Pengaruh tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan terhadap kewajiban perpajakan Pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di wilayah Jakarta Selatan

(1)

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN, KEPATUHAN DAN

KETEGASAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP

KEWAJIBAN PERPAJAKAN PENGUSAHA USAHA

KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI WILAYAH

JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh:

Nama : Choiriyatuz Zahidah NIM : 106082002582

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN, KEPATUHAN DAN

KETEGASAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP

KEWAJIBAN PERPAJAKAN PENGUSAHA USAHA

KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI WILAYAH

JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh

Choiriyatuz Zahidah NIM: 106082002582

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahamad Rodoni Reskino, SE.,Ak.,M.Si NIP. 196902032001121003

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Hari ini Rabu Tanggal 15 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Choiriyatuz Zahidah NIM: 106082002582 dengan judul Skripsi “Pengaruh Tingkat Pemahaman, Kepatuhan dan Ketegasan Sanksi Perpajakan terhadap Kewajiban Perpajakan Pengusaha UKM di Wilayah Jakarta Selatan)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Juni 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si Fitri Damayanti, SE

Ketua Sekretaris

Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si Penguji Ahli


(4)

Hari ini Tanggal 31 Bulan Agustus Tahun 2010 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Choiriyatuz Zahidah NIM: 106082002582 dengan judul Skripsi “Pengaruh Tingkat Pemahaman, Kepatuhan Dan Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Kewajiban Perpajakan Pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Wilayah Jakarta Selatan”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 31 Agustus 2010

Tim Penguji Ujian Skripsi

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Reskino, SE., Ak., M.Si Ketua Sekretaris

Drs. Abdul Hamid Cebba, MBA, CPA Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Choiriyatuz Zahidah 2. Tempat & Tanggal Lahir : Bandar Lampung, 22 Juni 1987 3. Alamat : Jl. Kota Agung No.72 Taman Rejo

Bernung Gedong Tataan, Pesawaran Lampung

4. Telepon : 085730294130

II. PENDIDIKAN

1. TK Diniyah Putri Lampung Tahun 1992-1993 2. SDN Tambak Rejo 1 Jombang Tahun 1993-1999 3. SLTP Negeri 2 Jombang Tahun 1999-2002 4. MAN Tambak Beras Jombang Tahun 2002-2005 5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2005-2010

III.LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah : Choirul Chuluq 2. Ibu : Azimah Mushoffie

3. Alamat : Jl. Kota Agung No. 72 Ds. Taman Rejo Kec.Bernung Kel. Gedong Tataan, Pesawaran Lampung


(6)

THE INFLUENCE OF CONSEPT LEVEL, COMPLIANCE AND TAX SANCTION FIRMNESS TOWARD TO THE TAX OBLIGATION OF

MIDDLE LOW INDUSTRY BUSINESSMAN IN SOUTH JAKARTA

ABSTRACT

This research exaimed to analyse the influence of concept level,compliance and tax sanction firmness toward to the tax obligation of middle low industry businessman. The respondent from this research are middle low industry businessman in South Jakarta. The sampling method used is convenience sampling method. The data that used by this research was primary data it was collected by questionnaires. The questionnaires can be used in analysis total 65 questionnaires from 100 questionnaires were distributed. This research used multiple regression analysis to test the hypotesis. The result of this research found that the concept level, compliance and tax sanction firmness have significantly influence to the tax obligation of middle low industry businessman.


(7)

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN, KEPATUHAN DAN KETEGASAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEWAJIBAN PERPAJAKAN PENGUSAHA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

DI WILAYAH JAKARTA SELATAN ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan terhadap kewajiban perpajakan pengusaha UKM. Responden dari penelitian ini adalah pengusaha UKM yang berada di wilayah Jakarta Selatan.

Metode penentuan sampel menggunakan metode convenience sampling. Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Kuesioner yang bisa diolah adalah sejumlah 65 kuesioner dari 100 kuesioner yang disebarkan. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk pengujian hipotesis.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kewajiban perpajakan pengusaha UKM baik secara bersama maupun terpisah. Kata kunci: tingkat pemahaman, kepatuhan, ketegasan sanksi perpajakan,


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Tingkat Pemahaman, Kepatuhan dan Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Kewajiban Perpajakan Pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Wilayah Jakarta Selatan . Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bpk. Choirul Chuluq dan Ibu Azimah Mushoffie, selaku orang tua terima kasih atas bantuan dan doa yang senantiasa kalian berikan untukku, tanpa mengenal lelah, kalian adalah sumber motivasiku.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Afif Sulfa SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Kakak dan adikku, 5. Bapak Prof. Dr Ahmad Rodoni selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah

bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Reskino, SE., Ak., M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Yessi Fitri SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.


(9)

9. Mbak Atik, Dhe’ Hanif, Dhe’ Rosyid dan si kecil Aziz yang telah memberikan semangat, doa dan inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabatku Rahmah (Lili), Siwi, Oti, Rurry, Rochmah, Sari dan Zizah yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama ini.

11.Kawan-kawanku di akuntansi D Rikawati, Iis, Zakiyah, Tiur, Ichi, Yuli, Asri, Adzilah, Putri, Puput, Santi, Novia, Kibaq, Erna, Reza, Anwar (Alm), Mas Mul, Andre, Ian, Ridho, Arif, Hirfan, Fauzi, Samsul, dan lain-lain.

12.Kawan-kawanku di Akuntansi Perpajakan Romi, Fani, Diyah, Sayuti, Tajir, Aji, Dara, Made, Ani, Ida Hamadah, Ary dan lain-lain.

13.Rekan-rekan Audit dan Akuntansi Manajemen angkatan 2005 yang telah memberikan dukungannya selama ini kepada penulis.

14.Teman Terdekat, yang telah memberikan motivasi dan perhatian yang tiada henti-hentinya, yang dengan setia menjadi pendengar setia untuk semua keluh kesahku.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Semoga Allah SWT memberikan semua kebaikan, kepada pihak yang telah disebutkan atas semua bantuannya kepada penulis. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu para pembaca dan rekan-rekan mahasiswa atau mahasiswi lainnya.

Jakarta, 24 Agustus 2010


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan Skripsi ... ii

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ... iii

Lembar Pengesahan Uji Skripsi ... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

Abstract ... vi

Abstrak ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xv

Daftar Gambar ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...………. 1

B. Rumusan Masalah ...……….. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum atas Perpajakan... 9

1. Pengertian Perpajakan... 9


(11)

4. Asas Pemungutan Pajak………... . 14

5. Sistem Pemungutan Pajak……… 15

B. Tingkat Pemahaman... 17

C. Tingkat Kepatuhan... 19

1. Pengertian Tingkat Kepatuhan... 19

2. Pelayanan Perpajakan dalam Meningkatkan Kepatuhan.... 20

D. Ketegasan Sanksi Perpajakan... 24

E. Pengusaha dan Kriteria Usaha Kecil Menengah (UKM)... 28

F. Kewajiban Perpajakan Pengusaha UKM... 29

G. Keterkaitan antar Variabel... 31

H. Penelitian Terdahulu... 35

I. Kerangka Pemikiran... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian………... 39

B. Metode Penentuan Sampel……..………..……….. 39

C. Metode Pengumpulan Data…………....………. 40

D. Metode Analisis Data………... 41

1. Uji Kualitas Data……… 41

2. Uji Asumsi Klasik……….. 42

3. Uji Hipotesis………... 44


(12)

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian………. 50

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian……….. 54

C. Pembahasan……….. 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….. 72

B. Implikasi……….. 72

C. Saran……… 73

Daftar Pustaka... 75 Lampiran


(13)

Daftar Tabel

No. Keterangan Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 35

3.1 Tingkat Penilaian Jawaban ... 41

3.2 Operasional Variabel Penelitian ... 47

4.1 Data Sampel Penelitian ... 51

4.2 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 52

4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir.. 52

4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Bekerja……… 53

4.6 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 54

4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Pemahaman……… 55

4.8 Hasil Uji Validitas Setelah P2 Dikeluarkan……….. 56

4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan……… 57

4.10 Hasil Uji Validitas setelah K7 dikeluarkan………... 58

4.11 Hasil Uji Validitas Variabel Ketegasan Sanksi Perpajakan ... 58

4.12 Hasil Uji Validitas Variabel Kewajiban Perpajakan……… 59

4.13 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Tingkat Pemahaman ... 59

4.14 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kepatuhan……… 60

4.15 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Ketegasan Sanksi Perpajakan…….. 60

4.16 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kewajiban Perpajakan………. 61

4.17 Hasil Uji Multikolonieritas ... 62

4.18 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 65

4.19 Hasil Uji Statistik t ... 66


(14)

Daftar Gambar

No. Keterangan Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 38 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ... 63 4.2 Grafik Scatterplot ... 63


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pajak merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap wajib pajak, penguasaan terhadap peraturan perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakan agar terhindar dari sanksi-sanksi yang berlaku dalam ketentuan umum perpajakan. Sebagaimana dimaklumi, suatu kebijakan berupa pengenaan sanksi dapat dipergunakan untuk 2 (dua) maksud, yang pertama adalah untuk mendidik dan yang kedua adalah menghukum. Dengan mendidik dimaksudkan agar mereka yang dikenakan sanksi akan menjadi lebih baik dan lebih mengetahui hak dan kewajibannya sehingga tidak lagi melakukan hal yang sama. Maksud yang kedua adalah pengenaan sanksi menghukum, sehingga pihak yang terhukum akan menjadi jera (Mulyodiwarno, 2007).

Oleh karena itu, pemahaman tentang pajak diberikan kepada pelajar dan masyarakat, agar sejak dini pelajar dan masyarakat sudah mengetahui pentingnya pajak terhadap negara. Pengetahuan tentang pajak atau perpajakan sangat penting tidak hanya bagi pelajar maupun pengusaha tapi juga bagi orang pribadi dan semua kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan karena terkait dengan hak dan kewajiban perpajakannya. Bagaimana mereka bisa melaksanakan hak dan kewajibannya kalau mereka tidak tahu dan paham tentang peraturan perpajakan. Tentu saja dibutuhkan usaha untuk


(16)

meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pajak. Hal ini merupakan tugas utama dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan sosialisasi tentang perpajakan (Rizal, Blog Pajak).

Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak dipercaya untuk menghitung, memperhitungkan sendiri, membayar, melaporkan kewajiban perpajakannya ke DJP (Zein, 2003 dalam Hutagaol, 2006). Self assessment system dapat berjalan dengan baik, jika pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak menjalankan ketiga fungsinya yaitu pelayanan, penyuluhan dan penegakan hukum secara optimal. Kegiatan pelayanan meliputi segala jenis pelayanan yang berhubungan dengan pemenuhan kewajiban maupun hak Wajib Pajak dibidang perpajakan seperti penerbitan atau pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), permohonan keberatan dan permohonan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sedangkan kegiatan penyuluhan mencakup penyebarluasan informasi tentang ketentuan perpajakan yang perlu diketahui oleh wajib pajak guna pemenuhan kewajiban dan haknya dibidang perpajakan. Kegiatan penegakan hukum terdiri dari tiga pilar yaitu, pemeriksaan pajak, penyidikan pajak dan penagihan pajak. Kegiatan penegakan hukum bertujuan mendorong wajib pajak untuk mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, penyuluhan maupun penegakan hukum merupakan bentuk lain dari pelayanan pajak (Hutagaol, 2006). Dalam sistem ini diharapkan wajib pajak memiliki kesadaran terhadap pemenuhan kewajibannya, kejujuran dalam menghitung pajaknya, memiliki hasrat atau keinginan yang baik untuk


(17)

membayar pajak, dan disiplin dalam menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Kepatuhan pajak merupakan persoalan yang sudah biasa sejak dulu ada di perpajakan. Di dalam negeri, rasio kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya dari tahun ke tahun masih menunjukkan persentase yang tidak mengalami peningkatan secara berarti. Hal ini didasarkan jika kita melihat perbandingan jumlah wajib pajak yang memenuhi syarat patuh di Indonesia sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah total wajib pajak terdaftar. Jika tingkat kepatuhan pajak rendah, maka secara otomatis akan berdampak rendah terhadap penerimaan pajak, sehingga menurunkan tingkat penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pula. Dari berbagai data indikator kepatuhan pajak tersebut, terlihat bahwa terdapat permasalahan kepatuhan pajak di Indonesia yang masih menunjukkan tingkat kepatuhan yang rendah (Widodo, 70:2010).

Dengan mematuhi hukum yang berlaku, secara tidak langsung wajib pajak telah menegakkan budaya disiplin pada diri sendiri. Kedisiplinan yang ia tetapkan secara tidak langsung membantu pemerintah dalam hal menentukan kebijakan, tentunya kebijakan yang terkait dengan dunia usaha. Dengan patuh kepada hukum yang berlaku, setidaknya ia telah membuat pemerintah merasa dihargai. Selain itu kepatuhan pengusaha tersebut merupakan bentuk paling kecil dari tindakan yang dapat dilakukan terhadap negara dan pemerintahan. Tentunya bukan dalam hal pemberian materi,


(18)

namun memberikan semangat kepatuhan dalam hukum (Susanta dan Syamsudin, 11:2009).

Peranan usaha skala kecil dan menengah dalam perekonomian akhir-akhir ini mulai banyak diperhitungkan dalam proses merencanakan suatu kebijakan di bidang perpajakan. Hal tersebut adalah salah satu bagian dari usaha meningkatkan peranan pengusaha dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan dalam lingkungan otoritas pajak. Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu memperhatikan usaha kecil dan menengah (UKM) secara serius. Dengan tumbuh kembangnya UKM membuat kinerja usaha lebih baik sehingga mampu menyediakan tenaga kerja yang produktif dan meningkatkan produktivitas. Adanya UKM ini dapat menjadi pendorong dan pendukung hidupnya perusahaan-perusahaan besar (Susanta dan Syamsudin, 4:2009).

Apabila diperhatikan dengan lebih seksama, selama ini perekonomian dalam negeri secara umum masih buruk, tetapi harus kita akui bahwa beberapa sektor usaha (terutama sektor swasta), masih menunjukkan kinerja yang cukup bagus. Usaha yang bisa dikatakan bertahan hidup dalam segala situasi dan kondisi tersebut kebanyakan adalah usaha kecil dan menengah. Banyaknya usaha-usaha tersebut, baik yang berskala kecil maupun menengah bila diperhatikan dengan sungguh-sungguh merupakan sumber pajak yang dapat dipergunakan untuk menambah pendapatan negara. Sebagai contoh adalah usaha yang mulai meramaikan industri jasa maupun industri perdagangan di wilayah Jakarta Selatan seperti di daerah Mampang, Pondok Pinang, Bintaro, Tebet, Kebayoran Lama, Kebayoran Baru dan Lebak Bulus, dan sekitarnya.


(19)

Dalam sistem self assessment, wajib pajak memiliki kewajiban untuk

menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban perpajakannya, tidak terkecuali wajib pajak kecil, dimana mereka memiliki kewajiban yang sama dengan wajib pajak dalam negeri yang lain. Namun, bagi sebagian besar wajib pajak kecil, untuk melakukan pembukuan transaksinya ini akan terasa sulit dilakukan. Terutama kebijakan perpajakan yang membebani wajib pajak kecil ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Selain itu, ketidaktahuan mengenai kebijakan perpajakan bagi wajib pajak kecil akan menghambat pelaksanaan kewajiban perpajakan (Widodo, 173:2010).

Program kemitraan usaha kecil menengah dengan industri-industri skala besar pun digulirkan agar tercapai sinergi antar keduanya, khususnya bagi usaha kecil menengah seperti peluang pasar, modal kerja dan manajemen. UKM memiliki beberapa kelemahan antara lain adalah menghadapi ketidakpastian pasar, ketidakpastian dapat bertahan hidup atau tidak dalam tahun pertama usaha, serta adanya pembukuan yang tidak jelas. Kelemahan-kelemahan inilah yang bisa mempengaruhi pemahaman dan kewajiban setiap pengusaha UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Harapan selanjutnya yaitu adanya regulasi yang mendukung sekaligus mendorong berkembangnya usaha kecil menengah tersebut secara menyeluruh, seperti persoalan perpajakannya (Wibowo, 2004).

Dalam perkembangannya, UKM diharapkan kemandiriannya dan menjadi salah satu elemen penting yang mendukung industri-industri besar sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan. Upaya secara komprehensif sudah


(20)

saatnya dilakukan agar sektor usaha kecil menengah mampu tumbuh di kancah perekonomian nasional, bahkan bersaing dalam bisnis global. Institusi pemerintah yang terkait dengan sektor industri yang menjadi bidang kompetensinya semestinya menjadi motivator penggerak usaha kecil menengah, termasuk bagaimana Direktorat Jendral Pajak (DJP) peduli terhadap pemajakan usaha kecil menengah ini. Pajak menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan usaha kecil menengah secara terintegrasi. Keberpihakan dan kepedulian Direktorat Pajak terhadap usaha kecil menengah seperti pemberian insentif pajak yang menjadi sangat penting jika tidak memungkinkan tax holiday. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan yang sedang menunggu pembahasan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan salah satu yang dapat kita cermati secara seksama. Jangan sampai terjadi undang-undang perpajakan yang baru justru menyurutkan semangat berwirausaha kecil menengah tersebut (Wibowo, 2004).

Pajak memiliki fungsi budgeteir yaitu, untuk mengisi kas Negara sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Berdasarkan fungsi pajak sebagai fungsi budgeter, maka sangat diperlukan adanya kesadaran dan kedisiplinan masyarakat untuk memahami dan mematuhi kewajiban perpajakan sebagai warga negara Indonesia (Liana, 2007)

Selain sebagai fungsi budgeteir, pajak juga memiliki manfaat yaitu menjadi sumber penerimaan negara yang juga berperan penting dalam


(21)

mengatur mekanisme berkembangnya sektor-sektor riil. Usaha kecil menengah yang berkembang memberi harapan nyata terhadap tumbuhnya sektor riil, yakni kegairahan perekonomian sekaligus membuka peluang lapangan pekerjaan baru yang berarti mengurangi pengangguran. Kebijakan pajak bagi usaha kecil menengah yang terdapat dalam Undang-Undang Perpajakan yang baru mudah-mudahan tidak mengesampingkan peran usaha kecil menengah dalam perekonomian nasional tersebut (Wibowo, 2004).

Liana (2007) melakukan penelitian mengenai analisis tingkat pemahaman dan kepatuhan pengusaha UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Yogyakarta. Dalam penelitiannya, Liana memberikan bukti empiris bahwa terdapat perbedaan pada tingkat pemahaman pengusaha UKM dalam hal pengisian SPT, penghitungan, penyetoran, pelaporan pajak dan tingkat kepatuhan pengusaha UKM dalam hal penyetoran serta pelaporan pajak dilihat dari tingkat pendidikan pengusaha UKM.

Ferry Dwi Prasetyo (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemilik usaha kecil menengah dalam pelaporan kewajiban perpajakan di daerah Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut menggunakan sampel penelitian sebanyak 50 perusahaan kecil dan menengah di bidang usaha coffeshop yang terdaftar di wilayah Yogyakarta. Sementara itu Sampel yang digunakan oleh Nugrahanti (2005) adalah perusahaan kecil dan menengah sebanyak 78 perusahaan, dengan perincian untuk pengusaha kecil berjumlah 43 dan pengusaha menengah berjumlah 31 perusahaan.


(22)

1. Adanya penambahan satu variabel independen berupa ketegasan sanksi perpajakan yang diperoleh dari penelitian Sartika dan Rini (2009). Penelitian sebelumnya hanya menguji pengaruh tingkat pemahaman dan kepatuhan pengusaha UKM terhadap kewajiban perpajakannya, sedangkan penelitian ini menguji pengaruh tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan terhadap kewajiban perpajakan pengusaha UKM.

2. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel pengusaha UKM yang telah memiliki NPWP dan bergerak diberbagai jenis bidang usaha yang berada di wilayah Jakarta Selatan, tidak di fokuskan kepada satu macam bidang usaha saja.

3. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel sebanyak 100 perusahaan yang berada di wilayah Jakarta Selatan.

Mengingat banyak ditemukannya pelaku UKM tidak memahami kewajiban pajak, atau tidak mengetahui apabila UKM memiliki kewajiban dalam bidang perpajakan, seperti halnya perusahaan-perusahaan yang ada. Saat ini sudah waktunya para pelaku UKM khususnya pengusaha memahami aspek-aspek perpajakan yang terkait usahanya, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Tingkat Pemahaman, Kepatuhan dan Ketegasan Sanksi Perpajakan terhadap Kewajiban Perpajakan Pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Wilayah Jakarta Selatan”.


(23)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanski perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kewajiban perpajakan pengusaha UKM?

2. Variabel manakah yang paling dominan mempengaruhi kewajiban perpajakan pengusaha UKM?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari masalah yang ingin dibahas dalam penulisan ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh yang ditimbulkan oleh tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pengusaha UKM. Dan tujuan penelitian ini juga untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

a. Menganalisis pengaruh tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan terhadap kewajiban perpajakan pengusaha UKM. b. Menganalisis variabel yang paling dominan mempengaruhi kewajiban


(24)

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Peneliti, sebagai media untuk menambah wawasan pengetahuan berfikir dan rekan-rekan mahasiswa, khususnya jurusan akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Pengusaha UKM, agar memahami dan mematuhi peraturan perpajakan yang telah di tetapkan oleh pemerintah.

c. Pemerintah, sebagai masukan untuk perbaikan sistem pelayanan pajak yang lebih baik lagi.

d. Masyarakat, yaitu sebagai sarana informasi mengenai masalah yang berkenaan dengan perpajakan.

e. Peneliti selanjutnya, yaitu sebagai referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan yang akan diteliti.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum atas Perpajakan 1. Pengertian Perpajakan

Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan pemerintahan. Pajak ikut ambil bagian dalam pembangunan di seluruh aspek kehidupan di negara ini. Tanpa pajak, pembangunan tidak akan berjalan lancar karena besarnya pembiayaan yang diperlukan tidak akan bisa ditutupi dengan pinjaman dan bantuan luar negeri.

Menurut Soemitro (dalam Rahayu, 2010:22) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Menurut Adriani dalam Brotodiharjo (2003:19), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum


(26)

(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Dari pengertian-pengertian tersebut disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur (Rahayu, 2010:23):

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Pajak dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat adanya sanksi.

c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontrapretasi secara langsung oleh pemerintah.

d. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tidak boleh dilakukan pihak swasta yang orientasinya adalah mencari laba.

e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, maka akan dipergunakan untuk membiayai public invesment.

2. Fungsi Pajak

Pengertian fungsi dalam fungsi pajak adalah pengertian fungsi sebagai kegunaan suatu hal. Maka fungsi pajak adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak. Sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam


(27)

meningkatkan kesejahteraan umum. Suatu negara dipastikan berharap kesejahteraan ekonomi masyarakatnya selalu meningkat dengan pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara, diharapkan banyak pembangunan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan negara (Rahayu, 2010:25). Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi Budgetair

Fungsi budgetair ini merupakan fungsi utama pajak, yaitu pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara yang dilakukan sistem pemungutan berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Pajak berfungsi sebagai alat untuk memasukkan uang dari sektor swasta (rakyat) ke dalam kas negara atau anggaran negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan fungsi inilah pemerintah sebagai pihak yang membutuhkan dana untuk membiayai berbagai kepentingan melakukan upaya pemungutan pajak ke penduduknya.

b. Fungsi Regulerend

Fungsi regulerend disebut juga fungsi mengatur, yaitu pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Merupakan fungsi lain dari pajak selain fungsi budgetair. Disamping usaha untuk memasukkan uang untuk kegunaan kas negara, pajak dimaksudkan juga sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan


(28)

kekayaan dalam sektor swasta. Fungsi regulerend juga disebut sebagai fungsi tambahan, karena fungsi ini hanya sebagai tambahan atas fungsi utama pajak yaitu fungsi budgetair.

3. Jenis Pajak

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Departemen Keuangan, sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi: a. Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.


(29)

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.

c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM, yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:

1) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; 2) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;

3) Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi;

4) Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status;

5) Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.


(30)

d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

e. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan(BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh pemerintah pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada pemerintah daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.

4. Asas Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah (Rahayu, 2010:13):

a. Asas domisili, pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal wajib pajak. Dimana wajib pajak tinggal di suatu negara, maka di negara itulah ia dikenakan pajak atas segala hal yang berhubungan dengan obyek yang dimiliki wajib pajak yang menurut undang-undang dikenakan pajak. Di Indonesia wajib pajak yang tinggal di dalam


(31)

maupun luar negeri, maka dikenakan pajak atas seluruh penghasilannya yang diterima di dalam maupun luar negeri tersebut. b. Asas sumber, cara pemungutan pajak yang bergantung pada sumber di

mana obyek pajak diperoleh. Jika suatu negara terdapat sumber penghasilan, negara tersebut berhak memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal. Baik wajib pajak dalam negeri maupun luar negeri yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, akan dikenakan pajak di Indonesia.

c. Asas kebangsaan, adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Cara ini menurut Brotodiharjo dipergunakan untuk menetapkan pajak obyektif.

5. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam sistem perpajakan dikenal official assessment system, self assessment system dan with holding system. Rahayu (2010:101) dalam bukunya menguraikan sitem tersebut sebagai berikut:

a. Official Assesment system merupakan sistem perpajakan dimana

inisiatif untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada di pihak fiskus. Jadi dalam sistem ini wajib pajak bersifat pasif sedang fiskus bersifat aktif. Menurut sistem ini utang pajak timbul apabila telah ada ketetapan pajak dari fiskus.

b. Self Assesment System, adalah sistem pemungutan pajak di mana wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat pajak hanya bertugas


(32)

melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan ajaran timbulnya utang pajak, maka self assesment system sesuai dengan timbulnya utang pajak menurut ajaran materil, artinya utang pajak apabila ada yang menyebabkan timbulnya utang pajak. Untuk mensukseskan sistem tersebut dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak antara lain:

1) Kesadaran Wajib Pajak

2) Kejujuran dan kedisiplinan Wajib Pajak 3) Kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak.

c. With Holding System, adalah sistem pemungutan pajak yang mana

besarnya pajak terutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud disini antara lain pemberi kerja, dan bendaharawan pemerintah.

Sebagaimana telah diketahui bahwa dengan Reformasi Perpajakan tahun 1983, sistem perpajakan di Indonesia menganut self assessment system. Dari sistem tersebut yang paling utama yaitu adanya kewajiban wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, melapor sendiri pajak yang terutang sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Harapan agar sistem perpajakan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan adanya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak serta penegakan hukumnya.


(33)

Sebagai unsur penegakan hukum ini, dilakukan tindakan pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak. Tindakan pemeriksaan ini merupakan upaya dalam menilai tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi setiap wajib pajak dengan perlakuan yang sama. Dengan demikian, secara yuridis tidaklah terdapat perbedaan antara pemeriksaan pada wajib pajak tertentu dibandingkan dengan wajib pajak lainnya (Waluyo, 2009:59)

B. Tingkat Pemahaman

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), pemahaman dapat diartikan sebagai proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Wajib pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas cenderung akan menjadi wajib pajak yang tidak taat. Jelas bahwa semakin paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka.

Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro (2010), merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga


(34)

menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Setiap akhir tahun para wajib pajak disibukkan dengan pengisian SPT tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan melaporkannya paling lambat tanggal 31 Maret serta kekurangan setoran PPh Pasal 29 dibayar paling lambat tanggal 25 Maret. Meskipun pengisian SPT sudah menjadi hal rutin yang dilakukan oleh Wajib Pajak, tetapi masih terdapat berbagai hal yang terasa sulit dalam pengisiannya sehingga sering terjadi kesalahan-kesalahan. Untuk memperkecil bahkan menghilangkan kesalahan-kesalahan tersebut, berbagai kegiatan dan program telah dilakukan di antaranya pendekatan penyuluhan dan sosialisasi pajak yang juga berguna untuk menciptakan masyarakat patuh pajak.

Tidak mudah untuk meningkatkan kepatuhan pajak pada saat ini, diperlukan adanya kepercayaan masyarakat, baik terhadap integritas administrasi perpajakan maupun sistem perpajakan sebagai sarana untuk mensejahterakan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus dapat secara nyata membuktikan dan bila memang terbukti bahwa dana pajak telah terdistribusi dengan baik untuk meningkatkan pembangunan dan memperbaiki kesejahteraan secara luas akibat kontribusi tidak langsung dari uang pajak (Rahayu, 2010:29).

Jika yang terdengar masih seputar isu mengenai kebocoran-kebocoran keuangan negara, terutama dana dari pajak, tentu sulit untuk meyakinkan masyarkat untuk mau patuh dalam membayar pajak. Dalam hal


(35)

ini, DJP harus memastikan target penerimaan pajak dapat tercapai bila perlu Gijzeling ‘hukuman badan’ bagi wajib pajak yang tidak patuh pajak. Selain itu diperlukan reformasi administrasi perpajakan yang meliputi prosedur, tata cara atau proses pemajakan, fungsi, sistem, dan kelembagaan (Prasetyo, 2006).

Wajib pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas cenderung akan menjadi wajib pajak yang tidak taat. Jelas bahwa semakin paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka. Pada Harian Kedaulatan Rakyat, 4 Agustus 2001 (dalam Prasetyo, 2006) menyatakan bahwa pemahaman peraturan perpajakan sangat kecil. Setiap wajib pajak yang telah memahami peraturan perpajakan sangat baik, biasanya akan melakukan aturan perpajakan yang ada sesuai dengan apa yang tercantum di dalam peraturan yang ada.

Mungkin semua yang dilakukan DJP adalah sebuah metode pencapaian target pajak dengan penyadaran pajak melalui penyuluhan dan dengan terpaksa diikuti dengan law inforcement bagi setiap penyelenggaranya. Penyuluhan pajak yang efektif menjadi ujung tombak DJP untuk memasyarakatkan pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak.

C. Tingkat Kepatuhan

1. Pengertian Tingkat Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), patuh berarti suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan, berisiplin. Sedangkan kepatuhan berarti bersifat


(36)

patuh, ketaatan, tunduk, atau patuh pada ajaran atau aturan. Adapun definisi kepatuhan yang dijabarkan oleh tim subdit verifikasi Dit PPh Ditjen Pajak menyatakan bahwa: “Kepatuhan biasanya berkisar pada istilah tingkat sampai dimana wajib pajak memenuhi Undang-Undang dan administrasi perpajakan, tanpa perlunya kegiatan penegakan hukum.” Kepatuhan wajib pajak dalam teori psikologi, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.

Tingkat kepatuhan perpajakan yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kewajiban pajak tersebut berupa: tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan dalam dua tahun terakhir, tidak mempunyai tunggakan untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda, dan membayar pajak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hak pajak yang dimaksud adalah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak (Nurmantu, 2005 dalam Rahayu, 2010).

2. Pelayanan Perpajakan dalam Meningkatkan Kepatuhan

Pelayanan perpajakan sebagai pelayanan publik. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 mengartikan pelayanan umum atau pelayanan publik adalah sebagai bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam


(37)

bentuk barang dan jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Pelayanan pajak merupakan produk pelayanan produk dari instansi pemerintah yang khusus berwenang mengurusi pajak yaitu Direktorat Jendral Pajak. Kendati DJP tidak memberikan pelayanan secara maksimal, penerimaan pajak yang ditetapkan dalam target penerimaan tetap akan tercapai, berbeda dengan organisasi lain. Hal ini disebabkan karena adanya sistem perpajakan yang disebut Self assesment system (Rahayu, 134:2010).

Salah satu langkah penting yang dilakukan DJP sebagai wujud nyata kepedulian pada pentingnya kualitas pelayanan adalah memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Untuk itu pada awal tahun 2003 dibentuk Tim Modernisasi Administrasi Perpajakan Jangka Menengah yang menyusun administrasi perpajakan modern dengan sasaran:

1. Tercapainya tingkat kepatuhan sukarela wajib pajak yang tinggi.

2. Tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi.

3. Tercapainya produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.

Terdapat dua macam kepatuhan, yakni: (1) kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak


(38)

Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. (2) kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu berakhir (Nurmantu, 2005 dalam Rahayu, 2010).

Kepatuhan wajib pajak dibentuk oleh dimensi pemeriksaan pajak, penegakan hukum dan kompensasi pajak. Tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kajian mengenai pemeriksaan juga banyak dilakukan oleh peneliti di negara Barat. Menurut Karanta yang dikutip oleh Suryadi (2006) menyimpulkan bahwa pemeriksaan pajak akan mendeteksi upaya wajib pajak untuk menghindar. Audit perpajakan juga dapat menemukan kesalahan pelaporan pajak oleh wajib pajak.

Menurut Suryadi (2006), apabila penegakan hukum dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum maka Wajib Pajak akan taat, patuh, dan disiplin dalam membayar pajak. Demikian pula bila Wajib


(39)

Pajak merasa kompensasi pajak telah memenuhi harapan mereka maka mereka akan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Wajib Pajak yang tergolong patuh dapat mencerminkan bahwa dalam diri jiwa wajib pajak telah tertanam jiwa kebangsaan yang kuat dalam mempertahankan kemaslahatan hidup manusia, sepanjang dalam membayar pajak tersebut tidak merasa adanya unsur paksaan, walaupun secara teori paksaan merupakan unsur pengertian pajak. Penekanan jiwa kebangsaan dalam diri Wajib Pajak patuh berkaitan dengan pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan adalah hal yang wajar terlebih dalam era reformasi dan transparansi yang saat ini di tuntut oleh pemerintah (Burton, 2006).

Kriteria untuk di tetapkan sebagai Wajib Pajak patuh Keputusan Menteri Keuangan No. 235/KMK.03/2003 tentang kriteria Wajib Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007 adalah:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT dalam 2 tahun terakhir. b. Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT masa yang terlambat tidak

lebih dari 3 tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

c. SPT Masa yang terlambat telah disampaikan tidak lewat batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya.


(40)

1) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;

2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 dua masa pajak terakhir.

e. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

Kepatuhan Wajib Pajak adalah sifat patuh atau ketaatan wajib pajak pada perintah-perintah yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No 235/KMK.03/2003 tentang kriteria Wajib Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007, tentang kriteria wajib pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Jadi, tingkat kepatuhan wajib pajak adalah tingkat ketaatan wajib pajak pada perintah-perintah sebagaimana dimaksud dalam keputusan diatas.

D. Ketegasan Sanksi Perpajakan

Menurut Resmi (2008:71), sanksi perpajakan terjadi karena terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga apabila terjadi pelanggaran maka wajib pajak dihukum dengan indikasi kebijakan perpajakan dan undang-undang perpajakan.

Sebagaimana dimaklumi, suatu kebijakan berupa pengenaan sanksi dapat dipergunakan untuk 2 (dua) maksud, yang pertama adalah untuk mendidik dan yang kedua adalah untuk menghukum. Dengan mendidik


(41)

dimaksudkan agar mereka yang dikenakan sanksi akan menjadi lebih baik dan lebih mengetahui hak dan kewajibannya sehingga tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Maksud yang kedua adalah untuk menghukum sehingga pihak yang terhukum akan menjadi jera dan tidak lagi melakukan kesalahan yang sama (Mulyodiwarno, 2007)

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran, terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam UU KUP dapat berupa sanksi administrasi bunga, denda dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa hukuman kurungan dan hukuman penjara (Rahayu, 2010:213). Pelaksanaan pengenaan sanksi perpajakan kepada wajib pajak dapat berupa sanksi administrasi saja, sanksi pidana saja atau kedua-duanya.

Sanksi merupakan imbalan atas kesalahan atau pelanggaran yang pernah dilakukan. Sanksi perpajakan terjadi karena terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan dimana semakin besar kesalahan yang dilakukan seorang wajib pajak, maka sanksi yang diberikan juga akan semakin berat. Contoh pelanggaran yang sering dilakukan adalah keterlambatan dalam membayar pajak, kurang bayar dan kesalahan dalam pengisian SPT (Sartika dan Rini, 2009).

Sanksi perpajakan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengikat wajib pajak akan tanggungjawabnya. Pemerintah sebaiknya memberikan sanksi yang tegas karena dapat meningkatkan kedisiplinan wajib


(42)

pajak dalam hal ketepatan waktu membayar pajak, ketelitian dalam pengisian dan pelaporan SPT dan ketelitian dalam melaksanakan pencatatan dan pembukuan (Sartika dan Rini, 2009).

Permasalahan dalam bidang penegakkan hukum perpajakan dapat di klarifikasikan sebagai berikut (Tambunan, 2005):

1. Peraturan Perundang-Undangan Kurang Kondusif

Pada umumnya peraturan perundang-undangan perpajakan kita masih sulit dimengerti Wajib Pajak, tarifnya tidak kompetitif karena relatif lebih tinggi dan dengan lapisan yang lebih banyak dibanding negara tetangga. Pesatnya perkembangan praktek bisnis dan keuangan yang diikuti dengan pemanfaatan teknologi informasi modern sering terlambat diantisipasi peraturan perundang-undangan dan disamping itu masih terdapat peraturan perundang-undangan lain yang tidak sejalan dengan ketentuan perpajakan 2. Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Masih Rendah

Kondisi ini merupakan produk dari berbagai faktor-faktor kehidupan masyarakat. Kurangnya kontraprestasi pembayaran pajak yang dirasakan oleh wajib pajak karena banyaknya kebocoran mengakibatkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Ketimpangan tersebut menimbulkan persepsi dalam masyarakat seolah-olah pajak tersebut merupakan bentuk pemerasan terhadap rakyat. keadaan ini lebih dipertajam lagi dengan adanya alokasi anggaran dalam APBN yang tidak tepat sasaran.


(43)

Kepatuhan wajib pajak juga sangat dipengaruhi budaya pajak masyarakat yang rendah. Fenomena ini dipengaruhi persepsi lama bahwa, pajak hanyalah untuk kepentingan penguasa. Disamping itu tingkat pendidikan wajib pajak yang rendah mengakibatkan ketidakmampuan memahami fungsi dan manfaat pajak.

3. Aparatur Pajak Kurang Profesional

Permasalahan dari aspek aparatur antara lain, sebagai akibat dari kesejahteraan aparatur yang tidak memadai sedangkan tantangan, tawaran, godaan, dan kesempatan KKN memungkinkan. Kurangnya kesejahteraan ini juga mengakibatkan dedikasi dan integritas aparatur yang lemah. Pendidikan dan pelatihan aparatur juga sering tertinggal dari pesatnya perkembangan kemajuan praktek bisnis, keuangan dan teknologi informasi di masyarakat global dewasa ini. Sistem birokrasi yang kurang memberikan penghargaan bagi aparatur berprestasi dan kurang tegas memberi hukuman bagi aparat yang melanggar aturan menyebabkan aparatur kurang profesional.

4. Administrasi Perpajakan Belum Kondusif

Sistem dan prosedur administrasi perpajakan masih kurang sederhana dan sebagian besar masih bersifat manual sehingga menyulitkan wajib pajak. Sistem informasi dan komunikasi data belum memadai karena basis data dan informasi perpajakan masih parsial di berbagai unit kantor dan belum sepenuhnya terintegrasi secara elektronis menjadi satu kesatuan sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal.


(44)

E. Pengusaha dan Kriteria Usaha Kecil Menengah (UKM)

Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, pengusaha adalah Orang pribadi atau Badan (dalam bentuk apapun) yang kegiatan usaha atau pekerjaannya :

a. Menghasilkan barang b. Mengimpor barang c. Mengekspor barang

d. Melakukan usaha perdagangan

e. Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean f. Melakukan usaha jasa

g. Memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah).


(45)

c. Milik Warga Negara Indonesia.

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar.

e. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Jadi pengertian pengusaha UKM adalah orang pribadi atau badan hukum yang memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan sebanyak-banyaknya Rp. 200.000.000 dan atau mempunyai hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp. 1.000.000.000 dan usaha tersebut berdiri sendiri.

F. Kewajiban Perpajakan Pengusaha UKM

Kewajiban perpajakan adalah merupakan perwujudan dari pengabdian dan sarana peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional dengan tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaannya dipercayakan sepenuhnya kepada anggota masyarakat (Kustadi Arianta, 1984 dalam Prasetyo, 2006).

Berdasarkan pengertian diatas, hal-hal atau keadaan-keadaan yang dapat melatarbelakangi pemilik usaha kecil menengah dalam melaporkan kewajiban perpajakan adalah:


(46)

1. Pengetahuan pengusaha UKM tentang Pajak

Pengetahuan pengusaha UKM tentang pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang Wajib Pajak atau kelompok Wajib Pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. 2. Pemahaman Pengusaha UKM terhadap Peraturan Perpajakan

Pemahaman Pengusaha UKM terhadap peraturan perpajakan adalah cara pengusaha UKM dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada. 3. Manfaat pajak yang dirasakan Pengusaha UKM sebagai Wajib Pajak

Manfaat pajak yang dirasakan Wajib Pajak adalah guna atau faedah atau baik dan buruknya pajak yang dapat diterima atau dirasakan oleh Wajib Pajak.

4. Sikap Optimis Pengusaha UKM sebagai Wajib Pajak terhadap Pajak

Sikap optimis Wajib Pajak terhadap pajak adalah pandangan yang mengandung harapan baik karena tidak khawatir akan rugi atau tidak untung dari Wajib Pajak terhadap pajak.

Kewajiban Wajib Pajak menurut Mardiasmo (2009) adalah:

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

b. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

c. Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan, mengisinya dengan benar dan memasukkannya sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditetapkan.


(47)

e. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau dokumen serta keterangan yang diminta Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

f. Jika diperiksa, wajib:

1) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek terutang pajak.

2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan guna memperlancar pemeriksaan.

G. Keterkaitan Antar Variabel

1. Tingkat Pemahaman Terhadap Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2006) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemilik usaha kecil menengah dalam pelaporan kewajiban perpajakan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemahaman pengusaha UKM terhadap peraturan perpajakan mempunyai pengaruh positif dan berpengaruh kuat terhadap kesadaran wajib pajak dalam pelaporan kewajiban perpajakannya.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nugrahanti (2005) dalam Januar Eko Prasetyo, Windyastuti dan Andhika Ari Winindyah (2006) mengenai pengaruh pemahaman wajib pajak badan pelaksanaan self assessment system (studi empiris wajib pajak badan pengusaha kecil


(48)

dan menengah di kota Yogyakarta dengan menggunakan sampel adalah perusahaan kecil dan menengah yang terdaftar di KPP D.I Yogyakarta minimal 4 tahun. Sampel yang digunakan 78 perusahaan, dengan perincian untuk pengusaha kecil berjumlah 43 dan pengusaha menengah berjumlah 31 prusahaan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pemahaman wajib pajak badan mengenai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pajak Penghasilan wajib pajak badan pengusaha kecil dan menengah tidak berbeda dan tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system.

Hasil penelitian Nugrahanti (2005) tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hero (2002). Hero (2002) menyimpulkan bahwa pemahaman wajib pajak badan pengusaha kecil dan pengusaha menengah tidak berbeda namun pemahaman tersebut berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system (Nugrahanti, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2005) mengenai pengaruh pemahaman akuntansi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan di KPP Palembang Ilir Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman akuntansi pajak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar badan atau perusahaan masih menggunakan jasa konsultan dalam pengisian SPT. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa variabel tingkat


(49)

pemahaman berpengaruh terhadap kewajiban perpajakan. Oleh karena itu tingkat pemahaman diduga berpengaruh terhadap kewajiban perpajakan, sehingga hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

Ha1: Tingkat pemahaman wajib pajak mengenai pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya.

2. Tingkat Kepatuhan Terhadap Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2004), penelitian ini ingin menguji pengaruh penilaian wajib pajak tentang kualitas pelayanan publik terhadap kepatuhan pajaknya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak sebesar 57,39% cenderung memiliki sikap yang tidak patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Sehingga dihasilkan korelasi sebesar 58,8% dan 73,1% menandakan besarnya pengaruh antara kualitas pelayanan publik terhadap kepatuhan pajak. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa variabel tingkat kepatuhan berpengaruh terhadap kewajiban perpajakan. Oleh karena itu tingkat kepatuhan diduga berpengaruh terhadap kewajiban perpajakan, sehingga hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

Ha2: Tingkat kepatuhan wajib pajak mengenai pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya.


(50)

3. Ketegasan Sanksi Terhadap Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sartika dan Rini (2009) mengenai pengaruh kecerdasan spiritual, kinerja pelayanan pajak dan ketegasan sanksi perpajakan terhadap motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hasil penelitian Sartika dan Rini (2009) menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual, kinerja pelayanan pajak dan ketegasan sanksi perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi wajib pajak. Hal ini berarti bahwa kecerdasan spiritual, kinerja pelayanan pajak dan ketegasan sanksi perpajakan mampu memberikan kesadaran kepada wajib pajak sehingga mereka bertanggung jawab dan jujur dalam memenuhi kewajibannya, memberikan keamanan dan kenyamanan kepada wajib pajak sehingga mereka termotivasi untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa variabel ketegasan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kewajiban perpajakan. Oleh karena itu ketegasan sanksi perpajakan diduga berpengaruh terhadap kewajiban perpajakan, sehingga hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. Ha3: Ketegasan sanksi perpajakan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.


(51)

4. Tingkat Pemahaman, Tingkat Kepatuhan dan Ketegasan Sanksi Perpajakan Bersama-sama Berpengaruh Terhadap Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak

Apabila tingkat pemahaman, tingkat kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan yang mempengaruhi kewajiban perpajakannya, jelas bahwa semakin tinggi pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan maka kewajiban perpajakannya akan terpenuhi. Hal ini berarti bahwa, kewajiban perpajakan akan terpenuhi apabila didukung oleh tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan tersebut. Oleh karena itu tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan diduga berpengaruh terhadap kewajiban perpajakan, sehingga hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

Ha4: Tingkat Pemahaman, Tingkat Kepatuhan dan Ketegasan Sanksi Perpajakan Bersama-sama Mempunyai Pengaruh yang Signifikan Terhadap Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak.

H. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, maka tertarik adanya penelitian dengan judul “Pengaruh Tingkat Pemahaman, Kepatuhan dan Ketegasan Sanksi Perpajakan terhadap Kewajiban Perpajakan Pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Wilayah Jakarta Selatan”.


(52)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Judul Variabel Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian Rini dan Sartika (2009) Pengaruh Kecerdasan Spiritual, Kinerja Pelayanan Pajak dan Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya Kecerdasan spritual (X1),

kinerja pelayanan pajak (X2),

ketegasan sanksi perpajakan (X3), motivasi

wajib pajak (Y) Analisis data menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression) kecerdasan spritual, kinerja pelayanan pajak dan ketegasan sanksi perpajakan secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi wajib pajak Ferry Dwi Prasetyo (2006) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Pemilik usaha kecil menengah dalam Pelaporan kewajiban perpajakan di daerah Jogjakarta Pengetahuan WP tentang Pajak (X1)

Pemahaman WP terhadap Peraturan Perpajakan (X2)

Manfaat Pajak yang dirasakan WP (X3)

Sikap Optimis WP terhadap Pajak (X4)

Kesadaran Perpajakan WP (Y) Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linear berganda Faktor pengetahuan WP, faktor pemahamanWP, faktor manfaat, faktor sikap optimis tentang pajak mempunyai pengaruh positif terhadap kesadaran WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Rulyanti Susi Wardhani (2005) Pengaruh Pemahaman Akuntansi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilan di KPP Palembang Ilir Timur Pemahaman Akuntansi Pajak (X1)

Kepatuhan WP Badan dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakanny a (Y) Analisis Regresi Sederhana Pemahaman Akuntansi Pajak memberi pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan


(53)

Tabel 2.1 (Lanjutan) Penelitian Terdahulu Ahmed Riahi-Belkaoui (2004) Relationship Between Tax Compliance Internationally and Selected Determination of Tax Morale

TCi: Tax

compliance scare for country EFi:

Economic fredom index for country IOEMi:

Importance og equity market for country CPi: Serious

crime per 100,000 population for country CLi:

Effectiveness of competition laws

Ui: Residual

term The following regression equation Tax compliance internationally is positively related to the level of economic freedom, the level of importance of the equity market and the effectiveness of competition laws and negatively related to crime rate as a proxy for moral norms.

Herbert Marshall Oktavian Manurung (2004) Pengaruh kualitas pelayanan publik terhadap kepatuhan pajak Kualitas pelayanan publik (X1)

Kepatuhan pajak (Y) Analisis regresi sederhana Tingkat kepatuhan WP sebesar 57,3% cenderung memiliki sikap yang tidak patuh terhadap kewajiban perpajakannya Liana (2007) Analisis tingkat pemahaman dan kepatuhan pengusaha UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Yogyakarta Tingkat pemahaman (X1).

Kepatuhan (X2),

Kewajiban Perpajakan (Y) One Way Anova Terdapat perbedaan pada tingkat pemahaman pengusaha UKM dalam hal pengisian SPT, penghitungan, penyetoran,

pelaporan pajak dan tingkat kepatuhan pengusaha UKM dalam hal penyetoran serta pelaporan pajak


(54)

dilihat dari tingkat pendidikan

pengusaha UKM I. Kerangka Pemikiran

Pajak merupakan penghasilan negara yang saat ini sudah diandalkan sebagai modal pembangunan. Pemerintah mencoba untuk merubah kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban pajaknya, yang semula tidak mengerti sama sekali masalah pajak sedikit demi sedikit diberikan penyuluhan mengenai perpajakan agar pengusaha UKM memahami dan mematuhi mengenai kewajiban perpajakannya. Selain itu, ketegasan sanksi perpajakan juga mampu memberikan kesadaran kepada pengusaha UKM sehingga mereka bertanggung jawab dan jujur dalam memenuhi kewajibannya, memberikan keamanan dan kenyamanan kepada pengusaha UKM sehingga mereka termotivasi untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian kewajiban perpajakan akan terpenuhi apabila didukung oleh tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan pengusaha UKM. Kerangka berfikir ini dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut:


(55)

Variabel Independen Variabel Dependen Tingkat Pemahaman

(X1)

Tingkat Kepatuhan (X2)

Ketegasan Sanksi Perpajakan

(X3)

Kewajiban Perpajakan Pengusaha UKM

(Y)

Gambar 2.1 Model Penelitian


(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan terhadap kewajiban perpajakan pengusaha UKM. Populasi penelitian ini adalah para pengusaha yang mempunyai perusahaan kecil dan menengah yang terletak di Jakarta Selatan. B. Metode Penentuan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pengusaha UKM yang telah mempunyai nomor pokok wajib pajak yang masih membuka usahanya di Jakarta Selatan. Dasar pemilihan sampel ini menggunakan metode

Convenience sampling. Convenience sampling adalah metode pemilihan

sampel berdasarkan kemudahan, dimana metode ini memilih sampel dari elemen populasi yang datanya mudah diperoleh peneliti. Elemen populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel dengan cepat (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002). Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah para pengusaha dan akuntan perusahaan kecil dan menengah, karena mereka memiliki informasi yang lengkap dan menyeluruh untuk mengelola usaha mereka yang berada di wilayah mereka.


(57)

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, maka peneliti menggunakan dua cara yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Indriantoro dan Supomo, 2002). Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, tesis, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah pengusaha UKM yang mempunyai perusahaan. Peneliti memperoleh data dengan mengirimkan kuesioner kepada 100 pengusaha UKM secara langsung ataupun melalui perantara.

Bobot penilaian angka hasil kuesioner dalam penelitian ini sesuai dengan yang digambarkan dalam skala ordinal, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial (Indriantoro dan Supomo, 2002).

Skala ordinal yang dipergunakan untuk menjawab bagian pernyataan penelitian memiliki lima kategori sebagaimana disajikan dalam tabel di bawah ini:


(58)

Tabel 3.1

Tingkat Penilaian Jawaban

No Jenis Jawaban Bobot

1 SS = Sangat Setuju 5

2 S = Setuju 4

3 R = Ragu-Ragu 3

4 TS = Tidak Setuju 2

5 STS = Sangat Tidak Setuju 1 D. Metode Analisis Data

1. Uji Kualitas Data a. Uji Validitas

Pengujian validitas dilakukan untuk membuktikan sejauh mana data yang terdapat dalam kuesioner dapat mengukur senyatanya (actually) dan seakuratnya (accurately) apa yang harus diukur dari konsep, sehingga pengujian validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai sasarannya dan keberhasilan dari pengujian ini ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.0, dengan metode Pearson Correlation, yaitu dengan cara menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor masing-masing variabel. Suatu instrumen dikatakan valid atau tidak adalah jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikasi dibawah 0,05 maka butir pertanyaan tebut dikatakan valid, dan jika korelasi


(59)

skor masing-masing butir-butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi diatas 0,05 maka butir pertanyaan tersebut tidak valid (Ghozali, 2005).

b. Uji Reliabilitas

Realibilitas menunjukkan akurasi dan ketepatan dalam pengukurnya. Realibilitas berhubungan dengan akurasi dan konsistensi dari pengukurnya, dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda (terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda). Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrumen telah dipastikan validitasnya. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali. Jika hasil dari Cronbach Alpha di atas 0,60 maka data tersebut mempunyai keandalan yang tinggi (Ghozali, 2005). Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan metode Cronbach Alpha dengan bantuan SPSS 16.0.

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Tujuan dari uji normalitas data ini adalah untuk mengetahui apakah data dalam model regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Untuk mengujinya dapat dilakukan dengan melihat normal probability plot


(60)

yang membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi komulatif dari distribusi normal, dimana data dikatakan normal jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal (Ghozali, 2005).

b. Uji Multikoloniaritas

Uji multikoloniaritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikoloniaritas di dalam model regresi dapat dilihat dari:

1) Nilai tolerance atau lawannya. 2) Variance Inflation Factor (VIF)

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai variance inflation factor (VIF) tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menujukkan adanya multikoloniaritas adalah nilai tolerance <0,10 atau sama dengan nilai VIF >100 (Ghozali, 2005)

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut ”Homoskedastisitas” dan jika berbeda disebut ”Heteroskedastisitas”. Model regresi yang baik adalah homoskedasitas (Ghozali, 2005).


(61)

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, uji koefisien determinasi, uji statistik t dan uji statistik F. Persamaan regresi bertujuan untuk memprediksi besar variabel terikat yaitu, kewajiban perpajakan pengusaha UKM dengan menggunakan data variabel bebas yaitu, tingkat pemahaman, tingkat kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan.

Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Y= a + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e

Keterangan: Y : Kewajiban Perpajakan Pengusaha UKM a : Konstanta

β : Koefisien Regresi X1 : Tingkat Pemahaman

X2 : Tingkat Kepatuhan

X3 : Ketegasan Sanksi Perpajakan

e : Error

a. Uji R² (Koefisien Determinasi)

Uji koefisien determinasi digunakan untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, nilai koefisien determinasi antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas.


(62)

b. Uji Statistik t

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen. Cara untuk melakukan uji t ada 2 (dua), yaitu dengan melihat tingkat signifikasi dan dengan membandingkan antara nilai t hitung dengan nilai t tabel. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen digunakan tingkat signifikasi sebesar α=0,05, sedangkan untuk membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel digunakan dengan ketentuan bahwa apabila nilai statistik t lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, maka menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen (Ghozali 2005:85). c. Uji Statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen, untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen, maka digunakan tingkat signifikansi sebesar α < 0,05. jika nilai probability F lebih besar maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel indepenen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel independen.


(63)

E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari tingkat pemahaman, tingkat kepatuhan dan ketegasan sanksi.

a. Variabel Tingkat Pemahaman (X1)

Pemahaman dapat diartikan sebagai proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Wajib pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas cenderung akan menjadi wajib pajak yang tidak taat. Jelas bahwa semakin paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka. Variabel ini diukur dengan skala ordinal 5 poin.

b. Variabel Tingkat Kepatuhan (X2)

Tingkat Kepatuhan pajak dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala ordinal 5 poin berdasarkan pertanyaan yang dikembangkan oleh Susi Dianawati (2008)

c. Variabel Ketegasan Sanksi Perpajakan (X3)

Ketegasan sanksi perpajakan terjadi karena pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga apabila terjadi


(64)

pelanggaran maka wajib pajak dihukum dengan indikasi kebijakan perpajakan dan undang-undang perpajakan. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala ordinal 5 poin dengan menggunakan pertanyaan yang dikembangkan oleh Rina Haerani dan Yulia Kartika Sari (2008). 2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kewajiban Perpajakan Pengusaha UKM (Y). Kewajiban perpajakan adalah merupakan perwujudan dari pengabdian dan sarana peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional dengan tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaannya dipercayakan sepenuhnya kepada anggota masyarakat (Kustadi Arianta, 1984:4 dalam Fery Dwi Prasetyo, 2006). Variabel ini diukur dengan menggunakan skala ordinal 5 poin berdasarkan pertanyaan yang dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada teori yang ada dalam buku Siti Kurnia Rahayu (2010).

Tabel 3.2

Tabel Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Sub Variabel Indikator Skala Pengukuran 1. Tingkat

Pemahaman Pengusaha UKM (X1)

Pemahaman

pengusaha UKM tentang pajak

1.proses belajar 2.motivasi 3.kepribadian

Skala ordinal


(65)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

Tabel Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Sub Variabel Indikator Skala Pengukuran 2 Tingkat

Kepatuhan Pengusaha UKM (X2)

a. menghitung pajak. b. memperhitung kan c. membayar d. melapor e. melaksanakan peraturan pajak yang berlaku f. pemeriksaan pajak g. pengetahuan pajak

1. Menghitung dengan benar pajak yang harus dibayar.

2. Dilakukan sendiri 3. Menghitung surat

setoran pajak (SSP)

dan surat pemberitahuan

(SPT) Massa dan Tahunan dengan benar.

4. Tepat waktu

membayar pajak.

5. Tepat waktu

melaporkan SPT Massa dan Tahunan. 6. Tidak memiliki

tunggakan pajak.

7. Tidak melakukan kejahatan.

8. Tidak pernah

mendapat sanksi atau denda perpajakan. 9. Membantu kelancaran proses pemeriksaan pajak. 10.Peraturan kriteria

wajib pajak patuh.

Skala ordinal


(66)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

Tabel Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Sub Variabel Indikator Skala Pengukuran 3. Ketegasan

Sanksi Perpajakan (X3)

Tegasnya sanksi administrasi dan pidana yang dikenakan fiskus kepada pengusaha UKM

1. Tindakan

penghindaran pajak 2. sanksi dianggap

sebagai sesuatu yang menakutkan

3. pengaruh sanksi dan kepatuhan wajib pajak

4. dikenakan sanksi perpajakan

5. motivasi atas pembebanan sanksi

6. keuntungan dari penghapusan sanksi Skala ordinal 4. Kewajiban Perpajakan (Y) Kewajiban membayar pajak yang harus dipenuhi pengusaha UKM 1. kewajiban melaporkan

usahanya untuk di kukuhkan sebagai PKP

2. memungut PPN dan PPnBM terutang 3. menyetor PPN dan

PPnBM terutang

4. melaporkan PPN dan PPnBM terutang 5. kewajiban mempunyai NPWP dan NPPKP Skala ordinal


(67)

BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap pengusaha usaha kecil dan menengah yang berada di wilayah Jakarta Selatan. Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner penelitian secara langsung kepada pengusaha UKM. Penyebaran serta pengembalian kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 13 April 2010 hingga 20 Mei 2010. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 100 UKM yang berada di wilayah Jakarta Selatan.

Kuesioner yang disebarkan berjumlah 100 buah dan jumlah kuesioner yang kembali adalah sebanyak 70 kuesioner atau 70%. Kuesioner yang tidak kembali sebanyak 30 buah atau 30%. Kuesioner yang dapat diolah berjumlah 65 buah atau 92,86%, sedangkan kuesioner yang tidak dapat diolah karena tidak diisi secara lengkap oleh responden sebanyak 5 buah atau 7,14%. Gambaran mengenai data sampel ini dapat dilihat pada tabel 4.1.


(68)

Tabel 4.1

Data Sampel Penelitian

No. Keterangan Auditor Persentase

1. Jumlah kuesioner yang disebar 100 100% 2. Jumlah kuesioner yang kembali 70 70% 3. Jumlah kuesioner yang tidak kembali 30 30% 4. Jumlah kuesioner yang tidak dapat diolah 5 7,14% 5. Jumlah kuesioner yang dapat diolah 65 92,86% Sumber: Data primer yang diolah

2. Karakteristik Profil Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pengusaha UKM di wilayah Jakarta Selatan. Berikut ini adalah deskripsi mengenai identitas responden penelitian yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan lama bekerja.

a. Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin

Berikut ini adalah tabel hasil uji deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.2

Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 41 63.1 63.1 63.1

Perempuan 24 36.9 36.9 100.0

Total 65 100.0 100.0

Sumber: Data primer yang diolah

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa sekitar 41 orang atau 63,1% responden didominasi oleh jenis kelamin pria, dan sisanya sebesar 24 orang atau 36,9% responden berjenis kelamin wanita. Hal ini disebabkan


(1)

Inter-Item Correlation Matrix

KS1 KS2 KS3 KS4 KS5 KS6 KS1 1.000 .189 .360 .416 .027 .388 KS2 .189 1.000 .296 .430 .262 .248 KS3 .360 .296 1.000 .223 .125 .299 KS4 .416 .430 .223 1.000 .320 .313 KS5 .027 .262 .125 .320 1.000 .536 KS6 .388 .248 .299 .313 .536 1.000

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

KS1 18.62 9.334 .424 .363 .685

KS2 19.00 9.750 .422 .244 .683

KS3 18.80 10.100 .400 .201 .689

KS4 18.71 9.523 .531 .352 .650

KS5 18.58 10.778 .370 .388 .697

KS6 18.52 9.160 .544 .439 .644

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 22.45 13.313 3.649 6

HASIL UJI RELIABILITAS KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 65 100.0 Excludeda 0 .0 Total 65 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.


(2)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.757 .771 6

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

KP1 3.95 .799 65

KP2 3.60 .997 65

KP3 3.94 .846 65

KP4 4.11 .732 65

KP5 3.85 .833 65

KP6 3.92 .714 65

Inter-Item Correlation Matrix

KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP1 1.000 .349 .528 .543 .247 .487 KP2 .349 1.000 .174 .210 .320 .307 KP3 .528 .174 1.000 .162 .142 .199 KP4 .543 .210 .162 1.000 .591 .495 KP5 .247 .320 .142 .591 1.000 .636 KP6 .487 .307 .199 .495 .636 1.000

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

KP1 19.42 7.653 .631 .620 .687

KP2 19.77 7.962 .378 .200 .764

KP3 19.43 8.718 .330 .325 .767

KP4 19.26 8.165 .569 .554 .706

KP5 19.52 7.847 .544 .594 .710


(3)

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 23.37 11.080 3.329 6

HASIL UJI ASUMSI KLASIK

1.

HASIL UJI MULTIKOLONIERITAS

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 TP .693 1.442

TK .521 1.920 TKS .670 1.493 a. Dependent Variable: TKP

Coefficient Correlationsa

Model TKS TP TK

1 Correlations TKS 1.000 -.016 -.499 TP -.016 1.000 -.472 TK -.499 -.472 1.000 Covariances TKS .030 .000 -.011 TP .000 .004 -.004 TK -.011 -.004 .016 a. Dependent Variable: TKP

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimensi

on Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant) TP TK TKS

1 1 3.981 1.000 .00 .00 .00 .00

2 .010 20.015 .06 .20 .00 .73

3 .006 26.681 .74 .57 .00 .03

4 .003 35.351 .20 .23 1.00 .23


(4)

2.

HASIL UJI NORMALITAS


(5)

Hasil Uji Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

TP 65 43 74 60.62 6.821

TK 65 31 53 42.20 4.116

TKS 65 8 30 22.45 3.649

TKP 65 15 30 23.37 3.329

Valid N (listwise) 65

HASIL UJI REGRESI BERGANDA

Regression

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 TKS, TK, TPa . Enter a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: TKP

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .962a .925 .922 .932

a. Predictors: (Constant), TKS, TK, TP

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 656.200 3 218.733 252.042 .000a

Residual 52.939 61 .868

Total 709.138 64

a. Predictors: (Constant), TKS, TK, TP b. Dependent Variable: TKP


(6)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 8.313 1.417 5.866 .000

TP -.018 .005 -.143 -3.900 .000

TK -.066 .028 -.081 -2.319 .024

TKS .832 .034 .912 24.802 .000


Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPATUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI KOTA MALANG

3 36 20

PENGARUH PEMAHAMAN, KESADARAN, PELAYANAN FISKUS, KEMUDAHAN DAN KETEGASAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA UKM DI KOTA MOJOKERTO

2 19 19

Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM)

2 15 119

PENGARUH PENGETAHUAN PERPAJAKAN, SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, MOTIVASI DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Empiris pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Temanggung)

0 12 109

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KESADARAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) DI KOTA MEDAN.

1 8 31

PENGARUH PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN KONDISI LINGKUNGAN Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Perpajakan, Sanksi Perpajakan, Dan Kondisi Lingkungan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Oran

0 6 18

PENGARUH PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, KUALITASPERPAJAKAN , SANKSI PERPAJAKAN, DAN Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Perpajakan, Sanksi Perpajakan, Dan Kondisi Lingkungan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris Pada

0 2 17

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, KEWAJIBAN MORAL DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kewajiban Moral Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hotel Di Kota Surakarta.

1 5 16

PENGARUH PERSEPSI WAJIB PAJAK TENTANG PENERAPAN PP NO. 46 TAHUN 2013, PEMAHAMAN PERPAJAKAN, DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KOTA YOGYAKARTA.

3 29 155

kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha kecil dan menengah

0 0 7