76
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Tahap Observasi Awal atau Studi Pendahuluan
Tahap observasi awal atau studi pendahuluan adalah salah satu tahap yang harus dilaksanakan pada penelitian tindakan kelas. Tahap observasi awal atau studi
pendahuluan dilakasanakan dengan tujuan mendapatkan informasi awal mengenai permasalahan tertentu yang terjadi dalam pembelajaran di satu kelas. Setelah
pelaksanaan observasi awal maka peneliti dapat menentukan langkah selanjutnya dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
Peneliti melakukan observasi awal atau studi pendahuluan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas. Peneliti melakukan observasi awal pada
tanggal 3 Desember 2009. Observasi awal dilakukan di kelas X-6 SMA Negeri 22 Bandung. Observasi awal dilakukan di SMA Negeri 22 Bandung karena peneliti akan
melaksanakan penelitian di sana. Peneliti melaksanakan observasi awal di kelas X-6 karena rekomendasi dari guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMAN 22 Bandung.
Studi pendahuluan dilakukan dengan menggunakan angket siswa dan wawancara guru serta siswa. Pertanyaan dalam angket siswa bersifat umum mengenai
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Berdasarkan hasil angket yang disebarkan peneliti di kelas X-6 diperoleh hasil 70 siswa menganggap kegiatan pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia belum terlaksana dengan baik, 63 siswa menyatakan penyampaian materi dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia belum maksimal,
79 siswa menganggap metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran
76
77
Bahasa dan Sastra Indonesia belum baik, 80 siswa menyatakan bahwa pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia belum menggunakan media pembelajaran,
64 siswa menganggap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia belum melatih kemampuan mereka untuk berpikir kritis, dan menurut 65 siswa menyatakan bahwa
keterampilan berbahasa yang paling sulit dipelajari adalah pembelajaran menulis. Berdasarkan hasil angket tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ada
permasalahan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas X-6. Permasalahan tersebut mencakup proses kegiatan pembelajaran, penyampaian materi
pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, kemampuan berpikir kritis siswa tidak dilatih dalam kegiatan pembelajaran, dan pembelajaran menulis dianggap
sebagai pembelajaran keterampilan berbahasa yang paling sulit. Hasil angket ditetapkan sebagai data awal yang mendukung latar belakang dilakukannya penelitian
tindakan kelas di kelas X-6 SMA Negeri 22 Bandung. Hasil angket yang dilakukan pada tahap observasi awal didukung oleh
wawancara dengan guru dan siswa. Wawancara dilakukan setelah penyebaran angket dan hasil angket diketahui. Wawancara dilakukan pada guru Bahasa dan Sastra
Indonesia yang mengajar di kelas X-6, yaitu Ibu Anih dan tiga orang siswa kelas X-6. Wawancara dilakukan secara informal di saat istirahat di ruang guru. Berdasarkan
hasil wawancara pada guru Bahasa dan Sastra Indonesia didapatkan informasi bahwa memang respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia masih
kurang. Selain itu metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia masih menggunakan metode pembelajaran yang konvensional
78
karena prioritas pembelajaran ada pada aspek kognitif yang mengedepankan perolehan nilai siswa. Materi yang paling sulit diajarkan adalah materi pembelajaran
menulis terutama menulis paragraf argumentasi. Hal tersebut dikarenakan masih banyak siswa yang mendapatkan nilai menulis paragraf argumentasi di bawah KKM.
Wawancara juga dilakukan pada siswa kelas X-6. Siswa yang diwawancara sebanyak tiga orang. Wawancara dilakukan kepada Adlizar Subhan, Putri Auliya dan
Tsani Nur Famy. Proses wawancara dilakukan secara informal ketika waktu istirahat setelah pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara
pada tahap studi pendahuluan didapatkan informasi yang tidak jauh berbeda dengan hasil angket.
Adlizar Subhan mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia belum berlangsung secara maksimal, materi pembelajaran masih
disampaikan secara konvensional, tidak ada penggunaan media pembelajaran, dan materi yang paling sulit adalah materi pembelajaran menulis khususnya menulis
paragraf argumentasi. Putri Auliya mengatakan hal yang tidak jauh berbeda dengan Adlizar. Ia mengatakan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia masih
membosankan, kegiatan pembelajaran hanya memprioritaskan aspek kognitif yang mengedepankan nilai evaluasi, kemampuan berpikir kritis tidak dilatih dalam
kegiatan pembelajaran, menulis adalah materi pembelajaran yang sulit dipelajari salah satunya adalah materi menulis paragraf argumentasi. Tsani Nur Famy
mengatakan penyampaian materi Bahasa dan Sastra Indonesia belum disampaikan dengan baik, tidak ada penggunakan media pembelajaran, metode pembelajaran
79
kurang variatif sehingga ada kesan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia itu membuat jenuh siswa, kemampuan berpikir kritis untuk menyikapi permasalahan
tertentu tidak dilakukan dalam pembelajaran, dan materi yang paling sulit dipelajari adalah materi menulis paragraf argumentasi.
Berdasarkan hasil angket dan wawancara yang dilakukan terlihat bahwa permasalahan terjadi dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas X-6
khususnya dalam pembelajaran menulis paragraf argumentasi. Permasalahan yang diketahui berdasarkan observasi awal tersebut menjadi acuan peneliti untuk
menentukan langkah selanjutnya dalam penelitian tindakan kelas. Permasalahan yang terjadi di kelas X-6 akan diselesaikan oleh peneliti dengan penggunaan model deep
dialoguecritical thinking dalam pembelajaran menulis paragraf argumentasi.
4.2 Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I 4.2.1 Perencanaan Tindakan