Muhammad  Hasan  di  Tiro  ini  layak  diwarisi  oleh  para  generasi  penerus  di Aceh.
274
2. Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar Ketua Majelis Tuha Peut Partai Aceh
Nama  tgk.  Malik  Mahmud  Al-Haytar  yang  sebenarnya  Malik  Khaidir Mahmud. Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar lahir dan dibesarkan di Singapura. Baru
menginjak  Aceh  setelah  penandatangan  MoU  Helsinki.  Ibunya  berasal  dari Lampreh, Lambaro. Ayahnya Haji Mahmud berasal dari Lampuuk, Banda Aceh
– asli Aceh. Lari ke Singapura ketika mau ditangkap Belanda. Oleh karenanya, Tgk.
Malik  Mahmud  Al-Haytar  adalah  Ketua  Majelis  Tuha  Peut  Partai  Aceh  PA. Oleh  karenanya  peneliti  akan  menguraikan  tentang  Tgk.  Malik  Mahmud  Al-
Haytar, yaitu:
a. Peran Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar Dalam Partai Aceh PA
Peran  Tgk.  Malik  Mahmud  Al-Haytar  sebagai  Ketua  Tuha  Peut  Partai Aceh  PA.  Sebagai  Mejelis  Tuha  Peut  Aceh,  yang  selanjutnya  disebut  Majelis
Tertinggi  Tingkat  Aceh  merupakan  Penasehat  dan  Pembina  Dewan  Pimpinan Aceh  Partai  Aceh  DPA-PA  yang  mempunyai  wewenang  untuk  mengontrol
Organisasi  Pemerintahan  Partai  Aceh  PA  dan  berwenang  membuat  rancangan keputusan  untuk  kepentingan  Partai  Aceh  PA  sebagaimana  disebut  dalam
anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ADART Partai Aceh PA.
275
Dalam Undang-Undang Partai Aceh Nomor: 008DPAPAIV2008, Pasal 1  menjelaskan  kedudukan  Tuha  Peut  Aceh  merupakan  majelis  tertinggi  Aceh.
Tuha  Peut  Aceh  merupakan  lembaga  pembina  dan  penasewat  Dewan  Pimpinan Aceh Partai Aceh DPA-PA. Tuha Peut Aceh terbentuk dengan sendirinya karena
sejarah perjuangan Aceh.
276
Pasal  3  fungsi  dan  tugas  Tuha  Peut  Aceh  meliputi:  1.  Mengajukan rancangan keputusan dan membuat kebijakan-kebijakan politis dan strategis untuk
dilaksanakan  Dewan  Pimpinan  Aceh  Partai  Aceh  DPA-PA;  2.  Mengambil keputusan-keputusan  dan  kebijakan-kebijakan  politis  dan  strategis  terhadap
274
Ibid.
275
UU Partai Aceh ., h. 4
276
Ibid., h. 8
pelaksanaan  kerja  Pimpinan  Partai  Aceh,  yang  secara  kolektif  dilaksanakan  oleh Dewan  Pimpinan  Aceh  Partai  Aceh  DPA-PA;  dan  3.  Menjadi  mediator  dan
fasilitator  untuk  menyelesaikan  konflik  dan  sengketa  internal  partai  dengan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh DPA-PA.
277
Sedangkan  Pasal  4  Kewenangan  Tuha  Peut  Aceh  meliputi:  1. Kewenangan  politik  tentang  proses  lahirnya  partai  sebagaimana  yang  diatur
didalam  MoU  Helsinki  dan  Undang-Undang  serta  Peraturan  Pemerintah  yang berlaku tentang Partai Politik Lokal di Aceh; 2. Berwewenang dalam penetapan
keputusan  kepenggurusan  Dewan  Pimpinan  Aceh  Partai  Aceh  DPA-PA  pada pembentukan  pertama  Dewan  Pimpinan  Aceh;  3.  Berwewenang  dalam
penetapan  pergantian  atau  dilakukan  perubahan  Dewan  Pimpinan  Aceh  Partai Aceh  DPA-PA  bila  mendadak  dilakukan  promosi  jabatan  kejabatan  lain  bila
diperlukan.  Perubahan  dilakukan  setelah  melakukan  koordinasi,  masukan  dari ketua  umum  dan  sekretaris  jenderal  Dewan  Pimpinan  Aceh  Partai  Aceh  DPA-
PA;  4.  Melantik  dan  mengesahkan  kepenggurusan  Dewan  Pimpinan  Aceh Partai Aceh DPA-PA dengan satu surat keputusan Dewan Pimpinan Aceh Partai
Aceh  DPA-PA,  yang  ditandatangani  oleh  ketua  umum  dan  sekretaris  jenderal atas  persetujuan  Ketua  Majelis  Tuha  Peut  Aceh;  dan  5.  Pengukuhan  dan
pelantikan kepenggurusan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh sesuai bunyi poin 4 empat  di  atas  yang  dilakukan  dan  dilaksanakan  oleh  Majelis  Tuha  Peut  Aceh
atau  orang  yang  ditunjuk  untuk  itu  dengan  suatu  surat  tugas  ketua  Majelis  Tuha Peut  Aceh  kepada  Dewan  Pimpinan  Aceh  Partai  Aceh  DPA-PA  yaitu  ketua
umum dan atau sekretaris jenderal.
278
b. Hubungan Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar Dengan Masyarakat Aceh
Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar dikukuhkan sebagai Wali Nanggroe Aceh IX pada hari senin tanggal 16 Desember 2013 melalui Sidang Paripurna Istimewa
DPR  Aceh.  Dalam  pengukuhan  dirinya  sebagai  Wali  Nanggroe  IX,  Tgk.  Malik Mahmud  Al-Haytar  menyatakan  bahwa  Aceh  kembali  mengukir  sejarah  baru,
yakni  dimulainya  kebangkitan  peradaban  Aceh  sebagai  wujud  dari  komitmen
277
Ibid., h. 9
278
Ibid., h. 9-10
seluruh  pemangku  kepentingan  Aceh  dalam  menjalankan  amanah  MoU  Helsinki dan  Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  11  Tahun  2006  tentang
Pemerintahan Aceh. Selain itu, pada pengukuhan Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar sebagai  Wali  Nanggroe  IX,  masyarakat  Aceh  yang  sejak  pagi  sudah  memadati
didepan  Gedung  DPR  Aceh  tanpa  dikomandoi  dan  bersorak-sorak  meminta dikibarkan  bendera  Bulan  Bintang  ditiang  yang  sudah  dipersiapkan  dihalaman
Gedung DPR Aceh.
279
Tgk.  Malik  Mahmud  Al-Haytar  sebagai  Wali  Nanggroe  IX  mempunyai hubungan  yang  dekat  dengan  masyarakat  Aceh.  Hubungan  dengan  masyarakat
Aceh dalam menjalankan Lembaga Wali Nanggroe. Dalam Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nnggroe menyebutkan bahwa Wali Nanggroe
adalah seorang pemimpin yang bersifat personal dan independen yang memimpin Lembaga  Wali  Nanggroe.  Lembaga  Wali  Nanggroe  adalah  lembaga
kepemimpinan  adat  sebagai  pemersatu  masyarakat  independen,  berwibawa  dan berwenang  membina  dan  mengawasi  penyelenggaraan  kehidupan  lembaga-
lembaga  adat,  adat  istiadat,  bahasa  dan  pemberian  gelarderajat  dan  upacara- upacara adat lainnya.
280
Dalam  pasal  3  disebutkan  bahwa  tujuan  pembentukan  Lembaga  Wali Nanggroe  adalah  untuk  mempersatukan  rakyat  Aceh,  meninggikan  dinul  Islam,
mewujudkan  kemakmuran  rakyat,  menegakkan  keadilan,  dan  menjaga perdamaian,  menjaga  kehormatan  dan  kewibawaan  politik,  adat,  tradisi  sejarah,
dan  tamadun  Aceh  dan  mewujudkan  pemerintahan  rakyat  Aceh  yang  sejahtera dan bermartabat.
281
c. Kharismatik Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar
Kharismatik  Tgk.  Malik  Mahmud  Al-Haytar  sebagai  Wali  Nanggroe  IX digelar dengan
Al Mukkaram Maulana Al Mudabbir Al Malik. Gelar Al Mukarram Maulana  Al  Mudabbir  Al  Malik  dalam  literatur  sejarah  Aceh  dipakai  pembesar
kerajaan  baik  kepada  sultan  maupun  untuk  Wali  Nanggroe  sebelumnya.  Seperti
279
M. Anshar “Malik Resmi Bertakhta” dalam Serambi Indonesia, Tanggal 17 Desember 2013
280
Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe, h. 3
281
Ibid., h.6
halnya  Wali  Nanggroe  Teungku  Mahyiddin  dan  Teungku  di  Buket  Ibnal- Mukarram Maulana al-Mudabbir al-Malik Teungku di Tiro yang merupakan Wali
Nanggroe ke VI 11 pada Desember 1910 - 3 Juni 1911.
282
Al Mukarram artinya yang mulia, yang diberikan untuk seorang anak laki- laki  yang  mendapatkan  kepujian.
Maulana  yang  artinya  tuanku,  kata  ini  adalah kata  kehormatan  yang  diberikan  kepada  seseorang  laki-laki  yang  dihormati  dan
ahli  dalam  ilmu  agama  Islam. Al  Mudabbir  artinya  pengatur,  yakni  seseorang
yang  mempunyai  kekuasaan  dalam  mengatur  sesuatu  hal.  Sedangkan Al  Malik
artinya  memerintah,  yakni  seseorang  yang  dapat  memerintah  dengan kewenangannya dalam suatu kekuasaan.
Jadi, Al Mukkaram Maulana Al Mudabbir Al Malik merupakan seseorang
yang  mendapat  kemuliaan,  kehormatan,  seseorang  yang  dapat  mengatur  dan memerintah.  Oleh  karena  itu,  Tgk.  Malik  Mahmud  Al-Haytar  yang  mendapat
gelar Al Mukkaram Maulana Al Mudabbir Al Malik adalah kharismatik yang ada
pada dirinya sebagai Wali Nanggroe IX di Provinsi Aceh.
3. dr. Zaini Abdullah Anggota Majelis Tuha Peut Partai Aceh