Eksplan Kultur Jaringan Tanaman

N’-phenylurea, PBA SD 8339 6-benzylamino-9-2- tetrahydropyranyl-9H-purine, thidiazuron N-phenyl-N’-1,2,3- thiadiazol-5-phenylurea, dan 2,6Cl-4PU N-2,6-dichloro-4-pyridyl-N’- phenylurea Santoso dan Nursandi, 2002. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin berpengaruh pada pembelahan sel. Sitokinin bersama-sama dengan auksin mempengaruhi diferensiasi jaringan. Pemberian sitokinin yang relatif tinggi akan menyebabkan kalus ke arah pembentukan primordia batang atau tunas Hendaryono dan Wijayani, 1994.

3. Eksplan

Eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang dikeluarkan atau dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan Katuuk, 1989. Pada pemilihan eksplan, sebaiknya dipilih bagian atau jaringan tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh, yaitu jaringan meristem. Jaringan meristem terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, berdinding tipis, belum mempunyai penebelan zat pektin, plasmanya penuh, dan vakuolanya kecil-kecil. Penggunaan jaringan meristem dalam kultur jaringan dikarenakan jaringan meristem selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai hormon yang mengatur pertumbuhan Hendaryono dan Wijayani, 1994. Berhasil tidaknya pengulturan eksplan tergantung pada faktor yang dimiliki oleh eksplan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi ukuran, umur fisiologi, sumber, serta genotip eksplan Katuuk, 1989. a. Ukuran eksplan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ukuran eksplan sangat menentukan proses pengkulturan. Bagian tanaman yang dipotong masih mengandung suplai makanan serta hormon untuk potongan itu sendiri, sehingga makin besar potongan, makin besar kemampuan potongan ini untuk dirangsang tumbuh dan beregenerasi. Namun, semakin besar eksplan maka semakin besar kemungkinan mendapatkan jaringan yang terkontaminasi. Eksplan yang kecil mempunyai daya tahan yang kurang. Ukuran eksplan yang paling baik adalah 0,5 sampai 1,0 cm, namun ukuran ini dapat bervariasi, tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis tanaman Katuuk, 1989. b.Umur eksplan. Umur eksplan sangat mempengaruhi tipe serta daya morfogenesis. Jaringan yang masih muda serta belum banyak berdiferensiasi terdapat pada bagian meristematik. Bagian inilah yang paling banyak berhasil dari semua jenis tanaman. Sel atau jaringan yang masih muda juvenile akan tetap muda dalam pengkulturan sehingga daya untuk beregenerasi tetap ada, sedangkan sel-sel tua mature, kesanggupan untuk beregenarasi sudah berkurang. Selain dari kandungan jaringan meristematik yang berkurang, jaringan yang sudah tua kemungkinan sudah mengandung patogen Katuuk, 1989. c. Sumber eksplan. Sumber eksplan adalah tanaman induk tempat eksplan diambil. Tanaman yang dijadikan sumber eksplan hendaknya dari tanaman yang sehat, yang bertumbuh baiknormal. Pengaruh perubahan suhu, cahaya, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI musim, serta kelembaban terhadap tanaman induk sangat mempengaruhi perkembangan eksplan. Tanaman induk dituntut untuk berkecukupan zat hara, lama penyinaran, intensitas cahaya serta hormon tumbuh. Dengan kata lain, pertumbuhannya harus optimum Katuuk, 1989. Kemampuan bagian tanaman dalam pengulturan juga dipengaruhi oleh jenis tanaman. Secara umum tanaman berkayu lebih sulit untuk ditumbuhkankan dibanding herbaseus, monokotil lebih mudah dari dikotil. Kesulitan membentuk kalus tidak hanya berdasarkan hal-hal tersebut, tetapi lebih berdasar pada aspek fisiologi dan biokimia bahan tanam Santoso dan Nursandi, 2002. d.Genotip eksplan. Genotip adalah faktor endogen yang paling utama mempengaruhi perkembangan jaringan eksplan, dibandingkan faktor-faktor lain. Perbedaan kemampuan untuk beregenerasi disebabkan oleh genotip jelas dapat dilihat pada tanaman monokotil, dikotil dan gymnospermae. Dari ketiga kelompok ini, kemampuan untuk beregenerasi yang paling rendah adalah tanaman gymnospermae, kemudian diikuti oleh tanaman monokotil, dan terakhir oleh tanaman dikotil. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila satu jenis tanaman dengan mudah beregenerasi in vivo maka sifat ini berlaku juga pada in vitro Katuuk, 1989.

4. Kalus