b. Konfromitas Teman Sebaya
Menurut Santrock 2003: 221, konformitas muncul pada saat individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain karena ada tekanan
maupun yang dibayangkan oleh mereka. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada siswa dapat menjadi positif dan negatif. Siswa
terlibat atas konformitas negatif dapat berupa penggunaan bahasa yang asal-asalan, mencuri, coret-mencoret, membuat malu orang tua dan
guru. Namun banyak konformitas yang positif dan menimbulkan
keinginan untuk bersama lingkungan teman sebayanya. Misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu
dengan anggota kelompok lingkungan teman sebaya. Keadaan seperti ini dapat meningkatkan aktivitas sosial yang baik.
c. Dampak Positif dan Negatif Teman Sebaya
Pada prinsipnya hubungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi remaja. Dalam literatur psikologi perkembangan
diketahui satu contoh klasik betapa pentingnya teman sebaya dalam perkembangan sosial remaja. Dua ahli teori yang berpengaruh, yaitu
Jean Piaget dan Harry Stack S, menekankan bahwa melalui hubungan teman sebaya, anak dan remaja belajar tentang hubungan timbal balik
yang simetris. Anak mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan remaja. Mereka juga
mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman
sebaya dalam rangka memuluskan integrasi dirinya dalam aktifitas teman sebaya yang berkelanjutan Desmita, 2005: 220.
Enam fungsi positif dari teman sebaya menurut Kelly dan Hansen dalam Desmita2005: 220-221.
1 Mengontrol impuls-impuls agresif. Melalui interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana menyelesaikan pertentangan -
pertentangan dengan cara-cara lain selain tindakan secara langsung. 2 Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih
independen. Teman sebayanya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang baru. Dorongan
yang diperoleh remaja dari teman-teman sebaya mereka ini menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan
keluarga mereka. 3 Meningkatkan ketrampilan-ketrampilan sosial, mengembangkan
kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. Melalui
percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya, remaja belajar mengakspresikan
ide-ide dan
perasaan-perasaan serta
mengambangkan kemampuan mereka untuk memecahkan masalah. 4 Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran
jenis kelamin. Sikap-sikap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama terbentuk melalui teman sebayanya. Remaja
belajar mengenai tingkah laku dan sikap yang mereka asosiasikan dengan menjadi laki-laki dan perempuan muda.
5 Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Umumnya orang dewasa mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang apa yang
benar dan apa yang salah. Di dalam teman sebaya, remaja mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri. Remaja
mengevaluasi nilai yang dimiliknya dan yang dimiliki oleh lingkungan teman sebayanya, serta memutuskan mana yang benar.
Proses evaluasi ini dapat membantu remaja mengambangkan kemampuan penelaran moral mereka.
6 Meningkatkan harga diri. Menjadi orang yang disukai oleh sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau
senang tentang dirinya. Sejumlah ahli teori lain menekankan pengaruh negatif dari teman
sebaya terhadap perkembangan anak-anak dan remaja. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya menyebabkan
munculnya perasaan kesepian atau permusuhan. Disamping itu, penolakan oleh teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental
dan problem kejahatan. Budaya teman sebaya merupakan sesuatu bentuk kejahatan yang merusak nilai-nilai dan control orang tua.
Teman sebaya dapat memperkenalkan remaja pada alcohol, obat- obatan, kenakalan, dan berbagai bentuk perilaku yang dipandang orang
dewasa Santrock dalam Desmita.
d. Indikator Lingkungan Teman Sebaya