Pemikiran Tentang Harga Diri

28

4.1.4 Pemikiran Tentang Harga Diri

Menghargai diri sendiri merupakan suatu sikap menghormati dan menjaga diri sendiri, tidak membiarkannya terlantar dan menjadi beban orang lain, serta tidak membiarkannya diperalat atau dimanipulasi oleh orang lain. Menghargai diri adalah ketika kita memiliki perasaan untuk bisa menerima apa yang kita miliki. Dengan menghargai apa yang dimiliki maka kita bisa memaksimalkan semua potensi yang ada pada diri kita untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang kita rencanakan sebelumnya. Pada dasarnya orang bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya jika mereka mampu untuk menerima dan menghargai dirinya saat ini. Namun, menghargai diri sendiri bukan sekedar mementingkan diri sendiri, melainkan bentuk penghargaan kita kepada lingkungan dimana kita berada. Menghormati diri bukanlah tentang apa yang kita lakukan, tapi siapa kita. Ini adalah tentang perasaan dihargai. Ini adalah tentang mampu untuk berdiri tegak dan merasa bangga pada diri kita sendiri hanya karena kita ada. Ini adalah tentang mencintai diri sendiri untuk diri kita sendiri.Sikap menghargai diri dapat terlihat dari tindakan Pambudi yang menjadikan dirinya sebagai subjek, pelaku aktif dalam setiap tindakan dan tidak menjadikan dirinya objek yang tertindas, yang hanya menerima nasib begitu saja. Pak Dirga menawarkan kerjasama kepada Pambudi dengan menggunakan uang milik koperasi sebagai ganti rugi penggusuran batang pohon kelapa kepada pemilik pohon kelapa dengan membayar lebih murah untuk dijadikan pembuatan jalan yang akan dilakukan oleh pemerintah. Tetapi, Pambudi langsung menolak ajakan dari Pak Dirga. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut: Universitas Sumatera Utara 29 ”Bagaimana, Pambudi?” Yang ditanya kaget, ”Oh, Maaf, hendaknya Bapak jangan mengikutsertakan saya dalam urusan seperti itu.” ”Lho, kenapa? Kau akan mendapat banyak keuntungan tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Semua orang menyenangi hal semacam itu, mengapa kau tidak? Lihat, Poyo telah lumayan hidupnya. Sekarang tiba giliranmu, ayolah” ”Tidak, Pak.” ”Mengapa?” ”Saya tidak bisa menerangkannya mengapa.” Tohari, 2014: 26. Kutipan di atas menggambarkan bahwa ego Pambudi yang menghargai dirinya sendiri dengan menolak ajakan dari lurahnya yang merupakan orang paling tinggi kedudukannya di Desa Tanggir untuk berbuat curang. Setelah Pambudi menolak ajakan Pak Dirga untuk berbuat curang, hati Pambudi seakan lapang dan tidak ada kegundahan hati atas apa yang telah dia katakan tadi. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut: ”Dipandangnya Pambudi lama-lama, tetapi pemuda itu tenang saja. Bahkan di dalam hatinya Pambudi merasa lega. Ia telah menuruti suara hati nuraninya untuk tidak turut melakukan kecurangan bersama Pak Dirga. Memang hanya satu yang terasa olehnya pada saat itu: Lega. Lega” Tohari, 2014: 26. Kutipan di atas menggambarkan bahwa Pambudi secara sadar dia mengikuti kata hatinya untuk tidak ikut melakukan kecurangan tersebut. Superego Pambudi digambarkan dalam perasaan lega telah menolak sekaligus mampu menahan diri untuk ikut serta dalam kecurangan yang telah direncanakan oleh Pak Dirga. Pambudi juga menghargai usaha Pak Barkah dalam usahanya menolong menghimpun biaya pengobatan untuk Mbok Ralem dan hendak pamit pulang ke Desa Tanggir. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut: Universitas Sumatera Utara 30 ”Ya, anda benar, Pak Barkah. Kemanusiaan masih ada. Sekarang kami mohon diri. Sungguh, rasanya sulit bagi saya melupakan Bapak dan Kalawarta. Saya percaya, Kalawarta akan menjadi bacaan semua orang. Selamat tinggal.” Tohari, 2014:55. Sikap Pambudi mendapat apresiasi dari Pak Barkah. Bahkan Pak Barkah sampai terharu dengan apa yang telah dilakukan oleh Pambudi. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut: ”Tidak hanya Pak Barkah yang terkesan oleh perpisahan itu. Para pegawai Kalawarta pun ikut merasa kehilangan. Anak muda dari Tanggir itu telah meninggalkan kesan yang amat berarti. Dengan jujur Pak Barkah mengakui, bahwa sudah lama ia tidak menemukan seorang pemuda dengan kepribadian seperti Pambudi. Seorang yang bersedia menolong sesamanya tanpa mengharapkan balas jasa apapun.” Tohari, 2014:55. Kutipan di atas menggambarkan kepribadian Pambudi telah dihargai dan diapresiasi oleh Pak Barkah sekaligus para pegawai harian Kalawarta, karena mereka jarang melihat orang seperti Pambudi dan sangat takjub akan perjuangannya yang rela menolong sesamanya tanpa mengharapkan balas jasa. Ini menunjukkan bahwa mereka saling menghargai satu sama lain.

4.1.5 Pemikiran Tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi