1
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan remaja, maka semakin bertambah tuntutan yang harus dihadapi, hal ini membuat remaja rentan terhadap
segala gangguan yang dapat menimbulkan masalah dalam hidupnya baik secara pribadi maupun masalah-masalah sosial.
Masalah-masalah tersebut sebenarnya berasal dari dalam diri remaja. Remaja tanpa sadar memunculkan masalah yang bersumber dari masalah konsep
dirinya. Dengan kemampuan berpikir dan menilai yang dimiliki terkadang membuat remaja memberikan penilaian yang tidak objektif terhadap diri sendiri
dan orang lain, yang berdampak pada timbulnya masalah seperti inferioritas, kurang percaya diri, sering mengkritik diri sendiri, dan bahkan merasa diri tidak
berharga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Pudjijogyanti 1995:1 bahwa terdapat banyak siswa yang mengalami kegagalan dalam
pelajaran namun bukan disebabkan oleh tingkat intelegensi yang rendah atau keadaan fisik yang lemah, tetapi oleh perasaan tidak mampu dalam mengerjakan
tugas. Konsep diri merupakan keyakinan, pandangan atau penilaian individu
terhadap dirinya baik dari segi fisik, psikis dan perilaku yang dipengaruhi oleh penilaian dari orang lain. Konsep diri memiliki arti penting bagi seorang individu
karena dengan adanya konsep diri individu dapat mempersepsikan diri dan
2
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
lingkungannya, mempengaruhi perilakunya, dan juga mempengaruhi tingkat kepuasan yang diperoleh dalam kehidupannya. Terdapat perbedaan konsep diri
antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Menurut penelitian Glaeser 2002 diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan konsep diri sosial antara remaja laki-
laki dan remaja perempuan. Remaja laki-laki memiliki konsep diri sosial yang lebih rendah dibandingkan remaja perempuan.
Konsep diri bukan merupakan faktor genetik tetapi terbentuk melalui proses belajar sejak masa kecil hingga dewasa, menurut Yusuf dan Nurihsan
2008:9 konsep dir i dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu “harapan orang tua,
kondisi fisik, kematangan biologis, dampak media massa, tuntutan sekolah, pengalaman ajaran agama, masalah ekonomi keluarga, serta hubungan dalam
keluarga”. Konsep diri juga mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh individu melalui
interaksi individu dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Pada dasarnya konsep diri terbentuk
dari lingkungan pertama yang paling dekat dengan individu, yaitu lingkungan keluarga, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaur, Rana Kaur
2009 terhadap 300 remaja, hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah berkorelasi positif dengan konsep diri remaja. Tetapi lama kelamaan
konsep diri individu akan berkembang melalui interaksi dengan lingkungan yang lebih luas, seperti teman sebaya, guru dan masyarakat. Penelitian yang dilakukan
oleh Asmara 2007 menunjukkan bahwa interaksi antara individu dengan
3
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
lingkungan di luar keluarga akan lebih mempengaruhi konsep diri individu, terutama pengaruh dari teman sebaya.
Pada masa remaja pengaruh teman sebaya sangat dominan. Remaja mendefinisikan dirinya tidak hanya dengan menggunakan standar yang ada pada
dirinya tapi juga melibatkan pihak di luar dirinya yaitu teman sebaya. Penelitian yang dilakukan oleh Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993;
Papalia Olds, 2001 menghasilkan bahwa kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya
Ewintri, 2012. Dalam kelompok teman sebaya ada aturan-aturan yang harus dipatuhi untuk bisa diterima dalam kelompok tersebut seperti merokok, minum
minuman keras, tawuran, menjadi anggota geng motor, memakai narkoba dan melakukan seks bebas agar dianggap gaul. Bahkan untuk mendapat pengakuan
dari teman sebayanya remaja melakukan perilaku kenakalan seperti mencuri atau menjadi pekerja seks komersil untuk mendapatkan pakaian yang bagus dan
menggunakan HP yang canggih, serta menyontek untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Hasil survei bertajuk “Pengalaman dan Persepsi Mahasiswa ITB tentang Tindakan Kecurangan Akademis”, yang dilakukan Eko Purwono. Menurut hasil
survei yang dipublikasikan di jurnal internal ITB, dari 8182 mahasiswa yang terdaftar pada tahun ajaran 20092010, sebanyak 58 persen mengaku berbuat
curang di SD, 78 persen di SMP dan 80 persen di SMA dan baru turun menjadi 37 persen pada saat kuliah Mahendratto, 2011.
4
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
Hasil penelitian BNN bekerja sama dengan Puslitkes Universitas Indonesia yang dilakukan tahun 2006 sampai tahun 2007 Wachyudi, 2011 menunjukkan
dari 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, ternyata 1,1 juta dialami oleh pelajar dan Mahasiswa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dari 1,1 juta pengguna narkoba
dari kalangan pelajar dan mahasiswa, 40 pelajar SMP, 35 pelajar SLTA dan Mahasiswa sebanyak 25. Menurut Wakil Ketua KPAI Hindarto, 2011
“35 anak SMP sudah menjadi korban peredaran rokok”.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian oleh BKKBN Nafidah, 2010 mengenai seks bebas pada remaja yang dilakukan di 5 kota besar Indonesia. Pada
penelitian tersebut Jawa Barat diwakili kota Tasikmalaya dan Cirebon. Hasilnya, 17 remaja Tasik mengatakan telah melakukan seks pra nikah, dan 6,7 remaja
Cirebon mengaku penganut seks bebas. Di Bandung temuan penelitian BKKBN menyebutkan, sekitar 21-30 remaja melakukan seks pra nikah, menyamai DKI
Jakarta dan Jogjakarta. Adapun aborsi, dari 400 ribu kasus aborsi yang terjadi di Jawa Barat setiap tahun, sebagian diduga dilakukan oleh remaja.
Fenomena lain yaitu muncul dikalangan remaja putri, mereka terobsesi untuk tampil cantik. Namun, standar cantik ditentukan dari ukuran tubuh, menurut
mereka cantik adalah bertubuh langsing dan berkulit putih mulus. Hal ini membuat remaja rela melakukan apa saja seperti diet ketat yang tidak sehat dan
menggunakan bahan-bahan kosmetik yang tidak baik untuk kesehatan. Sejumlah peneliti yaitu Adams, 1977; harter, 1989a; Lerner Brackney, 1978; Simmons
Blyth, 1987 Santrock, 2003:338 menemukan bahwa penampilan fisik akan
5
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
sangat berpengaruh pada rasa percaya diri. Sementara itu Harter Santrock, 2003:338 mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara
penampilan diri dengan harga diri secara umum yang tidak hanya terjadi sepanjang masa, tetapi juga sepanjang rentang kehidupan mulai dari masa anak-
anak hingga masa dewasa madya. Kondisi fisik dapat mempengaruhi konsep diri. Kondisi perkembangan
fisik remaja yang kurang proporsional akan menyebabkan remaja tersebut memiliki konsep diri negatif. Hal ini terjadi karena remaja sangat tergantung pada
penilaian orang lain tentang dirinya, ingin selalu diperhatikan, ingin menjadi pusat perhatian, dan memiliki persepsi yang ideal terhadap perkembangan fisiknya.
Hasil penelitian Emine 2009 menunjukkan bahwa wanita dan pria memiliki perbedaan pandangan dalam hal cara mereka memandang dirinya dalam beberapa
dimensi fisik. Wanita memperoleh skor lebih rendah pada diri fisik, sedangkan pria memperoleh skor lebih rendah pada kemampuan fisik.
Siswa yang memiliki konsep diri negatif tidak mampu berkembang secara optimal dan tidak dapat mencapai aktualisasi diri sehingga cenderung melakukan
penyimpangan perilaku seperti menyontek, penyalahgunaan narkoba, merokok, pergaulan bebas, meningkatnya aborsi dikalangan remaja sebagai akibat pergaulan
bebas, serta masih banyak perilaku menyimpang lainnya. Damon Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter Marold, 1992; Markus 7 Nurius, 1986; Pfeffer, 1986
Santrock, 2003 mengemukakan bahwa konsep diri negatif menyebabkan
6
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
munculnya depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, kenakalan delinquency, dan masalah penyesuaian diri lainnya.
Penyebab munculnya masalah konsep diri negatif adalah faktor keyakinan atau pola pikir individu sendiri. Sementara sikap dan perlakuan orang-orang di
sekitar individu keluarga, teman dan guru merupakan faktor yang sulit diubah, karena untuk mengubah lingkungan sama halnya dengan mengubah budaya, adat
dan sistem. Penelitian ini berpusat pada perubahan pola pikir dan keyakinan siswa dan bukan pada perubahan lingkungan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMA Negeri 6 Bandung, siswa yang memiliki konsep diri negatif cenderung melakukan perilaku mal
adaptif seperti menyontek, membolos, malu mengemukakan pendapat saat diskusi, tidak percaya diri, datang terlambat, berkelahi, dan melanggar tata tertib
sekolah. Pentingnya konsep diri positif pada remaja adalah untuk mengatasi
dampak dan pengaruh buruk dari konsep diri negatif. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan memiliki rasa percaya diri, memiliki dorongan
kemandirian yang lebih baik, dapat mengenal, memahami dan menerima faktor- faktor yang bermacam-macam tentang diri sendiri serta mampu mengintrospeksi
diri. Selain itu dapat menerima semua kelemahan dan kelebihan yang dimiliki dirinya sehingga dapat berperilaku efektif dalam berbagai situasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Egbochuku Aihie 2009 kepada siswa SMA, diperoleh hasil bahwa konseling teman sebaya dan sekolah
7
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri siswa. Implementasi bimbingan dan konseling di sekolah berorientasi dalam upaya memfasilitasi
perkembangan potensi siswa, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier. Hal ini berdasarkan pada tujuan bimbingan dan konseling yaitu untuk
memfasilitasi siswa dalam mencapai perkembangan optimal atau mencapai tugas- tugas perkembangannya menyangkut aspek fisik, intelektual, emosional, sosial
dan moral-spiritual, pengembangan perilaku yang efektif, dan peningkatan fungsi atau manfaat dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut
merupakan proses pembelajaran individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah saat ini belum berorientasi pada program yang dapat mengembangkan konsep diri positif siswa.
Program bimbingan dan konseling yang disusun masih bersifat umum. Program bimbingan merupakan suatu rancangan kegiatan proses pemberian bantuan
kepada siswa untuk memahami diri dan lingkungannya dalam rangka pencapaian perkembangan yang optimal. Jadi program bimbingan dan konseling menitik
beratkan pada pengoptimalisasi potensi, sehingga siswa mampu menemukan dan mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal baik menyangkut aspek
pribadi sosial, kematangan intelektual dan sistem nilai. Dengan adanya program bimbingan yang mengarah pada pengembangan konsep diri, diharapkan dapat
membantu siswa dalam mengenal dirinya secara tepat dan dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki agar berkembang secara optimal.
8
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
Disamping program yang disusun secara komprehensif, adanya suatu teknik atau strategi khusus yang digunakan seorang konselor juga sangat penting.
Karena dengan adanya teknik bimbingan yang tepat diharapkan hasilnya akan tepat sesuai dengan apa yang diharapkan. Penelitian ini akan memaparkan teknik
bimbingan dalam bentuk kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional untuk mengembangkan konsep diri pada remaja.
Analisis Transaksional dikembangkan dari teori Psikoanalisis Sigmund Freud dan penemuan kinerja otak oleh Dr. Wilder Penfield. Analisis
Transaksional merupakan pendekatan psikoterapi transaksional yang menekankan hubungan interaksional. Analisis Transaksional dapat digunakan dalam terapi
individual, tetapi lebih diutamakan untuk digunakan dalam terapi kelompok. Pendekatan ini menitik beratkan pada aspek kontrak dan keputusan. Kontrak yang
dikembangkan dengan jelas menyatakan tujuan dan arah proses terapi. Dalam proses terapi, diutamakan kemampuan konseli dalam membuat keputusan sendiri.
Keputusan-keputusan baru yang dibuat dapat mengubah cara hidup konseli untuk kehidupan yang lebih baik Corey, 2010:157.
Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa disaat individu membuat keputusan berdasarkan premis-premis masa lalu yang pada suatu waktu
sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup individu, tetapi mungkin tidak lagi berlaku pada saat ini. Pendekatan ini juga menekankan aspek kognitif dan
perilaku dari proses terapeutik.
9
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
Tujuan pendekatan analisis transaksional adalah otonomi. Dalam mencapai otonomi, individu mempunyai kapasitas untuk membuat keputusan baru
redecide, sehingga memberdayakan diri mereka sendiri dan mengubah arah hidup mereka. Sebagai bagian dari proses terapi, konseli belajar bagaimana
mengenali tiga status ego yaitu Parent, Dewasa, dan Anak. Konseli juga belajar bagaimana perilaku mereka saat ini sedang dipengaruhi oleh aturan-aturan yang
mereka terima dan termasuk pada status ego yang mana dan bagaimana mereka dapat mengidentifikasi life script yang menentukan tindakan mereka.
Salah satu teknik dalam analisis transaksional adalah analisis struktural. Analisis struktural membantu individu mengenali dan memahami jenis perwakilan
ego orang tua, dewasa dan anak yang digunakan oleh individu tersebut dan orang lain dalam bertransaksi. Melalui analisis struktural diharapkan individu
mencapai posisi “Saya oke – kamu oke”. Individu dapat menghargai dirinya dan mampu menghargai orang lain dengan cara yang tepat.
Dalam pendekatan ini juga terdapat teknik analisis struktural yang dapat membantu konseli
mencapai posisi “saya oke – kamu oke”, posisi ini menunjukkan dominasi status ego dewasa. Individu yang didominasi oleh ego
dewasa akan memiliki konsep diri positif. Layanan bimbingan kelompok dapat menjadi media penyampaian
informasi serta dapat membantu siswa menyusun rencana dalam membuat keputusan tepat yang diharapkan akan berdampak positif bagi siswa dalam
mengembangkan konsep diri yang positif. Selain itu apabila dinamika kelompok
10
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan
Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
dapat terwujud dengan baik maka anggota kelompok akan saling menolong, menerima dan berempati dengan tulus.
Bimbingan kelompok memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk dapat menerima dirinya dan orang lain, memberikan ide, perasaan, dukungan,
bantuan alternatif pemecahan masalah, pengambilan keputusan yang tepat, melatih perilaku baru serta bertanggung jawab atas pilihan yang ditentukan
sendiri. Suasana ini dapat menumbuhkan perasaan berarti bagi anggota yang selanjutnya juga dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Diharapkan
konsep diri positif yang dibentuk tidak hanya dengan pendekatan personal namun dengan pendekatan kelompok seperti dalam bimbingan kelompok akan lebih
optimal, karena para siswa tidak merasa terhakimi oleh keadaan diri sendiri, siswa juga merasa mendapat pembinaan dan informasi positif untuk pengembangan
konsep diri positif, apalagi masalah konsep diri merupakan masalah yang banyak dialami oleh remaja sehingga untuk mengefisienkan waktu bimbingan kelompok
dimungkinkan lebih efektif dibandingkan layanan konseling individual. Oleh karena itu untuk membantu mengembangkan konsep diri positif siswa, maka
penelitian ini difokuskan pada “Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan
Transaksional Analisis untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa Kelas X SMA
Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20112012 ”.
B. Rumusan Masalah