Latar Belakang TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI : Studi Etnografi Di Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka.

Suzana Paranita, 2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang beranekaragam suku bangsa, bahasa, etnis, agama serta adat istiadat yang masing-masing memiliki keunikan. Keanekaragaman kebudayaan Indonesia itulah yang menjadi daya tarik bangsa lain dari belahan dunia untuk mengetahuinya bahkan tidak sedikit mereka juga mempelajarinya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut. Oleh karenanya tidak dipungkiri setiap suku memiliki kebudayaan yang berbeda. Sebagaimana yang dikemukakan Boas 1938, hlm.159 bahwa: Culture may be defined as the totality of the mental and physical reactions and activities that characterize the behavior of the individuals composing a social group collectively and individually in relation to their natural environment, to other groups, to members of the group itself and of each individual to himself. Boas mendefinisikan bahwa budaya merupakan keseluruhan dari reaksi mental, fisik dan aktifitas karakter perilaku dari individu yang mengubah suatu kelompok sosial secara bersama dan secara individu dalam hubungannya terhadap lingkungan alami, kelompok yang lain, kelompoknya, dan terhadap dirinya sendiri. Adapun, Geertz 1973, hlm.89 memberikan pengertian bahwa: Culture is an historically transmitted pattern of meanings embodied in symbols, a system of inherited concepts expressed in symbolic forms by means of which men communicate, perpetuate, and develop their knowledge about and their attitudes toward life. Dalam hal ini, kebudayaan menurut Geertz sesuatu yang semiotik, yaitu hal-hal berhubungan dengan simbol dan dikenal serta diberlakukan oleh masyarakat bersangkutan. Sementara, menurut Peursen 1976, hlm.10 kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Suzana Paranita, 2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dari beberapa pendapat yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan simbol yang mempunyai makna dan merupakan sistem pengetahuan yang meliputi ide dan gagasan yanng dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun fungsi kebudayaan sebagaimana diungkapkan Malinowski dalam Koentjaraningrat, 1987, hlm. 171 bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Sementara itu, Alfan 2013, hlm.85 mengemukakan kebudayaan berfungsi mengatur agar manusia dapat memahami cara bertidak, berbuat, menentukan sikap saat berhubungan dengan orang. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan berfungsi sebagai kontrol bagi manusia dan pemuas kebutuhan naluri manusia. Maka dari itu, keanekaragama dan keunikan kebudayaan Indonesia harus tetap dijaga dan dilestarikan. Karena selain berfungsi sebagai pemuas kebutuhan naluri manusia, kebudayaan Indonesia juga mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lain, dimana Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi sebagai bagian dari kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional yang harus dihormati dan dijaga serta perlu dilestarikan. Adapun tentang kebudayaan nasional dimuat pada Pasal 32 UUD 1945 ayat 1: “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangan nilai- nilai budayanya”. Berdasarkan pasal 32 ayat 1 tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional. Adapun menurut Nuraeni dan Alfan 2013, hlm. 26 “kebudayaan sebagai identitas nasional menunjukkan betapa kebudayaan aspek yang sangat penting bagi suatu bangsa, karena jelas bahwa kebudayaan juga merupakan jati diri dari bangsa tersebut”. Sehubungan dengan kebudayaan nasional sebagai identitas, dimana kebudayaan yang berasal dari berbagai suku dan etis di seluruh wilayah nusantara, maka semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai semboyan pemersatu bangsa. Kebhinekaan menjadi bahan perbandingan untuk menemukan Suzana Paranita, 2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu persamaan pandangan hidup yang berkaitan dengan nilai kebajikan dan kebijaksanaan virtue and wisdom Alfan, 2013, hlm.157. Namun pada kenyataannya saat ini, kebudayaan lokal semakin termarginalisasi. Adapun faktor yang menyebabkan termarginalisasinya budaya lokal yaitu rendahnya kesadaran masyarakat dan anak bangsa akan pentingnya menjaga dan melestarikan budaya lokal. Sebagaimana dikemukakan NuraeniAlfan 2012, hlm. 110 ”.....yang menjadi masalah saat ini kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal sebagai identitas bangsa yang harus terus dijaga keaslian ataupun kepemilikannya ” . Hal ini disebabkan, adanya anggapan bahwa budaya lokal lebih bersifat statis dibandingkan budaya global yang lebih bersifat dinamis atau mengikuti perkembangan zaman. Oleh karenanya, tidak jarang mengakibatkan budaya lokal terlupakan, sehingga cenderung masyarakat pengguna kebudayaan itu sendiri tidak lagi mengenal budaya lokalnya. Dimana masyarakat mengalami disorientasi terhadap budaya lokal yang dianggap kuno dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Faktor lainnya yang menyebabkan termarginalisasinya budaya lokal, yaitu globalisasi. Globalisasi menyebabkan masyarakat tidak begitu peduli dengan kebudayaan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa masuknya budaya asing ke Indonesia melalui media massa elektronik, cetak serta melalui dunia maya internet sangat mempengaruhi perkembangan budaya lokal masyarakat Indonesia. Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi. Sebagaimana dikemukakan Kalidjernih 2011, hlm.55 proses globalisasi telah memperlemah atau melonggarkan bentuk-bentuk identitas kultural suatu bangsa. Adapun, Jeniarto 2013, hlm.23 mengatakan: Efek dari perjumpaan antar manusia yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi adalah kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan cara pikir suatu masyarakat, termasuk kemungkinan pengaruhnya terhadap local wisdom. Selain itu, Alfan 2013, hlm.85 mengemukakan terdapat tiga sebab perubahan kebudayaan, yaitu: Pertama, sebab yang berasal dari masyarakat dan kebudayaan sendiri. Kedua, sebab perubahan lingkungan dan alam dan fisik tempat mereka Suzana Paranita, 2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu hidup. Ketiga, adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru khususnya teknologi dan komunikasi. Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa globalisasi merupakan salah satu faktor penyebab termarginalisasinya budaya lokal yang mengakibatkan perubahan cara berpikir masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada budaya lokal. Hal ini memperjelas, globalisasi memberikan pengaruh bagi kebudayaan bangsa Indonesia, sehingga nilai budaya lokal yang mengandung pedoman etika, pandangan hidup, tradisi, falsafah yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional sebagai identitas akan terkikis. Proses globalisasi yang mengarah pada pembunuhan kebudayaan harus dilawan, karena itu akan menjadi faktor pelenyapan atas sumber lokal yang diawali dengan krisis identitas lokal. Selain itu, globalisasi akan membuat dunia menjadi seragam, menghapus identitas dan jati diri suatu masyarakat, yang pada akhirnya kebudayaan lokal akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Adapun yang dikemukakan Zuriah 2012, hlm.171 bahwa: Kemajemukan atau heterogenitas bangsa Indonesia yang langka dimiliki oleh negara lain tersebut, menjadi modal sosial dengan konstruksi budayanya yang berbasis kearifan lokal. Heterogenitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab tentunya harus dijaga dan dilestarikan sebagai khasanah budaya nasional. Untuk itulah pendekatan pada aspek budaya sangat perlu dilakukan untuk menciptakan kesadaran bersama untuk penguatan budaya lokal, sebab budaya lokal memiliki nilai-nilai kearifan lokal didalamnya. Sebagaimana dikemukakan Moendardjito dalam Ayatrohaedi, 1986, hlm.40 unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Selain itu, “kearifan dapat dipahami sebagai suatu pemahaman kolektif, pengetahuan dan kebijaksanaan yang mempengaruhi suatu keputusan penyelesaian atau penanggulangan suatu masalah kehidupan ” Marfai, 2013, hlm.33. Selanjutnya, Nuraeni dan alfan 2012, hlm.68 mengemukakan secara substansial kearifan lokal adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari masyarakat setempat. Jadi kearifan lokal merupakan manifestasi Suzana Paranita, 2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kebudayaan yang harus digali dan dianalisis mengingat faktor perkembangan budaya yang pesat. Sebab kearifan lokal bangsa Indonesia sesugguhnya adalah causa prima sebab keberadaan dari nilai-nilai luhur Pancasila. Oleh sebab itu, jika nilai-nilai kearifan lokal makin berkurang atau makin hilang, maka nilai-nilai Pancasila juga makin menghilang. Karena, Pancasila pada hakikatnya bukan hanya hasil perenungan atau pemikiran seseorang, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara Budimansyah, 2008, hlm.14. Adapun Dewantara 2013, hlm.10 mengemukakan Nilai-nilai Pancasila merupakan norma kehidupan berupa nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis yang termanifestasi pada budaya dan kearifan lokal. Meskipun bersifat sangat baik, dalam praktek nyata kehidupan tergantung dari para pelaku yang bersangkutan. Apabila Pancasila yang merupakan ajaran ideologis idealistik yang diyakini kebenarannya dan dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia maka akan terwujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan lebih baik. Berdasarkan yang dikemukakan Dewantara, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai Pancasila adalah norma kehidupan yang termanifestasi pada budaya dan kearifan lokal yang tidak lain dan tidak bukan dari pandangan hidup masyarakat Indonesia yang telah menjadi tradisi dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, salah satu bentuk pelestarian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sosial dapat dilakukan dengan menjaga budaya lokal yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal dan diharapkan nilai-nilai luhur dari setiap keanekaragaman kearifan lokal tersebut dapat memberi arahan bagi perwujudan identitas nasional dan jati diri bangsa yang sesuai dengan Pancasila. Selain itu, dengan menjaga budaya lokal yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal dapat menyadarkan masyarakat bahwa nilai Pancasila harus tetap dilestarikan dan dihidupkan kembali melalui nilai-nilai budaya lokal yang tentunya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung setiap wilayah di provinsi ke-33 ini memiliki kebudayaan yang berbeda. Di bagian utara, yang masuk dalam wilayah administratif kabupaten Bangka kecamatan Belinyu, memiliki tiga masyarakat yakni masyarakat Panji, Lum dan Sekak. Masyarakat Panji umumnya mendiami di dua desa: Desa Riding Panjang dan Desa Gunung Muda, akan tetapi Suzana Paranita, 2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sebagian masyarakat Panji juga mendiami di desa-desa lainnya seperti Desa Lumut dan Desa Gunung Pelawan. Keunikan masyarakat Panji dalam budayanya yaitu sistem religi masyarakat setempat. Namun, saat ini budaya lokal masyarakat Panji juga telah banyak ditinggalkan, hanya sebagian kecil dari komunitas itu masih melaksanakan budaya lokal sampai sekarang. Hal ini tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja, sebab sebagaimana yang dikemukakan Suyitno 2012, hlm.2 “kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan negara ”. Maka dari itu, masyarakat Panji jangan sampai kehilangan budaya lokalnya, sebab budaya lokal masyarakat Panji merupakan ciri khas dan identitas mereka yang tentunya setiap budaya lokal Panji memiliki nilai-nilai yang diakui sebagai pedoman masyarakat setempat dalam kehidupannya. Sebagaimana yang dikemukakan Yudhasari 2011, hlm.15 bahwa: Mengeksplorasi terhadap adanya praktik budaya membuat kita sadar akan adanya nilai atau norma yang menjadi tradisi dalam sebuah masyarakat. Ketika tradisi diagungkan, nilai tersebut akan menjadi normatif dalam bentuk budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Nilai-nilai budaya yang berusaha dipertahankan oleh masyarakat akhirnya akan menjadi sebuah tradisi sekaligus merupakan identitas budaya bagi masyarakat tersebut. Adapun nilai yang terdapat dalam budaya lokal disebut sebagai suatu bentuk kearifan lokal. Oleh sebab itu, peneliti tertarik melakukan penelitian pada masyarakat Panji, terutama budaya yang masih dilaksanakan oleh masyarakat panji terkait dengan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal mereka yaitu nilai religi masyarakat Panji. Penelitian terfokus pada nilai religi, sebab manusia bertingkah laku dan berkeyakinan yang berbeda-beda terutama terkait hubungan manusia dan Tuhannya, paradigma budaya dan agamanya serta sistem kebudayaannya. Sebagaimana menurut Kahmad 2006:13 bahwa Pengertian agama itu, mengikuti inti maknanya yang khusus, dapat disamakan dengan kata religion dalam Bahasa Inggris; religie dalam Bahasa Belanda; dan keduanya berasal dari Bahasa Latin, religio, dari akar kata religare, yan g berarti ”mengikat”. Lebih lanjut, dikemukakan Madjid 1995:124, dalam arti teknis dan terminologis, ketiga istilah tersebut mempunyai arti yang sama, walaupun masing-masing Suzana Paranita, 2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu mempunyai etimologis dan sejarahnya sendiri. Sementara Geertz 1973 hlm.90 mendefinisikan bahwa: Religion is a system of symbols which acts to establish powerful, pervasive, and long-lasting moods and motivations in men by formulating conceptions of a general order of existence and clothing these conceptions with such an aura of factuality that the moods and motivations seem uniquely realistic. Geertz mendefinisikan bahwa agama sebuah sistem simbol yang berlaku dan memotivasi serta merumuskan konsep dan membungkus konsep dengan semacam pancaran faktualisasi sehingga motivasi itu tampak realitas. Adapun Haviland, dkk 2008, hlm.297 mengemukakan “Religion is an organized system of ideas about spiritual reality, or the supernatural, along with associated beliefs andceremonial practices ”. Hal yang hampir sama dikemukakan Alfan, 2013, hlm.104 secara antropologis „agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos dan menggerakkan kekuatan supranatural dengan maksud mencapai atau menghindari suatu perubahan keadaan pada manusia dan alam‟. Berdasarkan paparan di atas, pemaknaan religi lebih luas yang mencakup semua keyakinan masyarakat dan hubungan masyarakat dengan Tuhan, tidak saja menggambarkan agama samawi saja tetapi juga agama ardhi. Adapun pendapat R. Linton 1984 bahwa budaya materil akan lebih cepat berubah bila dibandingkan dengan budaya non-materil, termasuk agama. Hal ini menunjukkan bahwa dalam perkembangannya transformasi aspek religi sangat sulit dilihat bahkan hampir tidak nampak. Sehubungan dengan nilai religi masyarakat Panji, saat ini sebagian masyarakat Panji masih melaksanakan upacara ritual adat kuno yang merupakan warisan leluhur mereka yang merupakan bagian dari budaya lokal masyarakat Panji. Selain itu, keyakinan dan sifat keyakinan keagamaan masyarakat kian berubah seiring dengan semakin majunya pengetahuannya. Sebagaimana diungkapkan Dewi 2012, hlm.114 Pengetahuan yang semakin maju dan berkembang menyebabkan semakin banyak fenomena-fenomena alam yang diungkap, yang sebelumnya di- Tuhan-kan, segala sesuatu yang dulunya dianggap supra empiris sekarang menjadi bagian dari realitas biasa , karena „manusia selalu memerlukan keyakinan maka manusia mulai mencari totem-totem, sampai akhirnya ditemukan agama samawi Yahudi, Nasrani dan Islam Suzana Paranita, 2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Adapun Ali Syar‟iyati Dewi, 2012, hlm.114 memaparkan bahwa agama dengan semangat yang dikandungnya bisa menjadi faktor yang berperan untuk mengangkat manusia dari perjalanan hidup yang kian tidak menentu. Namun fungsi agama telah dirubah oleh orang-orang yang hanya menjadikan agama sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan akhirat saja dan agama dipisahkan dari kehidupan, sehingga agama kehilangan makna dan agama telah kehilangan nilai- nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Selanjutnya, Berger dalam Dewi, 2012, hlm.116 menyebutkan bahwa modernisasi merupakan kebobrokan yang membawa muatan rasionalisasi dan sekularisasi. Berger juga melihat bahwa peran agama sudah jauh bergeser dari kedudukan yang semestinya dalam kehidupan masyarakat moderen. Oleh karena itu, Berger mendorong manusia untuk dapat keluar dari tirani penjara struktur sosial yang mengikatnya dengan jalan transformasi. Sehubungan hal tersebut di atas, nilai-nilai religi masyarakat Panji perlu dikaji karena telah terjadinya transformasi religi, dimana dahulunya bersifat kepercayaan sekarang lebih kearah tauhid atau agama. Hal ini sejalan, dengan aspek religiusitas masyarakat Indonesia, dimana masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sangat religius, namun dalam realitasnya masyarakat selalu bertransformasi terutama dalam sisi bentuk, dari primitif, kepercayaan berkembang lebih pada kearah tauhid atau agama. Adapun transformasi dapat dilihat baik dari fisik atau substansi, dimana dahulu bersifat takhayul kini lebih cenderung kemonotaistik. Oleh sebab itu, apabila tidak mendapat perhatian dari seluruh elemen masyarakat Panji akan menyebabkan hilangnya budaya mereka yang memilki nilai religius. Selain itu, mengingat begitu pentingnya nilai religi yang terkandung dalam budaya lokal masyarakat Panji, tidak menutup kemungkinan juga transformasi nilai religi masyarakat Panji disosialisasikan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa agar terbentuk “warga negara yang memiliki wawasan global tetapi tidak melupakan tradisi-tradisi lokal sebagai dasar utama dalam menjalankan hidup berbangsa dan bernegara ” Wahab, 1996, hlm.27, dalam Yunus, 2014.hlm. 9 Adapun yang dikemukakan Alwasilah, dkk 2009, hlm.40 “pendidikan tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan transfer of knowledge kepada Suzana Paranita, 2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI RELIGI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PANJI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu peserta didik, tetapi lebih dari itu yakni menstransfer nilai transfer of value”. Maka dari itu, Pendidikan mempunyai peran dalam mensosialisasikan nilai religi sebagai kearifan lokal masyarakat Panji. Sebab kearifan lokal tidak hanya sebagai identitas, tetapi juga memiliki peranan penting dalam menangkal pengaruh globalisasi, baik globalisasi ekonomi, politik maupun budaya yang dikhawatirkan dapat merusak nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Untuk itu, peneliti memilih pendekatan ini karena ingin mengetahui secara langsung dan mendalam mengenai transformasi nilai-nilai religi sebagai kearifan lokal Masyarakat Panji, dimana masyarakat Panji berusaha mentransformasikan nilai keislaman masuk dalam budaya lokal mereka agar hidup di dalam masyarakat Panji. Adapun nilai religi yang hidup dalam budaya lokal Panji diharapkan dapat menjadi kajian etnopedagogi didalam pendidikan, seperti pendidikan kewarganegaraan yang merupakan program pembelajaran nilai dan moral Pancasila yang bermuara pada terbentuknya watak, budaya dan karakter bangsa Indonesia juga memegang peranan penting, baik di tingkat persekolahan maupun perguruan tinggi dalam membina nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme Maftuh, 2008, hlm.143. Selain itu, menurut Winataputra 2008:31 Pendidikan kewarganegaraan untuk Indonesia, secara filosofik dan substansif, pedagogis andragogis, merupakan pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik agar menjadi warga negara Indonesia yang religius. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Transformasi Nilai-Nilai Religi Sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Panji Studi Etnografi di Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka

1.2 Identifikasi Masalah