Tindakan episiotomi berdasarkan yang melakukan episiotomi Tabel 5.7 KETERBATASAN PENELITIAN

Dari tabel 5.6 didapatkan hasil, dokter obgyn yang melakukan episiotomi dengan indikasi perenium ketat 9 orang 32,14, bayi besar 10 orang 35,71, bokong 1 orang 3,57, distosia bahu 2 orang 7,24, forcef 3 orang 10,72, vakum 3 orang 10,72. Bidan yang melakukan episiotomi dengan indikasi perenium ketat 10 orang 55,56, bayi besar 4 orang 22,22, bokong 2 orang 11,11, vakum 2 orang 11,11. PPDS yang melakukan episiotomi dengan indikasi perenium ketat 3 orang 33,33, bayi besar 3 orang 33,33, bokong 4 orang 33,34, vakum 2 orang 11,11.

4. Tindakan episiotomi berdasarkan yang melakukan episiotomi Tabel 5.7

Distribusi tindakan episiotomi pada persalinan normal pervaginam pada primigravida yang dilakukan di RSU Sundari Medan pada Tahun 2012 berdasarkan yang melakukan tindakan episiotomi Yang melakukan episiotomi Frekuensi Presentasi Dokter obgyn 28 17,9 Bidan 79 50,3 PPDS 50 31,8 Total 157 100 Hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukan yang melakukan episiotomi yaitu bidan sebanyak 79 orang 50,3 , oleh PPDS sebanyak 50 orang 31,8, dan dokter obgyn 28 orang 17,9. B. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil peneliti tersebut maka peneliti akan membahas untuk mengidentifikasi tentang tindakan episiotomi pada persalinan normal pervaginam pada primigravida yang dan dilakukan di RSU Sundari Medan pada Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara

1. Interpretasi dan hasil diskusi

a. Tindakan episiotomi yang dilakukan di RSU Sundari Medan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSU Sundari Medan diperoleh data pada tahun 2012 yang dilakukan tindakan episiotomi pada persalinan normal pervaginam pada primigravida sebanyak 157 orang 85,3. Tindakan episiotomi tersebut dilakukan terhadap 28 orang 100 oleh dokter obgyn, bidan melakukan episiotomi terhadap 79 orang 81,44. PPDS yang melakukan episiotomi terhadap 50 orang 84,74. Hal ini berbeda dengan pendapat Bramantyo, 2006 bahwa tindakan episiotomi dipakai sekitar 50. Umumnya dilakukan pada wanita yang baru pertama kali melahirkan. Namun terkadang episiotomi dilakukan juga pada persalinan berikutnya, tergantung situasi dan bila akan terjadi robekan maka dilakukan episiotomi. Menurut teori Rohani, 2010 bahwa tindakan episiotomi dilakukan karena untuk memperbesar mulut vaginam pada persalinan namun episiotomi bukan sesuatu hal yang rutin untuk dilakukan pada persalinan. Menurut teori Benson, 2004 tindakan episiotomi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak, serta mengendalikan robekan perenium untuk mempermudah dalam proses penjahitan dan menghindari robekan spontan. Universitas Sumatera Utara

b. Tindakan episiotomi berdasarkan indikasi dilakukan episiotomi

Menurut Depkes RI, 2002 di Indonesia pelaksanaan episiotomi sudah ada dilaksanakan namum belum menngunakan manajemen yang baik dalam pelaksanaanya, dan ini terlihat dari tidak adanya data yang akurat autentik mengenai praktek pelaksanaan episiotomi dan indikasi episiotomi yang baik dalam kegagalan maupun kesuksesan dan dalam pelaksanaanya serta belum cukup bukti yang kuat yang melakukan penelitian tentang pelaksanaan episiotomi. Menurut teori Oxorn, 2010 indikasi episiotomi mempengaruhi terjadinya tindakan episiotomi pada persalinan. Salah satunya berdasarkan faktor janin, dimana terdapat gawat janin, presentasi bokong, distosia bahu, bayi lebih dari 4000 grambayi besar, posisi kepala kurang fleksi, presentasi muka, bayi prematur dan lemah dan terdapat juga faktor lainnya yaitu faktor maternal seperti arcus pubis sempit, perenium kaku, yang terdiri dari jaringan perenium tebal dan sangat berotot dan jaringan parut bekas operasi serta adanya luka bekas episiotomi yang sudah diperbaiki, perenium sempit antara lain bagian belakang vagina dan bagian rektum hanya terdapat sedikit ruang serta pelahiran pervaginam dengan bantuan misalnya forcef ataupun ekstrasi vakum. Berdasarkan hasil penelitian di RSU Sundari Medan Tahun 2012 mengenai tindakan episiotomi pada persalinan pervaginam pada primigravida berdasarkan indikasi dilakukan episiotomi mayoritas tidak adanya indikasi dilakukan episiotomi sebanyak 101 tindakan 64,3 bahwa dokter obgyn yang melakukan episiotomi dengan indikasi perenium ketat 9 orang 32,14, bayi besar 10 orang 35,71, bokong 1 orang 3,57, distosia Universitas Sumatera Utara bahu 2 orang 7,24, forcef 3 orang 10,72, vakum 3 orang 10,72. Bidan yang melakukan episiotomi dengan indikasi perenium ketat 10 orang 55,56, bayi besar 4 orang 22,22, bokong 2 orang 11,11, vakum 2 orang 11,11. PPDS yang melakukan episiotomi dengan indikasi perenium ketat 3 orang 33,33, bayi besar 3 orang 33,33, bokong 4 orang 33,34, vakum 2 orang 11,11. Menurut pendapat Bramantyo, 2006, ditetapkan indikasi untuk melakukan episiotomi yang pertama adalah primigravida, khusus pada primigravida yaitu laserasi jalan lahir sulit dihindari sehingga untuk keamanan dan mempermudah menjahit laserasi kembali dilakukan episiotomi. Pendapat diatas tidak sesuai dengan hasil yang didapat, bahwasanya terdapat bidan sebanyak 61 orang 77,21 dan PPDS sebanyak 40 orang 80 yang melakukan tindakan episiotomy tanpa indikasi, hal tersebut dikarenakan tidak adaya ketegasan indikasi yang jelas dalam mencatat status oleh tenaga kesehatan.

c. Tindakan episiotomi berdasarkan yang melakukan episiotomi

Menurut teori Hutahaen, 2005 di Kanada ditemukan bahwa 40 banyak tenaga kesehatan yang mengalami kesulitan besar untuk mengurangi tindakan episiotomi. Menurut teori Sylvia, 2003 seorang dokter atau bidan dapat melakukan tindakan episiotomi. Bedasarkan hasil penelitian di RSU Sundari Medan tahun 2012 data yang diperoleh bahwa tindakan episiotomi dilakukan berdasarkan yang Universitas Sumatera Utara melakukan episiotomi bidan sebanyak 79 orang 50,3 , oleh PPDS sebanyak 50 orang 31,8, dan dokter obgyn 28 orang 17,9.

2. KETERBATASAN PENELITIAN

Beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini antara lain cara ukur penelitian, penelitian ini menggunakan cara ukur dengan penlusuran rekam medis atau dokumentasi kebidanan yang bersifat retrospektif. Yang mana akan menjadi bias jika ada catatan yang tidak tercatat oleh bidan pada pendokumentasian persalinan yang di teliti. Universitas Sumatera Utara BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian bahwa jumlah tindakan episiotomi yang dilakukan di RSU Sundari Medan Tahun 2012 dari 184 persalinan normal pervaginam pada primigravida yang dilakukan tindakan episiotomi sebanyak 157 orang 85,3, dimana tindakan tersebut dilakukan episiotomi terdapat 28 orang 100 dokter obgyn yang melakukan episiotomi, bidan yang melakukan episiotomi 79 orang 81,44. PPDS yang melakukan episiotomi 50 orang 84,74. Sedangkan yang tidak dilakukan episiotomi sebanyak 27 orang 14,7, dimana terdapat 0 0 dokter obgyn yang tidak melakukan episiotomi, bidan yang tidak melakukan episiotomi 18 orang 18,55. PPDS yang tidak melakukan episiotomi 9 orang 15,25. 2. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian bahwa tindakan episiotomi yang dilakukan berdasarkan ada indikasi dilakukannya episiotomi sebanyak 56 35,7, diamana dokter obgyn yang melakukan episiotomi dengan indikasi perenium ketat 9 orang 32,14, bayi besar 10 orang 35,71, bokong 1 orang 3,57, distosia bahu 2 orang 7,24, forcef 3 orang 10,72, vakum 3 orang 10,72. Bidan yang melakukan episiotomi dengan indikasi perenium ketat 10 orang 55,56, bayi besar 4 orang 22,22, bokong 2 orang 11,11, vakum 2 orang 11,11. PPDS yang melakukan episiotomi dengan indikasi perenium ketat 3 orang 33,33, bayi besar 3 orang 33,33, bokong 4 orang 33,34, vakum 2 orang 11,11. Universitas Sumatera Utara dan dilakukannya tindakan episiotomi tidak adanya indikasi sebanyak 101 64,3, yaitu dokter obgyn yang melakukan episiotomi dengan tidak adanya indikasi sebanyak 0 nol, bidan sebanyak 61 orang 77,21, PPDS sebanyak 50 orang 80. 3. Bedasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian bahwa tindakan episiotomi dilakukan berdasarkan yang melakukan episiotomi adalah bidan sebanyak 79 50,3, PPDS sebanyak 50 31,8, dan dokter obgyn sebanyak 28 17,9. Secara umum dapat disimpulkan bahwasanya tidak tercatatnya didalam status ketegasan indikasi yang jelas dari tindakan episiotomi oleh bidan. B. SARAN

1. Kepada Tenaga Kesehatan