
9. Pembuatan Ekstrak Rumput Mutiara
Rumput mutiara diambil dari lapang. Kemudian dicuci bersih dengan air mengalir. Menimbang rumput mutiara tersebut sebanyak 80 gram. Kemudian direndam dengan campuran fungisida dan bakterisida selama 10 menit serta detergen selama 10 menit. Kemudian dibilas dengan air mengalir dan aquades. Langkah selanjutnya adalah mengambil ekstrak dari rumput mutiara tersebut dengan cara mem-blender dan menambahkan aquadest 200 cc.
10.Pembuatan media tanam
Pembuatan media dengan mengambil dan menakar masing-masing larutan stok sesuai dengan perlakuan dan ukuran yang telah ditentukan kemudian memasukkannya ke dalam labu takar. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan aquades sampai volume larutan mencapai 1 liter. Ditambahkan pula pupuk organik dan ekstrak sesuai perlakuan.
Langkah selanjutnya yaitu memasukkan larutan tersebut ke dalam
bekker glass. Kemudian ditambahkan gula sebanyak 30 g dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirer. Setelah gula tercampur dan larut, langkah selanjutnya adalah pengukuran pH, dengan kisaran 5,8-6. Apabila pH terlalu rendah ditambahkan dengan NaOH dan bila pH terlalu tinggi ditambahkan dengan HCl. Kemudian larutan ditambahkan bahan pemadat media yaitu agar-agar sebanyak 8 g dan dididihkan di atas hot plate. Setelah semua larutan mendidih, maka tahap selanjutnya adalah
(38)
menuangkan larutan tersebut ke botol-botol kultur, kurang lebih 25 ml setiap botolnya. Botol ditutup dengan plastik PP dan disterilisasi dengan
autoclave pada suhu 1210 C, pada tekanan 1,5 kg/cm3 selama 45 menit. Setelah selesai, botol diangkat dari autoclave dan di tempatkan di ruang inkubasi supaya media menjadi padat. Apabila media telah memadat, maka penanaman eksplan dapat dilakukan.
11.Sterilisasi alat
Alat-alat yang harus disterilkan diantaranya adalah botol kultur, petridish, scalpel dan blade, pinset, plastik PP dan karet. Alat-alat tersebut dicuci sampai bersih (kecuali karet dan plastik PP), kemudian dikeringkan. Setelah kering, dibungkus dengan kertas koran (kecuali botol kultur, karet dan plastik PP) lalu dimasukkan ke dalam autoclave pada tekanan 1,5 psi (kg/cm3), pada suhu 121 0C selama 45 menit.
12.Sterilisasi eksplan
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sampai bersih dengan menggunakan detergen dan merendamnya sampai 10 menit, untuk mematikan mikroorganisme yang menempel dalam eksplan. Kemudian direndam dalam campuran larutan bakterisida dan fungisida selama 12 jam, serta digojog dalam thermoshaker. Setelah 12 jam eksplan dibilas dengan aquadest steril di dalam LAFC sebelum ditanam.
Eksplan yang telah dibilas dengan aquadest steril, disterilisasi lagi dengan dengan clorox 1,5%. Eksplan dimasukkan ke dalam botol kultur dan direndam ke dalam larutan clorox 1,5% selama 5 menit sambil digojog. Kemudian eksplan siap ditanam di dalam media kultur.
13.Penanaman
Penanaman eksplan dilakukan di dalam LAFC (Laminar Air Flow
Cabiner) yang telah dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol 70%, spirtus dan formalin. Kemudian eksplan dikeluarkan dari botol dengan menggunakan pinset panjang yang telah disterilisasi basah maupun kering. Eksplan dipotong dengan scalpel. Sebelum pinset digunakan untuk
(39)
commit to user
mengambil eksplan, terlebih dahulu dicelupkan ke dalam alkohol 70% dan dibakar di atas lampu bunsen.
Eksplan siap ditanam dalam botol kultur dan kemudian ditutup kembali dengan plastik PP (Polypropilen). Botol-botol yang telah selesai diberi label sesuai dengan perlakuan dan tanggal penanaman.
14.Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan untuk meminimalisasi risiko kontaminasi dengan cara menyemprotkan spirtus ke botol-botol kultur setiap 2 hari sekali serta mengeluarkan botol-botol kultur yang terkontaminasi dari ruang inkubasi.
K. VARIABEL PENELITIAN
8. Persentase Pembentukan Tunas
Persentase kemunculan tunas dihitung pada 60 HST, dengan perhitungan sebagai berikut :
%pembentukan tunas =
perlakuan tiap
ulangan total
perlakuan tiap
terbentuk yang
tunas jumlah
100%
9. Saat Muncul Tunas
Pengamatan munculnya tunas dilakukan setiap 2 hari pada tiap– tiap botol kultur dengan menghitung berapa hari tunas sudah mulai muncul atau tumbuh. Waktu muncul tunas ditentukan dalam HST (Hari Setelah Tanam). Terbentuknya tunas ditandai dengan terbentuknya tonjolan pada mata tunas ±1 mm.
10.Jumlah Tunas yang Terbentuk
Pengamatan jumlah tunas dilakukan pada akhir pengamatan yaitu 60 HST, dengan menghitung berapa jumlah tunas yang muncul pada mata tunas eksplan pegagan yang ditanam.
(40)
commit to user 11.Panjang Tunas
Panjang tunas diamati pada 60 HST (akhir pengamatan) dengan mengukur dari pangkal tunas yang terbentuk hingga ujung tunas yang paling tinggi.
12.Saat Muncul Daun
Pengamatan saat muncul daun, dilakukan setiap 2 hari pada tiap– tiap botol kultur dengan menghitung berapa hari daun sudah mulai muncul atau tumbuh. Waktu muncul daun ditentukan dalam HST.
13.Persentase Pembentukan Daun
Persentase kemunculan daun dihitung pada 60 HST, dengan perhitungan sebagai berikut :
% pembentukan daun =
perlakuan tiap
ulangan total
perlakuan tiap
terbentuk yang
daun jumlah
100%
14.Jumlah Daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan pada akhir pengamatan yaitu 60 HST, dengan menghitung berapa daun yang terbentuk pada tunas pegagan yang telah muncul.
L. ANALISIS DATA
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis deskriptif. Hal ini dikarenakan data hasil penelitian tidak sesuai dengan asumsi, bahwa data harus menyebar normal.
(41)
commit to user
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persentase Pembentukan Tunas
Tunas merupakan salah satu bentuk organ vegetatif dari suatu tanaman. Dalam kultur jaringan, pembentukan tunas merupakan salah satu indikator pertumbuhan dari suatu eksplan. Tingginya persentase pembentukan tunas pada kultur pegagan, mengindikasikan keberhasilan dalam kultur pegagan. Data persentase terbentuknya tunas pegagan, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data Persentase Pembentukan Tunas Pegagan (%) Pada Umur 60 HST pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara
Pupuk Organik Cair (ml/l)
Ekstrak Rumput Mutiara
0 ml/l 3 ml/l 6 ml/l 12 ml/l
0 66,7 0 66,7 100
2 33,33 66,7 0 33,33
4 0 33,33 33,33 0
8 0 0 0 66,7
Keterangan :
Pupuk Organik Cair (P) : P0 = 0 ml/l, P1= 2 ml/l, P2 = 4 ml/l, P3 = 8 ml/l
Ekstrak Rumput Mutiara (R) : R0 = 0 ml/l, R1= 3 ml/l, R2 = 6 ml/l, R3 = 12 ml/l
Penambahan ekstrak rumput mutiara yang dikombinasikan dengan pupuk organik cair (POC), tidak semuanya mampu membantu kemunculan tunas pegagan. Penambahan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l yang dikombinasikan dengan POC 0 ml/l memberikan persentase sebesar 100%. Pada perlakuan tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara maupun POC, penambahan ekstrak 6 ml/l dengan POC 0 ml/l, penambahan ekstrak 3 ml/l dengan POC 2 ml/l dan penambahan ekstrak 12 ml/l dengan POC 8 ml/l memberikan persentase sebesar 66,7%. Serta pada ekstrak 0 ml/l dengan POC 2 ml/l, ekstrak 3 ml/l dengan POC 4 ml/l, ekstrak 6 ml/l dengan POC 4 ml/l dan ekstrak 12 ml/l dengan POC 2 ml/l memberikan hasil sebesar 33,33%.
(42)
Pada penambahan ekstrak rumput mutiara sebanyak 12 ml/l pada berbagai taraf POC, dapat membantu memunculkan tunas pegagan paling banyak jika dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Hariana (2006) menjelaskan, bahwa rumput mutiara mengandung berbagai senyawa kimia, salah satunya berupa coumaric acid. Coumaric acid, seperti yang dijelaskan oleh Wattimena (1989) merupakan bagian dari golongan asam fenolik dan coumarin. Dwijoseputro (1986) menjelaskan bahwa coumarin merupakan salah satu fitohormon. Yaitu zat kimia yang dapat mempengaruhi pengembangan sel. Zat ini terdapat di dalam tanaman. Dalam suatu penelitian membuktikan bahwa coumarin dapat mempergiat pengembangan sel-sel pada koleoptil dan lembaran-lembaran daun. Oleh karena itu, penggunaan ekstrak rumput mutiara sebanyak 12 ml/l, tanpa penambahan pupuk organik cair telah mampu men-supply banyak coumarin yang dapat membantu pertumbuhan tunas.
Penambahan ekstrak rumput mutiara sebanyak 12 ml/l yang dikombinasikan dengan POC 4 ml/l, ekstrak 3 ml/l dengan POC 0 ml/l, ekstrak 6 ml/l dengan POC 2 ml/l belum memunculkan tunas. Hal ini diduga bahwa eksplan pegagan tidak mampu menyerap dengan baik zat-zat yang terkandung dalam media, sehingga pembentukan tunas menjadi terhambat. Penyerapan unsur hara dari dalam media ke dalam tubuh tanaman, menurut Novizan (2002) cit. Musyarofah (2006), salah satunya dipengaruhi oleh kecukupan unsur hara lain yang akan meningkatkan meningkatnya serapan unsur hara tersebut.
Pada penambahan pupuk organik 8 ml/l, yang dikombinasikan dengan ekstrak 0 ml/l, 3 ml/l dan 6 ml/l juga belum dapat membentuk tunas. Diperjelas oleh Wijayani dan Widodo (2005) cit. Satutik (2009), larutan hara yang terlalu pekat, tidak dapat diserap oleh akar secara maksimum disebabkan tekanan osmose sel menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan osmose di luar sel, sehingga kemungkinan justru akan terjadi aliran balik cairan sel-sel
(43)
commit to user
B. Saat Muncul Tunas
Tumbuhnya tunas merupakan salah satu indikator keberhasilan pada perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan. Tunas berfungsi untuk melangsungkan keturunan pada tanaman, karena tunas dapat menjadi sarana dalam pembentukan energi dari proses yang berlangsung pada daun. Semakin awal tunas terbentuk, dapat dikatakan bahwa eksplan menyerap lebih cepat unsur hara yang terkandung di dalam media.
Gambar 1.Saat Muncul Tunas Pegagan (Centella asiatica
L.) Pada Kombinasi POC 2 ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l
Gambar 2. Saat Muncul Tunas Pegagan (Centella asiatica L. ) Pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara
Ket :
P0 : POC 0 ml/l, P1 : POC 2 ml/l, P2 : P0C 4 ml/l, P3 : POC 8 ml/l,
3 0 3 8 3 0 7 0 4 2
0 0 0 0
2 6 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P 0 R 0 P 0 R 1 P 0 R 2 P 0 R 3 P 1 R 0 P 1 R 1 P 1 R 2 P 1 R 3 P 2 R 0 P 2 R 1 P 2 R 2 P 2 R 3 P 3 R 0 P 3 R 1 P 3 R 2 P 3 R 3
kombinasi pe rlakuan
H S T ( H a ri S e te la h T a n
(44)
Gambar 2 menunjukkan bahwa rata-rata pembentukan tunas pegagan paling cepat pada dua hari setelah tanam (HST). Kombinasi yang menunjukkan pertumbuhan paling cepat yaitu pada kombinasi pupuk organik cair 8 ml/l dengan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l dan pupuk organik cair 4 ml/l dengan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan ekstrak rumput mutiara dan pupuk organik cair dengan konsentrasi tinggi, yaitu sebanyak 12 ml/l maupun 6 ml/l dan pupuk cair sebesar 8 ml/l dan 4 ml/l mampu menginduksi tunas lebih cepat dari konsentrasi lain yang lebih rendah. Jadi, dapat dikatakan bahwa penambahan ekstrak rumput mutiara dapat mempercepat pertumbuhan tunas, jika ditambah dengan pupuk organik cair yang berkonsentrasi tinggi.
Sesuai dengan pernyataan Poerwowidodo (1992), bahwa pupuk organik cair selain mengandung nitrogen yang menyusun dari semua protein, asam nukleat dan klorofil, juga mengandung unsur hara mikro antara lain unsur Mn, Zn, Fe, S, B, Ca dan Mg. Unsur hara mikro tersebut berperan sebagai katalisator dalam proses sintesis protein dan pembentukan klorofil. Protein merupakan penyusun utama protoplasma yang berfungsi sebagai pusat proses metabolisme dalam tanaman yang selanjutnya akan memacu pembelahan dan pemanjangan sel.
Penambahan kombinasi pupuk organik cair dan ekstrak rumput mutiara menunjukkan waktu yang berbeda-beda dalam pembentukan tunas pegagan. Perbedaan saat muncul tunas tersebut diduga karena masing-masing eksplan memiliki kemampuan berbeda-beda dalam penyerapan unsur hara. Dimana, unsur hara tersebut, masuk ke dalam eksplan melalui seluruh permukaan eksplan.
Selain perbedaan dalam hal penyerapan, diduga adanya pengaruh dari kandungan senyawa fenolik yang ada pada rumput mutiara. Yaitu zat yang mampu menghambat pertumbuhan tanaman. Tanaman ini mengandung
coumaric acid yang termasuk dalam asam fenolik, yang memberikan pengaruh sebagai fungisida dan bakterisida. Selain digunakan sebagai
(45)
commit to user
pertumbuhan, khususnya pada pertumbuhan akar. Akan tetapi, asam coumaric
yang terdapat pada tanaman, tidak sanggup menekan semua proses pertumbuhan. Selama nisbah fitohormon dan inhibitor yang mendorong pertumbuhan berada dalam sistem seimbang, pertumbuhan suatu tanaman akan tetap berlangsung (Wattimena, 1988). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dengan penambahan ekstrak rumput mutiara dapat menghambat ataupun mempercepat pertumbuhan tunas pegagan.
C. Jumlah Tunas
Terbentuknya tunas merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam kultur jaringan. Semakin banyak jumlah tunas yang dihasilkan, maka tanaman dapat dikatakan tumbuh dengan baik. Data jumlah tunas pegagan, dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3 Jumlah Tunas Eksplan Pegagan (Centella asiatica L.) Umur 60 HST Pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Rumput Mutiara dan Pupuk Organik Cair
Dilihat dari gambar 3, diketahui rata-rata jumlah tunas pegagan yang terbentuk dalam berbagai kombinasi. Jumlah tunas yang terbanyak, pada penambahan ekstrak rumput mutiara sebanyak 12 ml/l dan dikombinasikan
Ket :
P0 : POC 0 ml/l, P1 : POC 2 ml/l, P2 : P0C 4 ml/l, P3 : POC 8 ml/l,
1 1 1
2 4 1 2 3 4 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 P 0 R 0 P 0 R 1 P 0 R 2 P 0 R 3 P 1 R 0 P 1 R 1 P 1 R 2 P 1 R 3 P 2 R 0 P 2 R 1 P 2 R 2 P 2 R 3 P 3 R 0 P 3 R 1 P 3 R 2 P 3 R 3 kombinasi perlakuan ju m la h t u n a s
(46)
dengan pupuk organik cair 0 ml/l (tanpa penambahan pupuk), 2 ml/l dan 8 ml/l.
Perlakuan tanpa penambahan pupuk organik cair (POC) dan POC 2 ml/l pada berbagai taraf konsentarsi ekstrak rumput mutiara memiliki rata-rata jumlah tunas yang lebih banyak jika dibandingkan dengan penambahan POC 4 ml/l dan 8 ml/l pada berbagai taraf konsentrasi ekstrak rumput mutiara. Hal ini diduga media dasar MS (Murashige and skoog) telah mengandung sejumlah zat yang diperlukan suatu eksplan untuk dapat tumbuh.
Apabila digunakan konsentrasi pupuk yang lebih besar diduga akan menghambat pertumbuhan dari eksplan pegagan tersebut. Penggunaan pupuk yang jumlahnya tinggi, atau penggunaan zat bantu pertumbuhan yang tinggi dapat menghambat proses pertumbuhan. Hal ini diperjelas dengan pernyataan George dan Sherrington (1984) cit. Satutik (2009), bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur in-vitro pada batas-batas tertentu mampu merangsang pertumbuhan, namun dapat bersifat sebagai penghambat apabila digunakan melebihi konsentrasi optimum.
D. Panjang Tunas
Panjang tunas yang terbentuk pada kultur jaringan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui pengaruh dari ekstrak rumput mutiara dan pupuk organik cair. Semakin panjang tunas pegagan yang terbentuk, maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh dari ekstrak rumput mutiara dan pupuk organik cair dalam budidaya secara in vitro. Rata-rata panjang tunas pegagan dapat dilihat pada gambar 4
(47)
commit to user
Gambar 4 Panjang Tunas Eksplan Pegagan (Centella asiatica L.) Pada Umur 60 HST Pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Rumput Mutiara dan Pupuk Organik Cair
Dilihat dari gambar 4, penambahan ekstrak rumput mutiara sebanyak 12 ml/l dapat membantu pertumbuhan panjang pada eksplan. Pada penambahan ekstrak 12 ml/l yang dikombinasikan dengan POC 0 ml/l mampu memberikan efek pada tunas paling panjang, kemudian diikuti dengan penambahan ekstrak 12 ml/l yang dikombinasikan dengan POC 8 ml/l.
Pada kombinasi ekstrak rumput mutiara 12 ml/l dan tanpa menggunakan pupuk organik cair (0 ml/l), ternyata telah mampu memberikan rata-rata hasil panjang tunas yang paling baik jika dibandingkan dengan kombinasi lainnya, yaitu sebesar 2,16 cm. Hal tersebut diduga dengan penambahan ekstrak rumput mutiara sebagai tambahan bahan organik mampu menambah kebutuhan eksplan akan hara, juga sebagai ketahanan tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Penggunaan media dasar MS juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan pegagan. Tanpa penggunaan pupuk organik cair pun, eksplan pegagan mampu menghasilkan panjang tunas yang terpanjang. Hal tersebut juga didukung dengan pernyataan Pierick (1987) cit. Masruru (2007). Beliau menyatakan bahwa sumber nitrogen dalam media kultur jaringan berupa
Ket :
P0 : POC 0 ml/l, P1 : POC 2 ml/l, P2 : P0C 4 ml/l, P3 : POC 8 ml/l,
0 0 0 0 0 0 0
1 0.4 0.2 0.5 1 0.5 0.5 0.67 2.16 0 0.5 1 1.5 2 2.5 P 0 R 0 P 0 R 1 P 0 R 2 P 0 R 3 P 1 R 0 P 1 R 1 P 1 R 2 P 1 R 3 P 2 R 0 P 2 R 1 P 2 R 2 P 2 R 3 P 3 R 0 P 3 R 1 P 3 R 2 P 3 R 3
kom binasi perlakuan
p a n ja n g t u n a s ( c m )
(48)
commit to user
NH4+ dan NO3- dan dalam media dasar MS paling tinggi diantara media dasar lain. Karena itu, penggunaan MS memacu pertumbuhan organ vegetatif.
Penggunaan pupuk organik cair dengan konsentrasi 2 ml/l dan 4 ml/l pada berbagai taraf ekstrak rumput mutiara, ternyata memberikan hasil yang baik pada panjang tunas. Terbukti pada kombinasi POC 2 ml/l dengan rumput mutiara 0 ml/l dan kombinasi POC 4 ml/l dengan rumput mutiara 6 ml/l memberikan hasil panjang tunas sebesar 1 cm, kemudian diikuti kombinasi POC 2 ml/l dengan ekstrak rumput mutiara 3 ml/l memberikan hasil panjang tunas sebesar 0,67 cm. Hal tersebut diduga bahwa kandungan unsur makro, mikro, serta ZPT dalam pupuk organik dapat mempengaruhi pertumbuhan tunas.
E. Persentase Pembentukan Daun
Daun merupakan salah satu organ vital bagi tanaman. Daun berfungsi dalam hal supply makanan. Daun melakukan proses fotosintesis dan menghasilkan energi, makanan dan oksigen. Banyak persentase daun yang terbentuk, merupakan indikasi keberhasilan penanaman eksplan pada kultur in vitro. Data persentase kemunculan daun pegagan (Centella asiatica L.) dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Data Persentase Pembentukan Daun Pegagan (%) Pada Umur 60 HST Pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara
Pupuk Organik Cair (ml/l)
Ekstrak Rumput Mutiara
0 ml/l 3 ml/l 6 ml/l 12 ml/l
0 33,33 0 33,33 33,33
2 33,33 33,33 0 33,33
4 0 33,33 33,33 0
8 0 0 0 66,67
Keterangan :
Pupuk Organik Cair (P) : P0 = 0 ml/l, P1= 2 ml/l, P2 = 4 ml/l, P3 = 8 ml/l
Ekstrak Rumput Mutiara (R) : R0 = 0 ml/l, R1= 3 ml/l, R2 = 6 ml/l, R3 = 12 ml/l
(49)
commit to user
dikombinasikan dengan POC 8 ml/l mampu menghasilkan persentase tertinggi, yaitu sebesar 66,67%. Hal ini diduga rumput mutiara yang mengandung berbagai senyawa-senyawa seperti coumarin yang merupakan salah satu fitohormon. Coumarin akan mempengaruhi pengembangan sel dan mempergiat pengembangan sel-sel pada koleoptil dan lembaran-lembaran daun (Dwijoseputro, 1986).
Pada konsentrasi 8 ml/l menunjukkan persentase 66,7%, akan tetapi apabila dikombinasikan dengan ekstrak rumput mutiara sebesar 0 ml/l, 3 ml/l dan 6 ml/l ternyata tidak mampu memberikan pengaruh dalam pembentukan daun pada pegagan. Hal ini diduga, karena pemberian nutrisi (pupuk) atau zat pengatur pertumbuhan yang terlalu tinggi ataupun pada batas-batas tertentu dapat bersifat sebagai penghambat (George dan Sherrington, 1984 cit. Satutik, 2009).
F. Saat Muncul Daun
Tunas yang telah terbentuk dari hasil kultur, nantinya akan tumbuh dan berkembang menjadi daun. Semakin cepat daun terbentuk, membuktikan
bahwa tanaman menunjukkan gejala pertumbuhan yang baik. Dalam kultur in
vitro, dapat dikatakan bahwa tanaman mampu menyerap nutrisi pada media dengan baik.
Gambar 5.Saat Muncul Daun Pegagan Kombinasi
POC 8 ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l
(50)
Gambar 6 Saat Muncul Daun Pegagan (Centella asiatica L. ) Pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara Gambar 6 menunjukkan bahwa kombinasi pupuk organik cair 8 ml/l dengan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l dan pupuk organik cair 4 ml/l dengan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l mampu membantu eksplan pegagan dalam pembentukan daun paling cepat.
Pada penambahan pupuk organik cair 8 ml/l dan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l dan pupuk organik cair 4 ml/l dan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l mampu membentuk tunas paling cepat dari konsentrasi yang lain, yaitu pada 3 HST. Hal ini berbanding lurus dengan pembentukan daun. Hal ini diduga kandungan unsur makro dan mikro, serta bahan organik, selain membantu dalam pertumbuhan tunas, juga dapat memacu pertumbuhan daun pada eksplan.
Nitrogen yang terkandung dalam pupuk, akan memacu pertumbuhan tunas. Unsur nitrogen juga sangat berperan di dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Keberadaan nitrogen inilah yang mempengaruhi pertumbuhan dan kemunculan daun.
Ket :
P0 : POC 0 ml/l, P1 : POC 2 ml/l, P2 : P0C 4 ml/l, P3 : POC 8 ml/l,
0 0 0 0 0 0 0
3
5 3
9
2 2
8 8 8
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 P 0 R 0 P 0 R 1 P 0 R 2 P 0 R 3 P 1 R 0 P 1 R 1 P 1 R 2 P 1 R 3 P 2 R 0 P 2 R 1 P 2 R 2 P 2 R 3 P 3 R 0 P 3 R 1 P 3 R 2 P 3 R 3
kom binasi perlakuan
h a ri s e te la h t a n a m ( H S T )
(51)
commit to user
G. Jumlah Daun
Jumlah daun yang terbentuk dalam kultur pegagan, merupakan salah satu indikator dalam keberhasilan melakukan budidaya dengan jalan kultur jaringan. Banyaknya jumlah mengindikasikan serapan nutrisi yang mampu diserap oleh masing-masing eksplan. Rata-rata jumlah daun pegagan pada berbagai kombinasi pupuk organik cair dan ekstrak rumput mutiara dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Jumlah Daun Pegagan (Centella asiatica L.) Pada Umur 60 HST Pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara 1 1 8 1 1 0 3 1 1 0 0 3 0 0 0 0
0
2
4
6
8
10
P 0 R 0 P 0 R 1 P 0 R 2 P 0 R 3 P 1 R 0 P 1 R 1 P 1 R 2 P 1 R 3 P 2 R 0 P 2 R 1 P 2 R 2 P 2 R 3 P 3 R 0 P 3 R 1 P 3 R 2 P 3 R 3 kom binasi ju m la h d a u n Ket :(1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Gambar 8. Daun yang Terbentuk dari Perlakuan POC 0 ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l (kanan) dan Perlakuan POC 2 ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l (kiri)
Gambar 7 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah daun tertinggi diperoleh dari kombinasi POC 0 ml/l dengan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l, yaitu sebanyak 8 buah daun. Kemudian diikuti dengan kombinasi perlakuan POC 2 ml/l dan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l dan POC 8 ml/l dengan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l. Hal tersebut sejalan dengan variabel jumlah tunas. Jumlah daun akan mengikuti berapa jumlah tunas yang terbentuk dalam suatu kultur jaringan tanaman.
Semakin banyak tunas yang terbentuk dalam suatu kultur jaringan, maka semakin banyak pula jumlah daun muncul. Hal tersebut dikarenakan, daun merupakan hasil perkembangan dari tunas, apabila tanaman mampu dengan baik, dalam menyerap nutrisi-nutrisi di dalam media, maka pertumbuhan tanaman serta perkembangan tanaman dari tunas menjadi daun akan baik pula.
(2)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan sebagai berikut :
1. Penggunaan berbagai konsentrasi pupuk organik cair dan ekstrak rumput mutiara tidak semuanya mampu membentuk tunas pada eksplan pegagan (Centella asiatica L.).
2. Penggunaan ekstrak rumput mutiara dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan tunas, dan pada konsentrasi tinggi dapat membantu pertumbuhan tunas pegagan.
3. Penambahan ekstrak rumput mutiara sebanyak 12 ml/l merupakan konsentrasi terbaik dalam perbanyakan tunas pegagan.
4. Penambahan ekstrak rumput mutiara sebanyak 12 ml/l memberikan rata-rata panjang tunas terpanjang, sebesar 2,16 cm.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah: 1. Perlu adanya penelitian mengenai penggunaan kombinasi ekstrak rumput
mutiara dengan pupuk organik cair pada eksplan berkayu.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai perbanyakan pegagan secara in vitro dengan menggunakan bagian selain mata tunas.
(3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
DAFTAR PUSTAKA
Augusta, S. 2008. Pengaruh Penambahan Ion Cu2+ dan Metil Jasmonat Pada Produksi Asiatikosida Kultur Suspensi Sel Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Skripsi S1. Fakultas Farmasi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Tanaman Obat Berkhasiat Antikanker. Warta : Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume
15 Nomor 1, April 2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Bogor.
Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia 2. Agriwidya. Jakarta. Dwidjoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta. Farida, J.R. Dewa A C. Bunga N. Titis N. Endrawati T B. 2007. Manfaat Sirih
Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Anti Bakterial terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Gardner, F.P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.
Hariana, A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Penebar Swadaya. Jakarta. Hartono, T.B. 2010. Pembentukan Tunas Lengkeng Dataran Rendah
(Dimorcarpus longan Lour) Pada Berbagai Konsentrasi Ba dan Bahan Organik Secara In Vitro. Skripsi S1. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta. Januwati, M dan M. Yusron. 2005. Budidaya Tanaman Pegagan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika.
Bogor.
Kakizoe dan tadao, 2003. ‘Chemoprevention of cancer Focusing on Clinical Trials’, Jpn. J.
(4)
Kristina, N.N dan D. Surachman. 2008. Multiplikasi Tunas dan Aklimatisasi Pegagan
Centella asiatica L.) Periode kultur lima tahun.Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Aromatik. Bogor . Jurnal Littri Vol. 14, No. 1, Maret 2008 : 30 – 35.
Laorpuksa, A. 1988. Obat Herbal 100% Alami Tanpa Bahan Kimia dalam
http://kesehatanalami.com/ obat_herbal_afiafit.php. (diakses tanggal 19
Januari 2011)
Martin, B.M. 1994. Tissue Culture Techniques An Introduction. Birkhauser. Departement of Biochemistry. Boston University School of Medicine. Boston
Masruru, K. 2007. Pengaruh Jenis Eksplan dan ZPT Terhadap Multiplikasi Adenium
(Adenium obesum Roem & Schult) secara In Vitro). Skripsi S1. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Mattjik, N. A. 2005. Peranan Kultur Jaringan dalam Perbaikan Tanaman. Orasi Ilmiah
Guru Besar Tetap Kultur Jaringan. Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor : 24 September 2005.
Musyarofah, N. 2006. Respon Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.) Terhadap
Pemberian Pupuk Alami di Bawah Naungan. Tesis Agronomi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Nurhayati, M. Latief, dan H. Handoko, 2006. Uji Anti Mikroba Rumput Mutiara (Hedyotis
corymbosa) terhadap Beberapa Mikroba Penyebab Utama penyakit pada
ternak unggas (Antimicrobial test of pearl grass (Hedyotis corymbosa) On Several Microbes Cause Main Diseases In Poultry). Laporan Penelitian Fundamental.
Nurliani dan Natalini. 2003. Penyimpanan In Vitro Tanaman Obat Potensial. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi TRO Vol. XV, No. 1, 2003
Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XV, No. 2, Oktober 2007. Universitas Diponegoro. Semarang.
(5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Pendleton, J. 2009. Ursolic acid. Excitement Management. http://Herbal-properties suite101.com/article.cfm/ursolic_acid. (diakses tanggal 31 Desember 2010)
Pusat Studi Biofarmaka. 2000. Pasar domestik dan Ekspor Produk Tanaman Obat (biofarmaka). Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Rizqiani, N.F., E. Ambarwati dan Nasih. 2007. Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris l.) Dataran rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.1 (2007) p: 43-53
Satutik, W. 2009. Pengaruh Macam Nutrisi dan Pemberian Buah Pisang Terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium Secara In Vitro. Skripsi. S1. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Sudarsono, D., Gunawan, dan Wahyono. 2002. Centella asiatica (L.) Urban)
dalam : Tumbuhan Obat II hal. 41-42. Pusat Study Obat Tradisional. UGM. Yogyakarta.
Watherell, D. F. 1982. Pengantar Propagasi secara In Vitro. IKIP Semarang Press. Semarang.
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wetter L.R dan Constabel. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman Edisi Kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Wijayani, A. dan W. Widodo. 2005. Usaha meningkatkan kualitas beberapa varietas tomat dengan sistem budidaya hidroponik. J. Ilmu Pertanian 2(1) : 77– 83. Wulandari, S., W. Syafii, dan Yossilia. 2004. Respon Eksplan Daun Tanaman Jeruk Manis
(citrus sinensis l.) Secara In Vitro Akibat Pemberian NAA dan BA. J.Biogenesis
Vol. 1(1):21-25. Dalam http://biologi-fkip.unri.ac.id/karya_tulis/wulandari.pdf. (Diakses: 20 Mei 2011)
(6)