90 interaksi  dengan  guru  peneliti  juga  melihat  tidak ada  gelagat  penyelewengan
sikap  dalam  arti  siswa  dan  siswi  SMA  8  Yogyakarta  menjunjung  tata  karma dan nilai sopan santun yang dikembangkan oleh sekolah.
Selain  kebiasaan  yang  dilakukan  oleh  warga  SMA  Negeri  8 Yogyakarta dalam hal sopan santun ada lagi yaitu berbicara dengan berbahasa
Inggris.  Peneliti  merasakan  adanya  ciri  khas  SMA  Negeri  8  Yogyakarta  dari adanya pembudayaan  cara  bertutur  kata.  Hal  ini  nampak  ketika  peneliti
sedang  melakukan  wawancara  dengan  kepala  SMA  Negeri  8  Yogyakarta, akan  tetapi  pada  waktu  itu  dari  wakil  kepala  humas  SMA  Negeri  8
Yogyakarta  datang  dan  melaporkan  mengenai  adanya  rapat  dadakan yang akan  diikuti  oleh  kepala  sekolah,  namun  pemberitahuan  ini  disampaikan
dengan menggunakan bahasa Inggris. Sama halnya dengan kepala sekolah dan wakil kepala humas, beberapa siswa  yang peneliti temui terkadang berbicara
dengan  teman  sebayanya  menggunakan  bahasa  Inggris.  Hal  itu  diperkuat dalam catatan lapangan daan juga beberapa dokumentasi.
Dari data tersebut maka dapat tergambar dengan jelas bahwa kultur di SMA  8  Yogyakarta  dalam  budaya  sopan  santun  dan  berbahasa  sudah  baik.
Karena  didukung  oleh  lingkungan  yang  positif  pula,  sehingga  menjadikan siswa  secara  tidak  langsung  dan  secara  alam  bawah  sadar  ikut
menyumbangkan karakter baik mereka.
6. Pembudayaan Nilai Kejujuran
Bukan hanya membidik nilai disiplin, namun SMA Negeri 8 juga terus meningkatkan  mutunya  melalui  pembudayaaan  nilai  kejujuran.  Hal  tersebut
terlihat  dari  adanya  kebiasaan  yang  ada  di  SMA  Negeri  8  Yogyakarta,  yaitu adanya kantin kejujuran. Bukan hanya jujur dalam perbuatan, namun SMA 8
91 juga  membidik  siswanya  agar  jujur  dalam  ilmu.  Dalam  arti setiap  mata
pelajaran  harus  mengedepankan  aspek  nilai  kejujuran  sebagai  tindak  tanduk yang baik.
Pembudayaan  nilai  kejujuran  juga  telah  diutarakan  oleh  PD  selaku waka kurikulum, beliau mengatakan bahwa :
“Dan  alhamdulillah  SMA  8  memiliki  tingkat  nilai  kejujuran  yang lumayan baik di mata pemerintah, dengan adanya UN dan kita sudah
terbukti kredibilitasnya”. PS, 4 Mei 2016
Kemudian  untuk  pengawasanya,  pihak  kurikulum  juga  bekerjasama dengan  pihak  guru  yang  mewajibkan  seluruh  siswanya  untuk  sportif  dalam
melaksanakan ujian. Hal itu diperkuat kembali oleh pemaparan PD, yaitu : “Jadi  untuk  kejujuran  memang  kita  betul,  misalnya  dia  mencontek
ataupun  menggunakan  hp  maka  kita  menggunakan  punishment. Kemudian  selain  itu  dari  bapak  ibu  guru  dengan  kedekatan  mereka
maka anak-anak akan merasa malu. Dan juga ada 7K bahwa perbuatan mencontek itu perbuatan yang dilarang.” PD, 4 Mei 2016
Pembudayaan  nilai kejujuran  dalam  prosesnya  juga  tidak  dilakukan dengan  cara  instan.  Pihak  sekolah  memberikan  sebuah  proses  yang  sangat
baik melaalui ketatnya pengawasan di SMA 8 Yogyakarta. Nilai kejujuran itu sendiri  akhirnya  akan  membuahkan  hasil  melalui  proses  yang  panjang
tersebut. Proses pembudayaan nilai kejujuran tersebut juga telah diungkapkan oleh WN selaku waka Kesiswaan, beliau mengungkapkan bahwa :
“Nah  contohnya  umpama  tadi  integritas  kejujuran  kita  sampai  juara satu  di  kota  jogja  ya  nah  itu  integritas  itu  tidak  hanya  dalam  satu
momen aja, namun juga ada prosesnya  ya. Kita  juga memiliki proses seperti  anak-anak  dilatih  untuk  sportif  dan  mengakui  kesalahan-
kesalahan  begitu  ya,  tatib  juga  harus  disampaikan  dengan  baik  jadi bisa sportif.” WN, 24 Mei 2016
92 Dari  data  observasi  dan  juga  wawancara  yang  telah  dilakukan  oleh
peneliti  terhadap  Kepala  Sekolah,  Guru,  Siswa,  serta  pengamatan  melalui observasi  dan  dokumentasi  maka  tergambar  bahwa  pembudayaan  nilai
kejujuran di SMA Negeri 8 Yogyakarta sudah baik.
B. Pembahasan