ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUB SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DI SURABAYA.

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUB SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN

MINUMAN DI SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Oleh :

Richa Puspitasari 0411010203 / FE / EP

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala rahmat, karunia dan pertolongan-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUB SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DI SURABAYA” dapat terselesaikan dengan lancar dan tepat waktu.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh mahasiswa jenjang pendidikan Strata-1 (Sarjana) Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur guna memperoleh gelar kesarjanaan.

Dalam penyusunan skripsi ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Marseto, Msi., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Drs. Ec. Arief Bachtiar, Msi, Selaku Dosen Pembimbimg. 5. Ibu Ir. Hamidah Hendrarini, Msi, Selaku Dosen pendamping.


(3)

6. Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah membekali kami dengan pengetahuan-pengetahuan yang sangat berguna dan berharga.

7. Pimpinan dan Staf Tata Usaha Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan yang masih perlu diperbaiki, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempuranaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, November 2008


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR IS ..………. iii

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……… ... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… x

ASTRAKSI ………. Xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... 10

1.2. Tujuan Penelitian .. ... ... 10

1.2. Manfaat Penelitian. ... ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian terdahulu... 12

2.2. Landasan Teori... ……. 18

2.2.1. Pengertian Tenaga Kerja... 18

2.2.1.1. Pengertian Kesempatan Kerja dan Penggunaan tenaga kerja... ……. 20

2.2.2. Pengertian Angkatan Kerja….. ... …….. 22

2.2.2.1. Pengertian Bukan Angkatan Kerja…. …… 28

2.2.2.2. Fungsi Permintaan Tenaga Kerja..…. …… 31

2.2.2.2. Fungsi Penawaran Tenaga Kerja..…. ……. 34

2.2.2.2. Pasar Tenaga Kerja………....…. …… 37

2.2.3. Pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional bruto)….. ... …….. 41

2.2.3.1. Kegunaan Statistik PDRB……….…. …… 44

2.2.3.2. Cara Penyajian PDRB…………...…. …… 45

2.2.3.3. Hubungan Antara PDRB Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja……....…. ……. 45


(5)

2.2.2. Produktivitas Tenaga Kerja….. ... …….. 47

2.2.4.1. Hubungan Antara Produktivitas Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja.. …… 53

2.2.5. Pengertian Umum Industri….. ... …….. 54

2.2.5.1. Klasifikasi Industri………... …… 55

2.2.5.1. Hubungan Jumlah Industri Dengan Penyerapan Tenaga Kerja…... ………….. 58

2.2.6. Tingkat Inflasi…... 71

2.2.6.1. Pengertian Inflas…………...…. ………… 71

2.2.6.2. Macam-Macam Inflasi………... 73

2.2.6.3. Dampak Inflasi………...…. …………... 75

2.2.6.4. Cara Mencegah Inflasi………... 76

2.2.6.5. Hubungan Inflasi Dengan Tenaga Kerja.... 77

2.3. Kerangka Pikir………... . 78

2.4. Paradigma………... . 81

2.5. Hipotesa………... . 81

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pngukuran Variabel... . 82

3.2. Teknik Penentuan Sampel………... . 84

3.3. Teknik Pengumpulan Data………... . 85

3.3.1. Jenis Data... 85

3.3.2. Sumber Data... 85

3.3.3. Pengumpulan Data... 85

3.4. Teknik Pengumpulan Data………... . 86

3.4.1. Teknik Analisis Data... 86

3.4.2. Uji hipotesis... 88

3.5. Asumsi klasik………... ………. 92

3.5.1. Pengujian multikolinieritas... 93

3.5.2. Pengujian Autokorelasi... 96


(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian... 101

4.1.1. Letak Geografis Kota Surabaya... …….. 101

4.1.2. Keadaan Alam Dan Iklim... 103

4.1.3. Keadaan Geografis dan Topografis ... ……. 103

4.1.4. Kependudukan Kota Surabaya... ... 105

4.1.5. Industri Kota Industri... ... 106

4.1.6. Ketenagakerjaan Kota Surabaya ... ... 107

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 108

4.2.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Di Surabaya …... 108

4.2.2. Perkembangan Jumlah Industri Makanan dan Minuman Di Surabaya ………. 110

4.2.3. Perkembangan Produk Domestik regional Bruto (PDRB) Di Surabaya ... 111

4.2.4. Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Di Surabaya... 113

4.2.5. Perkembangan Tingkat Inflasi... 114

4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (BLUE / Best Linier Unbiased Estimate)... 115

4.3.1. Analisis dan Pengujian Hipotesi……… 120

4.3.2. Uji Hipotesis Secara Simultan... 122

4.3.3. Uji Hipotesis Secara parsial ... 124

4.3.4. Pembahasan ... 129

BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan………... 132

5.2. Saran……….…... 134 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Pada industri Makanan dan

Minuman Di SurabayaTahun 1992 – 2006 ... 108

Tabel 2 : Perkembangan Jumlah Unit Usaha Industri Makanan dan Minuman Di Surabaya Tahun 1992 – 2006 ... 111

Tabel 3 : Perkembangan Pertumbuhan PDRB Atas Harga Konstan Di Surabaya Tahun 1992 –2006 ... 112

Tabel 4 : Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Pada industri Makanan Dan Minuman Di Surabaya Tahun 1992 – 2006 ... ...113

Tabel 5 : Perkembangan Tingkat Inflasi Di Surabaya Tahun 1992 – 2006 ...114

Tabel 6 : Hasil Pengujian Multikolinieritas...118

Tabel 7 : Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman... 119

Tabel 8 : Analisis Varian (ANOVA)...122

Tabel 9 : Hasil Analisis Jumlah Unit usaha (X1), Pertumbuhan PDRB (X2), Produktivitas Tenaga Kerja (X3), Tingkat Inflasi (X4) Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y)... 124


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.4 : Paradigma...81

Gambar 4.1 : Kurva Statistik Penerimaan /Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan...117

Gambar 4.2 : Daerah Kritis Ho melalui kurva distribusi F ...49

Gambar 4.3 : Daerah Kritis Ho melalui kurva distribusi T ...50

Gambar 4.4 : Drisribusi daerah Keputusan autokolerasi ...54

Gambar 4.5 : Kurva Durbin Watson ...67

Gambar 4.6 : Kurva uji Hipotesis secara Simultan ...72

Gambar 8 : Kurva analisis Uji t untuk variabel X1 terhadap Y...75

Gambar 9 : Kurva analisis Uji t untuk X2 terhadap Y...76

Gambar 10 : Kurva analisis Uji t untuk X3 terhadap Y...78


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Coefficient Lampiran 2 : Data Analisis Varian (ANOVA) Lampiran 3 : Data Statistik Durbin Watson Lampiran 4 : Data Collinierity Diagnostic Lampiran 5 : Histogram Dependent Variabel Lampiran 6 : Data Correlation


(10)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUB SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DI SURABAYA

Oleh : Richa Puspitasari

ABSTRAKSI

Perkembangan jumlah angkatan kerja dari tahun ke tahun selalu lebih besar daripada perkembangan jumlah kesempatan kerja, sehingga ada sebagian dari angkatan kerja yang tidak tertampung atau menganggur. Walaupun angka pertumbuhan pengangguran mengalami penurunan, akan tetapi jumlah pengangguran itu sendiri masih cukup besar dan cenderung untuk mengalami peningkatan. Masalah penduduk merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, terutama dalam kaitannya dengan aspek ketenagakerjaan. Perkembangan yang mencakup bermacam-macam bidang terus diupayakan termasuk didalamnya pembangunan ekonomi.

Penelitian ini akan membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri makanan dan minuman di Surabaya. Variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Jumlah Perusahaan, Pertumbuhan PDRB, Produktivitas Tenaga Kerja, dan Tingkat Inflasi. Teknik Analisis dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Linier Berganda dengan Uji F dan Uji t. Dan penelitian ini menggunakan data sekunder dengan kurun waktu 15 tahun. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu secara simultan menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara variabel bebas jumlah perusahaan, pertumbuhan PDRB, produktivitas tenaga kerja, dan tingkat inflasi terhadap penyerapan tenaga kerja.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan pancasila dan Undang-Undang 1945 pasal 33, pelaksanaan pembangunan dilakukan secara bertahap dimana tujuan setiap tahap pembangunan selalu sama yaitu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat meletakkan landasan yang kuat untuk tahap berikutnya. Tujuan pembangunan ini untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual sehingga memperoleh manfaat dari hasil pembangunan berupa peningkatan kesejahteraan lahir dan batin sekaligus mempersiapkan tahap pembangunan berikutnya. (Anonim, 1999:35)

Meskipun upaya pemerintah untuk melaksanakan pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP1) telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup menggebirakan, akan tetapi tentu masih terdapat banyak masalah yang belum dapat di selesaikan pada kurun waktu tertentu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah terus berupaya mencari sumber–sumber pembiayaan pembangunan baik yang berasal dari dalam dan luar negeri, salah satu alternatifnya adalah mendorong pertumbuhan investasi.

Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan, produk-produk industrial selalu memiliki daya tukar (Term of Track) yang tinggi atau lebih besar atau lebih menguntungkan serta mencitakan nilai tambah yang lebih besar


(12)

dibandingkan dengan porduk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena industri memiliki variasi produksi yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marginal yang tinggi kepada pemakaiannya. (Dumairy, 1997:19)

Pembangunan industri yang mempunyai nilai tambah tinggi dan jangkauan strategis, didukung dengan perkembangan efisien dan mampu bersaing ditingkat regional maupun global melaluipeningkatan sumber daya manusia yang profesional dan produktif. Jika tidak diiringi denga hal-hal tersebut akan menjadi beban masalah yang sukar diatasi, terutama jika dikaitkan dengan masalah ketenagakerjaan mengingat tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam proses produksi sebagai sarana produksi.

Pelaksanaan pembangunan dengan berorientasi pemerataan yang dilakukan dengan arah untuk memperbaiki dan meningkatkan penghasilan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Karena dalam pembangunan penduduk juga berfungsi sebagai tenaga kerja. Oleh karenaitu penduduk yang selalu berkembang menurut adanya perkembangan ekonomi yang terus-memerus pula, dan untuk itu perlu lebih banyak investasi.

Masalah yang dihadapi oleh golongan industri kecil adalah masalah permodalan yang sebagian besar modal tersebut berasal dari modal sendiri. Industri kecil sangat berpengaruh terhadap penyerapan-penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan produktifitas serta dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan akan memperlancar arus perekonomian di Negara ini. Diharapkan adanya investasi yangb berasal dari dalam negeri maupun luar


(13)

negeri sangat membantu dalam menjalankan roda industri kecil, dan dapat menciptakan lapangan kerja baru. Adapun pengaruh lainnya adalah tentang harga-harga yang cenderung naik secara terus-menerus atau yang disebut dengan inflasi, yang sangat mempengaruhi perkembangan industri kecil dalam menciptakan lapangan kerja atau kesempatan kerja.(Anonim, 1998:149)

Dewasa ini peranan industri kecil dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia dan di Jawa Timur pada khususnya, menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan karena pada industri kecil inilah tenaga kerja terserap dan merupakan jalan satu-satunya untuk mengurangi jumlah pengangguran. Bertitik tolak dari kenyataan inilah maka eksistensi industri, apakah itu industri berskala besar, sedang dan kecil sekalipun telah mengambil tempat penting dalam masalah kesempatan kerja. (Anonim, 1999:149)

Menurut hasil perkembangan jumlah tenaga kerja pada tahun 2005 banyaknya jumlah tenaga kerja menunjukkan sebesar 18.591.324 orang, sedangkan pada tahun 2006 sebesar 19.244.959 orang berarti terjadi kenaikan sebesar 653.635 orang. Hal ini menunjukkan peningkatan swalaupun kenaikan tersebut kecil namun cukup berarti bagi penciptaan dan perluasan tenaga kerjauntuk penanggulangan pengangguran. (Anonim, 2004:46)

Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ketahun sedangkan jumlah lapangan kerja yang tersedia terbatas, hal ini akan menimbulkan persaingan diantara pencari kerja, dengan skill dan keterampilan yang dimiliki maka pencari kerja berusaha untuk mencari lapangan kerja pada


(14)

perusahaan untuk memperoleh upah, penerapan upah tentu akan berbeda antara satu perusahaan yang lain.

Laju pertumbuhan ekonomi sebagai cermin dari adanya peningkatan barang dan jasa, peningkatan produksi barang dan jasa terjadi disebabkan karena adanya tenaga kerja, dengan adanya laju pertumbuhan yang tinggi maka akan menyebabkan perkembangan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.

Denga demikina manfaat pertumbuhan faktor-faktor ekonomi pada perkembangan pembangunan industri kecil itu sendiri akan berpengaruh positif terhadap masyarakat, bangsa dan Negara khususnya dalam usaha meningkatkan kualitas penyerapan tenaga kerja.

Dalam hal ini industri makanan dan minuman di Surabaya menjadi lapangan pekerjaan yang terus menyerap tenaga kerja dari tahun ke tahun, pada tahun 1992 pekerja yang terserap pada industri tersebut sekitar 15.571 orang dan terus meningkat hingga tahun 1999 akhir menjadi 47.824 orang. Tetapi adapula hal yang mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri makanan dan minuman tersebut, misalkan pada tahun 2001 dengan jumlah 44.022 orang sampai tahun 2003 menjadi 14.077 orang. Hal tersebut terjadi dikarenakan keadaan dan stabilitas ekonomi yang sangat labil, tetapi pada akhir 2004 peningkatan kembali terjadi dari 14.007 orang (pada tahun2003) menjadi 39.986 orang. Tetapi sayang sekali pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 2005 jumlah tenaga kerja yang diserap pada industri tersebut kembali mengalami penurunan yaitu dari 39.986 orang (pada tahun 2004) dan pada tahun 2005 sebanyak 15.102 orang pada tahun 2006 jumlah tenaga kerja yang terserap


(15)

naik kembali 18.317 orang, dan ini dan ini tidak jauh berbeda pada tahun 2005, hanya naik beberapa persen saja. Hal ini dikarenakan keadaan perekonomian pada tahun tersebut di Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. (BPS, 1992-2006, hal 262-264)

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dirumuskan , permasalahan yang timbul adalah :

1.”Apakah Jumlah Industri, pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Produktivitas tenaga kerja, dan tingkat Inflasi mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada industri makanan dan minuman di Surabaya?”.

2. Manakah diantara variabel tersebut yang mempunyai pengaruh yang lebih dominan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman di Surabaya?”.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Industri, pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Produktivitas Tenaga Kerja dan Tingkat Inflasi di Surabaya.

2. Untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh diantara variabel-variabel Jumlah Industri, Pertumbuhan PDRB, Produktivitas tenaga kerja, dan Tingakat Inflasi terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman di Surabaya.


(16)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai pertimbangan bagi pemerintah maupun pihak perusahaan dalam menetukan kebijaksanaan yang berhubungan dengan penyerapan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman di Surabaya.

2. Sebagai bahan untuk membantu mengembangkan kemampuan Penulis dalam menganalisa dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang diserap dalam industri makanan dan minuman di Surabaya.

3. Sebagai pertimbangan bagi pihak instansi BPS, dinas perindustrian dan perdagangan dalam memberikan data yang berhubungan dengan penyerapan tenaga kerja pada indrustri kecil di jatim

4. Sebagai bahan informasi bagi ilmiah bagi pihak-pihak berkepentingan serta dapat bermanfaat bagi Fakultas Ekonomi. UPN “Veteran” Jawa Timur.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil penelitian terdahulu

1. Kristiawan (2004:10) “Analisis Beberapa Factor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Indusrtri Kecil di surabaya”, dengan variabel bebas yaitu modal usaha industri kecil

 

1 , jumlah industri kecil (2), dan variabel terikat penyerapan tenaga kerja di surabaya ( Y ).

Hasil analisa data menunjukkan bahwa variabel bebas secara simultan berpenaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di surabaya. Hal ini diketahuidari uji F, sedangkan secara parsial menunjukkan modal usaha industri kecil ( X1) dan jumlah angkatan kerja ( X3) berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di surabaya ( Y ), sedangkan jumlah industri kecil ( X2 ) tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di surabaya ( Y ),

2. Dewi ( 2004:10 ) ”Faktor- faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri kecil di jawa timur”. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling dominan diantara variabel bebas unut usaha ( X1 ), nilai produksi (X2), dan investasi industri kecil ( X3 ) terhadap variabel terikat penyerapan tenaga kerja di jawa timur ( Y ).

Hasil analisa data manunjukan bahwa variabel bebas secara simultan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di jawa timur. Dihitung secara parsial variabel unit usaha (X1 ) berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja


(18)

di jawa timur (Y), dengan menggunakan uji t, variabel nilai produksi (X3) tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di jawa timur (Y).

3. Ashofah ( 2004:9 ) ”Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri kecil di Surabaya”. Penelitihan ini juga bertujuan untuk menganalisis variabel jumlah investasi industri kecil ( X1),jumlah industri kecil (X2), dan pendapatan industri kecil (X3) dan pengaruhmya terhadap variabel terikat jumlah tenaga kerja yang terserap (Y).

Hasil analisa data menunjukkan bahwa variabel bebas secara simultan berpenaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di surabaya (Y). Sedangkan secara parsial variabel jumlah industri kecil (X1), variabel jumlah industri kecil (X2) dan variabel pendapatan industri kecil ( X3) berpengaruh nyata terhadap jumlah tenaga kerja yang terserap (Y).

4. Mariska (2003:11) ”Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Kecil di Jawa Timur”, menunjukkan bahwa secara simultan (uji F) bahwa investasi (X1),jumlah industri kecil (X2), nilai produksi (X3).tingkat upah (X4) secara bersama sama berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di jawa timur (Y). Sedangkan secara parsial (uji t) tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di jawa (Y). Variabel jumlah industri kecil (X2), variabel nilai produksi (X3), variabel tingkat upah (X4) berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga. Sedangkan variabel yang paling dominan adalah nilai produksi (X3).

5. Noviana (2004:11) ”Beberapa faktor yang Mempengaruhi Penerapan Tenaga kerja Pada Kerja Pada Industri Kecil di Jawa Timur”, menyatakan bahwa


(19)

pembangunan sektor tenaga kerja merupakan upayu yang sifatnya menyeluruh di semua sektor dan derah, ini ditunjukkan pada perluasan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan lapangan kerja, peningkatan mutu, dan kemampuan serta perlindungan tenaga kerja. D

jawa timur ini diharapkan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja yang tersedia. Atas pemikiran tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling dominan diantara variabel unit usaha (X1), investasi (X2), dan pendapatan perkapita (X3) berpengaruh nyata tergadap variabel terikat jumlah tenaga di jawa timur (Y).berdasarkan hasil penelitian, mununjukkan bahwa variabel unit usaha (X1), investasi (X2) dan pendapatan perkapita (X3) secara simultan berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di surabaya (Y). Sedangkan secara parsial variabel unit usaha (X1) tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja (Y).

6. Mintaroem (2003) ”Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhui pertumbuhan Industri Kecil Di wilayah segitiga Industri Di jawa Timur”. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui profit serta keberadaan industri kecil yang merupakan bagian dari UKM. (2) mengetahui kemampuan industri kecil dalam menyerap tenaga kerja serta kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan, (3) mengetahui faktor-faktor operasional yang secara simultan berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan industri kecil di wilayah Jawa Timur.

Dalam penelitian ini di dapatkan suatu simpulan bahwa pengembangan Industri Kecil di kawasan Segitiga Industri Di Jawa Timur ini terhadap PDRB Jawa Timur perlu untuk terus dibina dan dikembangkan karena tingkat


(20)

keunggulan serta potensinya yang cukup tinggi dari kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja serta hasil yang dicapainya, maupun dari segi kontribusi Industri Kecil Di kawasan ini terhadap PDRB Jawa Timur. (Jurnal Majalah Ekonomi,Agustus 2003)

Jadi perbedaan penelitian yang digunakan oleh penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan sekarang terletak pada ukuran waktu, dimana penelitian yang dilakukan peneliti berdasarkan tahun 2006 dan data yang digunakan dalam kurun waktu 1990-2006. sedangkan obyek penelitian berbeda,obyek penelitian terdahulu menggunakan obyek penelitian di surabaya,sedangkan penelitian sekarang menggunakan obyek di jawa timur. Dan model yang digunakan adalah model regresi linier berganda dalam menganalisis data yang telah dikumpulkan dari beberapa sumber. Sementara variabel yang digunakan X1 jumlah industri kecil, X2 Pertumbuhan PDRB, X3 produktivitas Tenaga kerja , X4 Tingkat Inflasi, Y penyerapan tenaga kerja.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Tenaga kerja

Tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sudah bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian pencari pekerja, bersekolah dan dan mengurus rumah tangga dianggap secara fisik mampu dan sewaktu – waktu dapat nencari pekerjaan.


(21)

Menurut Suroto (1992 : 16) tenaga kerja dalam pasar kerja adalah daya manusia untuk melakukan pekerjaan, sedangkan pekerjaan adalah kegiatan manusia untuk memperoleh pendapatan.

Menurut Dumairy (1997 : 74) tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja, batasan usia kerja berbeda – beda antara negara yang satu dengan negara yang lain. Batas usia kerja yang di anut indonesia minimum 10 tahun atau lebih.

Tenaga kerja atau penduduk usia kerja 10 tahun keatas mempunyai perilaku bermacam – macam. Dalam hubungannya pasar kerja perlaku mereka di bagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu golonngan yang aktif secara ekonomi dan bukan. Angkatan kerja termasuk golongan yang aktif secara ekonomis. Golongan ini terdiri dari penduduk yang menawarkan tenaga kerjanya dan berhasil memperolehnya (employed) dan penduduk yang menawarkan tenaga kerjanya di pasar tenaga kerja tetapi belum berhasil memperoleh (unemployed). Atas dasar deskripsi ini angkatan kerja (labor force) dianggap mewakili penawaran tenaga kerja yang di kenal dengan suplay of labor.

Ada 4 (empat) arus dalam pasar kerja, yaitu :

1. Tenaga kerja yang dapat bekerja dapat menjadi penganggur sukarela karena dipecat (putus hubungan kerja) atau karena di berhentikan (baik untuk sementara waktu maupun permanen).

2. Para penanggur dapat memperoleh pekerjaan karena adanya pengangkatan pegawai baru atau dipanggil bekerja kembali setelah sekian lama diminta untuk berhenti.


(22)

3. Semua yang termasuk dalam angkatan kerja, baik bekerja atau mencari pekerjaan, dapat keluar dari angkatan kerja karena pensiun, cacat atau karena alasan lain tidak bekerja lagi.

4.Mereka yang bekerja atau tidak pernah mencari pekerjaan (sebagai pencari kerja) akibat putus sekolah, atau masuk kembali ke dalam angkatan kerja setelah lama tudak bekerja (contohya ibu rumah tangga). (Afrida, 2003:203-204)

Ada 4 (empat) hal yang berkaitan dengan tenaga kerja : 1. Bekerja (emploed).

Secara agregat jumlah orang yang bekerja di muat dalam publukasi Biro Pusat statistik hasil kegiatan sensus. SUPAS atau SAKERNAS. Jumlah ini sering dipakai sebagai petunjuk tentang luasnya kesempatan kerja sering dipicu sebagai permintaan tenaga kerja.

2. Pencari kerja (unemployed).

Penduduk yang menawarkan tenaga kerja tetapi belum berhasil memperoleh pekerjaan dianggap terus mencari pekerjaan. Maka dari iti mereka tidak bekerja semata – mata dikelompokkan sebagai penganggur tetapi lebih tepat dikatakan pencari kerja.

3. Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (Labor force Participation Rate). Pencantuman istilah asing ternyata pada saat ini masih diperlukan untuk menghindari keracuan dalam dalam menggunakan istililah yang hakekatnya menunjukkan pada hal yang sama. Istilah lain yang juga dipakai adalah angka partisipasi angkatan kerja. Akan tetapi yang umum


(23)

dipakai dan paling tepat adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Seringkali untuk analisis penawaran tenaga kerja digunakan TPAK dan bukan angkatan kerja secara absolut.

4. Profil angkatan kerja.

Untuk memudahkan pembahasan penawaran tenaga kerja atau (TPAK) biasanya perlu disiarkan dengan tolak ukur tertentu. (Sumarsono,2003 :7)

2.2.1.1. Pengertian Angkatan Kerja

Istilah angkatan kerja di sini sama dengan penduduk yang aktif secara ekonomis. Angkatan kerja adalah terdiri dari mereka yang bekerja dan pengangguran yang sedang mencari pekerjaan. Dalam memberikan pengertian mengenai bekerja dan menganggur ini tiap negara juga memberikan pengertian berbeda. Dari sensus penduduk 1980, orang yang bekerja terdiri dari :

a. Orang yang bekerja dengan maksud memperoleh penghasilan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu sebelum pencacahan tapi mereka adalah : 1. Pekerja tetap pada instansi pemerintah atau swasta yang sedang tidak

masuk kerja karena cuti, sakit, mogok atau mangkir.

2. Para petani yang mengusahakan tanah pertanian tapi mereka sedang tidak bekerja karena menunggu panen atau menunggu hujan untuk mengharap sawahnya.

3. Orang yang bekerja di bidang keahlian seperti dokter, konsultan dan lain-lain.


(24)

b. Orang yang bekerja selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam.

Menurut Suroto (1992 : 28), angkatan kerja adalah sebagai bagian dari jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai pekerjaan, angkatan kerja dibedakan menjadi :

1. Pekerjaan : Orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang bekerja serta orang yang mempunyai pekerjaan umum sementara waktu sedang tidak bekerja, misalnya sedang cuti.

2. Penganggur : Orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan masih atau sedang mencari pekerjaan.

Berdasarkan sebab-sebabnya pengangguran dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu :

1. Pengangguran Friksional : Pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang tersedia.

2. Pengangguran Struktural : Pengangguran yang terjadi karena adanya perubahan dalam struktur perekonomian sehingga tenaga kerja yang diperlukan secara komulatif juga mengalami perubahan.

3. Pengangguran Musiman : Pengangguran yang terjadi karena pergantian musim

4. Penanggulangan Siklus : Pengangguran yang terjadi karena naik turunnya kehidupan ekonomi masyarakat.


(25)

Berdasarkan prakteknya, pengangguran terdiri atas tiga jenis, yaitu : a. Pengangguran Penuh

Adalah pengangguran yang benar-benar tidak dalam belum memiliki pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan

b. Setengah Pengangguran atau penganggur tak kentara

Adalah orang yang bekerja tetapi tenaganya tidak proporsional dengan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan.

c. Pengangguran yang tidak menganggur

Adalah orang yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan atau keahliannya

(Simanjutak, 1998 : 10)

Definisi yang lain menyatakan bahwa angka kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan. (Dumairy, 1997 : 74).

Sedangkan mereka yang tergolong bukan angkatan kerja adalah mereka yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan. Jadi kelompok ini merupakan bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat, tidak berusaha terlibat dalam kegiatan produktif, yaitu memproduksi barang dan jasa terdiri dari golongan yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan golongan penerima pendapatan.


(26)

Tiga golongan terakhir yang merupakan kelompok bukan angkatan walaupun dalam keadaan tidak bekerja namun mereka dianggap secara fisik dan sewaktu-waktu masuk ke pasar kerja.

Dengan demikian yang dinamakan angkatan kerja adalah mereka yang aktif dalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa serta mereka yang siap bekerja dan sedang berusaha mencari pekerjaan (pencari pekerjaan atau pengangguran). (Anonim, 2003 :7).

Secara sistematis, uraian kerangka komponen penduduk dan tenaga kerja ditunjukkan melalui bagan dalam gambar 1 dibawah ini :


(27)

Gambar 1 : Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja

Sumber : Simanjutntak J. Payaman., 1998, Pengantar Sumber Daya Manusia.

LPFEUI, Jakarta hal 15 Keterangan :

1. Penduduk adalah mereka baik manusia atau binatang yang hidup dalam kelompok atau koloni yang menempati suatu wilayah tertentu serta bersosialisasi.

Penduduk

Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja

Angkatan Kerja Bukan angkatan Kerja

Menganggur Bekerja Sekolah Mengurus Rumah tangga Penerima Pendapatan

Bekerja penuh Setengah Menganggur

Kentara Tidak Kentara

Produktivitas Rendah

Penghasilan Rendah


(28)

2. Tenaga kerja adalah mereka yang berumur antara 10 sampai 55 tahun, mereka siap menciptakan barang dan jasa untuk keperluan konsumen atau masyarakat.

3. Bukan tenaga kerja adalah mereka yang berumur 0,1 tahun sampai 0,9 tahun dan 55 tahun ke tas.

4. Angkatan kerja adalah mereka yang berumur antara 10 sampai 55 tahun. Mereka sanggup menciptakan barang-barang dan jasa guna keperluan masyarakat atau konsumen.

5. Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 sampai 55 tahun. Mereka sanggup menciptakan barang-barang dan jasa guna keperluan masyarakat atau konsumen tetapi mereka karena suatu hal maka tidak mau melaksanakannya.

6. Sekolah adalah mereka yang berumur 10 sampai 55 tahun . mereka sanggup menciptakan barang dan jasa tetapi karena sesuatu hal (kuliah) maka mereka tidak mau melaksanakannya.

7. Mengurus rumah tangga adalah mereka yang berumur 10 sampai 55 tahun. Mereka sanggup menciptakan barang dan jasa karena sesuatu hal (mengurus rumah tangga) sebagai istri.

8. Penerima pendapatan adalah mereka yang sanggup menciptakan barang dan jasa guna keperluan masyarakat atau konsumen karena sesuatu (cacat fisik dan mental).

9. Menganggur adalah mereka yang berumur 10 sampai 55 tahun dan mereka sanggup menciptakan barang dan jasa guna kepentingan konsumen, mereka


(29)

sudah berusaha melamar pekerjaan tetapi sampai detik ini belum ada yang menerima untuk bekerja.

10. Bekerja adalah mereka yang berumur 10 sampai 55 tahun. Mereka sanggup menciptakan barang dan jasa guna kepentingan masyarakat atau konsumen, mereka sudah mendapatkan pekerjaan yang layak.

11. Setengah pengangguran adalah mereka yang berumur 10 sampai 55 tahun. Mereka sanggup menciptakan barang dan jasa guna kepentingan masyarakat atau konsumen mereka bekerja tidak sesuai dengan peraturan pemerintah (satu minggu sama dengan 40 jam).

12. Bekerja penuh adalah mereka yang berumur 10 sampai 55 tahun. Mereka sanggup menciptakan barang dan jasa guna kepentingan masyarakat atau konsumen, mereka bekerja sesuai dengan peraturan pemerintah (satu minggu sama dengan 40 jam)

13. Pengangguran kentara (jam kerja sedikit) adalah mereka yang bekerja tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah tetapi jam kerjanya sedikit.

14. Pengangguran tidak kentara adalah mereka yang bekerja tetapi tidak menghasilkan

15. Produktivitas rendah adalah mereka yang berumur 10 sampai 55 tahun. Mereka sanggup menciptakan barang dan jas guna kepentingan masyarakat atau konsumen, mereka mempunyai kemampuan yang terendah untuk menciptakan barang dan jasa.


(30)

16. Penghasilan rendah adalah mereka yang berumur 10 sampai 55 tahun. Mereka sanggup menciptakan barang dan jasa guna kepentingan masyarakat atau konsumen, mereka produktivitas rendah maka penghasilan juga rendah.

2.2.1.2. Pengertian Lapangan Pekerjaan (Usaha)

Yang dimaksud dengan lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan dari usaha atau perusahaan atau instansi dimana seseorang bekerja atau pernah bekerja. Lapangan pekerjaan atau usaha ini dibagi dalam 10 golongan, yaitu : 1. Pertanian, perburuhan, kehutanan dan perikanan.

2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan

4. Listrik, Gas dan Air 5. Bangunan

6. Perdagangan, eceran, rumah tangga. 7. Angkutan, penyimpanan dan komunikasi

8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan. 9. Jasa-jasa kemasyarakatan, sosial dan pribadi

10. Kegiatan yang tidak / belum jelas (Kusumosuwidho, 1994 : 201)


(31)

2.2.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2.2.3.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah seluruh nilai produksi yang ditimbulkanoleh berbagai sektor atau lapangan usaha,yang melakukan kegiatan usahanya yangdisuatu daerah (region) tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. (Anonim, 1995:2)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami peningkatan cenderung akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang akan diserap apabila upah tenaga kerja tinggi maka hal ini tidak langsung akan menaikkan pendaptan perkapita masyarakat, sehingga masyarakat akan mampu membayar pajak daerah, dan hal itu akan menambah Penadapata Asli Daerah (PAD). (Mankiw, 2000:19)

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang atau jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah pada satu tahun.

2.2.3.2. Pembagian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

a. Menurut Dumairy (1996:38) Produk Domestik Regional Bruto ditinjau dari segi pendekatan (Approach) sebagai berikut:


(32)

1. Dari segi produksi

Produksi Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi didalam suatu daerah/region dalam jang waktu tertentu (biasanya satu tahun). 2. Dari segi pendapatan

Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu daerah dalam jangka waktu satu tahun.

3. Dari segi pengeluaran

Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor nettodidalam suatu daerah bdalam jangka waktu setahun. b. Produksi Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku adalah jumlah

nilai produk atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan.

c. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan suatu tahun tertentu adalah jumlah nilai produk atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap suatu tahun tertentu tersebut.

d. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar merupakan nilai tambah bruto dari lapangan usaha, termasuk didalamnya balas jasa faktor produksi (upah dan gaji, surplus usaha) dan pajak tak langsung netto.


(33)

2.2.4 Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas mengandung pengertian filosofis, definisi kerja, dan teknik operasional. Secara filosofi, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Untuk definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) dalam suatu proses produksi. Perbandingan tersebut dapat dinyatakan dalam satuan fisik maupun dalam nilai suatu mata uang, yang dipergunakan per satuan waktu.

Beberapa pengertian tentang produktivitas yang pernah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah:

1. Webster, mengartikan produktivitas sebagai suatu tingkat keefektifan dari manajemen industri di dalam penggunaan fasilitas-fasilitas untuk produksi dan keefektifan dari penggunaan tenaga kerja dan peralatan.

2. I.L.O, produktivitas sebagai tolok ukur untuk pengukuran tentang seberapa baik sumber daya dipergunakan bersama dalam organisasi untuk menyelesaikan suatu kumpulan keluaran.

3. Dewan Produktivitas Nasional Indonesia, produktivitas adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan sumber daya yang dipergunakan secara keseluruhan.

Dengan kata lain produktivitas tenaga kerja adalah kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan barang produksi dan diukur oleh output dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar, atau nilai tambah dibagi dengan jumlah tenaga kerja


(34)

yang dibayar, atau nilai tambah dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar. (Subri, 2003: 39).

Produktivitas tenaga kerja dapat dirumuskan seperti berikut ini :

Produktivitas tenaga kerja =

digunakan yang

masukan Jumlah

keluaran hasil

Jumlah

Sedangkan produktivitas dalam pengertian teknis operasional mengandung makna peningkatan produktivitas yang dapat terwujud dalam empat bentuk yaitu: 1. Jumlah produksi yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumber daya

yang lebih sedikit.

2. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang relatif lebih kecil.

3. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang lebih kecil.

4. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumber daya yang relatif lebih kecil. (Simanjuntak, 2001: 30).

Produktivitas menurut Rosyidi (1994: 59) adalah besarnya hasil produksi yang dapat dihasilkan oleh setiap satuan input. Dan produktivitas sendiri dapat digunakan untuk melihat kapasitas produktif sesuatu sumber produktif tertentu. Sedangkan menurut Terry (1996), produktivitas secara umum dapat diartikan sebagai perbandingan antara apa yang dihasilkan dengan apa yang dimasukkan. Pada hakekatnya produktivitas itu adalah pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan artinya bahwa keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dengan mutu di kehidupan mendatang harus lebih baik lagi dari hari ini.


(35)

Produktivitas tidak sama dengan produksi, walaupun kedua hal tersebut masih ada kaitannya. Produksi merupakan bagian dari usaha produktivitas. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas suatu organisasi (perusahaan). Faktor-faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, lepas dari yang lain. Pentingnya produktivitas masing-masing sumber (tenaga kerja, modal, peralatan dan lainnya) bergantung pada jenis perusahaan dan bahkan mungkin juga negara yang bersangkutan.

Beberapa keuntungan dari produktivitas yang tinggi, yang telah dirumuskan oleh para ahli. Diantaranya, bahwa produktivitas yang tinggi akan membuka kesempatan untuk menaikkan tingkat hidup melalui:

a. Menyediakan barang-barang kebutuhan primer dan barang-barang modal yang bermutu dengan biaya dan harga yang lebih rendah.

b. Pendapatan nyata yang lebih tinggi.

c. Perbaikan kondisi kerja dan kondisi hidup, termasuk jam kerja yang diperpendek, tanpa mengurangi hasil produksi.

d. Menambah kuatnya landasan ekonomi bagi kesejahteraan manusia.

Menurut Simanjuntak (1997) dengan pendekatan sistem, faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dapat digolongkan pada tiga kelompok yaitu:

1. Yang menyangkut kualitas dan kemampuan fisik karyawan. 2. Sarana pendukung.

3. Supra sarana

Gambar 2.6: Peningkatan Produktivitas Karyawan Perusahaan

SUPRA SARANA

- Kebijakan pemerintah - Hubungan Industrial - Manajemen


(36)

(37)

Apabila kita berbicara mengenai masalah tenaga kerja produktivitas merupakan ukuran prestasi tenaga kerja atau produktivitas tenaga kerja manusia. Produktivitas menyangkut beberapa aspek yang luas yaitu:

Secara umum, produktivitas juga merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masuk dan efektivitas pencapaian sasaran. Maka dari itu disini akan dijelaskan tentang kegunaan produktivitas yaitu:

1. Produktivitas sebagai hasil bagi (ratio) keluaran (out put) dengan masuk (input).

Disebutkan bahwa produktivitas adalah suatu ukuran sejauhmana sumber-sumber daya yang digabungkan dan dipergunakan dengan baik dapat mewujudkan hasil-hasil tertentu yang diinginkan. Jadi dengan kata lain produktivitas adalah suatu ukuran mengenai apa yang diperoleh dari apa yang diberikan yang dimaksud dengan “output” meliputi volume dan kualitas, sedangkan “input” meliputi bahan dan energi, tenaga kerja, dan peralatan modal.

2. Produktivitas sebagai hasil dari penjualan (summing-up) efektifitas dan efisiensi.

Bettignies, menjelaskan produktivitas dalam persamaan yang lainnya tapi masih tetap sederhana yaitu:

Produktivitas = efektifitas + efisiensi

Yang dimaksud dengan efektifitas itu sendiri adalah sejauh mana kita mencapai suatu sasaran (how far we achieve the goal), sedangkan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur berbagai sumber daya dan dikombinasikan


(38)

atau bagaimana kerja tersebut dilakukan secara benar atau tepat (How do we

mix various resources properly), jadi dapat disimpulkan bahwa produktivitas

adalah seberapa baik berbagai sumber daya (masukan-masukan) itu kita olah bersama-sama dan kita gunakan untuk mencapai suatu tingkat hasil ataupun sasaran yang diinginkan.

3. Produktivitas sebagai fungsi dari efektivitas dan efisiensi

efektivitas dan efisiensi yang tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi (lebih produktif). Efisiensi dan efektivitas yang rendah mungkin telah terjadi kesalahan dalam pengurusan manajemen suatu perusahaan (mis: management). Apabila efektivitas tinggi tetapi efisiensi rendah, maka akan terjadi pemborosan (high cost). Dan sebaliknya apabila efisiensi tinggi tetapi efektivitas rendah, maka tidak akan pernah tercapai sasaran yang diinginkan perusahaan, yaitu sasaran yang pernah dicapai lebih rendah dari target.

2.2.4.1. Hubungan antara produktivitas terhadap penyerapan tenaga kerja

Dalam dunia bisnis, perbaikan produktivitas dapat menjadikan pelayanan terhadap para pelanggan bisa lebih responsif, meningkatkan cash flow. Memperluas pengembangan asset dan memperbesar keuntungan. Dan yang paling terakhir memungkinkan pengivestasian modal untuk perluasan kapasitas dan penciptaan lapangan kerja. Perbaikan produktivitas memungkinkan suatu badan usaha menjadi lebih kompetitif baik di dalam maupun di luar negeri. Produktivitas tenaga kerja merupakan perbandingan antara hasil yang

dicapai (keluarga) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu. Apabila produktivitas kerja meningkat maka


(39)

akan menambah nilai produksi dan tingkat efisiensi dalam penggunaan input sehingga produksi juga akan meningkat, ini menyebabkan bertambahnya keuntungan yang diperoleh pengusaha, dengan bertambahnya keuntungan yang diperoleh pengusaha, dengan bertambahnya keuntungan tersebut memungkinkan pengusaha untuk menambah tenaga kerja.

2.2.5 Pengertian Umum Industri

Menurut Sumodisastro (1985: 1) adapun industri adalah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang membuat barang dan atau yang mengerjakan sesuatu barang atau bahan untuk masyarakat di suatu tempat.

Selanjutnya (menurut definisi di atas) apabila seseorang sekalipun seorang diri dalam ruangan rumahnya melinting rokok dengan tujuan untuk tidak dipakai sendiri melainkan untuk dijual, demikian dengan seorang pembatik lain yang bertujuan menjual hasil jadinya dengan harapan memperoleh jasa (keuntungan) dari hasil karyanya, adalah termasuk dalam kualifikasi menjalankan industri.

2.2.5.1. Hubungan Industri Makanan dan Minuman Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Andil industri makanan dan minuman dalam memberikan lapangan pekerjaan dapat dikatakan sangatlah besar. Mulai dari industri kecil dan rumah tangga, industri menengah, besar nasional sampai multi nasional company memberikan kontribusi yang cukup dalam menyerap tenaga kerja maupun pendapatan pajak pemerintah.


(40)

Dalam rantai produksi, industri pangan melibatkan banyak tenaga kerja. Sejak pre-industri (budidaya/perternakan/industri bahan baku), proses produksi sampai distribusi atau perdagangan diperkirakan menyerap 3 juta orang. Menurut data badan pusat statistik (BPS) 2002, teradapat sekitar 2,6 juta tenaga kerja di sektor industri makanan dan minuman. Industri makanan dan minuman hampir semua bahan bakunya adalah produk pertanian yang juga melibatkan petani dalam negeri. Dari penjelasan di atas dapat diketahui, begitu penting industri makanan dan minuman di Indonesia karena memberi kontribusi positif terhadap penyedia lapangan pekerjaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

2.2.6 Tingkat Inflasi 2.2.6.1 Pengertian inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Adapun pengertian dari itu sendiri adalah suatu keadaan yang mengindentifikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000: 5).

Menurut Boediono (1996: 161)inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menarik secara umum dan terus-menerus.

Pengertian inflasi menurut Gunawan 91991: 3) mencakup tiga aspek yaitu: 1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkatkan, yang berarti


(41)

bidang dengan sebelumnya, tapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

2. Peningkatan tersebut berlangsung terus-menerus, yang berarti bukan terjadi pada suatu wilayah saja, yakni akibatnya adalah kenaikkan harga bahan bakar minyak pada awal tahun.

3. Mencakup pengertian tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada suatu komoditi atau beberapa komoditi saja. Jadi inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga

secara tajam yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tujuan pula sebanding dengan kenaikan harga tersebut.


(42)

2.2.6.2 Macam – macam inflasi

Inflasi dibedakan menjadi berbagai jenis berdasarkan keadaan yang terjadi saat inflasi tersebut berlangsung, yaitu:

1. Berdasarkan bobot inflasi:

a. Inflasi ringan disebut juga creeping inflation. Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada posisi satu digit atau dibawah 10% pertahun.

b. Inflasi sedang

Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada di antara 10 – 30 % per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengecam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

c. Inflasi berat

Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30 – 100% per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai oleh negara.

d. Inflasi sangat berat

Inflasi sangat berat yang juga disebut hyper inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per tahun. (Khalwaty, 2000:34-35). 2. Berdasarkan sebabnya:

a. Demand Pull Inflation

Demand pull inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan agresif selain dapat menaikkan harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka


(43)

kenaikan permintaan tidak lagi mendorong output (produksi) tetapi hanya mendorong kenaikan harga saja.

b. Cosh Push Inflation

Pada kondisi cosh push inflation tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Ini terjadi karena adanya perbandingan dengan tingkat permintaan. Ini terjadi karena adanya kenaikan harga faktor produksi, sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran total terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung lama, maka terjadilah inflasi.

3. Berdasarkan Asalnya:

a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic Inflation)

Defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan semakin mahal.

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported Inflation)

Inflasi yang timbul karena adanya kenaikan harga-harga diluar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita. (Boediono, 1996: 164).

2.2.6.3. Dampak Inflasi

Dampak dari inflasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Equity Efect

Equity Effect adalah inflasi terhadap pendapatn. Dampak inflasi terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang mengalami kerugian terutama


(44)

mereka yang berpenghasilan tetap dan ada pula kelompok yang mengalami keuntungan dengan adanya inflasi.

2. Efficiency Effect

Inflasi selain berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat dan rumah tangga perusahaan karena lemahnya daya beli masyarakat, juga berpengaruh terhadap biaya produksi. Harga-harga faktor produksi akan terus meningkat, sehingga dapat mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi, perubahan tersebut dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagi macam barang yang selanjutnya mendorong perubahan pola alokasi faktor-faktor produksi barang-barang tersebut menjadi lebih efisien. (Khalwaty, 2000: 53 – 54).

2.2.6.4. Cara Mencegah Inflasi

Cara mencegah inflasi dapat dilakukan melalui beberapa kebijaksanaan, antara lain:

1. Kebijaksanaan Moneter

Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar. Uang giral sebagai salah satu komponen jumlah uang diatur oleh Bank Sentral melalui cadangan minimum yang dinaikkan agar jumlah uang yang menjadi lebih kecil, sehingga dapat menekan laju inflasi.

2. Kebijaksanaan Fiskal

Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi


(45)

harga. Kebijakan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.

3. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan output

Kenaikan jumlah output dapat dicapai dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk, sehingga impor barang cenderung meningkat, dengan demikian kenaikan output ini dapat memperkecil laju inflasi.

4. Kebijaksanaan penentuan harga dan indexing

Kebijaksanaan ini dilakukan dengan ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji atau upah (dengan demikian, gaji atau upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik, maka gaji atau upah juga naik. (Nipirin, 2003: 34 – 35).

2.2.6.5. Hubungan Inflasi dengan Tenaga Kerja

Analisis ortodoks tentang inflasi ini nampaknya cukup memberikan gambaran menyeluruh tentang sebab-sebab terjadinya inflasi dan pengaruhnya pada tingkat harga dan tingkat output, yang merupakan variabel ekonomi makro utama disamping tingkat pengangguran (unemployment) tetapi secara tidak langsung memperlihatkan hubungan antara inflasi dengan tingkat unemployment dalam perekonomian. A.W. Philips mencoba menerangkan adanya trade off antara inflasi dengan tingkat unemployment di dalam perekonomian lewat kurva yang sering disebut sebagai kurva Philips. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui kurva di bawah ini.


(46)

Gambar 2.7: Kurva Phlips Laju inflasi (%)

Kurva Philips menggambarkan tingkat unemployment pada sumbu horizontal dan laju inflasi pada sumbu vertikal, serta mempunyai bentuk downward sloping. Nampak adanya trade off antara laju inflasi dengan tingkat unemployment. Penekanan tingkat pengangguran dengan meningkatkan aggregate demand akan dapat menyebabkan naiknya laju inflasi dan sebaliknya.

U2

U1

0 P1

P2

KP


(47)

Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini berbagai faktor yang diteliti di duga berpengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Timur yaitu Jumlah Industri, Pertumbuhan PDRB, Produktivitas tenaga Kerja, dan Tingkat Inflasi.

Penyerapan tenaga kerja ini memiliki peranan besar dalam perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari kelangsungan industri kecil atau yang tidak terganggu akibat krisis ekonomi, namun pengusaha atau industri kecil mengalami persoalan kritis dari permodalannya yang sangat terbatas. Jika penyerapan tenaga kerja hendak ditingkatkan secara lebih baik maka pemberian sistem diperlukan sehingga kegiatan dari industri kecil dapat bersaing dengan industri besar.

Apabila jumlah industri (X1) mengalami kenaikan maka lapangan kerja akan mengalami peningkatan juga, karena yang semula pemilik usaha sulit mengembangkan usahanya karena rendahnya modal usaha dan dengan adanya peningkatan jumlah industri maka akan meningkatkan hasil penyerapan tenaga kerja.

PDRB (X2) merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Karena apabila PDRB merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit industri. Jadi, apabila PDRB meningkat maka daya beli akan meningkat dan penyerapan tenaga kerja mengalami penignkatan.

Produktivitas tenaga kerja (X3) merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang


(48)

digunakan persatuan waktu. Apabila produktivitas kerja meningkat maka akan menambah nilai produksi dan tingkat efisiensi dalam penggunaan input sehingga hasil produksi juga akan meningkat, ini menyebabkan bertambahnya keuntungan perusahaan (tanpa mengurangi nilai hasil produksi dari sisi kualitas dan kuantitas maka hasil produksi semakin baik dan menguntungkan), dengan bertambahnya keuntungan tersebut memungkinkan pengusaha akan menambah tenaga kerja.

Inflasi sebagai variabel (X4) merupakan kenaikan harga barang-barang secara umum dalam satu periode dan cenderung berlangsung secara terus menerus. Jika inflasi mengalami penurunan, maka permintaan barang dipasar akan meningkat, sehingga secara tidak langsung perusahaan atau industri akan meningkatkan produksinya.


(49)

2.4. Paradigma

2.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih belum teruji kebenarannya berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hipotesis akan ditolak jika memang salah satu akan diterima jika fakta-faktanya benar.

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka,hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Simultan : bahwa ada pengaruh antara variabel Jumlah Industri, Pertumbuhan PDRB, Produktivitas Tenga Kerja, dan Tingkat Inflasi terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman di Surabaya, secara simultan.

Produktivitas Tenaga Kerja (X3)

Inflasi (X4)

Keuntungan Perusahaan Makanan dan

Minuman Produksi Tenaga Kerja Yang Terserap (Y) Jumlah Industri Makanan dan minuman

(X1)

Permintaan Tenaga Kerja Daya Beli Masyarakat Tingkat Pertumbuhan PDRB (X2)


(50)

2. Secara Parsial : ada pengaruh antara variabel Jumlah Industri, Pertumbuhan PDRB, Produktivitas Tenga Kerja, dan Tingkat Inflasi terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman di Surabaya, secara parsial.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

Yang dimaksud dengan definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara operasional berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman-pengalaman empiris.

Sebagian definisi operasioanal dan pengkuran variabel yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain terdiri dari :

a. Variabel Terikat / Tidak Bebas

Penyerapan Tenaga Kerja adalah ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada di perusahaan, pengukurannya dalam satuan jiwa.

b. Variabel Bebas

1. Jumlah Industri Kecil (X1)

Jumlah Industri Kecil adalah Jumlah perusahaan yang mempnyai struktur organisasi sederhana,tenaga kerja minim sekali dan modal lebih kecil disbanding industri menengah dan besar di Jawa Timur. Jumlah Industri Kecil ini merupakan variabel bebas X1 dan pengukuran variabel dalam satuan unit.


(52)

Adalah pertumbuhan yang dihitung berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto kota Surabaya yang dihitung berdasarkan harga konstan, dinyatakan dalam persen (%).

3. Produktivitas Tenaga Kerja (X3)

Adalah kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan barang produksi dan diukur oleh output dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar, atau nilai tambah dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar, dinyatakan dalam ribuan rupiah.

4. Tingkat Inflasi (X4)

Adalah proses kenaikan harga-harga barang secara terus-menerus dalam satu periode (satu tahun) di kota Surabaya. Variable ini dinyatakan dalam prosentase (%).

3.2 Teknik Penentuan Sampel

Sampel yang digunakan untuk diamati dalam penelitian ini mencakup Jawa Timur dalam kaitannya dengan penelitian ini. Dari sampel yang diambil secara time series yaitu data setahun tentang jumlah penyerapan tenaga kerja dan jumlah industri kecil, dalam jangka waktu lima belas tahun yaitu tahun 1992-2006.

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data


(53)

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang tidak diambil secara langsung dari lapangan, melainkan data yang diperoleh dengan mengambil data-data laporan, catatan-catatan yang berhubungan langsung dengan masalah yang dibahas, pada kantor-kantor Dinas atau Instansi yang terkait didalamnya.

3.3.2. Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi yaitu:

a. Badan Pusat Stastitik Kota Surabaya.

b. Dinas Perindustri dan Perdagangan Surabaya.

3.3.3. Pengumpulan Data

Cara dilakukan untuk pengumpulan data adalah sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan

Yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur-literatur yang berkaitan serta menunjang, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung dalm penulisan penelitian ini.


(54)

Yaitu dengan cara penelitian secara langsung untuk mengumpulankan keterangan berupa hasil wawancara dari pihak-pihak yang dapat membantu dalam penyelesaian penulisan penelitian ini.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis

Sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan,maka kaitan antar variabel penelitian dapat digambarkan secara spesifik dalam analisis regresi linier berganda dengan persamaan sebagai berikut:

Y = 0+11i+22i+33i+44i+i ………..(Sudjana,1999:380) Di mana:

Y = Penyerapan Tenaga Kerja X1 = Jumlah Industri

X2 = Pertumbuhan PDRB

X3 = Produktivitas Tenaga Kerja X4 = Tingkat Inflasi

0 = Konstanta 1-4 = Koefisien regresi  = Variabel penganggu

i = 1,2,3,4 …,n : pengamatan ke i sampai ke n


(55)

Uji hipotesis yang akan dilakukan adalah secara simultan maupun secara parsial,yang masing-masing uji dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas 1 dan 2 terhadap Y baik secara simultan maupun secara parsial.

1. Uji Simultan (Fhitung)

Uji F, yaitu untuk menguji pengaruh variabel bebas ( X ) secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen ( Y ) dengan prosedur sebagai berikut :

a.Fhitung dapat dicari dengan rumus :

R² (k-1)

Fhit = —————— ………(Sudrajat,1988:124) 1-R²) / (n-k)

Tingkat signifikasi

Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikasi 0,05 - 5% dengan derajat bebas (n-k) (k-1),di mana n jumlah sampel dan k = jumlah variabel.

b. Kriteria hipotesis

H0 : 1 = 2 = 3 =4 = 0,1,2,3,4 tidak berpengaruh terhadap Y H1 : 3 4  0,,3,4 berpengaruh terhadap Y


(56)

Kaidah pengujian :

1. Apabila F hitung > F table, maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya secara simultan variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

2. Apabila F hitung < F table, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya secara simultan variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

2. Uji Partial (thituhg)

Uji t digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian pengaruh parsial variabel bebas terhadap variabel terikat,dengan prosedur sebagai berikut :

a. Nilai thitung dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: β1

t hitung = ———— ……….( Sudrajat, 1988, 122 ) Se(β1)

Derajat kebebasan sebesar n – k – 1 Dimana :

β1 = Koefisien regresi setiap variabel bebas Se = Standart error

Daerah Penerimaan H0


(57)

n = Jumlah sampel k = Parameter regresi Tingkat signifikan

Dalam peneltian ini menggunakan tingkat signifikansi 5%= 0,05 .Derajat kebebasan sebesar n – k – 1 ,di mana n = jumlah sampel dan k = jumlah variabel bebas.

b. Kriteria hipotesis

H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = 0,1,2,3,4 tidak berpengaruh terhadap Y

H1 : 1 2 3  4  0,1,2,3,4 berpengaruh terhadap Y Gambar 4 : Daerah kritis Ho melalui kurva distribusi t

Ho diterima jika –t tabel  t hitung  t tabel

Ho ditolak jika t hitung  t tabel dan t hitung  t table Dengan kriteria :

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho

Daerah Penolakan Ho


(58)

1. Apabila t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, berarti secara parsial ada pengaruh nyata variabel bebas terhadap variabel terikat.

2. Apabila t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, berarti secara parsial tidak ada pengaruh nyata variabel bebas terhadap variabel terikat.

3. Kriteria asumsi klasik BLUE

Regresi linier berganda dengan persamaan:

Y = 0 + 11i + 22i + 33i + 44i + i ..(Sudjana,1999:380)

Persamaan regresi tersebut harus bersifat BLUE (Best Linier

Unbiased Estimator),artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan

uji t tidak boleh bias.

Sifat BLUE dapat dijelaskan sebagai berikut :

Best = Perhitungan sifat ini bila ditetapkan dalam uji signifikan baku terhadap α dan β.

Linier = Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penafsiran.

Unbiased =Bila jumlah sampel sangat besar penafsiran parameter diperoleh dari sampel besar kira-kira lebih mendekati parameter sebenarnya.


(59)

Untuk mengetahui apakah model analisis tersebut cukup layak digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sampai sejauh mana variabel bebas menjelaskan variabel terikat, maka perlu diketahui nilai R² ( koefisien determinasi ) dengan menggunakan rumus : R² = JK regresi ...( Sudrajat, 1988 ; 120 )

JK total Dimana :

R² = Koefisien determinasi JK = Jumlah kuadrat

JK regresi = b1 Sy1 X1i + b2 Sy2 Y2i …..+ bm JK total = Y1² atau ( ∑Y )²

n

b1 ∑Y1 X1 + b2 ∑Y1 X2 + b3 ∑Y1 X3 R² = ______________________________ ∑Y1²

Keterangan :

Karakteristik utama R² adalah tidak mempunyai nilai negative, tidak berkisar antara 0 dan 1 R² ≤ 1.

Untuk menghasilkan pengambilan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier berganda,yaitu:

1. Tidak ada multikolinieritas 2. Tidak ada autokorelasi


(60)

3. Tidak boleh ada heterokedastisitas

Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar,maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE,sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing asumsi dasar dari BLUE,yaitu sebagai berikut

a. Autokorelasi,didefinisikan sebagai korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (time seriees) atau data yang diambil pada waktu tertentu (cross section).

Jadi dalam model regresi linier berganda diasumsikan tidak terdapat gejala autokorelasi.Artinya nilai residual (Y observasi Y prediksi) pada waktu ke t (et) tidak boleh ada hubungan dengan nilai residual periode sebelumnya (et-1).Identifikasi ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat di tes dengan menghitung nilai Durbin watson (d-tes) dengan persamaan:

ⁿt=2 (et-et-1)²

d = ───────── ⁿ t-1 (et)²

Keterangan:

d = Nilai Durbin Watson

et = Residual pada waktu ke-t

et-1 = Residual pada waktu ke t-1 (atau periode sebelumnya) n = banyaknya data


(61)

Gambar 5 : Kurva Statistik Durbin Watson

Daerah Daerah Daerah Daerah

Kritis Ketidak- Terima Ho Ketidak- Kritis pastian pastian

Tolak Tidak ada Tolak Ho autokorelasi Ho

0 dL dU 2 (4-dU) (4-dL) d

b. Multikolinieritas,artinya antara independent yang satu dengan yang lain dalam model regresi tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna.

Diagnosis atau dugaan secara sederhana terhadap adanya multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:

1) Koefisien determinasi berganda (r square) tinggi 2) Koefisen korelasi sederhana tinggi

3) Nilai Fhitung tinggi (signifikan) 4) Sebagian besar

5) Atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak signifikan (Algifari,1995)

Dari diagnosis atau dugaan adanya multikolinieritas tersebut maka perlu adanya pembuktian atau secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinieritas yang dilakukan dengan cara menghitung Variance


(62)

VIF menyatakan tingkat pembengkakan variance,apabila VIF lebih besar dari 10 ini berarti terdapat multikolinieritas pada persamaan linier (Cyer,1994:681).Pembuktian dengan menghitung VIF ini tidak dapat diketahui dengan variabel bebas yang mana korelasi tersebut terjadi.Sehingga dalam menganalisis ada tidaknya multikolinieritas peneliti juga akan membahas dengan korelasi matrik,yaitu mengkorelasikan satu persatu antar variabel bebas.Adapun hasil yang diperoleh setelah dianalisis VIF adalah dibawah 10 sehingga persamaan di atas tidak terjadi multikolinieritas.

c. Heterokedastisitas,dalam analisis regresi untuk mendapatkan hasil yang baik salah satu yang harus dipenuhi adalah hogenitas varians

yang ditimbulkan oleh koefisien pengganggu e.Untuk mendeteksi gejala heterokedastisitas dapat dibuat diagram pencar antara e² dengan Yi.Selain itu bisa diidentifikasi dengan cara menghitung Rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas :  di² 

rs = 1- 6     N(N²-1) 

Dimana : di = selisih ranking standart deviasi (s) dan ranking nilai mutlak error


(63)

Apabila koefisien korelasi Rank Spearman untuk seluruh variabel bebasa terhadap residual lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa dalam persamaan regresi terdapat heteroskedastisitas.


(64)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Letak Geografis Kota Surabaya

Nama kota Surabaya sangat terkenal bagi masyarakat Indonesia, sebagai kota pahlawan sekaligus kota kedua terbesar di Indonesia setelah ibukota Jakarta. Surabaya merupakan ibukota Jawa Timur yang merupakan daerah yang cukup maju perekonomiannya dan dinyatakan sebagai pintu gerbang Indonesia timur. Secara geografis dapat dicapai dengan mudah, terletak ± 600 mil sebelah timur Jakarta.

Secara umum wilayah Surabaya dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Secara administratif Jawa Timur terbagi menjadi 37 daerah tingkat II yang terdiri dari 38 kabupaten dan 8 kotamadya serta kota administratif, 604 kecamatan dan 117 perwakilan kecamatan, 8464 desa/kelurahan. Disamping itu terdapat pula 7 wilayah kerja pembantu gubernur, 139 wilayah kerja pembantu bupati dan 5 wilayah pembantu walikota.

Selanjutnya pemerintah daerah tingkat I dan pemerintah daerah tingkat II Jawa Timur dilengkapi dengan dinas-dinas daerah sebagai unsur pelaksanaan dibidang otonomi daerah, sekertariat wilayah/daerah sebagai unsur staff/pembantu pimpinan, sekertariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai unsur staff/pembantu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perangkat


(65)

pemerintah provinsi Jawa Timur juga dilengkapi dengan instansi-instansivertikal sebagai aparat dekonsentrasi yaitu kantor wilayah departemen dan kantor wilayah direktur jendral dan sebagainya.

4.1.2. Luas Wilayah

Luas wilayah Surabaya terdiri dari 46.428,57 km2 daratan, pantai utara Jawa Timur seluas 65.537 km2 dan pantai selatan serta zona ekonomi eksklusif seluas 442.560 km2. Dari angka yang dimiliki tersebut pendayagunaannya meliputi persawahan/tegalan sebesar 5%, hutan 25%, perikanan darat 2% dan selebihnya 13% untuk pemukiman/perkotaan.

Kabupaten Banyuwangi dengan luas wilayah 5.783 km2 merupakan daerah yang terluas di provinsi Jawa Timur, sedangkan kabupaten Sidoarjo dengan luas wilayah 634 km2 merupakan daerah yang terkecil. Kota Malang dengan ketinggian 445 m diatas permukaan laut merupakan kota yang tertinggi di provinsi Jawa Timur, sedangkan untuk daerah yang terendah yaitu dengan ketinggian 2 m diatas permukaan laut.

4.1.3. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Surabaya berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2000 sebesar 34.765.998 jiwa dengan rincian jumlah penduduk laki-laki sebesar 17.193.272 jiwa dan perempuan sebesar 17.572.726 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan hasil sensus penduduk pada tahun 1990 sebesar 33.844.002 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 15.909.293 jiwa


(66)

dan jumlah penduduk perempuan sebesar 16.578.451 jiwa atau mengalami kenaikan sebesar 2,7%.

Berdasarkan hasil regristasi penduduk Jawa Timur pada tahun 2001 jumlah penduduk Jawa Timur sebesar 35.042,91 juta jiwa dan pada tahun 2002 jumlah penduduk Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 34.978,52 juta jiwa atau dengan kata lain turun sebesar 0,18%. Kepadatan penduduk Jawa Timur pada tahun 2002 adalah 757 jiwa setiap 1km2.

4.1.4. Sumber Daya Alam

Sekitar 23% daerah Surabaya adalah daerah yang berfungsi untuk hidrologis karena mempunyai tingkat kemiringan lebih dari 40%. Hampir setiap tahun sebagian besar dari daerah Jawa Timur mengalami musim kering yang panjang. Ditinjau dari segi fisik daratan, Jawa Timur terdapat 3 karakteristik fisik, yaitu:

1. Jawa Timur bagian utara dan Pulau Madura adalah bagian daerah pegunungan kapur utara yang memiliki tanah relatif kurang subur. Daerah ini meliputi Bojonegoro, Tuban dan Madura.

2. Jawa Timur bagian tengah merupakan kawasan dengan tanah yang subur dan merupakan daerah yang cocok untuk pertanian lahan basah. Daerah ini meliputi kabupaten Ngawi sampai kabupaten Banyuwangi dengan dialiri sungai Madiun, Brantas dan Konto.

3. Jawa Timur bagian selatan adalah bagian daerah pegunungan kapur selatan dengan tanah yang relatif tandus. Daerah ini meliputi daerah pegunungan


(67)

yang melintas dari timur ke barat sepanjang pantai selatan Banyuwangi ke Magetan dan Pacitan.

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder dan data time series yang diambil dari tahun 1992-2006. data tersebut meliputi data penyerapan tenaga kerja (Y), Jumlah Perusahaan(X1), Tingkat Pertumbuhan PDRB (X2), Produktivitas Tenaga Kerja (X3), dan Tingkat Inflasi (X4). Sedangkan data selengkapnya tersaji dalam lampiran 1.

Tabel 1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri makanan dan minuman Di Surabaya Tahun 1992-2006 (Y) (dalam orang) Tahun Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri

Makanan dan Minuman Di Surabaya

Perkembangan (%)

1992 15.571 -

1993 22.799 46,41

1994 33.720 47,90

1995 36.456 8,38

1996 37.908 3,72

1997 46.380 22,34

1998 47.457 2,32

1999 47.824 0,77

2000 45.732 - 4,37

2001 44.022 - 3,73

2002 39.986 - 9,16

2003 14.077 - 64,79

2004 39.986 184,05

2005 15.192 - 62,23

2006 18.317 21,28

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur (diolah)

Berdasarkan tabel 1 di atas, jumlah tenaga kerja yang terserap pada lapangan kerja yang tersedia dari tahun 1992-2006 berfluktuasi. Perkembangan


(68)

penyerapan tenaga kerja pada lapangan kerja terbanyak terjadi pada tahun 2004 dengan perkembangan penyerapan sebesar 184,05 % atau mengalami peningkatan dari 14.077 orang menjadi 39.986 orang. Ini berarti jumlah tenaga kerja semakin banyak tertampung pada lapangan kerja yang tersedia atau jumlah pegangguran semakin sedikit. Dan perkembangan penyerapan tenaga kerja yang paling sedikit terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar -64,79 % atau mengalami penurunan dari 39.986 orang menjadi 14.077 orang. Hal ini dikarenakan jumlah perusahaan makanan dan minuman yang juga selalu berkembang mengikuti dengan jumlah tenaga kerja yang membutuhkan pekerjaan. Tetapi pada level perusahaan besar dan sedang jumlah pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah perusahaan besar tidak seperti pada indusri lainnya..

4.2.2. Perkembangan Jumlah Perusahaan Industri makanan dan Minuman Di Surabaya

Jumlah perusahaan yang ada di Surabaya memberikan peranan dan kontribusi yang penting bagi pertumbuhan ekonomi di Surabaya, karena dengan banyaknya kawasan-kawasan industri yang berorientasi pada tenaga kerja dan diharapkan nantinya akan dapat menyerap tenaga kerja dan dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Surabaya, sehingga dapat terciptanya tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Berdasarkan pada tabel 2, jumlah perusahaan industri makanan dan minuman di Surabaya dari tahun 1992-2006 berfluktuasi. Perkembangan jumlah perusahaan sebesar 31,96% atau mengalami peningkatan dari 122 unit menjadi 161 unit. Dan perkembangan jumlah perusahaan yang paling sedikit terjadi pada


(69)

tahun 2001 yaitu sebesar -15,87% atau mengalami penurunan dari 126 unit menjadi 106 unit. Hal ini dikarenakan nilai persentase perkembangan industri kecil tidak mengalami penurunan atau kenaikan yang terlalu mencolok hal ini disebabkan jumlah industri kecil didaerah-daerah dengan mengedepankan produk unggulan didaerah masing-masing di Surabaya juga ikut berkembang sejalan dengan jumlah tenaga kerja yang membutuhkan.

Perkembangan jumlah perusahaan industri makanan dan minuman di Surabaya selengkapnya tersaji pada tabel 2 yang di gambarkan dari tahun1992-2006, berikut ini :

Tabel 2. Perkembangan Jumlah Unit Usaha Industri Makanan dan Minuman Di Surabaya tahun 1992–2006 (dalam unit usaha)

Tahun Jumlah Unit Usaha Industri Makanan dan minuman (unit)

Perkembangan (%)

1992 143 -

1993 140 - 2,09

1994 135 - 3,57

1995 122 - 9,62

1996 122 0,00

1997 161 31,96

1998 146 - 9,31

1999 134 - 8,21

2000 126 - 5,97

2001 106 - 15,87

2002 114 - 7,54

2003 108 - 5,26

2004 114 5,56

2005 111 - 2,63

2006 118 6,30


(70)

4.2.3. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Di Surabaya

Produk Domestik regional Bruto (PDRB) sebagai salah satu indikator pembangunan regional, juga berfungsi sebagai tolak ukur dalam tingkat kemakmuran suatu daerah. Menurut definisinya Produk Domestik regional Bruto (PDRB) adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam jangka waktu satu tahun. Dengan semakin banyaknya kawasan perindustrian di Surabaya di harapkan akan dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat PDRB serta tingkat kemakmuran masyarakat yang ada di Surabaya melalui penyerapan tenaga kerja di sektor industri tersebut. Pertumbuhan Produk Domestik regional Bruto (PDRB) di Surabaya dari tahun 1992-2006, selengkapnya tersaji pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas

dasar Harga Konstan Di Surabaya Tahun 1992-2006 (dalam juta rupiah)

Tahun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Jutaan rupiah)

Perkembangan (%)

1992 3.126.827,90 -

1993 3.436.548,33 9,90 1994 11.974.999,76 248,46 1995 13.335.639,26 11,36 1996 14.855.897,48 11,39 1997 15.724.321,44 5,85 1998 12.897.079,61 - 17,98 1999 13.036.491,01 1,08 2000 13.455.465,85 3,22 2001 14.028.424,46 4,26 2002 50.812.060,00 262,20 2003 52.690.389,10 4,23 2004 56.020.541,83 5,78 2005 59.195.273,64 5,67 2006 63.678.350,00 7,57 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur (diolah)


(1)

4.3.4. Pembahasan

Berdasarkan hasil uji hipotesis secara simultan diperoleh hasil bahwa variabel Jumlah Industri,Pertumbuhan PDRB, Produktivitas tenaga Kerja, dan Tingkat Inflasi secara simultan berpengaruh nyata terhadap variabel Penyerapan Tenaga Kerja. Berkembangnya jumlah industri, Produktivitas Tenaga Kerja, dan Tingkat Inflasi dan ditunjang dengan kenaikan PDRB akan menyebabkan kondisi tenaga kerja banyak yang terserap kerja. Maka hendaknya penyerapan tenaga kerja hendaknya ditingkatkan lebih baik lagi dengan cara melindungi dan membantu perkembangan industri makanan dan minuman di Surabaya, salah satu caranya adalah pemerintah memberikan kredit modal kerja bagi industri dengan syarat yang ringan, sehingga kegiatan dari industri makanan dan minuman dapat bersaing dengan industri pengolahan lainnya.

Berdasarkan uji hipotesis secara parsial Jumlah Industri berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja. Hal ini berarti bahwa jika jumlah industri makanan dan minuman mengalami kenaikan maka lapangan kerja akan mengalami peningkatan juga, karena yang semula pemilik usaha sulit mengembangkan usahanya karena rendahnya modal usaha dan dengan adanya peningkatan jumlah industri kecil maka akan meningkatkan hasil penyerapan tenaga kerja.

Untuk variable Produktivitas Tenaga kerja secara parsial berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja. Hal ini berarti bahwa tingkat upah juga sangat membutuhkan dalam perkembangan usaha untuk menjalankan dan mengelola faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dengan


(2)

meningkatnya tingkat upah maka produktivitas dapat terus meningkat sehingga penyerapan tenaga kerja akan meningkat.

Untuk variable PDRB secara parsial berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja. Hal ini berarti bahwa PDRB merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Karena apabila PDRB merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit industri. Jadi, apabila PDRB meningkat maka daya beli akan meningkat dan penyerapan tenaga kerja mengalami penignkatan.

Untuk variable Tingakt Inflasi secara parsial berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja. Karena apabila terjadi penurunan inflasi maka produksi di perusahaan atau industri juga akan meningkat, dan dengan produksi yang meningkat diperlukan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi proses produksi di perusahaan atau industri makanan dan minuman di Surabaya. Dan sebaliknya apabila inflasi meningkat maka daya beli masyarakat akan menurun sehingga akan mempengaruhi permintaan produksi dan ini akan menghambat pertumbuhan industri atau perusahaan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan terhadap beberapa faktor yaitu Jumlah Industri Kecil (X1), Tingkat Upah (X2), PDRB (X3) dan Pencari Kerja (X4) sebagai variabel bebas dan Investasi di Jawa Timur sebagai variabel terikat, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Berdasarkan hasil uji hipotesis secara simultan diperoleh hasil Fhitung = 13.18 > Ftabel = 3,48 berarti variabel X1, X2, X3 dan X4 secara simultan berpengaruh nyata terhadap variabel Y. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat telah terbukti. b. Berdasarkan uji hipotesis secara parsial diperoleh thitung sebesar

-1.434 > ttabel sebesar -2,228 maka Ho ditolak dan Hi diterima, sehingga kesimpulannya secara parsial Jumlah Unit Usaha berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja.

c. Berdasarkan uji hipotesis secara parsial diperoleh thitung sebesar -1.283> ttabel sebesar -2,228 maka Ho ditolak dan Hi diterima, sehingga kesimpulannya secara parsial Pertumbuhan PDRB berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja.

d. Berdasarkan uji hipotesis secara parsial diperoleh thitung sebesar 3.042 > ttabel sebesar 2,228 maka Ho diterima dan Hi ditolak, sehingga kesimpulannya


(4)

secara parsial Produktivitas Tenaga Kerja berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja.

e. Pengujian secara parsial atau individu tingkat inflasi (X4) terhadap penyerapan tenaga kerja (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 0,313, t tabel = 2,228, maka Ho diterima dan Hi ditolak pada level signifikan 5 % secara parsial. Tingkat inflasi (X4) tidak berpengaruh secara nyata terhadap penyerapan tenaga kerja (Y). Hal ini disebabkan karena apabila tingkat inflasi meningkat maka harga-harga barang dan jasa juga akan naik maka secara otomatis harga barang baku produksi menjadi naik. Dengan naiknya inflasi maka daya beli masyarakat akan menurun.

f. Berdasarkan uji hipotesis secara parsial diperoleh thitung sebesar 2.334 > ttabel sebesar 2,228 maka Ho ditolak dan Hi diterima, sehingga kesimpulannya secara parsial Pencari Kerja berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja.

5.2. Saran

Berdasarkan analisis dan kesimpulan diatas dapat diajukan beberapa saran, antara lain :

1. Meningkatkan akses pengusaha kecil kepada modal dan kredit, memberikan penyuluhan dan alih teknologi dan membuka akses pemasaran.

2. Pemerintah hendaknya memelihara stabilitas politik dan kepastian hukum serta memangkas kenaikan komoditi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 1997, “Ekonomi Pemabangunan, Edisi Ke tiga, penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.

Boediono, 1983, Ekonomi Mikro, Edisi kedua, Penerbit BPFE, UGM, Yogyakarta.

, 1996, Ekonomi makro, Edisi Ke Tiga, Cetakan Ke – 9, Penerbit BPFE – UGM, Yogyakarta.

Dajan. Anto, 1986, Pengantar Metode Statistik, Jilid II, Penerbit PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Dumairy. M, 1997, Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta Gujarat. Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta. Kadariah, 1994, Teori Ekonomi Mikro, LPFE Universitas Indonesia, Jakarta.

Kuncoro. Mudrajat, 1997, Ekonomi Pembangunan, Penerbit Gadjamada, Yogyakarta. Rosyidi. Suherman, 2004, Pengantar Teori Ekonomi, Penerbit PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

---, 2005, Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Kepada Teori Mikro Dan

Makro, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rahardja. Prathama, 2000, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

---, 2004, Teori Ekonomi Makro, LPFE Universitas Indonesia, Jakarta.

Sudarsono, 1999, Pengantar Ekonomi Mikro, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjamada, Yogyakarta.


(6)

Sukirno. Sadono,1994, Pengantar Teori Mikro, Edisi kedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

---, 2002, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Penerbit PT Grafindo Persada, Jakarta.

Sumitro, 1977, Ekonomi Sumber Daya Alam, Penerbit Galia, Indonesia.

Simanjutak, 1990, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, LPFE Universitas Indonesia, Jakarta.

Sumarsono, 2005, Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia Dan Ketenagakerjaan, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sugiarto, 2002, Ekonomi Mikro, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Steiner dan Lipsey, Dkk, 1992, Pengantar Mikro Ekonomi, Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Willian. A. Mceachern, 2000, Ekonomi Makro, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. .