Penguatan positif yang diberikan peneliti setelah mengevaluasi kemampuan klien mendorong klien melakukan apa yang diharapkan dari klien
untuk mengatasi masalahnya. Menurut Notoatmojo 2007 perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Pembentukan suatu
pola tingkah laku dapat dilakukan dengan memberi ganjaran atau penguatan positif segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Penguatan yang
dapat menjadi alat ampuh membentuk tingkah laku yang diharapkan antara lain adalah senyuman, persetujuan, pujian, dan hadiah. Penggunaan penguatan positif
perlu dilakukan untuk memunculkan tingkah laku yang diinginkan Corey, 2008. Evaluasi pada setiap awal pertemuan yang dilakukan peneliti diiringi dengan
penguatan positif terhadap apa yang telah dilakukan klien lebih mendorong dan lebih memotivasi klien untuk melakukan apa yang telah diajarkan.
Hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa hipotesa alternatif diterima yang berarti bahwa ada perbedaan kemampuan sosialisasi klien
sebelum dan setelah diterapkan strategi pertemuan isolasi sosial pada kelompok intervensi. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa strategi
pertemuan isolasi sosial berfungsi dalam meningkatkan kemampuan sosialisasi klien.
2.2 Pengaruh strategi pertemuan isolasi sosial terhadap kemampuan sosialisasi klien
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pertemuan isolasi sosial mempunyai pengaruh terhadap kemampuan sosialisasi klien terlihat dari p value
0,000 p0,05. Hal ini disebabkan karena strategi pertemuan isolasi sosial berisi
Universitas Sumatera Utara
diskusi tentang penyebab isolasi sosial, diskusi tentang keuntungan bersosialisasi dan kerugian tidak bersosialisasi serta latihan-latihan berkenalan dengan satu
orang atau lebih dari satu orang. Dari hasil diskusi didapatkan rata-rata klien mengatakan penyebab menarik diri yaitu karena malas bersosialisasi dan
mengatakan bahwa orang lain berbuat jahat pada dirinya. Klien juga bisa menyebutkan keuntungan bersosialisasi dan kerugian tidak bersosialisasi dengan
orang lain. Klien melakukan latihan berkenalan dengan satu orang atau lebih dan memasukkan ke dalam jadwal sebagai bukti telah melakukan latihan berkenalan
dengan klien lain di dalam satu ruangan. Hal ini sesuai dengan tujuan strategi pertemuan yaitu klien mampu membina hubungan saling percaya, menyadari
penyebab isolasi sosial dan mampu berinteraksi dengan orang lain Purba, dkk. 2008.
Dalam hal terapi strategi pertemuan isolasi sosial berfungsi sebagai terapi langsung jangka pendek. Artinya hasil yang didapat pada saat penelitian bisa
berubah jika dilakukan lagi pengukuran diwaktu lain. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Keliat 2009 bahwa untuk membina hubungan saling percaya dengan
klien isolasi sosial kadang membutuhkan waktu yang lama dan interaksi yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi klien untuk percaya pada orang lain.
Oleh karena itu perawat harus konsisten bersikap terapeutik terhadap klien. Selalu menepati janji adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan. Pendekatan yang
konsisten akan membuahkan hasil. Jika pasien sudah percaya dengan perawat, program asuhan keperawatan lebih mungkin dilaksanakan Keliat, 2009.
Keliat juga mengemukakan bahwa perawat tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan klien dalam berinteraksi dengan orang lain karena kebiasaan
Universitas Sumatera Utara
tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu perawat dapat melatih klien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pada awalnya klien hanya
akan akrab dengan perawat, tetapi setelah itu perawat harus membiasakan klien untuk dapat berinteraksi secara bertahap dengan orang-orang disekitarnya.
Dari ciri-ciri klien yang menunjukkan ciri-ciri ketidakmampuan sosialisasi seperti tidak mengerti instruksi yang mudah, merasa sulit dalam mengekspresikan
kebutuhan, pikiran dan perasaannya, tidak mengerti gerakan dan tanda-tanda untuk komunikasi, tidak mampu menggunakan gerakan-gerakan dan tanda-tanda
untuk komunikasi yang dimengerti oleh individu lain, tidak dapat berkomunikasi dengan berbicara mengalami perubahan WHO, 1989. Klien cenderung
melaksanakan instruksi yang mudah, mampu mengapresiasikan kebutuhan pikiran dan perasaan, mengerti gerakan dan tanda-tanda komunikasi, mampu
menggunakan gerakan-gerakan dan tanda-tanda untuk komunikasi yang dimengerti oleh individu lain, mampu berkomuniasi dengan berbicara dan lain
sebagainya. Dari aspek tingkah laku sosial, klien yang awalnya tidak menatap mata lawan bicara menjadi berani menatap mata. Klien juga menegur kawannya,
petugas, bergaul dengan klien lainnya, menaati peraturan rumah sakit, sapun santun, dan menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini dapat terwujud bila strategi
pertemuan dilakukan secara rutin dan serius dengan menyisipkan diskusi bagaimana cara bersosialisasi yang baik.
Hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa hipotesa alternatif diterima bahwa ada pengaruh penerapan strategi pertemuan isolasi sosial
terhadap kemampuan sosialisasi klien
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan hasil penelitian
Gangguan kejiwaan atau skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala
psikotik yang khas salah satunya adalah kemunduran fungsi sosial. Kemunduran fungsi sosial yang dialami seseorang di dalam diagnosa keperawatan jiwa disebut
isolasi sosial. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kejiwaan seseorang dapat dilakukan melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif.
Salah satu yang dapat dilakukan di dalam keperawatan jiwa adalah dengan menerapkan Strategi Pelaksanaan SP dalam tindakan keperawatan.
Berdasarkan hasil uji statistik t-independent menunjukkan rata-rata kemampuan sosialisasi klien pada kelompok intervensi meningkat sebanyak 10,85
dari 19,15 menjadi 30,00 dan pada kelompok kontrol terjadi peningkatan kemampuan sosialisasi klien sebanyak 1,46 dari 19,15 menjadi 20,61.
Berdasarkan uji statistik t-independent diperoleh nilai p=0,000 p0,05 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan sosialisasi klien
Universitas Sumatera Utara