63 tersebut, dan harus dinyatakan jaminan bahwa korban dapat pula memintakan perlindungan
sementara tersebut kepada pihak kepolisian.
5.4 Pengaturan Mengenai Lembaga Pengada Layanan
Mengenai layanan pemulihan, RUU PKS mengatur pada pasal 27 bahwa pemulihan terdiri dari pemulihan fisik, psikologis, ekonomi, sosial budaya dan restitusi. Penjabaraan mengenai
bentuk-bentuk pemulihan tersebut diatur dalam Pasal 29 dan Pasal 30. Seluruh penyelenggaraan pemulihan korban sesuai dengan Pasal 31 dilakukan oleh Lembaga Penyedia Layanan. Lembaga
Penyedia Layanan yang dimaksud RUU PKS terdiri dari berbagai jenis yaitu Lembaga pengaduan, lembaga pelayanan kesehatan, lembaga penguatan psikologis, lembaga pengada layanan
psikososial dan rehabilitasi sosial, lembaga layanan pendampingan hukum dan lembaga layanan pemberdayaan ekonomi. Lembaga yang memberikan layanan pengaduan, kesehatan, penguatan
psikologis, pendampingan hukum, psikososial dan rehabilitasi sosial disebut pusat pelayanan terpadu yang diselenggarakan dalam Sistem Pelayanan Terpadu, yang menurut Pasal 39 akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Seharusnya sebisa mungkin pengaturan yang mengamanatkan akan diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah dihindarkan, karena pada tataran implementasi proses penyusunan peraturan pemerintah bisa memakan waktu yang cukup lama, sedangkan kebutuhan pelaksanaan
pemulihan korban adalah urgent untuk dilakukan. Dalam penjelasan umum RUU PKS pun dinyatakan bahwa kekhususan RUU PKS terletak pada penekanan hak-hak korban yang segera
dapat diakses oleh korban dan pemenuhan hak korban sebagai kewajiban negara. Maka, perumusan yang dilakukan ada baiknya memperkuat dan mempertegas kewajiban negara yang
telah diatur, untuk menjamin terlaksananya pemenuhan hak korban. Perumusan tentang pemenuhan hak korban yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengada
Layanan pun terbilang cukup membingungkan. Terminologi baru ini menyulitkan pemahaman penyelenggara khsusunya aparat penegak hukum apa yang dimaksud dengan Lembaga Pengada
Layanan, apakah merujuk kepada Pusat Pelayanan Terpadu PPT yang selama ini telah terbentuk, atau UU mengamanatkan pembentukan Pusat Pelayanan Terapdu yang baru.
Pemulihan dalam Pusat Pelayanan Terpadu dapat merujuk pada keberadaan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 1 tahun 2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 5 tahun 2010 tentang
Panduan Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu, dikarenakan kedua regulasi tersebut telah menjamin standar pelayanan bagi PPT yang mengatur juga layanan seperti yang
dirumuskan dalam RUU PKS. Penegasanan pendelegasian tugas kepada PPT yang telah ada di setiap provinsi akan memberikan penguatan lembaga PPT yang telah ada dan mempertegas
64 kembali tugas dan fungsi lembaga-lembaga tersebut, dan yang paling penting menjamin
pemenuhan hak korban atas pemulihan terlaksana tanpa terlebih dahulu menunggu dirumuskan peraturan pemerintah.
Penyelenggaraan pemulihan korban yang diatur dalam Pasal 28 juga harus terlebih dahulu diharmonisasi dengan peran lembaga lain, yakni aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian.
Pasal 28 belum mengakomodir peran kepolisian dalam hal pihak kepolisian melakukan rujukan kepada lembaga pengada layanan. Selama ini seperti yang telah dijelaskan bahwa koordinasi
antara polri khususnya polda DKI Jakarta telah terlaksana cukup baik dengan pusat pelayanan terpadu P2TP2A DKI Jakarta. Ini berarti bahwa upaya pemulihan selain dimohonkan oleh korban,
identifikasi oleh pendamping dan informasi dari aparatur desa dapat juga dimohonkan oleh kepolisian atau penyidik. Hal ini pun juga akan selaras dengan apa yang diatur dalam Pasal 531,
Pasal 58 huruf d dan Pasal 63 yang mewajibkan penyidik untuk mengindentifikasi kebutuhan korban dan berkoordinasi dengan Lembaga Penyedia Layanan.
5.5 Pelaporan