FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL DI SURABAYA.

(1)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Syukur alhamdulilah kehadirat Allah .SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “ FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL DI SURABAYA ” sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian skripsi dan memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

Dengan segala keterbatasan, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala masukan dan saran yang bersifat menyempurnakan bagi skripsi ini, peneliti akan menerima dengan baik.

Dari awal penyusunan hingga terselesainya skripsi ini peneliti menerima banyak bantuan dari berbagai pihak, baik dari instansi maupun perorangan. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada; 1. Bapak Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah memberikan bantuan berupa fasilitas perijinan guna pelaksanaan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.


(2)

4. Bapak Drs. Ec. Usman Ali, M.Kes selaku Dosen Pembimbing yang tidak bosan-bosannya membimbing peneliti, dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak – bapak dan ibu – ibu dosen yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

6. Bapak – bapak dan Ibu – ibu staf instansi Kantor Statistik Jawa Timur, Surabaya yang telah memberikan ijin dan data – data untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kedua orang tuaku Bapak, Ibu, Adikku, serta Lidia yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku Satrio SE. (thx dah banyak bantu2 n ngajarin nyusun skripsi), Diki SE. Stefanus SE.. Huda SE. Ginanjar dan Google.com yang banyak membantu di dalam penyusunan skripsi ini

Semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi, dan bagi pihak – pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, September 2008


(3)

iii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI... x

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu ... 7

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Tenaga Kerja ... 10

2.2.1.1 Pengertian Tenaga Kerja ... 10

2.2.1.2 Pengertian Kesempatan Kerja Dan Angkatan Kerja ... 11

2.2.1.3 Penawaran Tenaga Kerja ... 13

2.2.1.4 Permintaan Tenaga Kerja ... 15


(4)

iv

2.2.3.2 Jenis Industri Kecil ... 23

2.2.4 Pengertian Investasi ... 23

2.2.4.1 Jenis-Jenis Investasi ... 24

2.2.4.2 Manfaat Investasi ... 26

2.2.4.3 Faktor-Faktor Yang Menentukan Investasi ... 26

2.2.4.4 Teori Investasi ... 28

2.2.5 Pengertian Umum Produksi ... 30

2.2.5.1 Definisi Produksi ... 30

2.2.5.2 Faktor-Faktor Produksi ... 30

2.2.5.3 Sifat Proses Produksi / Pengolahan Produksi ... 32

2.2.5.4 Jenis Produksi ... 33

2.2.5.5 Teori Produksi ... 34

2.2.6 Produk Domestik Regional Bruto ... 36

2.3 Kerangka Pemikiran ... 38

2.4 Hipotesis ... 39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 40

3.2 Teknik Penentuan Data ... 41


(5)

v

3.5 Asumsi Klasik Analisis Regresi Linier ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian... 50

4.1.1 Kondisi Ekonomi... 50

4.1.2 Keadaan Umum Kota Surabaya ... 51

4.1.3 Kependudukan ... 52

4.2 Deskripsi Hasil Peneletian... 52

4.2.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Di Surabaya... 53

4.2.2 Perkembangan Investasi Industri Kecil ... 54

4.2.3 Perkembangan Nilai Produksi... 56

4.2.4 Perkembangan PDRB... 57

4.3 Analisis Regresi ... 58

4.3.1 Pengujian Adanya Pelanggaran Asumsi Klasik.. 58

4.4 Hasil Analisi Regresi Linier Berganda ... 61

4.4.1 Analisis Linier Berganda ... 61

4.4.2 Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (R)... 63

4.5 Pengujian Hipotesis... 64


(6)

vi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 73 5.2 Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA


(7)

vii

Tabel 1. Kriteria Pengujian Durbin Watson... 48

Tabel 2. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Di Surabaya tahun 1992-2006... 53

Tabel 3. Perkembangan Investasi Industri Kecil Di Surabaya tahun 1992-2006... 54

Tabel 4. Perkembangan Nilai Produksi Di Surabaya tahun 1992-2006 ... 56

Tabel 5. Perkembangan PDRB Di Surabaya tahun 1992-2006... 57

Tabel 6. Nilai VIF... 58

Tabel 7. Batas-batas daerah Durbin Watson ... 59

Tabel 8. Korelasi antara variabel bebas dengan residual ... 60

Tabel 9. Hasil analisis Regresi Linier Berganda ... 61

Tabel 10. Analisis Varian (ANOVA) ... 64


(8)

viii

Gambar 1 : Fungsi Penawaran Tenaga Kerja... 14

Gambar 2 : Fungsi Permintaan Tenaga Kerja ... 16

Gambar 3 : Fungsi Produksi... 35

Gambar 4 : Kerangka Pikir... 39

Gambar 5 : Distribusi Kriteria Penerimaan dan Penolakan Hipotesis... 44

Gambar 6 : Distribusi Penerimaan dan Penolakan Hipotesis... 46

Gambar 7 : Kurva Statistik Durbin Watson ... 48

Gambar 8 : Kurva Durbin Watson... 60

Gambar 9 : Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Secara Simultan ... 65

Gambar 10 : Kurva Distribusi Penolakan Dan Penerimaan Hipotesis Secara Parsial Untuk Variabel X1... 66

Gambar 11 : Kurva Distribusi Penolakan Dan Penerimaan Hipotesis Secara Parsial Untuk Variabel X2... 68

Gambar 12 : Kurva Distribusi Penolakan Dan Penerimaan Hipotesis Secara Parsial Untuk Variabel X3... 69


(9)

ix Lampiran 1. Data Input

Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Lampiran 3. Tabel Pengujian Nilai t

Lampiran 4. Tabel Pengujian Nilai F


(10)

x

Surya Wijayanto Abstraksi

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual. Sehubungan dengan itu dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, Perindustrian merupakan salah satu penggerak utama roda perekonomian bangsa Indonesia dan Pembangunan di sektor industri kecil dipandang sebagai cara yang paling efektif dalam mencapai tujuan pembangunan. Sektor industri kecil merupakan salah satu sektor yang saat ini sedang giat-giatnya berkembang meskipun jika di lihat skala ekonominya tidak seberapa namun jumlahnya sangat besar dan dominan serta sumbangan yang diberikan selama ini baik untuk masyarakat maupun untuk negara.

Variabel pada penelitian ini adalah Investasi Industri Kecil (X1), Nilai

Produksi (X2), PDRB (X3), Konstanta ( 0) dan variabel pengganggu (e). Sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berkala (time series) dalam periode 15 tahun 1992-2006. Pengumpulan data yang ada melalui studi kepustakaan dan dokumentasi. Untuk menguji hipotesis yang digunakan yaitu secara simultan dan parsial/individu.

Berdasarkan hasil penelitian secara simultan diperoleh bahwa variabel Investasi Industri Kecil (X1), Nilai Produksi (X2), PDRB (X3) mempunyai

pengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya (Y) dan terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya. Hal ini di ketahui dari uji F yaitu diperoleh Fhitung= 17,139 > Ftabel = 3,587. Namun secara parsial hanya Investasi Industri Kecil (X1) yang berpengaruh dengan nilai thitung = 5,251 > ttabel = 2,201 dan Nilai

Produksi (X2) juga berpengaruh thitung = -3,705 > ttabel = -2,201 sedangkan PDRB

(X3) terbukti tidak berpengaruh dimana thitung = 0,609 < ttabel = 2,201 karena nilai

produksi pada industri kecil nilainya masih relatif kecil dibanding nilai produksi pada sektor lain sehingga nilai produksi pada industri kecil tidak berpengaruh pada peningkatan PDRB di kota Surabaya. Selain itu penurunan daya beli masyarakat pada produk-produk industri kecil yang umumnya berkualitas rendah akan berdampak pada turunnya nilai produksi pula.


(11)

1 1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana kehidupan bangsa yang aman, tertib dan damai (Anonim, 2004). Pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan tujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat dengan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.

Pengangguran merupakan masalah serius yang dihadapi dalam pembangunan saat ini. Krisis ekonomi yang kini dihadapi ternyata telah memporakporandakan tatanan kehidupan bangsa. Indikasi kerusakan itu terlihat pada jumlah penduduk miskin dan pengangguran yang membengkak dalam waktu yang relatif singkat. data Bappenas menunjukkan pada tahun 1998 penduduk miskin telah mencapai 80 juta orang, yang berarti mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya 22,4 juta orang saja. Selanjutnya data BPS pun mencatat angka pengangguran pada tahun 1999 sebesar 6,37 juta orang. Yang kemudian di akhir 1999, jumlah pengangguran semakin membengkak, yakni mencapai


(12)

14 juta orang dan tenaga kerja setangah menganggur mencapai 35 juta orang. (Anonim, 2004)

Oleh sebab itu diperlukan peningkatan dan perluasan kesempatan kerja harus terus diupayakan salah satunya melalui peningkatan dan pemerataan pembangunan industri yang mampu menyerap tenaga kerja.

Menurut Sumitro (1992:3) tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia belajar dan sanggup bekerja golongan ini meliputi mereka yang bekerja untuk golongan diri sendiri, anggota keluarga yang tidak menerima bayaran tanpa upah,serta mereka yang bekerja untuk gaji dan upah.

Perindustrian merupakan salah satu penggerak utama roda perekonomian bangsa Indonesia. Beragam jenis industri hadir meramaikan kancah perekonomian negara ini. Mulai dari beragam industri berskala besar, industri menengah sampai dengan industri kecil yang sering juga disebut home Industry atau industri rumah tangga. (Anonim, 2006)

Pembangunan di sektor industri kecil dipandang sebagai cara yang paling efektif dalam mencapai tujuan pembangunan. Sektor industri kecil merupakan salah satu sektor yang saat ini sedang giat-giatnya berkembang. Secara umum industri kecil merupakan suatu perusahaan atau perindustrian yang mempunyai struktur organisasi yang sangat sederhana dalam memperkerjakan tenaga kerja antara 8 sampai 19 orang


(13)

dalam setiap industrinya serta mempunyai jumlah modal yang terbatas pula. (Dumairy, 1997 : 32)

Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DEPERINDAG) industri kecil merupakan suatu bagian dari usaha masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat melalui kegiatan produksi di dalamnya ukuran kecil kegiatan ini memanfaatkan sumber-sumber dan faktor produksi lain yang tersedia dengan modal yang kecil dan teknologi pada umumnya.

Dalam hal ini industri kecil masih memerlukan pembinaan yang lebih baik dan maju sehingga mampu bersaing dan efisien serta meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka lapangan kerja baru dan mempunyai peran dalam perekonomian nasional.

Penanaman modal merupakan langkah awal dalam kegiatan produksi dengan posisi semacam ini. Investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonoi. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim dapat menggairahkan investasi

Investasi cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu walaupun demikian pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi penurunan kecenderungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi, pada kalangan masyarakat atau sektor swasta, baik PMDN maupun PMA, namun penanaman modal oleh pemerintah. Investasi oleh


(14)

pemerintah itu sendiri juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta pelayanan dasar lainnya. (Abipraja, 1995 : 77)

Berdasarkan data dari BPS pertumbuhan jumlah tenaga kerja dalam sektor industri kecil di Surabaya dalam 3 tahun terakhir ini terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja yang terserap dalam sektor industri kecil sebesar 197216 tenaga kerja atau 0,71 %, sedangkan pada tahun 2005 sebesar 198981 tenaga kerja atau 0,89 %, dan pada tahun 2006 sebesar 199315 tenaga kerja atau 0,17 %.

Hal ini menandakan betapa pentingnya peranan industri kecil bagi perekonomian yang mana dapat mengurangi jumlah tingkat pengangguran di surabaya .

Dari gambaran yang telah di sajikan, kiranya tidak sulit untuk menyimpulkan bahwa tantangan yang di hadapi perekonomian untuk masa mendatang tidak semakin ringan tetapi sebaliknya, justru semakin berat. Berbagai pelajaran penting yang di dapat adalah, tidak semua permasalahan ekonomi dapat secara tuntas di selesaikan dengan alat-alat ekonomi. Semakin di rasakan bahwa peran disiplin ilmu lain dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi semakin besar. Ini menuntut adanya koordinasi antara ilmu ekonomi dengan berbagai disiplin ilmu lain. Secara lebih spesifik, seorang ekonomi di tuntut untuk sedikit banyak mempelajari disiplin ilmu lain yang berkaitan dengan bidang yang ditekuninya. Seorang ekonom yang melulu mendasarkan pada analisis


(15)

ekonomi semata dalam memecahkan permasalahan yang terjadi dapat diibaratkan seorang yang memakai “kaca mata kuda”. Dia hanya dapat melihat ke depan dan tidak pernah tahu keadaan di sekelilingnya. Inilah tantangan bagi para mereka yang menggeluti ilmu ekonomi

(wijaya, 2005 : 12)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang akan dibahas adalah :

a) Apakah Investasi Industri Kecil, Nilai Produksi, dan PDRB berpengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Kota Surabaya?

b) Dari ketiga variabel di atas variabel manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Kota Surabaya?


(16)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : a) Untuk mengetahui apakah Investasi Industri Kecil, Nilai Produksi, dan

PDRB berpengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Kota Surabaya

b) Untuk mengetahui dari ketiga variabel tersebut variabel manakah yang mempunyai pengaruh dominan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Kota Surabaya?

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak antara lain :

1. Dapat menambah acuan akademis guna membantu mahasiswa maupun masyarakat dalam membahas atau memecahkan permasalahan yang sama.

2. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap pembuatan keputusan untuk menentukan pola kebijaksanaan selanjutnya dalam rangka peningkatan taraf hidup.

3. Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan tentang cara penulisan kerja ilmiah yang baik sekaligus melatih diri untuk menetapkan masalah dan memberikan alternatif pemecahannya.


(17)

7

2.1 Penelitian Terdahulu

1). Hartoyo (2002 : 70)

Dengan judul : ”Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Kecil Di Kota Mojokerto” Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan (uji F) diperoleh hasil Fhit sebesar 609,367 sedangkan Ftab sebesar 3,29 yang artinya Fhit > Ftab, dengan kata lain Jumlah Unit Usaha (X1) , Nilai Produksi (X2), dan Investasi (X3) secara bersama – sama berpengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Kota Mojokerto (Y) sedangkan uji parsial (uji t) diperoleh hasil ttab = 2,131 artinya Jumlah Unit Usaha (X1) thit = 12,180, Investasi (X3) thit = 3,567 masing – masing mempunyai pengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Kota Mojokerto (Y). Untuk variabel Nilai Produksi (X2) thit = -1,103 tidak berpengaruh secara nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y). Sedangkan Variabel yang paling dominan adalah Jumlah Unit Usaha (X1) dengan thit sebesar 12,180

2). Soepryanto (2002 : xi)

Dengan judul ”Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Di Kabupaten Gresik” Dengan hasil penelitian sebagai berikut :


(18)

Untuk mengetahui pengaruh antar variabel bebas yang terdiri dari Investasi (X1), Jumlah Industri (X2), Jumlah Produksi (X3), Pendidikan (X4) dengan variabel terikatnya yaitu Penyerapan Tenaga Kerja (Y) diperoleh hasil dengan pengujian secara simultan bahwa thitung = 109,905 > Ftabel = 3,36. Hal ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa variabel berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya. Sedangkan pengujian secara parsial dapat diketahui bahwa dapat diketahui bahwa Investasi (X1) thitung sebesar 9,832 > ttabel = 2,201 hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas yaitu Investasi (X1) berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y). Kemudian untuk variabel Jumlah Industri (X2) thitung sebesar -1,296 < ttabel = 2,201 variabel Jumlah Produksi (X3) thitung sebesar -1,757 < ttabel = 2,201 berarti variabel Jumlah Industri (X2) dan Jumlah Produksi (X3) tidak berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y). Variabel Tingkat Pendidikan (X4) thitung sebesar 1,289 < ttabel = 2,201 hal ini menunjukkan bahwa Tingkat Pendidikan (X4) berpengaruh secara nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y).

3.) Hermawan (2002 : xi)

Dengan judul ”Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pada sektor industri kecil di Jawa Timur” dimana penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel Jumlah Industri Kecil (X1), Upah Riil (X2), Pendidikan (X3) terhadap penyerapan tenaga kerja (Y). Dalam menguji secara simultan dengan menggunakan uji


(19)

F, menunjukkan adanya pengaruh yang secara nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat, terbukti dengan nilai Fhitung (151,685) > Ftabel (1,51). Sedangkan secara parsial variabel Jumlah Industri Kecil (X1) berpengaruh secara nyata dan positif terhadap penyerapan tenaga kerja dengan nilai thitung (6,7481) > ttabel (2,3646), variabel Upah Riil (X2) berpengaruh secara nyata dengan nilai thitung (3,563) > ttabel (2,3646) variabel Pendidikan (X3) tidak berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) dengan nilai thitung 0,317) < ttabel (-2,3646) karena penyerapan tenaga kerja sepenuhnya tidak dipengaruhi oleh Pendidikan.

4.) Ririn Yuniwati (2004 : xii)

Dengan judul ”Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri kecil”. Berdasarkan hasil uji F menunjukkan Fhitung = 621,284 > Ftabel 3,863 dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel bebas yang terdiri dari Jumlah Indurstri Kecil, Investasi, dan Volume Produksi berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan uji t dapat disimpulkan bahwa Jumlah Industri Kecil thitung = 29,104 > ttabel 2,201, Investasi thitung = 21,294 > ttabel 2,201, Volume Produksi thitung = -13,908 > ttabel -2,201 berpengaruh secara nyata terhadap jumlah tenaga kerja.

5.) Ratna Damayanti (2004 : xii)

Dengan judul ”Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri kecil di surabaya” Berdasarkan hasil


(20)

uji F menunjukkan Fhitung = 384,486 > Ftabel = 3,478 dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel bebas yang terdiri dari Jumlah Industri Kecil, Nilai Produksi, Nilai Investasi, dan Inflasi berpengaruh secara nyata terhadap Jumlah Tenaga Kerja. Sedangkan secara parsial berdasarkan uji t Jumlah Industri Kecil berpengaruh nyata terhadap Jumlah Tenaga Kerja dimana thitung = 26,008 > ttabel = 2,228. variabel Nilai Produksi thitung = -11,694 > ttabel = -2,228 yang berarti variabel Nilai Produksi berpengaruh nyata terhadap Jmlah Tenaga Kerja. Nilai Investasi thitung = 15,911 > ttabel = 2,228 berarti variabel Nilai Investasi berpengaruh nyata Jumlah Tenaga Kerja. Sedangkan Inflasi thitung = 1,160 < ttabel = 2,228 yang berarti Inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap Jumlah Tenaga Kerja. Hal tersebut terjadi karena besarnya permintaan Jumlah Tenaga Kerja tidak ada pengaruhnya dengan Inflasi melainkan dipengaruhi dengan besarnya lapangan kerja yang tersedia atau banyaknya Investasi yang nantinya akan menciptakan suatu lapangan pekerjaan.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Tenaga Kerja

2.2.1.1 Pengertian Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Di Indonesia batas usia kerja minimum adalah 10 tahun dan tanpa batas umur maksimum. (Dumairy, 1997:74).

Keadaan orang yang sedang mempunyai pekerjaan atau keadaan penggunaan tenaga kerja orang. (Suroto , 1992:23).


(21)

Penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. (Subri, 2003;57).

Dari definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tenaga kerja adalah Penduduk yang dalam usia kerja (10-64 tahun) mampu dan sanggup bekerja dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa

2.2.1.2 Pengertian Kesempatan Kerja dan Angkatan Kerja

Kesempatan kerja adalah banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk angkatan kerja. Masalah angkatan kerja dan kesempatan kerja dapat di pandang sebagai masalah permintaan dan penawaran atas tenaga kerja yang bertemu di pasar atau bursa tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja berasal dari angkatan kerja dengan jumlah, laju pertumbuhan, mutu dan tingkat pendidikan / keterampilan tertentu. Sedangkan permintaan berasal dari dunia usaha yang memerlukan tenaga kerja dengan kwalitas tertentu. Pengertian pasar/bursa tenaga kerja di negara berkembang tidak terbatas pada karyawan perusahaan atau pegawai kantor tetapi lebih luas dari itu, karena termasuk mereka yang menciptakan pekerjaan sendiri dalam sektor informal ( Rahardja, 1995 : 226 ).

Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat di tampung untuk bekerja pada suatu instansi atau perusahaan. Kesempatan kerja akan menampung semua tenaga kerja apabila lapangan kerja yang tersedia


(22)

cukup memadai. Di Indonesia lapangan usaha pekerjaan di bagi menjadi 11 sektor, antara lain sector industri. Meskipun lapangan kerja di Indonesia telah banyak terbagi dalam beberapa sektor, tetapi masih banyak tenaga kerja yang belum tertampung karena pertambahan angkatan kerja tidak seimbang dengan lapangan kerja yang ada (Winardi, 1983 : 29).

Kesempatan kerja adalah besarnya jumlah tenaga kerja yang terpakai untuk menghasilkan produk nasional tiap tahunnya.

(Soediono, 1985;84)

Sedangkan Angkatan kerja di definisikan sebagai jumlah penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih yang bekerja atau mencari pekerjaan dalam suatu periode tertentu. Tetapi, tidak semua penduduk dalam usia kerja juga termasuk angkatan kerja. Penduduk tidak bekerja meliputi semua muda/mudi yang masih sekolah, para ibu yang mengurus rumah tangga dan tidak mencari nafkah dengan bekerja di luar, juga

orang-orang sakit, cacat jasmani, dan sudah lanjut usia (Rahardja, 1995: 225).

Pada dasarnya penduduk yang telah berusia 15 tahun keatas yang termasuk dalam kelompokan angkatan kerja dalah mereka yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu sebab seperti cuti. Di samping itu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan juga termasuk dalam kelompokan angkatan kerja. Bekerja adalah mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan atau bekerja dengan maksud


(23)

memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus. Mencari pekerjaan adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan/ memperoleh pekerjaan. Kegiatan mencari pekerjaan tidak terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu masih menunggu jawaban. Jadi dalam kategori ini termasuk mereka yang telah memasukkan lamaran dan sedang menunggu hasilnya.

Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak penuh ( Irawan dan Suparmoko, 1987 : 85 ).

2.2.1.3 Penawaran Tenaga Kerja

Penawaran tenaga kerja di pengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh banyak faktor seperti jumlah penduduk dalam usia kerja, struktur umum, jumlah penduduk yang bersekolah dan mengurus rumah tangga, tingkat penghasilan keluarga-keluarga relative terhadap kebutuhannya, tingkat upah, tingkat pendidikan dan kegiatan ekonomi pada umumnya. Fungsi penawaran untuk suatu daerah tertentu pada dasarnya mengikuti pola fungsi penawaran dari satu keluarga yaitu bahwa (1) fungsi penawaran merupakan fungsi dari tingkat upah, (2) fungsi


(24)

penawaran mempunyai titik belok dan tingkat upah kritis. (Simanjuntak,1985:89)

Gambar 1 : Fungsi Penawaran Tenaga Kerja

Sumber : Simanjuntak, 1985, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, hal : 88.

Pada gambar diatas menjelaskan penawaran tenaga kerja dalam daerah tertentu sebagai penjumlahan dari tiap-tiap keluarga A, B, C, D, E untuk tingkat upah W1, tidak ada keluarga yang menawarkan jasanya untuk bekerja maka penawaran tenaga kerja di daerah tersebut juga menjadi nol. Untuk tingkat upah W, keluara A menawarkan W2A, keluarga B menawarkan W2B, dan keluarga C menawarkan W3C yang sama dengan keluarga D menawarkan W3D dan keluarga Emenawarkan W3E. dengan demikian hal yang serupah terus untuk beberapa tingkat upah yang

Sn

E

B A

C D

W3

W2

W1

0

Tingkat Upah


(25)

berbedah, kurva penawaran tenaga kerja untuk daerah yang bersangkutan dapat dilukiskan, misalnya Sn.

2.2.1.4 Permintaan Tenaga Kerja

Besarnya permintaan tenaga kerja pada dasarnya tergantung pada besarnya permintan masyarakat terhadap barang dan jasa. Fungsi permintaan ini biasanya didasarkan pada teori Neo Klasik mengenai Marginal physical of labor. Berlawanan dengan fungsi penyediaan tenaga kerja, maka permintaan terhadap tenaga kerja berkurang bila tingkat upah naik. Besarnya elastisitas tersebut tergantung pada : (1) kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan factor produksi yang lain, (2) elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan, (3) proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi, dan (4) elastisitas persediaan factor produksi pelengkap lainnya. Perubahan permintaan jangka panjang terhadap tenaga kerja dapat terjadi dalam bentuk loncatan atau shift. Perubahan ini di akibatkan oleh adanya perubahan pada konsumsi masyarakat, peningkatan produktifitas tenaga kerja, perubahan penggunaan tehnologi dan metode produksi makro. Permintaan akan tenaga kerja dapat diperkirakan dengan mengetahui laju pertumbuhan dan daya serap masing-masing sector ekonomi. Konsep elastisitas kesempatan kerja dapat di gunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan tenaga kerja dan menyusun simulasi kebijaksaan pembangunan untuk ketenagakerjaan. (Simanjuntak, 1985 : 85 ).


(26)

Gambar 2 : Fungsi Permintaan Tenaga Kerja

Sumber : Simanjuntak, 1985, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Hal : 75.

Pada Gambar menunjukan tingkat upah W1 maka permintaan tenaga kerja akan berkurang sebesar A, untuk tingkat upah W2 maka permintaan tenaga kerja akan bertambah sebesar B, dan untuk tingkat upah W menunjukan keseimbangan antara tingkat upah dengan jumlah permintaan tenaga kerja sebesar N.

Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan dan permintaan tenaga kerja dinamakan pasar kerja. Seseorang dalam pasar kerja berarti dia menawarkan jasanya untuk produksi, apakah dia sedang bekerja atau mencari pekerjaan. Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekeja atau tingkat employment) di pengaruhi oleh faktor

D

D = MPPL x P W1

W W2

0 A N B

Penempatan

Upah


(27)

kekuatan penyediaan dan permintaan tersebut. Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerja di pengaruhi oleh tingkat upah.

Dalam ekonomi Neoklasik diasumsikan bahwa penyediaan atau penawaran tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Ini di lukiskan dalam garis SS pada gambar diatas. Sebaliknya permintaan terhadap tenaga kerja akan berkurang bila tingkat upah meningkat. Ini di lukiskan pada garis DD pada gambar tersebut. (Simanjuntak, 1985 : 3)

2.2.2 Pengertian Industri

Pengertian industri dalam industri ekonomi sangat berbeda artinya dengan pengertian industri yang pada umumnya dimengerti orang. Dalam pengertian yng umum pengertian industri pada hakekatnya mengan dung arti perusahaan yang menjalankan kegiatan dalam bidang kegiatan ekonomi yang tergolong kedalam sektor sekunder. Kegiatan seperti itu antara lain ialah pabrik tekstil, pabrik perakit atau pembuat mobil dan pabrik pembuat rokok . Dalam teori ekonomi istilah industri diartikan sebagai kumpulan dari perusahaan – perusahaan barang sama atau sangat bersamaan yang terdapat dalam satu pasar. Sebagai contoh kalau dikatakan industri mobil maka yang dimaksud adalah berbagai perusahaan mobil yang ada dalam pasar yang sedang dianalisa, sedangkan kalu dikatakan industri beras maka yang dimaksudkan adalah seluruh produsen beras yng ada dalam pasar ( Sukirno, 1997 : 152 )


(28)

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1984, definisi industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah barang mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi untuk menjadikan barang dengan nilai yang lebih tinggi dalam penggunaannya,termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Penggolongan industri dibedakan menjadi 4 lapisan berdasarkan jumlah tenaga kerja per unit usaha, yaitu :

1. Industri besar : bekerja 100 orang atau lebih.

2. Industri sedang : berpekerja antara 20 orang sampai 99 orang. 3. Industri kecil : berpekerja antara 5 orang sampai 19 orang, dan

4. Industri / kerajinan rumah tangga : berpekerja < 5 orang ( Dumairy, 1997 : 232 )

Dari berbagai penjelasan mengenai definisi industri di atas, maka dapat disimpulkan bahwa industri adalah kumpulan dari perusahaan yang menjalankan kegiatan dalam bidang ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, barang – barang jadi agar menjadi barang yang mempunyai nilai yang lebih tinggi intuk penggunaannya dalam proses produksi.

2.2.2.1. Macam – Macam Industri

Untuk mengetahui macam macam industri ini bias dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu pengelompokan industri yang dilakukan oleh departemen Perindustrian dan perdagangan di bagi 3 kelompok besar yaitu :


(29)

1. Industri Besar

Yang meliputi kelompok industri Mesin dan Logam Dasar ( IMDL ) dan kelompok kimia dasar. Dari misi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membantu perjalan struktur industri dan bersifat padat modal. Teknologi maju, teruji dan tidak padat karya namun dapat mendorong terciptanya lapangan kerja baru secara besar sejajar dengan tumbuhnya industri namun hilir dan kegiatan ekonomilainya. Dalam industri besar tersebut diperlukan modal antara Rp. 500 juta sampai tidak terbatas. 1.Industri Kecil

Antara lain industri pangan, industri sedang dan industri kulit, industri kimia dan bahan – bahan bangunan, industri galian bukan logam dan industri logam. Kelompok industri ini mempunyai misi melaksanakan pemerataann teknologi yang digunakan menengah atau sederhana dan padat karya. Pembagian industri kecil ini diharapkan dapat menambah kesempatan kerja dan memanfaatkan pasar dalam negeri maupaun pasar luar negeri. Industri kecil ini diperlukan modal antara Rp. 100 juta sampai Rp. 500 juta.

2.Industri Hilir

Kelompok aneka industri yang meliputi antara lain : Industri yang mengolah sumber daya pertanian secara luas.Termasuk di dalam industri hilir ini adalah merupakan industri pengolahan atau industri manufaktur. kelompok industri ini mempunyai misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan atau pemerataan, memperluas kesempatan kerja tidak padat


(30)

modal dan teknologi maju. Dari pengertian tersebut diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa industri dalah proses merubah bahan dan barang agar menjadi lebih tinggi nilainya bagi masyarakat dan pemakai barang dalam industri ini diperlukan modal antara Rp. 10.000 sampai Rp. 100 juta (Arsyad, 1999 : 306)

2.2.3 Industri Kecil

Salah satu kesulitan dalam memperbincangkan peranan industri kecil (IK) di indonesia adalah karena adanya kenyataan bahwa berbagai badan atau instansi pemerintah yang berlainan yang menggunakan definisi IK yang berbeda-beda. Definisi yang paling sering digunakan adalah definisi Biro Pusat Statistik (BPS) yang menggunakan jumlah pekerja per badan usaha sebagai kriteria untuk membedakan berbagai kategori industri. Menurut BPS, IKadalah industri yang memperkerjakan 5 sampai 19 orang pekerja. Selain itu, Departemen Perindustrian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggunakan besarnya modal yang ditanam sebagai kriteria pokok. Menurut definisi ini, IK adalah badan usaha yang penanaman modalnya dalam badan usaha berupa mesin, peralatan, dan gedung (dengan kekecualian penanaman modal berupa lahan) tidak melebihi Rp 200 juta (sekitar US$ 100.000 menurut kurs bulan oktober 1991). Selain itu, pemilik usaha kecil harus seorang warga negara Indonesia (Presiden RI 1989). Bank Indonesia mempunyai definisi IK yang lain lagi, yakni industri yang asset nettonya bernilai kurang dari Rp 100 juta (Pangestu, 1996:91)


(31)

2.2.3.1 Klasifikasi Industri Kecil

Karena industri kecil (menurut definisi Departemen Perindustrian) meliputi banyak jenis industri manufaktur, kiranya bermanfaat bila kita mengacu ke berbagai kategori industri kecil menurut definisi Departemen Perindustrian. Dengan cara ini, dapat dibuat perkiraan mengenai perkiraan relatif berbagai kategori SI (Small Industry) dan juga keekfetifan berbagai program bantuan teknis yang dirancang untuk berbagai kategori SI ini.

Departemen Perindustrian membedakan kategori-kategori SI sebagai berikut ini (Direktorat Jenderal Industri Kecil).

a. Industri Kecil Modern

1. Menggunakan Teknologi proses madya (Intermediate Process Tecnologies).

2. Mempunyai skala produksi yang terbatas

3. Tergantung pada dukungan Litbang dan usaha-usaha kerekayasaan (Industri Besar)

4. Diberikan dalam sistem produksi industri besar dan menengah dan dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor

5. Menggunakan mesin khusus dan alat perlengkapan modal lainnya.

Dengan kata lain, SI yang modern itu mempunyai akses untuk menjangkau sistem pemasaran yang relatif telah berkembang baik di pasar domestik atau di pasar ekspor. SI yang modern ini juga mempunyai akses ke sumber informasi teknologi yang berkaitan


(32)

dengan kebutuhannya. Pada umumnya, mengenai jumlah industrinya SI yang modern mencapai kira-kira 5% dari total jumlah total SI di indonesia.

b. Industri Kecil Tradisional

1. Teknologi Proses yang digunakan secara sederhana

2. Teknologi pada bantuan Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang disediakan oleh Departemen Perindustrian sebagai bagian dari program bantuan teknisnya kepada SI.

3. Mesin yang digunakan dan alat perlengkapan modal lainnya relatif sederhana.

4. Lokasinya di daerah pedesaan

5. Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan langsungnya yang berdekatan terbatas

Jumlah industri yang disebut sebagai SI Tradisional ini meliputi sebagian besar SI yang ada mencapai hampir 75 % dari jumlah total SI di indonesia.

c. Industri Kerajinan Kecil

SI kerajinan meliputi berbagai SI yang sangat beragam mulai dari SI yang menggunakan proses yang sederhana sampai SI yang menggunakan teknologi proses madya atau malahan teknologi proses yang maju. Selain potensinya untuk menyediakan lapangan kerja dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan bagi kelompok-kelompok yang berpendapatan rendah, terutama di daerah pedesaan, SI


(33)

kerajinan juga didorong atas landasan budaya mengingat peranan pentingnya dalam pelestarian warisan budaya indonesia.

Jumlah SI kerajinan ini kira-kira 20% dari jumlah total SI yang ada (Pangestu, 1996:111)

2.2.3.2 Jenis Industri Kecil

a. Industri Pangan

b. Industri Pakaian dan kulit

c. Industri bahan kimia dan bahan konstruksi d. Industri kerajinan dan industri umum e. Industri logam (Pangestu, 1996:117)

2.2.4 Pengertian Investasi

Investasi adalah pengeluaran yang disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang-barang modal.

{Dornbusch and Fischer, 1991:236}

dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang di golongkan sebagai investasi.{penanaman modal atau pembentukan modal} meliputi pengeluaran atau pembelanjaan sebagai berikut :

Pembelian berbagai jenis barang modal, mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai bentuk jenis industri dan perusahan.


(34)

a. Pembelanjaan untuk membangun tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan parkir dan bangunan lainya.

b. Pertambahan nilai dan stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional. (sukirno, 1994:107)

Menurut Robinson, investasi adalah penambahan barang-barang modal baru, sedangkan membeli selembar saham bukanlah investasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa investasi adalah suatu pengeluaran untuk pembelian barang-barang modal dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi. Tercapainya kapasitas produksi yang sudah di targetkan mengakibatkan jumlah pekerjaan akan meningkat dan dapat mengurangi jumlah pengangguran yang sangat tinggi saat ini. Adanya tingkat produksi yang tinggi dapat menghasilkan surplus yang tinggi pula, sehingga dapat terhimpun dan yang lebih besar untuk investasi yang di butuhkan.

2.2.4.1 Jenis-jenis Investasi

Seperti yang telah kita ketahui bahwa dimensi atau pengertian investasi begitu luas, namun untuk lebih mengetahui lebih dalam lagi tentang investasi maka harus mengetahui jenis-jenis investsi dan paham betul apa itu investasi dan investasi itu sendiri di bagi menjadi 4 jenis meliputi :


(35)

1. Autonomous Invesment and induced invesment

Autonomous Invesment atau invesmeat otonom adalah investasi yang

besar dan kecilnya tidak di pengaruhi oleh pendapatan tetapi dapat berubah oleh adanya perubahan faktor-faktor diluar pendapatan seperti tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah dan sebagainya. Sedangkan

Public invesment and Private Invesment Public Invesmet adalah

investasi atau penanamanmodal yang dilakuan pemerintah sedangkan Private Invesment adalah investasi yang di lakuan oleh swasta.

3. Domestic Invesment and Foreing Invesment

Domestic Invesment adalah penanaman modal dalam negeri (PMDN)

sedangkan Foreing Invesment adalah penanaman modal asing (PMA).

4. Gross Invesment and Net Invesment

Gross Imvesment (Investasi Bruto) adalah total seluruh

investasi yang di adakan atau dilaksanakan pada suatu ketika, atau periode tertentu, sedangkan Net Invesment (Investasi Netto} adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan (Rosyidi, 1996:172)


(36)

2.2.4.2 Manfaat Investasi

Manfaat Investasi ada 3 yaitu :

1. Untuk Keperluan Kontruksi (Constraction).

Kontruksi adalah pembangunan atau pendirian sesuatu yang sama sekali baru, contohnya : pendirian sebuah bangunan baru.

2. Untuk Keperluan Rehabilitas atau perbaikan (Rehabilization). Apabila pembangunan itu pada suatu saat rusak karena beberapa sebab dan kemudian di perbaiki maka pengeluaran ini adalah pengeluaran untuk keperluan rehabilitasi.

3. Untuk Keperluan Ekspansi atau Perluasan (Expansi).

Apabila bangunan tadi perlu di perluas maka perluasan inilah yang disebut dengan Ekspansi. ( Rosiydi, 1993:158-160)

2.2.4.3 Faktor-Faktor yang menentukan Investasi

Berhasil tidaknya para pemilik modal atau para investor dalam menjalankan usahanya, dalam kenyataan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat ditentukan, yaitu:

1. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang

Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang barang-barang modal dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan apabila industri tersebut telah selesai dilaksanakan, yaitu pada waktu industri atau perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang atau jasa yang menjadi produksinya, maka para pemilik modal biasanya akan melakukan kegiatan terus selama beberapa tahun. Oleh karena itu


(37)

dalam menentukan apakah semua kegiatan yang akan dan dikembangkan itu dapat memperoleh atau menimbulkan kerugian, maka para pemilik modal harus membuat ramalan-ramalan mengenai kegiatan di masa mendatang.

2. Tingkat Bunga

Bagi perusahaan yang bijaksana hendaknya selalu mengikuti dan memperhatikan perkembangan pasar, terutama tentang perkembangan tingkat suku bunga yang dapat mempengaruhi beroperasinya setiap perusahaan. Oleh karena itu tingkat bunga dapat digolongkan sebagai salah satu faktor penting yang menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan pengusaha.

3. Penambahan atau perkembangan teknologi

Kegiatan yang dikembangkan dalam kegiatan produksi atau usaha lain. Maka hal itu dinamakan mengadakan pembaharuan. Pada umumnya, semakin banyak perkembangan teknologi maka semakin banyak pula jumlah kegiatan pembaharuan yang dilakukan oleh para pengusaha. 4. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

Sejarah perkembangan ekonomi dunia menunjukkan bahwa akhir-akhir ini. Berbagai penemuan dan pembaharuan sangat besar peranannya. Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara pendapatan nasional dan investasi merupakan hal yang saling berkaitan. Dimana investasi itu pada umumnya cenderung untuk mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional


(38)

semakin besar jumlahnya. Demikian pula sebaliknya, apabila pendapatan nasionalnya rendah biasanya investasinya juga rendah. 5. Keuntungan yang dicapai perusahaan

Setiap perusahaan yang sangat berkembang, salah satu faktor penting yang dapat menentukan suatu kegiatan atau pengembangan investasi adalah keuntungan yang diperolehnya. Apabila perusahaan-perusahaan itu melakukan investasi dengan menggunakan tabungannya atau modal kas, maka perusahaan yang dimaksud tidak lagi dikenakan biaya-biaya yang harus dibayar untuk jangka waktu berikutnya. Ini berarti di samping mengurangi biaya investasi yang dilakukan secara otomatis akan menambah modal atau keuntungan perusahaan-perusahaan yang bersangkutan. (Sukirno, 1985; 185-188).

2.2.4.4 Teori Investasi

Masalah investasi adalah suatu masalah yang langsung berkaitan dengan besarnya pengharapan akan pendapatan dan barang modal di masa depan. Pengharapan di masa depan inilah yang menjadi faktor yang sangat penting untuk penentu besarnya investasi.

Menurut Suparmoko (2001 : 84) terdapat 2 (dua) teori yaitu : 1. Teori Klasik

Teori klasik tentang investasi didasarkan atas teori produktivitas batas (marginal productivity) dari faktor produksi modal. Menurut teori ini besarnya modal yang akan diinvestasikan dalam faktor produksi ditentukan oleh produktivitas batasnya dibandingkan dengan tingkat


(39)

bunganya, sehingga investasi ini akan terus dilakukan bilamana produktivitas batas dari investasi masih lebih tinggi daripada tingkat bunga yang akan diterimanya bila seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak diinvestasikan.

Dengan teori produktivitas batas, masalah investasi oleh para ahli ekonomi klasik dipecahkan atas dasar prinsip maksimalisasi laba dari perusahaan-perusahaan industri. Sebab suatu perusahaan akan memaksimalisasikan labanya dalam suatu persaingan sempurna bila perusahaan itu menggunakan modalnya sampai pada jumlah produksi marginal kapitalnya sama dengan harga kapital yaitu suku bunga. 2. Teori Keynes

Masalah investasi baik penentu jumlah maupun kesempatan untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan oleh konsep marginal efficiency of investment (MEI), yaitu bahwa investasi itu akan dijalankan apabila MEI lebih tinggi daripada tingkat suku bunga. Menurut garis MEI ini antara lain disebabkan oleh 2 (dua) hal yaitu : a. Bila semakin banyak investasi yang terlaksana dalam masyarakat,

maka semakin rendah efisiensi marginal investasi itu, semakin banyak investasi yang terlaksana dalam lapangan ekonomi, maka semakin sengitlah persaingan para investor sehingga MEI menurun.

b. Semakin banyak investasi dilakukan, maka biaya dari barang modal menjadi lebih tinggi


(40)

2.2.5 Pengertian Umum produksi 2.2.5.1 Definisi Produksi

Menurut Rosyidi produksi bagi kebanyakan orang diartikan sebagai kegiatan di dalam pabrik-pabrik atau juga kegiatan-kegiatan di lapangan pertanian. Pendefinisian seperti itu merupakan definisi produksi secara sempit. Sedangkan definisi produksi secara luas seperti yang dituliskan oleh Richard Ruggles yaitu produksi merupakan proses menciptakan nilai atau memperbesar nilai barang atau dapat juga dikatakan bahwa produksi adalah setiap usaha yang menciptakan, memperbesar daya guna barang. (Rosyidi, 2004 : 56)

Produksi adalah suatu kegiatan yang menghasilkan output dalam bentuk barang maupun jasa. (Anonim, 2006)

Sedangkan pengertian produksi menurut Sumarni dan Soeprihanto adalah semua kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia. (Sumarni dan Soeprihanto, 1998 : 205)

2.2.5.2 Faktor-faktor Produksi

Faktor-faktor produksi adalah semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang.


(41)

a. Tanah (Land) atau Sumber Daya Alam (Natural Resources)

adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal dari atau disediakan oleh alam atau dapat juga dikatakan sebagai segala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia, yang antara meliputi : 1. Tenaga penumbuh dari tanah, baik untuk pertanian, perikanan maupun

pertambangan.

2. Tenaga air, baik untuk pengairan, penggaraman maupun pelayaran. 3. Iklim, cuaca, curah hujan dan arus angin.

b. Tenaga Kerja Manusia (Labour) atau Sumber Daya Manusia (Human

Resources)

adalah semua kemampuan manusiawi yang dapat disumbangkan untuk memungkinkan dilakukannya produksi barang-barang dan jasa-jasa, berupa kemampuan fisik dan kemampuan mental. Sedangkan tenaga kerja terdiri dari tenaga terdidik dan tidak terdidik serta tenaga terampil dan tidak terampil.

c. Modal (Capital)

Modal disini ada dua yaitu barang-barang modal riil (Real Capital Goods) dan modal uang (Money Capital)

1. Barang-barang Modal Riil (Real Capital Goods)

Yaitu meliputi semua jenis barang yang dibuat untuk menunjang kegiatan produksi barang-barang kain serta jasa-jasa yang disebut sebagai barang investasi, seperti mesin-mesin, jalan-jalan raya, gudang, peralatan-peralatan dan sebagainya.


(42)

2. Modal Uang (Money Capital)

Yaitu dana yang digunakan untuk membeli barang-barang modal dan faktor produksi lainnya. Modal dalam faktor produksi ini yang dipakai adalah modal dalam arti barang-barang modal riil.

d. Kecakapan Tata Laksana (Managerial Skill)

adalah suatu kemampuan yang dapat dihargai sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sebagai contoh :

1. Faktor produksi tanah dihargai dengan sewa. 2. Tenaga manusia dihargai dengan upah, gaji.

3. Modal dihargai dengan bunga. (Rosyidi, 2004 : 55-59)

2.2.5.3 Sifat Proses Produksi / Pengolahan Produk

Menurut sifat proses produksi, pengolahan produk dapat dibedakan atas : a. Proses Ekstratif

Proses produksi dengan mengambil bahan-bahan langsung dari alam, proses ini biasanya terdapat dalam industri produk dasar.

Contoh : pertambangan timah, pertanian, perikanan dan sebagainya. b. Proses Fabrikasi (proses pengubahan)

Suatu proses pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi dalam bentuk lain.

Contoh : perusahaan meubel, perusahaan tas dan lain-lain. c. Proses Analitik

Suatu proses yang memisahkan suatu bahan menjadi beberapa macam bahan yang mirip bentuk aslinya.


(43)

Contoh : minyak bumi bisa menjadi bensin, solar, kerosin. d. Proses Sintetik

Suatu proses pengombinasian beberapa bahan kedalam satu bentuk produk dan produk akhir berbeda dengan bentuk aslinya karena ada perubahan fisik atau kimia.

Contoh : proses pembuatan obat, pengolahan baja. e. Proses Perakitan

Proses yang dilakukan dengan menggabungkan komponen-komponen sehingga menjadi produk akhir.

Contoh : perusahaan televisi

f. Proses Penciptaan Jasa-jasa Administrasi

Suatu bagian yang bertugas menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan suatu perusahaan.

Contoh : Lembaga Konsultasi dalam Bidang Administrasi Keuangan.

2.2.5.4 Jenis Produksi

Secara umum jenis produksi dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : a. Proses Produksi Terus-menerus (Continuous Process)

Suatu proses yang ditandai dengan adanya aliran bahan baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai produk selesai dikerjakan, biasanya untuk membuat produk dalam jumlah yang besar.


(44)

b. Proses Produksi Terputus-putus (Intermittent Process)

Dalam proses ini aliran bahan aku sampai produk jadi tidak memiliki pola yang pasti atau selalu berubah-ubah. Antara produk jadi satu dengan produk jadi yang lain berbeda-beda dalam hal jumlah, kualitas, desain maupun harga.

Contoh : perusahaan percetakan, perusahaan meubel. (Sumarni dan Soeprihanto, 1998 : 2006)

2.2.5.3 Teori Produksi

Telah dinyatakan sebelum ini bahwa produksi menunjukkan sifat perkaitan faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input, dan jumlah produksi selalu juga disebut output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus. (Sukirno, 1995:194)

Q = f ( K, L, R, T )

Dimana K adalah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan, R adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan sedang Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama-sama digunakan untuk memproduksi barang-barang yang sedang dianalisis sifat produksinya.

Produksi adalah setiap usaha yang menciptakan atau memperbesar data guna barang. Untuk bisa melakukan produksi, organisasi melakukan tenaga manusia, sumber-sumber alam, modal dalam segala bentuknya,


(45)

serta kecakapan. Jadi semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang disebut faktor-faktor produksi. (Rosyidi, 2002:56)

Teori produksi sederhana menggambarkan tentang pengaruh diantara tingkat produksi sesuatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut.

Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya jumlahnya tetap, yaitu modal dan tanah jumlahnya tidak mengalami perubahan. Juga teknologi dianggap tidak mengalami perubahan, satu-satunya faktor produksi yang dapat dirubah jumlahnya adalah tenaga kerja.

Gambar 3. Fungsi Produksi

Sumber : Nopirin, 1992, Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE-UGM yogyakarta, hal : 10

Dari gambar diatas jelas nampak bahwa setiap tambahan tenaga kerja akan menambah total product. Pada umumnya setiap tambahan kerja Y

1 Total product


(46)

akan menambah total product dengan tingkatan pertumbuhan yang menarik. Namun apabila tambahan tenaga kerja diteruskan maka tingkat pertambahan product semakin mengecil. Inilah yang sering disebut dengan hukum tingkat pertambahan hasil atau output yang makin berkurang (Law Of Diminishing Product)

2.2.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut Arsyad (1992 : 163), Produk Domestik Regional Bruto adalah sejumlah nilai tambah produksi yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah atau regional tanpa memilih atas faktor produksi. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha suatu daerah pada satu tahun. Pendapatan nasional merupakan salah satu indikator untuk

mengetahui kondisi ekonomi suatu negara. Pendapatan nasional dapat berarti sempit dan bersifat luas. Dalam arti sempit pendapatan nasional adalah terjemahan langsung dari national income. Sedangkan dalam arti luas pendapatan nasional dapat merujuk kepada Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB didefinisikan sebagai total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah regional tertentu dalam jangka waktu tertentu. PDRB dapat diinterpretasikan menurut pendekatan :


(47)

1. Menurut Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah total nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai oleh berbagai unit produksi dari suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (Partadiredja, 1989 : 45). Unit-unit dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 9 sektor atau lapangan usaha, yaitu :

a. Pertanian

b. Pertambangan dan Penggalian c. Industri pengolahan

d. Listrik, gas, dan air minum e. Bangunan

f. Perdagangan, hotel dan restaurant g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan i. Jasa-jasa

2. Menurut Pendekatan Pendapatan

PDRB adalah jumlah batas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa produksi yang dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga, modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak lainnya. Dalam pengertian PDRB juga mencakup penyusunan dan pajak-pajak tak langsung neto. (Partadireja, 1989 : 42)


(48)

3. Menurut Pendekatan Pengeluaran

PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi : a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang

tidak mencari keuntungan.

b. Pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok. c. Pengeluaran konsumsi pemerintah.

d. Ekspor neto (ekspor dikurangi impor) dalam jangka waktu tertentu. (Partadireja, 1989 : 44)

2.3 Kerangka Pemikiran

Investasi pada industri kecil merupakan salah satu cara untuk meningkatkan modal sehingga skala produksi barang yang diproduksi akan bertambah pula dan akan dapat mendorong terciptanya unit usaha baru dengan begitu perusahaan akan menambah tenaga kerjanya. Oleh karena itu investasi mempunyai pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. (Dumairy, 1997 : 132)

Nilai Produksi merupakan nilai barang yang diproduksi pada kegiatan proses industri. Semakin banyak nilai produksi yang dihasilkan oleh perusahaan maka perusahaan akan lebih banyak mendapatkan pendapatan sehingga perusahaan akan membutuhkan faktor khususnya tenaga kerja semakin banyak, sehingga tenaga kerja yang diserap akan lebih banyak. (Nopirin, 1992 : 10-13)


(49)

Jika PDRB meningkat maka akan mempengaruhi kenaikan terhadap Daya Beli (Purchasing Power) pula, sehingga perusahaan/industri terdorong untuk meningkatkan kapasitas produksi yang mana untuk memenuhi kapasitas produksi tersebut dibutuhkan banyak tenaga kerja. (Anonim, 2005)

Gambar 4 kerangka pikir antara variabel bebas dan terikat.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara terhadap permasalahan penelitian yang masih harus dibuktikan secara empiris, yaitu :

1. Diduga Investasi Industri Kecil, Nilai Produksi, PDRB berpengaruh secara simultan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Surabaya

Investasi Industri Kecil

(X1)

Nilai Produksi (X2)

PDRB (X3)

Unit Usaha

Pendapatan

Daya Beli

Penyerapan Tenaga Kerja


(50)

2. Diduga Investasi Industri Kecil yang paling dominan pengaruhnya terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Surabaya karena apabila Investasi meningkat dapat mendorong jumlah produksi sehingga perusahaan akan menambah jumlah tenaga kerja.


(51)

40

3.1 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

Definisi Operasional adalah suatu definisi yang di berikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang di perlukan untuk mengukur variabel tersebut.

Variabel yang di amati dalam pelaksanaan penelitian sehubungan dengan pengukuran ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Terikat

Penyerapan Tenaga Kerja (Y)

Adalah Jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri kecil di Surabaya. Variabel ini dinyatakan dengan satuan orang

2. Variabel Bebas

a. Investasi Industri Kecil (X1)

Adalah Penanaman Modal pada Industri Kecil di Surabaya. Satuan yang digunakan Juta rupiah

b. Nilai Produksi (X2)

Adalah, Nilai output yang dihasilkan dari suatu proses produksi barang yang dihasilkan industri kecil di Surabaya. Satuan yang dipakai Juta rupiah


(52)

c. PDRB (X3)

Merupakan Total nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah Surabaya ( regional ) dalam jangka waktu tertentu. Satuan yang dipakai adalah Juta Rupiah..

3.2. Teknik Penentuan Data

Data yang di kumpulkan di peroleh dari BI cabang Surabaya, kantor Badan Pusat Stastistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Badan Penanaman Modal Kota Surabaya.

Data yang di pergunakan adalah time series (Data Berkala), periode tahunan selama 15 tahun dari 1992 sampai tahun 2006.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang di gunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data sekunder yang di peroleh dari instansi - instansi yang terkait dalam penyusunan penelitian ini, yaitu Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Badan Penanaman Modal Kota Surabaya.

Sedangkan metode pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan

Adalah mengadakan penelitian secara teoritis ke perpustakaan untuk mendapatkan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang ada.


(53)

2. Dokumentasi

Studi ini di kaitkan dengan cara pengumpulan dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang di lakukan dengan jalan mencatat atau mengutip data-data yang ada pada dokumen instansi-instansi yang terkait dengan masalah yang di bahas.

3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis

3.4.1. Analisis Regresi Berganda

Data yang diperoleh dianalisis dengan metode kuantitatif (perhitungan) dan juga dengan metode kualitatif (analisa berdasarkan teori), sedangkan regresi linier di gunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat

Y = o + o X1 + 2X2 + 3X3 + e Keterangan :

Y = Penyerapan Tenaga Kerja

X1 = Investasi Industri Kecil

X2 = Nilai Produksi

X3 = PDRB

o = Konstanta

1, 2, 3 = Koefisien regresi

e = Variabel pengganggu


(54)

Untuk mengetahui apakah model tersebut layak atau tidak untuk di gunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui variabel bebas menyebabkan variabel terikat, maka perlu di ketahui nilai R2 (koefisien determinasi) dengan menggunakan rumus :

R2 = JK Regresi ………( Sudrajad, 1988 : 84) JK Total

Keterangan : R2 = Koefisien determinasi JK = Jumlah Kuadrat Karakteristik utama R2 adalah :

1. R2 mempunyai batas-batas nilai antara -1 dan +1 atau -1 R2 + 1(tapi pada umumnya antara 0 dan + 1 dikarenakn sulitnya menemukan tanda), sedangkan batas koefisien antara 0 dan 1 atau 0 R2 1.

2. Fungsi R2 tidak akan menurun dengan semakin bertambahnya variabel bebas.

3.4.2. Uji Hipotesis a. Uji F

Untuk menguji pengaruh simultan antar variabel bebas dan variabel terikat dapat digunakan uji F yang mempunyai criteria sebagai berikut :

a) Ho : 1 = 2 = 3 = 0 ( tidak ada pengaruh / non significant) Hi : 1 2 3 0 (ada pengaruh / significant).


(55)

b) Dalam penelitian ini digunakan tingkat significant 0,05 dengan derajad bebas (df) pembilang = k ; (df) penyebut = n-k-1 dimana :

n : Jumlah Sampel

k : Jumlah Parameter Regresi c) Dengan nilai Fhitung sebesar :

Fhitung = KT Regresi

(Sudrajad, 1988 : 79)

Dimana : KT = Kuadrat Tengah KT Galat = Residual

Kaidah keputusannya :

a. Fhitung Ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya ada pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat.

b. Fhitung Ftabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya tidak ada

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Gambar 5 : Kriteria Uji F :

Sumber : Gujarati, Damodar, diterjemahkan oleh Sumarno Zain1998, ekonometrika dasar, Erlangga,Jakarta, hal 75.

KT Galat

Daerah Penolakan Ho

Daerah Penerimaan Ho


(56)

b. uji t

Yaitu pengujian yang di lakukan untuk mengetahui hubungan antara pengaruh dari masing-masing variabel bebas dan secara parsial atau individu atau secara terpisah terhadap variabel terikat dan kriteria sebagai berikut :

Ho : βi = 0 ( tidak ada pengaruh / non significant ) Hi : βi 0 ( ada pengaruh / significant )

Thitung = i ………( Sudrajad, 1988 : 79 )

Se ( i)

Dengan derajat kebebasan sebesar n – k – 1 dimana : 1 = Koefisien Regresi

Se = Standard Error n = Jumlah Sampel k = Jumlah Parameter Kaidah Pengujian ;

a. Apabila t hitung> t tabel maka Ho di tolak dan Hi di terima,

berarti ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

b. Apabila t hitung t tabel maka Ho di terima dan di tolak, berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.


(57)

Gambar 6 : Distribusi Penerimaan dan Penolakan hipotesis

Sumber : Sudrajad, MSW, 1988, Mengenal Ekonomimetrika Pemula, Cetakan kedua, CV Armico, bandung hal : 94.

3.5. Asumsi Klasik Analisis Regresi Linier

Pengujian ini di maksudkan untuk mendeksi ada tidaknya

autokorelaasi, multikolinieritas, dan heterokedasitas dalam hasil estimasi, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut, uji t dan uji f yang dilakukan sebelumnya menjadi tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang di peroleh, untuk itu di lakukan uji asumsinya.

Tujuan utama penggunaan uji asumsi klasik adalah untuk mendapatkan koefisien regresi yang terbaik linier dan tidak bias(BLUE=

Best Linier Unbiased Estimator), sifat dari Best Linier Unbiased

Estimator (BLUE) itu sendiri adalah :

a. Best = Pentingnya sifat ini bila di terapkan dan di uji significant buku terhadap dan .

b. Linier = Sifat ini di butuhkan untuk memudahkan dalam penaksiran.

Daerah Penerimaan Ho

-ttabel

Daerah Penolakan Ho Daerah

Penolakan Ho


(58)

c. Unbiased = Nilai jumlah sample sangat besar penaksir parameter di peroleh dari sample besar kira-kira lebih mendekati nilai parameter sebenarnya

d. Estimasi = e diharapkan sekecil mungkin.

Untuk melakukan suatu regresi linier perlu memperhatikan beberapa hal antara lain tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi heterokedasitas, tidak terjadi multikolinieritas.

1. Autokorelasi

Autokorelasi di definisikan sebagai korelasi yang terjadi antara angota observasi yang terletak berderetan secara series dalam bentuk waktu (jika datanya time series) atau korelasi antara tempat yang berderet atau berdekatan kalau datanya cross sectional (Sudrajad, 1988 : 213).

Untuk mengetahui ada tidaknya korelasi dapat menggunakan metode Durbin Watson :

t=N

(

e

-

e

t-1)

d=t=2 ………(Sudrajad, 1988 : 213) t=N

e

2t t=1

Keterangan : d = Nilai Durbin Watson Et = Residual pada waktu ke t

Et-1 = Residual pada waktu ke t-1 (satu periode sebelumnya). N = Banyaknya Data (Sudrajad, 1988 : 219).


(59)

Asumsi pertama dalam regresi linier adalah ada atau tidaknya autokorelasi yang dilihat dari besarnya nilai Durbin Watson, untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi maka perlu dilihat tabel kriteria pengujian Durbin Watson (Uji DW).

Gambar 7 : Kurva Statistik Durbin Watson

Daerah Daerah Daerah Daerah

Kritis Ketidak ketidak Kritis

pastian pastian

Terima Ho

Tidak ada Tolak

Ho Ho

O d1 du (4-du) (4-d1)

Tabel 1. Kriteria Pengujian Durbin Watson

DW KESIMPULAN

Kurang dari 1,10 1,10 dan 1,54 1,55 dan 2,46

2,46 dan 2,90 Lebih dari 2,90

Ada Autokorelasi Tanpa Kesimpulan

Tidak Ada Autokorelasi Tanpa Kesimpulan


(60)

2. Heterokedastisitas

Heterokedastisitas adalah gejala dimana varians tidak sama atau tidak homogen hal ini bisa di ketahui berdasarkan pengujian korelasi Rank Spearman. Yaitu dengan cara mengambil nilai mutlak dengan mengansumsikan bahwa koefisien rank korelasi adalah nol. Jika hasil regresi menunjukkan nilai signifikan t ≥ nilai a, maka regresi linier tidak terdapat heterokedastisitas. Dan nilai residual kuadrat adalah

(Y observasi – Y prediksi)2. Koefisien Rank Spearman :

di

Rs = 1-6 = ……….( Sudrajad, 1988 : 198) N(N2 – 1)

Keterangan : d = Selisih dalam rank antara residual dengan variabel bebas K1 N = Jumlah Pengamatan. (Sudrajad, 1988 : 198).

3. Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah adanya hubungan yang sempurna antara semua atau beberapa variabel eksplonatori dalam model regresi yang di kemukakan.

Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Koefisien determinasi berganda (R2) tinggi. b. Koefisien korelasi sederhananya tinggi. c. Nilai Fhitung tinggi (signifikan)

sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak signifikan (Sudrajad, 1988 : 167).


(61)

50

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4 .1.1 kondisi Ekonomi

Surabaya merupakan daerah yang cukup maju di bidang perekonomian karena terletak di daerah yang strategis dan banyaknya tenaga kerja yang cukup terdidik, serta hubungan internasional yang telah terjalin sejak lama telah menjadikan surabaya memegang peranan penting di sektor industri,perdagangan,maritim dan pariwisata sejak zaman penjajahan Belanda.fasilitas infrastruktur di samping ini telah banyak di kembangkan dengan lebih mendukung kegiatan dan pertumbuhan ekonomi yang di targetkan 9% pertahun pada periode pembangunan jangka panjang 25 tahun tahap kedua.

Surabaya merupakan kota yang sangat berpotensi dalam mengembangkan sektor industiri terutama industri kecil. Hal ini bisa dilihat dari semakin bertambahnya jumlah industri kecil dari tahun ke tahun dan adanya dukungasn pemerintah pemerintah kota surabaya melalui berbagai program.Indikator perkembangan industri kecil di surabaya dapat dilihat dari perkembangan yang terjadi selama tiga periode terakhir (2002-2004). sampai dengan tahun 2004 jumlah industri kecil yang termasuk kategori mandiri telah mencapai 227 unit atau meningkat 78,74% dibandingkan tahun 2002 (27 unit). Untuk industri kecil yang


(62)

706 unit atau meningkat sebesar 73,89% dibandingkan tahun sebelumnya (406 unit) dan 56,04% dibandingkan tahun 2002 (106 unit). (www.surabaya.go.id)

4.1.2. Keadaan Umum Kota Surabaya

Kotamadya Surabaya merupakan Ibukota Propinsi Jawa Timur, yang merupakan kota transito atau “Transito City” dengan harapan dapat berperan lebih efektif dalam menunjang kelancaran perhubungan dan pengangkutan baik dalam skala pelayanan di dalam kota maupun nasional.

Dengan semakin banyaknya kegiatan atau kunjungan yang dilakukan oleh masyarakat dari berbagai tempat akan membuat kota Surabaya semakin ramai, seiring dengan kondisi tersebut pemanfaatan tempat atau jasa milik pemerintah juga akan meningkatkan sarana telekomunikasi, transportasi, tempat tinggal dan lain-lain. Keadaan yang demikian ini cukup bagus guna menunjang dan meningkatkan pendapatan pemerintah daerah dari berbagai sektor, secara logis dengan semakin meningkatnya mobilisasi penduduk kota akan semakin meningkat kseibukan kota itu sendiri dan keadaan ini dapat mengundang penerimaan pendapatan pemerintah daerah berbagai daerahnya. (www.surabaya.go.id)


(63)

Tingkat laju pertumbuhan penduduk di Kota Surabaya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Keadaan tersebut sejalan dengan pesatnya pembangunan di segala sektor yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Kota Surabaya secara geografis dan topografis mempunyai kedudukan yang strategis di dalam pembangunan regional maupun nasional yang juga berfungsi sebagai pusat pertumbuhan serta pengembangan bagi kawasan Timur Indonesia, Kota Indamardi Garpar dan Gerbangkertasusila sudah barang tentu menarik minat dari penduduk yang berada di sekitar kota Surabaya untuk mendapatkan pendidikan dan mencari nafkah atau pekerjaan yang layak. (www.surabaya.go.id)

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini data yang dipergunakan adalah Penyerapan Tenaga Kerja industri Kecil, Investasi Industri Kecil, Nilai Produksi, PDRB. Adapun data selengkapnya dari tahun 1992 – 2006 tersaji pada sub bab dibawah ini.


(64)

Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya dan perkembangannya dari tahun 1992 sampai dengan 2006 tersaji pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 2. tahun 1992 – 2006

Tahun

Penyerapan Tenaga Kerja Industri kecil

(Jiwa)

Perkembangan (%)

1992 117395 -

1993 119710 1.97

1994 121911 1.84

1995 111065 -8.90

1996 114397 3,00

1997 119948 4.85

1998 194669 62.29

1999 198246 1.84

2000 206561 4.19

2001 207561 0.48

2002 191586 -7.70

2003 195830 2.22

2004 197216 0.71

2005 198981 0.89

2006 199315 0.17

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Berdasarkan pada tabel 2 diatas, perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja industri Kecil selama 15 tahun yaitu dari tahun 1992 – 2006 mengalami fluktuasi. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Kecil tertinggi terjadi pada tahun 1998 yaitu meningkat hingga 62,3%. Hal ini di pengaruhi oleh keinginan para pengusaha untuk segera bangkit dari krisis moneter dengan cara meningkatkan jumlah produksi sehingga dapat mingkatan Penyerapan Tenaga Kerja industri Kecil di Surabay.a . Sedangkan penurunan Penyerapan Tenaga Kerja industri Kecil terjadi


(65)

minimnya produksi yang di lakukan oleh Industri Kecil sehingga penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan

4.2.2. Perkembangan Investasi Industri Kecil

Jumlah Investasi Industri Kecil di Kota Surabaya dan perkembangannya dari tahun 1992 sampai dengan 2006 tersaji pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 3. Investasi Industri Kecil di Surabaya tahun 1992 – 2006 Tahun Investasi Industri Kecil

(Rp. juta)

Perkembangan (%)

1992 348647 -

1993 358213 2,74

1994 366238 2,24

1995 330414 -9,78

1996 340327 3,00

1997 394644 15,96

1998 866637 119,60

1999 899834 3,83

2000 286827 -68,12

2001 299371 4,37

2002 320012 6,89

2003 349890 9,34

2004 380530 8,76

2005 406530 6,83

2006 440346 8,32

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur

Berdasarkan pada tabel 3 diatas, perkembangan . Investasi Industri Kecil dari tahun 1992 – 2006 berfluktuasi. Investasi Industri Kecil mengalami kenaikan tertinggi hingga mencapai 119.6% terjadi pada tahun 1997. Hal ini di pengaruhi oleh luas nya segment pasar atau peluang


(66)

meraih laba sehingga investor tertarik menanam kan investasi di Surabaya. Sehingga dapat meningkatkan Unit usaha lebih besar lagi sehingga penyerapan tenaga kerja dapat lebih di serap lagi. Sedangkan penurunan Investasi Industri Kecil terbesar terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar -68.12%. Hal ini di sebabkan oleh dampak krisis yang di alami indonesia pada tahun 1997 sehingga para investor enggan menginvestasikan modalnya di Surabaya karena tidak ada kepastian hukum yang jelas, kondisi perekonomian yang tak jelas dan masih banyak lagi permasalahan yang terjadi.


(67)

Nilai Produksi di Surabaya dan perkembangannya dari tahun 1992 sampai dengan 2006 tersaji pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 4. Nilai Produksi di Surabaya tahun 1992 – 2006 Tahun Nilai Produksi

(Rp. juta)

Perkembangan (%)

1992 571382 -

1993 702283 22,91

1994 841401 19,81

1995 799667 -4,96

1996 823657 3,00

1997 847252 2,86

1998 978849 15,53

1999 998966 2,06

2000 404823 -59,48

2001 427381 5,57

2002 341132 -20,18

2003 372983 9,34

2004 405645 8,76

2005 433046 6,75

2006 469145 8,34

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur

Berdasarkan pada tabel 4 diatas, perkembangan Nilai Produksi selama 15 tahun yaitu dari tahun 1992 – 2006 mengalami fluktuasi. Nilai Produksi terbanyak terjadi pada tahun 1992 sebesar 22.91%. Hal ini karena jumlah permintaan yang meningkat sehingga pendapatan meningkat sehingga penyerapan tenaga kerja ikut meningkat guna untuk memenuhi permintaan pasar. Penurunan Nilai Produksi pada tahun 2000 sebesar -59.48%. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi yang belum stabil yang mengakibatkan banyaknya perusahaan industri kecil yang tidak beroperasi


(1)

Selanjutnya untuk menguji adanya pengaruh secara parsial antara PDRB (X3) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Industri kecil (Y) digunakan uji t dengan langkah – langkah sebagai berikut:

a. Ho : β1 = 0 ( tidak ada pengaruh antara variabel X1, dengan variabel Y ) H1 : β1≠ 0 ( ada pengaruh antara variabel X1 dengan variabel Y ) j.

2

α = 0,05/2 = 0,025 dengan df = n – k – 1 = 15 – 3 – 1 = 11

k. thitung =

) ( 1 Se 1 β β = 000 , 0 000 , 0 = 0,609

l. ttabel (α2 = 0,025) = 2,201 m.Pengujian hipotesis

Gambar 11 : kurva Distribusi Penolakan dan Penerimaan Hipotesis secara parsial untuk variabel X3.

Sumber : Lampiran 2 dan 3

Dari perhitungan secara parsial diperoleh thitung = 0,609 sedangkan ttabel = 2,201 pada df = 11 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05. Karena thitung < ttabel maka Ho diterima dan H1 ditolak Sehingga secara parsial

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho Daerah

Penolakan Ho

ttabel = 2,201 thitung =

0,609 ttabel =


(2)

70

PDRB (X3) tidak berpengaruh signifikan dan berhubungan positif terhadap Penyerapan Tenaga kerja Industri Kecil(Y).

Sedangkan Nilai Koefisien Determinasi Parsial ( r2 ) untuk PDRB sebesar 0,1812 = 0,0327 nilai ini menunjukkan bahwa Penyerapan Tenaga Kerja industri kecil mampu dijelaskan oleh variabel PDRB hingga 3,27%. Sedangkan sisanya sebesar 96,63% dijelaskan oleh faktor lain.

4.6 Pembahasan

pengujian hipotesis secara simultan dinyatakan bahwa Investasi Industri Kecil (X1), Nilai Produksi (X2) dan PDRB (X3) berpengaruh signifikan dan berhubungan positif terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya (Y). Hal ini membuktikan bahwa ketiga variable bebas sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil di Surabaya. Jadi, jika ketiga variabel tersebut mengalami peningkatan maka Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya

Secara Parsial hanya Investasi Industri Kecil dan Nilai Produksi yang terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya. Dan PDRB yang tidak terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya.

Dari pengujian hipotesis secara parsial dinyatakan bahwa investasi Industri Kecil (X1) berpengaruh signifikan dan berhubungan positif terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y). Artinya jika Investasi industri Kecil


(3)

meningkat maka akan berpengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya, hal ini terjadi karena investasi tidak digunakan untuk menambah mesin baru tetapi modal usaha yang berasal dari Investasi pada industri kecil digunakan untuk membeli bahan baku produksi yang akan berdampak pada peningkatan produksi barang sehingga secara langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja pada industri kecil di Surabaya

Dari pengujian hipotesis secara parsial Nilai Produksi (X2) berpengaruh signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y). Artinya jika Nilai Produksi Industri Kecil meningkat maka akan berpengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya, hal ini disebabkan karena peningkatan nilai produksi akan berpengaruh terhadap potensi peningkatan pendapatan bagi industri kecil. Dengan peningkatan pendapatan maka akan merangsang para pengusaha kecil untuk makin memperluas jaringan usahanya sehingga berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja pada industri kecil di Surabaya

Dari pengujian hipotesis secara parsial PDRB (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y). Hal ini disebabkan karena nilai produksi pada industri kecil nilainya masih relatif kecil dibanding nilai produksi pada sektor lain sehingga nilai produksi pada industri kecil tidak berpengaruh pada peningkatan PDRB di kota Surabaya. Selain itu penurunan daya beli masyarakat pada produk-produk industri


(4)

72

kecil yang umumnya berkualitas rendah akan berdampak pada turunnya nilai produksi sehingga berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil di Surabaya

Tabel data Pendapatan per kapita ADHK di Surabaya Tahun

Jumlah penduduk

(orang)

Perkembangan (%)

1992 4050579,55 -

1993 4145778,74 2,35 1994 4493865,41 8,40 1995 4886055,10 8,73 1996 5306268,09 8,60 1997 5486572,85 3,40 1998 4183404,67 -23,75 1999 4138126,63 -1,08 2000 15633811 277,80

2001 16210027 3,69

2002 16737092 3,25

2003 17358848 3,71

2004 18162786 4,63

2005 25005597 37,67

2006 26489316 5,93

Variabel yang paling dominan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja (Y) pada industri kecil di Surabaya adalah variabel Investasi Industri Kecil dengan thitung = 5,251 dan Nilai Koefisien Determinasi Parsial (r2) sebesar 71,40 %


(5)

73 5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab IV sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Secara simultan bahwa Investasi Industri Kecil (X1), Nilai Produksi (X2), Produk Domestik Regional Bruto (X3) sebagai variabel terikat. Ini berarti Hipotesis yang diajukan oleh penulis terbukti kebenarannya. b. Secara parsial Investasi Industri Kecil (X1) berpengaruh signifikan dan

berhubungan positif terhadap Penyerapan Tenaga kerja Industri Kecil(Y). Ini berarti Hipotesis yang diajukan oleh penulis terbukti kebenarannya.

c. Secara parsial Nilai Produksi (X2) berpengaruh signifikan dan berhubungan Negatif terhadap Penyerapan Tenaga kerja Industri Keci (Y). Ini berarti Hipotesis yang diajukan oleh penulis terbukti kebenarannya.

d. Secara parsial Produk Domestik Regional Bruto (X3) tidak berpengaruh signifikan dan berhubungan Positif terhadap Penyerapan Tenaga kerja Industri Keci (Y). Ini berarti Hipotesis yang diajukan oleh penulis terbukti kebenarannya.

d. Variabel bebas yang dominan mempengaruhi variabel Penyerapan Tenaga kerja Industri Kecil adalah variabel Investasi Industri Kecil (X1),


(6)

74

karena variabel ini memiliki koefisien korelasi parsial terbesar yaitu sebesar 0,845

5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat penulis berikan berkaitan dengan penelitian ini diantaranya adalah :

1.Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini disarankan dapat digunakan sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama di bangku kuliah dan dapat menerapkan di dunia pekerjaan kelak.

2.Bagi Pemerintah Daerah

Hasil penelitian ini disarankan dapat menjadi masukan bagi pihak pemerintah kota surabaya untuk lebih memperhatikan perkembangan industri kecil karena industri kecil merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surabaya

3.Bagi UPN

Hasil penelitian ini disarankan dapat menjadi tambahan literatur khususnya bagi penelitian yang berkaitan dengan Tenaga Kerja.