10
2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah
menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol, menghasilkan ikatan dengan DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada
biomolekul ini. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, jantung koroner,
katarak, dan penyakit degeneratif lainnya Silalahi, 2006. Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan
berlangsung sepanjang hidup. Terbentuk akibat hilangnya maupun penambahan elektron dilintasannya pada saat terputusnya ikatan kovalen atom atau molekul
bersangkutan sehingga bersifat amat reaktif. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil OH-, superoksida
O-2, nitrogen monooksida NO, peroksidal RO-2, peroksinitrit ONOO-, asam hipoklorit HOCl, hidrogen peroksida H
2
O
2
Kosasih, 2004.
2.4 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi
berantai dari radikal bebas. Peran positif dari antioksidan adalah membantu sistem pertahanan tubuh bila ada unsur pembangkit penyakit memasuki dan menyerang
tubuh Winarsi, 2007. Menurut Kosasih 2004, antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3
yakni:
Universitas Sumatera Utara
11 1
Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk senyawa radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul
yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contohnya adalah enzim superoksida dismutase SOD, glutathion
peroksidase, dan katalase. 2
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya adalah
vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah- buahan.
3 Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-
sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan reduktase.
Adanya enzim ini untuk mencegah penyakit misalnya kanker.
2.4.1 Sumber-Sumber Antioksidan
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu
antioksidan alami dan antioksidan buatan sintetik Senja, dkk., 2014. 2.4.1.1 Antioksidan alami
Antioksidan alami merupakan jenis antioksidan yang berasal dari tumbuhan dan hewan Purwaningsih, 2012. Antioksidan alami umumnya
mempunyai gugus hidroksi dalam struktur molekulnya. Antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan adalah senyawa fenolik berupa golongan betakaroten,
flavonoid, tanin, vitamin C dan vitamin E Isnindar, dkk., 2011. A.
Betakaroten Betakaroten dipercaya dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan
kanker. Para ahli meyakini makanan yang mengandung betakaroten yang berasal
Universitas Sumatera Utara
12 dari alam jauh lebih berkhasiat daripada yang sudah dikemas dalam bentuk
suplemen. Kosasih, 2004. B.
Flavonoid Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6 -C3 -C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga Markham, 1988.Struktur dasar flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Struktur dasar flavonoidSilalahi, 2006.
Flavonoid bersifat antioksidan yang berperan sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Sebagai reduktor, flavonoid dapat
bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas Silalahi, 2006. C.
Tanin Tanin merupakan golongan metabolit fenolik yang unik dan memiliki
berat molekul yang tinggi. Tersebar di daun, akar, dan buah untuk melindungi tanaman Hudaya, dkk., 2015. Senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan Malangngi, dkk., 2012.
D. Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus bangun C
6
H
8
O
6
, dengan titik lebur 190-192°C. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0 C
6
H
8
O
6
. Pemerian serbuk atau hablur putih
Universitas Sumatera Utara
13 atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun
menjadi gelap, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutannya mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol 95 P, praktis tidak larut dalam kloroform P,
dalam eter P dan dalam benzen P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Vitamin C mengandung khasiat sebagai antiskorbut
Depkes RI., 1979.
Gambar 2.2 Rumus bangun vitamin C Iqbal, et al., 2004.
Vitamin C berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus
dan bakteri, dan berperan dalam regenerasi vitamin E Silalahi, 2006.Asam askorbatapabila terkena pengaruh oksigen, zat-zat pengoksidasi lemah, atau oleh
pengaruh enzim asam askorbat oksidase, akan mempermudah senyawa ini mengalami oksidasi menjadi asam dehidroaskorbat, karena memiliki sifat mudah
teroksidasi, asam askorbat digunakan sebagai antioksidan Iqbal, et al., 2004. E.
Vitamin E Vitamin E adalah vitamin yang larut dengan baik dalam lemak dan
melindungi tubuh dari radikal bebas. Sebagai antioksidan, vitamin E berfungsi melindungi senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi, antara lain ikatan rangkap
dua pada UFA Unsaturated Fatty Acid, DNA dan RNA dangugus SH pada protein. Apabila senyawa-senyawa tersebut teroksidasi, maka akan terbentuk
radikal bebas, yang merupakan hasil proses peroksidasi. Vitamin E akan bertindak sebagai reduktor dan menangkap radikal bebas tersebut. Apabila Vitamin E
Universitas Sumatera Utara
14 teroksidasi maka dibutuhkan Vitamin C untuk menghentikan reaksi berantai
Pekiner, 2003. 2.4.1.2 Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik yang diizinkan dan umum digunakan untuk makanan yaitu BHA Butylated hydroxy anisole, BHT Butylated hydroxy toluene, dan
profil galat. Saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi karena ternyata dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa antioksidan sintetik
seperti BHT Butylated Hydroxy Toluena ternyata dapat meracuni binatang percobaan dan bersifat karsinogenik Zuhra, dkk., 2008. Butylated
Hydroxyanisol BHA dapat menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan manusia seperti gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus dan keracunan.
Penggunaan antioksidan sintetik dapat menimbulkan keracunan pada dosis tertentu, menurut rekomendasi Food and Drug Administration dosis antioksidan
sintetik yang diizinkan dalam pangan adalah 0,01- 0,1 Panagan, 2011. 2.4.2 Penentuan Aktivitas Antioksidan
Untuk menentukan aktivitas antioksidan secara in-vitro dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain:
2.4.2.1 Metode DPPH 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH. Berwarna sangat ungu dan tidak larut dalam air
Ionita, 2005.
Gambar 2.3 Rumus bangun DPPH Prakash, et.al., 2001.
Universitas Sumatera Utara
15 Metode DPPH adalah sebuah metode yang sederhana yang dapat
digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga
dalam bentuk larutan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang berwarna
ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa
antioksidan Prakash, et.al., 2001. Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah
harga konsentrasi efisien atau efficient concentration EC
50
atau Inhibition Concentration
IC
50
yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50 DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat
antioksidan yang memberikan penghambatan 50. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC
50
atau IC
50
yang rendah Molineux, 2004.
2.4.2.2 Metode kekuatan mereduksi
Prinsip dari metode ini pada kenaikan serapan dari campuran reaksi. Peningkatan serapan menunjukkan peningkatan pada aktivitas antioksidan. Dalam
metode ini antioksidan membentuk kompleks berwarna dengan kalium ferrisianida, asam trikloroasetat, dan besi III klorida yang diukur pada panjang
gelombang 700 nm. Peningkatan pada serapan campuran reaksi menunjukkan kekuatan mereduksi dari sampel Amelia, 2011.
2.4.2.3 Metode uji kapasitas serapan radikal oksigen ORAC
Metode ini mengukur kemampuan antioksidan dari makanan, vitamin, suplemen nutrisi atau bahan kimia lainnya terhadap radikal bebas. Uji ini
Universitas Sumatera Utara
16 dilakukan dengan menggunakan trolox analog vitamin E sebagai standar untuk
menentukan trolox ekuivalen TE. Nilai ORAC dihitung dari TE dan ditunjukkan sebagai satuan atau nilai ORAC. Nilai ORAC yang tinggi akan semakin besar
kekuatan antioksidannya Amelia, 2011.
2.4.2.4 Metode tiosianat
Aktivitas antioksidan sampel dengan metode tiosianat ditunjukkan dengan kekuatan sampel dalam menghambat peroksidasi asam linoleat. Jumlah peroksida
yang terbentuk diukur secara tidak langsung dengan pembentukan kompleks ferritiosianat yang berwarna merah Amelia, 2011.
2.4.2.5 Metode penghambatan radikal superoksida
Secara in vitro diukur oleh reduksi riboflavincahayanitro blue tetrazolium NBT. Reduksi NBT adalah metode yang paling dikenal. Didasarkan
pada pembangkitan radikal superoksida oleh autooksidasi dari riboflavin dengan adanya cahaya. NBT direduksi menjadi formazon yang berwarna biru dapat
diukur pada 560 nm Amelia, 2011.
2.4.2.6 Metode penghambatan radikal hidroksil
Kapasitas penghambatan radikal hidroksil dari ekstrak yang dihubungkan secara langsung terhadap aktivitas antioksidannya. Metode ini melibatkan
pembangkitan in vitro
dari radikal hidroksil menggunakan Fe
3+
askorbatEDTAH
2
O
2
berdasarkan reaksi Fenton Amelia, 2011.
2.5 Spektrofotometri UV-Visible
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya yang diserap memungkinkan
pengukuran dalam larutan secara kuantitatif Triyati, 1985. Panjang gelombang
Universitas Sumatera Utara
17 untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk
sinar tampakvisible antara 400-750 nm Rohman, 2007. Metode spektrofotometri UV-Vis telah banyak diterapkan untuk penetapan
senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam suatu larutan, gugus molekul
yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor. Molekul-molekul yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat mengalami perubahan pada
panjang gelombang. Molekul yang mengandung dua gugus kromofor atau lebih akan mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang hampir sama dengan
molekul yang hanya mempunyai satu gugus kromofor, intensitas absorpsinya adalah sebanding dengan jumlah kromofor yang ada Triyati, 1985.
2.6 Kromatografi