Berdasarkan data WHO nilai sensitivitas dan spesitivitas alat diagnosis TB dengan menggunakan pemeriksaan dahak mikroskopis dengan
pemeriksaan kultur sebagai gold standard sesuai penelitian yang telah dilakukan ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.3 Nilai Sensitivitasdan Nilai Spesitivitas Alat Diagnosis TB Menggunakan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
No Alat Diagnosis
Sensitivitas 95 CI
Spesitivitas 95 CI
1. Pemeriksaan kultur
100 100
2. Pemeriksaan
Dahak Mikroskopis
61 31-89 98 93-100
Sumber: WHO, 2013 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa diagnosis TB menggunakan
pemeriksaan mikroskopis dahak memiliki nilai sensitivitas yaitu 61. Angka tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemeriksaan mikroskopis dahak
untuk mendiagnosis penderita TB dengan hasil tes positif + yaitu sebesar 61. Sedangkan nilai spesitivitas alat diagnosis menggunakan pemeriksaan
mikroskopis dahak yaitu sebesar 98. Angka ini menujukkan bahwa kemampuan pemeriksaan mikroskopis dahak dalam mendiagnosis orang
yang tidak TB dengan hasil tes negatif - yaitu sebesar 98.
2.3.4 Skrining Tuberkulosis pada Pasien DM
Skrining TB pada pasien DM merupakan salah satu upaya penampisan TB yang dilakukan pada penyandang DM di fasilitas kesehatan tingkat
pertama FKTP dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut FKRTL sebagai upaya untuk penemuan kasus TB pada pasien yang didiagnosis DM.
Berdasarkan Konsensus TB-DM Indonesia tahun 2015, Penapisan TB pada penyandang DM di FKTP adalah dengan melaksanakan kedua langkah
berikut:
Pasien dengan penyakit DM yang datang melakukan kontrol penyakit ke FKTP dilakukan wawancara untuk mencari salah satu gejalafaktor risiko
TB. Gejala klinis TB yang diwawancarai yaitu Batuk, terutama batuk berdahak ≥2 minggu, Demam hilang timbul, tidak tinggi subfebris,
Keringat malam tanpa disertai aktivitas, Penurunan berat badan. Sedangkan gejalafaktor risiko TB ekstra paru ditandai dengan adanya gejala:
pembesaran kelenjar getah bening KGB, Sesak, nyeri saat menarik napas, atau rasa berat di satu sisi dada. Pemeriksaan anamnesa gejala klinis TB
dilakukan oleh dokter ataupun petugas kesehatan di FKTP. Pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan rontgen untuk mencari abnormalitas paru
apapun. Jika fasilitas tidak tersedia di FKTP, maka pasien dirujuk ke FKRTL atau lab radiologi jejaring.
Sedangkan penapisan TB pada penyandang DM di FKRTL dilakukan melalui wawancara mencari salah satu gejalafaktor risiko TB di bawah ini:
Batuk, terutama batuk ber dahak ≥2 minggu, Demam hilang timbul, tidak
tinggi subfebris, Keringat malam tanpa disertai aktivitas, Penurunan berat badan dan gejala TB ekstra paru ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar
getah bening KGB, Sesak, nyeri saat menarik napas, atau rasa berat di satu sisi dada. Pemeriksaan selanjunya yaitu pemeriksaan foto toraks rontgen
untuk mencari abnormalitas paru apapun. Indikasi pemeriksaan foto toraks ulang ditentukan oleh klinisi spesialis radiologis Sp.Rad Kemenkes RI,
2015b.
2.3.5 Algoritma Pemeriksaan dan Diagnosis TB pada pasien DM