3.3.4 Uji Asumsi Klasik Normalitas
Normalitas data merupakan syarat pokok yang harus dipenuhi dalam analisis parametrik. Untuk yang menggunakan analisis parametrik seperti analisis
perbandingan 2 rata-rata, korelasi, regresi, dan sebagainya, maka perlu dilakukan uji normalitas data dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah data tersebut
terdistribusi normal atau tidak. Jika asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk sampel kecil Priyatno, 2012.
Multikolinieritas
Penyimpangan asumsi model klasik yang pertama adalah adanya multikolinearitas dalam model regresi yang dihasilkan. Artinya, antar variabel independen yang
terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna koefisien korelasinya tinggi atau bahkan 1. Adanya multikolinieritas adalah
model regresi yang diperoleh tidak sahih valid untuk menaksir nilai variabel independen Algifari, 2000.
Menurut Gujarati 1994 multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan melihat :
1. Nilai toleransi kurang dari 0,1 atau nilai VIF Variance Inflation Factor
melebihi 10 2.
Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8 3.
Nilai F-hitung melebihi nilai F-Tabel dari regresi antar variabel bebas
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
Ada beberapa cara menghilangkan Multikolinieritas yaitu menghilangkan salah satu atau beberapa variabel yang memiliki korelasi tinggi dalam model, menambah
data atau mentransformasi nilai variabel yang digunakan mundur 1 tahun.
Autokorelasi
Uji Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Penyimpangan ini biasanya terjadi pada data time series.
Gambar 6. Statistik d Durbin-Watson Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi :
- Bila DW terletak antara batas atas atau upper bound du dan 4-du, maka
koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. -
Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
- Bila nilai DW lebih besar daripada 4-dl, maka koefisien autokorelasi lebih
kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
- Bila nilai DW terletak diantara batas atas du dan batas bawah dl atau DW
terletak antara 4-du dan 4-dl, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. Adanya autokorelasi menyebabkan varians sampel tidak dapat menggambarkan
varians populasinya.
Cara menghilangkan
Autokorelasi adalah
dengan memasukkan lag variabel independennya Algifari, 1997.
Untuk menguji hipotesis 2 digunakan Uji beda rata-rata Compare Means. Dalam penelitian ini yang akan dibandingkan adalah harga domestik sebelum dan setelah
diberlakukannya pajak ekspor. Karena berasal dari dua sampel yang sama maka uji beda rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Paired Sample t Test.
Uji t untuk 2 sampel berpasangan paired sample t test bertujuan menguji dua sampel yang berpasangan, apakah mempunyai rata-rata yang secara signifikan
berbeda ataukah tidak berbeda Sunyoto, 2011. Adapun kriteria uji sebagai berikut :
Jika t hitung t tabel : Hipotesis Ho diterima
Jika t hitung ≥ t tabel : Hipotesis H1 diterima
H : Rata-rata harga sebelum pemberlakuan pajak ekspor = rata-rata setelah
pemberlakuan pajak ekspor biji kering kakao H
1
: Rata-rata harga sebelum pemberlakuan pajak ekspor rata-rata setelah pemberlakuan pajak ekspor biji kering kakao
Menurut Sudjana 2002, Uji beda rata-rata metode Paired sample T-test memiliki rumus:
� =
�̅ − �̅ √
� − � + � − � � + � −
�
+
�
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
Keterangan: �̅ = rata-rata Harga domestik sebelum diberlakukannya pajak ekspor
�̅ = rata-rata Harga domestik setelah diberlakukannya pajak ekspor � = varians Harga domestik setelah diberlakukannya pajak ekspor
� = varians Harga domestik sebelum diberlakukannya pajak ekspor n
1
, n
2
= jumlah observasi data pertama dan kedua
3.4 Defenisi dan Batasan Operasional 3.4.1 Defenisi