Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang akan dilakukan adalah secara simultan maupun secara parsial,yang masing-masing uji dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas 1 dan 2 terhadap Y baik secara simultan maupun secara parsial. 1. Uji Simultan Fhitung Uji F, yaitu untuk menguji pengaruh variabel bebas X secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen Y dengan prosedur sebagai berikut : a. Fhitung dapat dicari dengan rumus : R ² k-1 Fhit = —————— …………………Sudrajat,1988:124 1-R ² n-k Tingkat signifikasi Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikasi 0,05 - 5 dengan derajat bebas n-k k-1,di mana n jumlah sampel dan k = jumlah variabel. b. Kriteria hipotesis H0 : 1 = 2 = 3 =4 = 0,1,2,3,4 tidak berpengaruh terhadap Y H1 : 3 4  0,,3,4 berpengaruh terhadap Y Gambar 3 : Daerah kritis Ho melalui kurva distribusi F Kaidah pengujian : 1. Apabila F hitung F table, maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya secara simultan variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. 2. Apabila F hitung F table, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya secara simultan variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. 2. Uji Partial thituhg Uji t digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian pengaruh parsial variabel bebas terhadap variabel terikat,dengan prosedur sebagai berikut : a. Nilai thitung dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: β1 t hitung = ———— ………………………. Sudrajat, 1988, 122 Se β1 Derajat kebebasan sebesar n – k – 1 Dimana : β1 = Koefisien regresi setiap variabel bebas Se = Standart error Daerah Penerimaan H Daerah Penolakan H n = Jumlah sampel k = Parameter regresi Tingkat signifikan Dalam peneltian ini menggunakan tingkat signifikansi 5= 0,05 .Derajat kebebasan sebesar n – k – 1 ,di mana n = jumlah sampel dan k = jumlah variabel bebas. b. Kriteria hipotesis H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = 0,1,2,3,4 tidak berpengaruh terhadap Y H1 : 1 ≠ 2 ≠3  4  0,1,2,3,4 berpengaruh terhadap Y Gambar 4 : Daerah kritis Ho melalui kurva distribusi t Ho diterima jika –t tabel  t hitung  t tabel Ho ditolak jika t hitung  t tabel dan t hitung  t table Dengan kriteria : Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho 1. Apabila t hitung t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, berarti secara parsial ada pengaruh nyata variabel bebas terhadap variabel terikat. 2. Apabila t hitung t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, berarti secara parsial tidak ada pengaruh nyata variabel bebas terhadap variabel terikat. 3. Kriteria asumsi klasik BLUE Regresi linier berganda dengan persamaan: Y = 0 + 11i + 22i + 33i + 44i + i ..Sudjana,1999:380 Persamaan regresi tersebut harus bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimator,artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Sifat BLUE dapat dijelaskan sebagai berikut : Best = Perhitungan sifat ini bila ditetapkan dalam uji signifikan baku terhadap α dan β. Linier = Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penafsiran. Unbiased =Bila jumlah sampel sangat besar penafsiran parameter diperoleh dari sampel besar kira-kira lebih mendekati parameter sebenarnya. Estimasi = E diharapkan sekecil mungkin Untuk mengetahui apakah model analisis tersebut cukup layak digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sampai sejauh mana variabel bebas menjelaskan variabel terikat, maka perlu diketahui nilai R² koefisien determinasi dengan menggunakan rumus : R² = JK regresi .......................................... Sudrajat, 1988 ; 120 JK total Dimana : R² = Koefisien determinasi JK = Jumlah kuadrat JK regresi = b1 Sy1 X1i + b2 Sy2 Y2i …..+ bm JK total = Y1² atau ∑Y ² n b1 ∑Y1 X1 + b2 ∑Y1 X2 + b3 ∑Y1 X3 R² = ______________________________ ∑Y1² Keterangan : Karakteristik utama R² adalah tidak mempunyai nilai negative, tidak berkisar antara 0 dan 1 R² ≤ 1. Untuk menghasilkan pengambilan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier berganda,yaitu: 1. Tidak ada multikolinieritas 2. Tidak ada autokorelasi 3. Tidak boleh ada heterokedastisitas Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar,maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE,sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing asumsi dasar dari BLUE,yaitu sebagai berikut a. Autokorelasi,didefinisikan sebagai korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu time seriees atau data yang diambil pada waktu tertentu cross section. Jadi dalam model regresi linier berganda diasumsikan tidak terdapat gejala autokorelasi.Artinya nilai residual Y observasi Y prediksi pada waktu ke t et tidak boleh ada hubungan dengan nilai residual periode sebelumnya et-1.Identifikasi ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat di tes dengan menghitung nilai Durbin watson d-tes dengan persamaan:  ⁿ t=2 et-et-1² d = ─────────  ⁿ t-1 et² Keterangan: d = Nilai Durbin Watson et = Residual pada waktu ke-t et-1 = Residual pada waktu ke t-1 atau periode sebelumnya n = banyaknya data Gambar 5 : Kurva Statistik Durbin Watson Daerah Daerah Daerah Daerah Kritis Ketidak- Terima Ho Ketidak- Kritis pastian pastian Tolak Tidak ada Tolak Ho autokorelasi Ho 0 d L d U 2 4-d U 4-d L d b. Multikolinieritas,artinya antara independent yang satu dengan yang lain dalam model regresi tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna. Diagnosis atau dugaan secara sederhana terhadap adanya multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut: 1 Koefisien determinasi berganda r square tinggi 2 Koefisen korelasi sederhana tinggi 3 Nilai Fhitung tinggi signifikan 4 Sebagian besar 5 Atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak signifikan Algifari,1995 Dari diagnosis atau dugaan adanya multikolinieritas tersebut maka perlu adanya pembuktian atau secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinieritas yang dilakukan dengan cara menghitung Variance Inflation Faktor VIF,dengan rumus sebagai berikut: VIF menyatakan tingkat pembengkakan variance,apabila VIF lebih besar dari 10 ini berarti terdapat multikolinieritas pada persamaan linier Cyer,1994:681.Pembuktian dengan menghitung VIF ini tidak dapat diketahui dengan variabel bebas yang mana korelasi tersebut terjadi.Sehingga dalam menganalisis ada tidaknya multikolinieritas peneliti juga akan membahas dengan korelasi matrik,yaitu mengkorelasikan satu persatu antar variabel bebas.Adapun hasil yang diperoleh setelah dianalisis VIF adalah dibawah 10 sehingga persamaan di atas tidak terjadi multikolinieritas. c. Heterokedastisitas,dalam analisis regresi untuk mendapatkan hasil yang baik salah satu yang harus dipenuhi adalah hogenitas varians yang ditimbulkan oleh koefisien pengganggu e.Untuk mendeteksi gejala heterokedastisitas dapat dibuat diagram pencar antara e² dengan Yi.Selain itu bisa diidentifikasi dengan cara menghitung Rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas :  di²  rs = 1- 6     NN²-1  Dimana : di = selisih ranking standart deviasi s dan ranking nilai mutlak error n = banyaknya sampel Apabila koefisien korelasi Rank Spearman untuk seluruh variabel bebasa terhadap residual lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa dalam persamaan regresi terdapat heteroskedastisitas. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Letak Geografis Kota Surabaya

Nama kota Surabaya sangat terkenal bagi masyarakat Indonesia, sebagai kota pahlawan sekaligus kota kedua terbesar di Indonesia setelah ibukota Jakarta. Surabaya merupakan ibukota Jawa Timur yang merupakan daerah yang cukup maju perekonomiannya dan dinyatakan sebagai pintu gerbang Indonesia timur. Secara geografis dapat dicapai dengan mudah, terletak ± 600 mil sebelah timur Jakarta. Secara umum wilayah Surabaya dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Secara administratif Jawa Timur terbagi menjadi 37 daerah tingkat II yang terdiri dari 38 kabupaten dan 8 kotamadya serta kota administratif, 604 kecamatan dan 117 perwakilan kecamatan, 8464 desakelurahan. Disamping itu terdapat pula 7 wilayah kerja pembantu gubernur, 139 wilayah kerja pembantu bupati dan 5 wilayah pembantu walikota. Selanjutnya pemerintah daerah tingkat I dan pemerintah daerah tingkat II Jawa Timur dilengkapi dengan dinas-dinas daerah sebagai unsur pelaksanaan dibidang otonomi daerah, sekertariat wilayahdaerah sebagai unsur staffpembantu pimpinan, sekertariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD sebagai unsur staffpembantu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Perangkat pemerintah provinsi Jawa Timur juga dilengkapi dengan instansi-instansi vertikal sebagai aparat dekonsentrasi yaitu kantor wilayah departemen dan kantor wilayah direktur jendral dan sebagainya.

4.1.2. Luas Wilayah

Luas wilayah Surabaya terdiri dari 46.428,57 km 2 daratan, pantai utara Jawa Timur seluas 65.537 km 2 dan pantai selatan serta zona ekonomi eksklusif seluas 442.560 km 2 . Dari angka yang dimiliki tersebut pendayagunaannya meliputi persawahantegalan sebesar 5, hutan 25, perikanan darat 2 dan selebihnya 13 untuk pemukimanperkotaan. Kabupaten Banyuwangi dengan luas wilayah 5.783 km 2 merupakan daerah yang terluas di provinsi Jawa Timur, sedangkan kabupaten Sidoarjo dengan luas wilayah 634 km 2 merupakan daerah yang terkecil. Kota Malang dengan ketinggian 445 m diatas permukaan laut merupakan kota yang tertinggi di provinsi Jawa Timur, sedangkan untuk daerah yang terendah yaitu dengan ketinggian 2 m diatas permukaan laut.

4.1.3. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Surabaya berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2000 sebesar 34.765.998 jiwa dengan rincian jumlah penduduk laki-laki sebesar 17.193.272 jiwa dan perempuan sebesar 17.572.726 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan hasil sensus penduduk pada tahun 1990 sebesar 33.844.002 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 15.909.293 jiwa