Profil pertumbuhan dan kandungan glikosida jantung kalus daun Kamboja Jepang [Adenium obesum [Forssk.] Roem. & Schult.] dalam woody plant medium dengan variasi konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat dan 6-furfurylaminopurine.

(1)

INTISARI

Tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) selama ini hanya dikenal sebagai tanaman hias, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung glikosida jantung. Di berbagai negara, kamboja jepang sudah digunakan dalam pengobatan tradisional. Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk mendapatkan glikosida yang optimum dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pola pertumbuhan kalus daun kamboja jepang serta membandingkan profil kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak kalus daun kamboja jepang dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Daun tanaman kamboja jepang ditanam pada Woody Plant Medium (WPM) dengan variasi konsentrasi zat pengatur tumbuh asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan

6-furfurylaminopurine (FAP). Penelitian dilakukan dengan mengamati waktu inisiasi kalus, pertambahan bobot kalus basah, susut pengeringan, dan membandingkan profil KLT kalus daun kamboja jepang dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inisiasi kalus tercepat adalah pada medium WPM 3, yaitu medium WPM dengan konsentrasi 2,4-D sebesar 2 ppm dan FAP sebesar 1 ppm. Pertumbuhan kalus yang optimum juga terjadi pada medium WPM 3. Fase lag terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-20, fase eksponensial terjadi pada hari ke-20 sampai hari ke-28, dan fase stasioner terjadi setelah hari ke-28. Kalus daun kamboja jepang menunjukkan profil KLT yang mirip dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin.

Kata kunci: daun kamboja jepang, glikosida jantung, 2,4-D, FAP, WPM

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

ABSTRACT

So far desert rose (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) is known as an ornamental plant, but many research shows that this plant contains cardiac glycoside. In many countries, desert rose has been used in traditional medications. Tissue culture technique can be used to obtain optimum glycoside from the plant. This research is intended to find out the information about the growth profile of the callus of desert rose’s leaf and to compare the thin layer chromatography (TLC) profile of the extract of callus of desert rose’s leaf with the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard.

This research is a pure experimental research which uses a complete device of one-way pattern. Desert rose’s leaf was planted in a Woody Plant Medium (WPM) with the variations of plant growth substance 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) and 6-furfurylaminopurine (FAP). This research was carried out by observing the callus initiation time, the callus’ wet weight increase, the callus’ dry weight decrease, and comparing the TLC profile of extract of callus of desert rose’s leaf with the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard.

The results of this research show that the fastest callus initiation time was in WPM 3 medium, which contain 2 ppm 2,4-D and 1 ppm FAP. The optimum callus growth also occurs in WPM 3 medium. Lag phase occurs from day 4 until day 20, exponential phase occurs from day 20 until day 28, and stationary phase occurs after day 28. The callus of kamboja jepang’s leaf has the similar TLC profile as the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard. Key words: desert rose’s leaf, cardiac glycoside, 2,4-D, FAP, WPM


(3)

PROFIL PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN GLIKOSIDA JANTUNG KALUS DAUN KAMBOJA JEPANG (Adenium obesum (Forssk.) Roem. &

Schult.) DALAM WOODY PLANT MEDIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM 2,4-DIKLOROFENOKSIASETAT DAN

6-FURFURYLAMINOPURINE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Lukas Eko Widyasmoro NIM : 028114024

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

PROFIL PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN GLIKOSIDA JANTUNG KALUS DAUN KAMBOJA JEPANG (Adenium obesum (Forssk.) Roem. &

Schult.) DALAM WOODY PLANT MEDIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM 2,4-DIKLOROFENOKSIASETAT DAN

6-FURFURYLAMINOPURINE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Lukas Eko Widyasmoro NIM : 028114024

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007


(5)

iii iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

iv iv


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

“O Marie, conçue sans pêche priez pour nous qui avons

recours avous”

(“O Mary, conceived without sin, pray for us who have recourse to thee”)

Karyaku ini kupersembahkan ‘tuk:

My Shepherd Jesus & My Mother Mary;

Keluargaku;

My folks;

dan Almamaterku.

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Pertumbuhan dan Kandungan Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Woody Plant Medium dengan Variasi Konsentrasi Asam 2,4-diklorofenoksiasetat dan 6-furfurylaminopurine” dengan baik. Deo Gracias.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah hal yang mudah. Penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku, atas pengorbanan, doa, kesabaran, dan dukungan yang telah diberikan.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memotivasi serta memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.


(9)

4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Romo Drs. P. Sunu Hardiyanta, S.Si., S.J., yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

7. Seluruh dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan dukungan kepada penulis baik selama kuliah maupun selama penyusunan skripsi ini.

8. Laboran Fakultas Farmasi, khususnya laboran Laboratorium Biologi di lantai 3: Mas Sigit, Mas Wagiran, Mas Andri, dan Mas Sarwanto yang telah membantu penulis selama mengerjakan skripsi di laboratorium.

9. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2002 terutama kelas A, terima kasih atas semua persahabatan dan kenangannya....

10.Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2002 kelompok praktikum A, terima kasih atas semua kerjasama dan kekompakannya.

11.Para pendahulu di Laboratorium Kultur Jaringan: Ratna, Mina, Christin, dan Vero, terima kasih atas semua bantuan dan wejangannya ya.... Untuk Ratna, terima kasih atas pinjaman skripsi dan bukunya ya.

12.Kompatriotku di Laboratorium Kultur Jaringan: Melissa, Donny, dan Vicky, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama nge-lab. Thank U very much, folks!

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(10)

13.Teman-teman 2003: Ratih, Vian, Rosa, Vera, Irwan. Terima kasih atas perhatian, dukungan, dan semangatnya! Untuk Ratih, terima kasih sudah jadi sie konsumsiku saat ujian.

14.Sisa-sisa 2002: Theodorus ‘Gopa’, ‘MasDanu’ Kusuma, Benediktus ‘Suprex’, ‘Kobo’ Hendra, ‘Ancol’. Mari kita susul yang lain!

15.Eks-de Britto 2002: Yusuf ‘Kirmanta’, Yuda ‘TG’, ‘Adhit’ Nugraha Arisadha, ‘BenBen’ Sugientoro, ‘Koh Pingping’ Mahardika, Adhistyawan ‘Kobo’. Viva ‘Man for others’!

16.Teman-teman di kos ‘exGriffindor’: Adrianus ‘Nawamiri’, Vincencius ‘Anno’, Heribertus ‘Kumal’, Adhistyawan ‘Kobo’, Theodorus ‘Gopa’. Terima kasih atas semua kebersamaan, bantuan (tempat, komputer, printer, dan tenaga), dan dorongan semangatnya. Thanks bro!!

17.Keluarga besar Squadra Viola, terima kasih atas perhatian dan semangatnya. 18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Skripsi ini pun masih belum sempurna karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar skripsi ini makin sempurna dan berguna bagi ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 22 Desember 2007

Penulis


(11)

ix ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(12)

INTISARI

Tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) selama ini hanya dikenal sebagai tanaman hias, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung glikosida jantung. Di berbagai negara, kamboja jepang sudah digunakan dalam pengobatan tradisional. Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk mendapatkan glikosida yang optimum dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pola pertumbuhan kalus daun kamboja jepang serta membandingkan profil kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak kalus daun kamboja jepang dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Daun tanaman kamboja jepang ditanam pada Woody Plant Medium (WPM) dengan variasi konsentrasi zat pengatur tumbuh asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan

6-furfurylaminopurine (FAP). Penelitian dilakukan dengan mengamati waktu inisiasi kalus, pertambahan bobot kalus basah, susut pengeringan, dan membandingkan profil KLT kalus daun kamboja jepang dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inisiasi kalus tercepat adalah pada medium WPM 3, yaitu medium WPM dengan konsentrasi 2,4-D sebesar 2 ppm dan FAP sebesar 1 ppm. Pertumbuhan kalus yang optimum juga terjadi pada medium WPM 3. Fase lag terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-20, fase eksponensial terjadi pada hari ke-20 sampai hari ke-28, dan fase stasioner terjadi setelah hari ke-28. Kalus daun kamboja jepang menunjukkan profil KLT yang mirip dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin.

Kata kunci: daun kamboja jepang, glikosida jantung, 2,4-D, FAP, WPM


(13)

ABSTRACT

So far desert rose (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) is known as an ornamental plant, but many research shows that this plant contains cardiac glycoside. In many countries, desert rose has been used in traditional medications. Tissue culture technique can be used to obtain optimum glycoside from the plant. This research is intended to find out the information about the growth profile of the callus of desert rose’s leaf and to compare the thin layer chromatography (TLC) profile of the extract of callus of desert rose’s leaf with the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard.

This research is a pure experimental research which uses a complete device of one-way pattern. Desert rose’s leaf was planted in a Woody Plant Medium (WPM) with the variations of plant growth substance 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) and 6-furfurylaminopurine (FAP). This research was carried out by observing the callus initiation time, the callus’ wet weight increase, the callus’ dry weight decrease, and comparing the TLC profile of extract of callus of desert rose’s leaf with the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard.

The results of this research show that the fastest callus initiation time was in WPM 3 medium, which contain 2 ppm 2,4-D and 1 ppm FAP. The optimum callus growth also occurs in WPM 3 medium. Lag phase occurs from day 4 until day 20, exponential phase occurs from day 20 until day 28, and stationary phase occurs after day 28. The callus of kamboja jepang’s leaf has the similar TLC profile as the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard. Key words: desert rose’s leaf, cardiac glycoside, 2,4-D, FAP, WPM

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(14)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN PERSEMBAHAN ... KATA PENGANTAR ... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... INTISARI ... ABSTRACT ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I. PENGANTAR ... A. Latar Belakang ... 1. Rumusan permasalahan ... 2. Keaslian penelitian ... 3. Manfaat penelitian ... B. Tujuan Penelitian ... BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... A. Uraian Tanaman Kamboja Jepang ... 1. Nama daerah ...

ii iii iv v vi ix x xi xii xvi xvii xix 1 1 3 4 4 5 6 6 6 xii


(15)

2. Nama ilmiah ... 3. Morfologi ... 4. Khasiat ... 5. Kandungan Kimia ... B. Kultur Jaringan Tanaman ... 1. Pengertian ... 2. Media kultur ... 3. Eksplan ... 4. Kalus ... 5. Sterilisasi ... 6. Penanaman eksplan ... 7. Subkultur ... 8. Pertumbuhan kalus ... C. Glikosida Jantung ... D. Kromatografi Lapis Tipis ... E. Landasan Teori ... F. Hipotesis ... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 1. Variabel utama ... 2. Variabel pengacau terkendali ... 3. Variabel pengacau tidak terkendali ...

6 6 7 7 8 8 9 20 22 24 27 27 28 29 31 33 35 36 36 36 36 36 36 xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(16)

4. Definisi operasional ... C. Alat dan Bahan Penelitian ... 1. Alat penelitian ... 2. Bahan penelitian ... D. Tata Cara Penelitian ... 1. Determinasi tanaman ... 2. Pembuatan stok ... 3. Pembuatan media ... 4. Sterilisasi alat dan ruangan ... 5. Sterilisasi dan penanaman eksplan ... 6. Pengamatan waktu inisiasi kalus ... 7. Subkultur ... 8. Pemanenan ... 9. Analisis pertumbuhan kalus ... 10.Pengeringan dan pembuatan serbuk daun kamboja jepang ... 11.Uji tabung ... 12.Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang ... 13.Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang yang dihidrolisis 14.Pembuatan ekstrak daun kamboja jepang ... 15.Pembuatan standar digitoksin ... 16.Uji KLT ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan

larutan standar digitoksin ... E. Analisis Hasil ...

37 38 38 40 42 42 42 44 45 45 46 46 47 48 48 48 49 50 50 50 50 51 xiv


(17)

1. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan data penimbangan bobot kalus basah dengan umur kalus ... 2. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan

data biomassanya ... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... A. Determinasi Tanaman Kamboja Jepang ... B. Pemilihan dan Penanaman Eksplan ... C. Waktu Inisiasi Kalus ... D. Subkultur dan Panen ... E. Profil Pertumbuhan Kalus ... F. Susut Pengeringan Kalus ... G. Analisis Kandungan Kimia Kalus ... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... BIOGRAFI PENULIS ...

51

51 53 53 53 56 58 60 63 65 73 73 73 74 78 92

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I

Tabel II Tabel III

Tabel IV Tabel V

Tabel VI Tabel VII

Tabel VIII

Waktu inisiasi kalus pada WPM 2 ... Waktu inisiasi kalus pada WPM 3 ... Hasil pengamatan KLT dengan fase diam silika gel GF254

dan fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v ) ...

Hasil pengamatan KLT ekstrak kalus WPM 2 dan WPM 3 Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada WPM 2 ... Penentuan susut pengeringan pada WPM 2 ... Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada WPM 3 ... Penentuan susut pengeringan pada WPM 3 ...

56 57

66 70

87 88

89 90


(19)

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14

Struktur dasar bufadienolida dan kardenolida ... Eksplan dalam bentuk irisan melintang daun ... Inisiasi kalus ... Kalus daun kamboja jepang hasil subkultur ... Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 2 ... Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 3 ... Perbandingan Pola Pertumbuhan Kalus Kedua Media ... Perbandingan susut pengeringan kalus pada kedua media . Kromatogram glikosida jantung kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi Kedde ... Kromatogram glikosida jantung kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi SbCl3 ...

Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 Foto tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) ... Foto kalus daun kamboja jepang siap panen ...

30 55 58 60 61 62 63 64 67 68 70 71 79 79 xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(20)

Gambar 15

Gambar 16

Gambar 17

Gambar 18

Gambar 19

Gambar 20

Gambar 21

Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak

etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan

dengan sinar tampak ... Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak

etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan

dengan sinar UV 254 nm ... Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak

etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan

dengan sinar UV 365 nm ... Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak

etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), deteksi penampak

bercak penyemprot pereaksi Kedde ... Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak

etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v); deteksi penampak

bercak penyemprot antimon-triklorida (SbCl3), 100˚C

selama 6 menit ... Foto KLT WPM 2 dengan fase diam silika gel GF254,

fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada

pengamatan dengan sinar UV 254 nm ... Foto KLT WPM 3 dengan fase diam silika gel GF254, fase

gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada

pengamatan dengan sinar UV 254 nm ... 80

81

82

83

84

85

86


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1

Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4

Surat Keterangan Determinasi ... Foto-foto Hasil Penelitian ... Data-data Penelitian ... Komposisi Woody Plant Medium ...

78 79 87 91

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) merupakan jenis tanaman sukulen atau tanaman yang mengandung banyak air dengan ciri utama adalah batang tanaman digunakan untuk menyimpan air.

Adenium obesum, termasuk suku Apocynaceae, juga dikenal sebagai mawar gurun (desert rose) (Beikram dan Andoko, 2003; Ranger, 1996). Selama ini kamboja jepang digunakan sebagai tanaman hias dan secara tradisional digunakan untuk membantu proses kelahiran. Penduduk asli Afrika bagian timur menggunakan tanaman ini sebagai racun ikan dan anak panah (Ranger, 1996) serta digunakan untuk pengobatan gonorrhoea (Nakamura et al, 2000).

Dalam penelitiannya, Nakamura et al (2000) telah berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi 4 senyawa dari daun Adenium yang diduga berperan dalam aktivitas sitotoksisnya. Atawodi (2005) dan Freiburghaus et al (1996) telah meneliti ekstrak akar dan kulit batang kamboja jepang yang ternyata berpotensi sebagai agen terapeutik untuk pengobatan trypanosomiasis. Penelitian yang dilakukan oleh Yamauchi dan Abe (1990) menunjukkan bahwa Adenium obesum

mengandung oleandrigenin beta-gentiobiosyl-beta-D-thevetoside sebagai glikosida yang utama. Selain itu, kamboja jepang juga memiliki kandungan senyawa glikosida yang mirip digitalis/digitoksin (Melero et al, 2000). Di Afrika dan Asia banyak ditemukan terjadinya kasus cardiac toxicity yang disebabkan


(23)

2

oleh kandungan racun panah yang mengandung latex dari tumbuhan Apocynaceae, yang dikombinasikan dengan iritator untuk memfasilitasi difusi racun ke dalam jaringan (Brunetton, 1999).

Produk-produk metabolit sekunder kebanyakan diperoleh secara komersial dengan cara diisolasi dari tanaman, dan ini menimbulkan permasalahan dengan terbatasnya sumber-sumber bahan baku untuk diisolasi. Oleh karena itu diperlukan alternatif dalam usaha penyediaan metabolit sekunder tanaman. Salah satu alternatif tersebut adalah melalui teknik kultur jaringan tanaman. Metode kultur jaringan dapat dipakai untuk produksi metabolit sekunder yang selanjutnya dapat disintesis menjadi senyawa murni dalam bidang industri obat (Suryowinoto, 1992).

Penelitian ini merupakan rangkaian dari penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2007) dan Chandra (2007). Wijaya (2007) telah berhasil menumbuhkan kalus yang berasal dari daun kamboja jepang dalam medium tumbuh Murashige-Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) 2,4-D sebanyak 4 ppm. Pada penelitian tersebut diperoleh 2 senyawa pada ekstrak kalus daun kamboja jepang yang mirip dengan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak daun kamboja jepang dan ekstrak daun Nerium olender L. yang diduga sebagai glikosida jantung. Chandra (2007) juga berhasil menumbuhkan kalus yang berasal dari daun kamboja jepang meskipun dengan medium tumbuh yang berbeda, yaitu medium Gamborg, dan dengan penambahan 2 variasi konsentrasi 2,4-D dan FAP. Pada penelitian tersebut diperoleh 1 senyawa pada ekstrak kalus daun kamboja jepang yang mirip dengan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak daun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(24)

kamboja jepang dan standar digitoksin yang diduga sebagai glikosida jantung. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kalus yang berasal dari daun kamboja jepang dan dari kalus yang dihasilkan diperoleh senyawa glikosida jantung seperti pada tanaman asalnya. Media tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah Woody Plant Medium (WPM) karena menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) media WPM cocok sebagai media kultur untuk membudidayakan tanaman berkayu. Penelitian ini menggunakan 2 variasi konsentrasi 2,4-D dan FAP untuk membandingkan pertumbuhan kultur kalus dan susut pengeringan kalus yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkulturkan tanaman kamboja jepang dari bagian daun serta mengidentifikasi metabolit sekunder glikosida jantung yang dihasilkan oleh kalus yang dibentuk dari hasil budidaya in vitro.

1. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah eksplan yang berasal dari daun kamboja jepang dapat menghasilkan kalus jika dikembangkan secara in vitro dalam media tumbuh Woody Plant Medium (WPM)?

b. Bagaimana profil pertumbuhan kalus daun kamboja jepang yang dikulturkan?

c. Apakah kalus daun kamboja jepang hasil budidaya in vitro dapat menghasilkan glikosida jantung seperti tanaman asalnya?


(25)

4

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang profil pertumbuhan dan kandungan glikosida jantung kalus daun kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Woody Plant Medium

dengan variasi konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat dan

6-furfurylaminopurine belum pernah diteliti.

Penelitian ilmiah menggunakan tanaman kamboja jepang yang pernah dilakukan antara lain :

a. Wijaya (2007) telah melakukan penelitian tentang profil pertumbuhan dan kandungan glikosida jantung dari kalus daun kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam media tumbuh Murashige-Skoog. b. Chandra (2007) telah melakukan penelitian tentang profil pertumbuhan dan

analisis kualitatif glikosida jantung kalus daun kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam media tumbuh Gamborg dengan variasi konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat dan 6-furfurylaminopurine. 3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu kefarmasian terutama dalam hal teknik penghasilan glikosida jantung dari tanaman, khususnya tanaman kamboja jepang, secara in vitro menggunakan medium tumbuh WPM.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(26)

b. Manfaat praktis

Penelitian ini sebagai penelitian awal tentang produksi glikosida jantung dari tanaman dengan teknik kultur jaringan sehingga mempunyai kemungkinan untuk digunakan sebagai alternatif penyediaan obat jantung.

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

a. Menumbuhkan kalus dari eksplan daun kamboja jepang. b. Mengetahui profil pertumbuhan kalus daun kamboja jepang.

c. Membuktikan bahwa ekstrak kalus daun kamboja jepang hasil budidaya in vitro dapat menghasilkan glikosida jantung seperti tanaman asalnya.


(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman Kamboja Jepang 1. Nama Daerah/Nama Lain

Kamboja jepang, semboja jepang, desert rose, Mock azalea, Pink Begonia, Sabi Star, Kudu (Anonim, 2006a).

2. Nama Ilmiah

Tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) termasuk famili Apocynaceae. Sinonim tanaman kamboja jepang ini adalah Plumeria rubra L.cv. acutifolia (Anonim, 2006b).

3. Morfologi

Kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) merupakan jenis tanaman sukulen atau tanaman yang mengandung banyak air dengan ciri utama adalah batang tanaman digunakan untuk menyimpan air. Adenium merupakan tumbuhan asli Afrika dan biasanya ditemukan di gurun pasir Afrika dan Jazirah Arab, namun juga ditemukan di kawasan Asia (Ranger, 1996).

Secara morfologis tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult. ) memiliki akar yang mampu membesar seperti umbi dan diselimuti oleh rambut-rambut akar yang sangat banyak; daunnya berbentuk lanset dengan ujung membulat, tebal dan berserat, berwarna hijau, tampak mengkilap dan licin; bunganya berwarna merah muda sampai merah tua, memiliki 5 helai mahkota bunga yang bagian tengahnya berwarna putih;

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(28)

buahnya tumbuh secara berpasangan, terletak di ujung tunas, berbentuk pipih panjang, berwarna hijau waktu masih muda dan kemudian berangsur-angsur berubah menjadi cokelat; bijinya berada dalam buah, berwarna cokelat. Tanaman ini dapat tumbuh hingga dua meter(Soenanto, 2005).

4. Khasiat

Selama ini kamboja jepang digunakan sebagai tanaman hias dan secara tradisional digunakan untuk membantu proses kelahiran. Penduduk asli Afrika bagian timur menggunakan tanaman ini sebagai racun ikan dan anak panah (Ranger, 1996) serta digunakan untuk pengobatan gonorrhoea (Nakamura et al, 2000). Ekstrak kulit batang Adenium obesum berpotensi sebagai acaricidal

(Mgbojikwe dan Okoye, 2001). Ekstrak dari tanaman ini juga menunjukkan sifat sitotoksis (Nakamura et al, 2000). Atawodi (2005) dan Freiburghaus et al

(1996) telah meneliti ekstrak akar dan kulit batang kamboja jepang yang ternyata berpotensi sebagai agen terapeutik untuk pengobatan trypanosomiasis.

5. Kandungan Kimia

Tanaman kamboja jepang mengandung glikosida jantung dengan kandungan utama berupa oleandrigenin, beta-gentiobiosyl-beta-D-thevetoside, neridienone A dan 16,17-dihydroneridienone A (Yamauchi dan Abe, 1990). Kamboja jepang juga memiliki kandungan senyawa glikosida yang mirip digitalis (Melero et al, 2000), ekugin, kardenolida, honghelosida A, 16-asetilstrospesida, asam dihidroifflaionik, flavonol, 3-O-metil kaemferol, flavonol 3,3’-bis(O-metil)quercetin, dan honghelin (Anonim, 2006b).


(29)

8

B. Kultur Jaringan Tanaman 1. Pengertian

Kultur jaringan adalah teknik budidaya tanaman dengan menggunakan potongan kecil sel, jaringan atau organ yang dipelihara dalam satu medium dan dalam kondisi aseptik atau bebas mikroorganisme (Katuuk, 1989; Santoso dan Nursandi, 2002). Usaha pengembangan tanaman dengan teknik kultur jaringan merupakan usaha perbanyakan tanaman secara vegetatif. Di bidang farmasi, teknik kultur jaringan sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan metabolit sekunder untuk keperluan obat-obatan dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Ide memperbanyak tanaman dengan cara mengulturkan bagian kecil jaringan atau organ ini berdasarkan teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel merupakan satuan struktur, fungsional, dan hereditas terkecil dari makhluk hidup sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi suatu individu yang normal. Sel juga mempunyai kemampuan totipotensi, yaitu kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, yang apabila ditumbuhkan pada lingkungan yang sesuai akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap yang baru (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Santoso dan Nursandi, 2002).

Ada beberapa keuntungan dari teknik kultur jaringan, antara lain: a. Kandungan–kandungan zat yang berguna dapat diproduksi di bawah kondisi

yang terkontrol, terbebas dari perubahan iklim dan keadaan tanah. b. Hasil kultur akan terbebas dari mikroba dan serangga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(30)

c. Sel-sel kebanyakan tumbuhan mudah untuk berkembangbiak dalam menghasilkan metabolit-metabolit yang spesifik.

d. Kontrol automatis dari pertumbuhan sel dan proses pengaturan metabolit yang rasional dalam bioreaktor akan mengurangi biaya tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas.

e. Substansi organik dapat diekstrak dari kultur kalus. (Dicosmo dan Misawa, 1995)

Teknik kultur jaringan dapat berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi, yaitu meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik, dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair.

Kultur kalus adalah teknik budidaya kalus tanaman dalam suatu lingkungan terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme. Kultur kalus ini bertujuan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali (Santoso dan Nursandi, 2002).

2. Media kultur

Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Murashige dan Skoog memublikasikan formulasi media MS (singkatan dari Murashige dan Skoog) yang sampai sekarang terbukti cocok untuk kultur jaringan banyak tanaman dan banyak digunakan di laboratorium kultur jaringan di seluruh dunia (Yusnita, 2003).


(31)

10

Media kultur dapat berbentuk cair atau padat. Media cair merupakan campuran komponen-komponen zat kimia dengan air suling (Hendaryono dan Wijayani, 1994), sedangkan media berbentuk padat merupakan media cair dengan penambahan pemadat media seperti agar-agar (Yusnita, 2003).

Jaringan yang dikulturkan memerlukan unsur hara makro dan unsur hara mikro dari dalam media tumbuh. Media kultur juga harus mengandung bahan-bahan lain yang berguna untuk merangsang pertumbuhan serta perkembangan sel jaringan yang dikulturkan. Pemisahan eksplan dari tanaman induk menyebabkan perubahan biosintesis di dalam eksplan tersebut, sehingga perlu diberikan unsur hara ke dalam media kultur untuk membantu eksplan supaya dapat tumbuh dan berkembang. Bahan-bahan itu adalah bahan-bahan organik yang meliputi karbohidrat, vitamin, asam amino, serta zat pengatur pertumbuhan (Katuuk, 1989).

a. Air

Air memegang peranan yang sangat penting dalam proses pengulturan karena 95% dari media kultur terdiri dari air. Air yang digunakan adalah air distilata (akuades) atau air distilata ganda (akuabides). Air ledeng atau air sumur sebaiknya tidak digunakan karena mengandung sejumlah kontaminan (substansi atau mikroorganisme) yang dapat merusak proses perkembangan kultur eksplan. Air suling disimpan dalam kondisi steril dengan tidak memberi peluang pada bakteri untuk hidup dan berkembang (Katuuk, 1989; Yusnita, 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(32)

b. Garam-garam anorganik

Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in

vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan nutrisi tanaman yang

ditumbuhkan di tanah. Kebutuhan nutrisi yang berupa unsur makro dan mikro diberikan melalui akar, yaitu dengan menambahkan unsur-unsur tersebut pada medium agar. Unsur makro adalah unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, sedangkan unsur mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit. Fungsi dari unsur-unsur mikro belum diketahui secara pasti, namun ketidakhadiran unsur mikro dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan (Katuuk, 1989).

Unsur-unsur yang termasuk unsur makro antara lain: 1) Nitrogen (N)

Kegunaan nitrogen pada tanaman adalah untuk meningkatkan daya tumbuh tanaman karena unsur N dapat membentuk protein, lemak, klorofil, alkaloid, hormon tanaman, dan asam amino. Kekurangan N akan menyebabkan daun berwarna kuning dan pertumbuhan terganggu. Sebaliknya, terlalu banyak N akan mengakibatkan perkembangan vegetatif lebih besar daripada perkembangan buah (Katuuk, 1989; Hendaryono dan Wijayani, 1994).

2) Fosfor (P)

Fosfor dibutuhkan tanaman untuk pembentukan karbohidrat dengan cara mengikat fosfat. Terlalu banyak fosfor dalam media akan menghambat pertumbuhan eksplan karena adanya persaingan penyerapan


(33)

12

unsur lainnya seperti seng, besi, dan tembaga (Katuuk, 1989; Hendaryono dan Wijayani, 1994; Santoso dan Nursandi, 2002).

3) Kalium (K)

Kalium berfungsi memperkuat tubuh tanaman karena kalium dapat menguatkan serabut-serabut akar sehingga daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Di samping itu, kalium juga berfungsi dalam pembelahan sel, memperlancar metabolisme, dan mempengaruhi penyerapan makanan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

4) Kalsium (Ca)

Kalsium terdapat dalam batang dan daun tanaman. Kalsium bertugas dalam merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mengeraskan batang, dan merangsang pembentukan biji karena kalsium bersama-sama dengan magnesium akan memproduksi cadangan makanan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

5) Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan elemen utama dalam molekul klorofil. Penambahan magnesium dalam tanaman akan meningkatkan kandungan fosfat dalam tanaman. Fosfat digunakan sebagai bahan mentah dalam pembentukan sejumlah protein yang akan menyempurnakan pertumbuhan daun dan membentuk karbohidrat, lemak, serta minyak-minyak (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(34)

6) Sulfur (S)

Sulfur merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Sulfur juga berperan

dalam pembentukan bintil-bintil akar dan membantu pembentukan anakan sehingga pertumbuhan dan ketahanan tanaman terjamin (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Unsur-unsur yang termasuk unsur mikro antara lain: 1) Besi (Fe)

Besi dibutuhkan lebih banyak daripada unsur mikro lainnya. Dalam media kultur, besi diberikan dalam bentuk FeSO4 dan dicampurkan

terlebih dahulu dengan garam ethylene diamine tetraasetic acid (EDTA). Besi tidak boleh dicampurkan langsung ke dalam media karena besi bersifat tidak larut dalam air sehingga dapat menimbulkan endapan yang menyebabkan besi tidak dapat digunakan oleh jaringan atau kultur. Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menambahkan chelating agent yang akan membungkus ion Fe sehingga dapat bercampur rata dengan larutan (Katuuk, 1989; Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Pemberian besi dalam media kultur jaringan adalah sebagai penyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman. Pada tanaman, besi berfungsi dalam pernafasan dan pembentukan hijau daun (Hendaryono dan Wijayani, 1994).


(35)

14

2) Tembaga (Cu)

Tembaga berperan sebagai bagian dari enzim, ikut ambil bagian dalam proses fotosintesis dan pembentukan klorofil, ikut pula dalam aktivitas reduksi nitrit (Santoso dan Nursandi, 2002).

3) Mangan (Mn)

Mangan berperan sebagai aktivator enzim dengan bertindak sebagai perantara, pembentuk klorofil, dan aktif dalam fotosintesis, metabolisme protein serta pembentukan vitamin C (Santoso dan Nursandi, 2002). 4) Seng (Zn)

Seng adalah unsur yang berperan penting dalam pembentukan protoplas. Tanaman yang cukup seng mampu memproduksi auksin IAA

(indole asetic acid) endogenus, sehingga tidak memerlukan penambahan

auksin sintetik dalam media (Katuuk, 1989). 5) Boron (B)

Boron berperan dalam metabolisme karbohidrat. Kekurangan boron pada tanaman tertentu akan mengakibatkan kerusakan jaringan, sebaliknya terlalu banyak boron akan mengakibatkan tanaman mati. Media kultur yang kekurangan boron akan menyebabkan sintesis sitokinin dalam media terganggu (Katuuk, 1989; Santoso dan Nursandi, 2002).

6) Molibdenum (Mo)

Molibdenum berguna dalam proses pengikatan nitrogen dari atmosfer menjadi nitrat dengan bantuan bakteri pengikat nitrogen. Selain itu, molibdenum berperan dalam pembentukan klorofil. Bila molibdenum

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(36)

diberikan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan tanaman (Katuuk, 1989).

7) Kobalt (Co)

Kobalt berguna untuk mengikat nitrogen. Dalam kultur jaringan, kobalt digunakan untuk pembentukan asam inti (Katuuk, 1989).

8) Iodium (I)

Iodium ditambahkan dalam media sebagai KI. Unsur iodium tidak terlalu diperlukan dalam media namun sering juga digunakan. Beberapa asam amino juga mengandung iodium (Katuuk, 1989).

Unsur-unsur makro dan mikro diberikan dalam bentuk garamnya supaya lebih mudah larut dalam air (Yusnita, 2003). Unsur-unsur makro biasanya diberikan dalam bentuk NH4NO3, KNO3, CaCl2.2H20, MgSO4.7H2O

dan KH2PO4. Sedangkan unsur-unsur mikro biasa diberikan dalam bentuk

MnSO4.4H2O, ZnSO4.4H2O, H3BO3, KI, NaMo4.2H2O, CuSO4.5H2O dan

CoCl2.6H2O (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan media yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap senyawa. Medium yang biasa digunakan untuk budidaya tanaman berkayu adalah medium standar WPM (Woody Plant Medium). Kesulitan yang sering timbul dalam kultur jaringan tanaman berkayu adalah keluarnya


(37)

16

phenolic compound’ sehingga kalus atau eksplan menjadi berwarna coklat

yang akhirnya tidak tumbuh. Hal ini disebut ‘browning’ (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

c. Vitamin dan Myo-inositol

Vitamin merupakan komponen media yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus. Vitamin yang sering digunakan dari kelompok vitamin B, yaitu tiamin-HCl (vitamin B1), piridoksin-HCl (vitamin B6), asam nikotinat,

dan riboflavin (vitamin B2). Tiamin adalah vitamin yang terpenting untuk

hampir semua kultur jaringan tanaman. Tiamin berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar, juga berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi. Fungsi dari vitamin B6 adalah sebagai ko-enzim yang membantu reaksi kimia

dalam proses metabolisme (Katuuk, 1989). Asam nikotinat juga penting dalam reaksi-reaksi enzimatik, di samping berperan sebagai prekursor dari beberapa alkaloid. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman pada permukaan irisan jaringan eksplan (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Yusnita, 2003). Vitamin E berperan untuk memperkuat pembentukan sel-sel kalus pada tanaman tertentu (Katuuk, 1989).

Myo-inositol merupakan heksitol dan sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting karena terbukti merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan dan membantu proses diferensiasi. Bila myo-inositol diberikan bersama dengan auksin, kinetin, dan vitamin, dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(38)

mendorong pertumbuhan jaringan kalus (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Yusnita, 2003).

d. Asam amino

Asam-asam amino berperanan penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi kalus. Kebutuhan asam amino untuk setiap tanaman berbeda-beda. Asparagin dan Glutamin berperan dalam metabolisme asam amino, karena dapat menjadi pembawa dan sumber amonia untuk sintesis asam-asam amino baru dalam jaringan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

e. Sumber energi

Pada umumnya, tidak semua sel tanaman yang terisolasi dalam kultur

in vitro bersifat autotrof sehingga tidak dapat menyediakan energi untuk

proses fotosintesis. Kebutuhan akan energi menyebabkan perlunya penambahan karbohidrat sebagai sumber energi dalam media kultur (Yusnita, 2003). Karbohidrat adalah kimia karbon yang meliputi gula, pati, dan selulosa. Ada banyak jenis karbohidrat yang dipakai dalam kultur jaringan, namun yang paling banyak digunakan adalah sukrosa atau D-glukosa (Katuuk, 1989). f. Zat pengatur tumbuh

Keberadaan hormon dan zat pengatur tumbuh dalam kegiatan kultur jaringan adalah mutlak karena kegiatan kultur jaringan umumnya menggunakan bahan tanam yang tidak lazim (sel, jaringan, atau organ) dan budidayanya adalah budidaya terkendali (Santoso dan Nursandi, 2002). Hormon adalah zat yang diproduksi dalam tumbuhan itu sendiri dan aktif dalam konsentrasi kecil. Zat itu disebut juga zat endogenus. Untuk keperluan


(39)

18

kultur jaringan, telah dibuat hormon tumbuhan buatan secara sintetik maupun melalui fermentasi. Hormon atau zat tersebut dinamakan zat pengatur tumbuh (Katuuk, 1989). Zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. ZPT diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan ZPT dalam medium, pertumbuhan akan terhambat atau mungkin tidak tumbuh sama sekali (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Penentuan macam dan konsentrasi hormon dan zat pengatur tumbuh untuk tujuan kultur tertentu tidak mudah. Diperlukan pengetahuan yang lebih luas tentang kedua zat tersebut, dan melihat serta mempelajari contoh-contoh penggunaannya (Santoso dan Nursandi, 2002). Zat pengatur tumbuh yang sudah dikenal antara lain auksin, sitokinin, adenin, giberelin, etilen, dan

abscicin. Dari semua jenis ZPT tersebut, auksin dan sitokinin adalah yang

paling banyak digunakan (Katuuk, 1989). 1) Auksin

Auksin adalah hormon tanaman yang diproduksi secara alamiah dalam tubuh tanaman dan juga dapat secara sintesis. Dalam media, auksin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kalus, perbesaran sel, pertumbuhan akar, dan mengatur morfogenesis (Katuuk, 1989).

Auksin alamiah yang paling banyak dikenal adalah IAA

(3-indoleasetic acid). Selain IAA dikenal juga auksin sintetik, yaitu NAA (a

-naphtalene asetic acid), 2,4-D (2,4-dichlorophenoxyacetic acid), IBA

(3-PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(40)

indole butyric acid), dan PCPA (P-chlorophenoxy asetic acid) (Katuuk, 1989).

Pengaruh rangsangan auksin terhadap jaringan berbeda-beda. Pada kadar yang tinggi, auksin lebih bersifat menghambat daripada merangsang pertumbuhan dan menyebabkan diferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan primordia akar. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan volume sel (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

2) Sitokinin

Dalam kultur jaringan, sitokinin berfungsi untuk mengatur pertumbuhan serta morfogenesis. Sitokinin juga merupakan hormon yang diproduksi secara alamiah (endogenus), dan juga dapat dibuat secara sintesis (Katuuk, 1989).

Sitokinin alami ditemukan lebih dari 30 jenis dan terdapat dalam bentuk sitokinin bebas, maupun sebagai glukosa atau ribosa. Dua sitokinin alami yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan adalah zeatin

(4-hydroxy-3-methyl-trans-2-butenylaminopurine) dan 2-iP

(N6-(2-ispentyl)adenin). Sitokinin sintetik yang digunakan dalam kultur jaringan

antara lain kinetin atau FAP (6-furfurylaminopurine), BAP atau BA


(41)

)-20

N’-phenylurea), PBA (SD 8339) ((6-benzylamino

)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine), thidiazuron (N-phenyl

-N’-1,2,3-thiadiazol-5-phenylurea), dan 2,6Cl-4PU (N-(2,6-dichloro-4-pyridyl

)-N’-phenylurea) (Santoso dan Nursandi, 2002).

Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin berpengaruh pada pembelahan sel. Sitokinin bersama-sama dengan auksin mempengaruhi diferensiasi jaringan. Pemberian sitokinin yang relatif tinggi akan menyebabkan kalus ke arah pembentukan primordia batang atau tunas (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

3. Eksplan

Eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang dikeluarkan atau dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan (Katuuk, 1989). Pada pemilihan eksplan, sebaiknya dipilih bagian atau jaringan tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh, yaitu jaringan meristem. Jaringan meristem terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, berdinding tipis, belum mempunyai penebelan zat pektin, plasmanya penuh, dan vakuolanya kecil-kecil. Penggunaan jaringan meristem dalam kultur jaringan dikarenakan jaringan meristem selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai hormon yang mengatur pertumbuhan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Berhasil tidaknya pengulturan eksplan tergantung pada faktor yang dimiliki oleh eksplan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi ukuran, umur fisiologi, sumber, serta genotip eksplan (Katuuk, 1989).

a.Ukuran eksplan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(42)

Ukuran eksplan sangat menentukan proses pengkulturan. Bagian tanaman yang dipotong masih mengandung suplai makanan serta hormon untuk potongan itu sendiri, sehingga makin besar potongan, makin besar kemampuan potongan ini untuk dirangsang tumbuh dan beregenerasi. Namun, semakin besar eksplan maka semakin besar kemungkinan mendapatkan jaringan yang terkontaminasi. Eksplan yang kecil mempunyai daya tahan yang kurang. Ukuran eksplan yang paling baik adalah 0,5 sampai 1,0 cm, namun ukuran ini dapat bervariasi, tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis tanaman (Katuuk, 1989).

b.Umur eksplan.

Umur eksplan sangat mempengaruhi tipe serta daya morfogenesis. Jaringan yang masih muda serta belum banyak berdiferensiasi terdapat pada bagian meristematik. Bagian inilah yang paling banyak berhasil dari semua jenis tanaman. Sel atau jaringan yang masih muda (juvenile) akan tetap muda dalam pengkulturan sehingga daya untuk beregenerasi tetap ada, sedangkan sel-sel tua (mature), kesanggupan untuk beregenarasi sudah berkurang. Selain dari kandungan jaringan meristematik yang berkurang, jaringan yang sudah tua kemungkinan sudah mengandung patogen (Katuuk, 1989).

c.Sumber eksplan.

Sumber eksplan adalah tanaman induk tempat eksplan diambil. Tanaman yang dijadikan sumber eksplan hendaknya dari tanaman yang sehat, yang bertumbuh baik/normal. Pengaruh perubahan suhu, cahaya,


(43)

22

musim, serta kelembaban terhadap tanaman induk sangat mempengaruhi perkembangan eksplan. Tanaman induk dituntut untuk berkecukupan zat hara, lama penyinaran, intensitas cahaya serta hormon tumbuh. Dengan kata lain, pertumbuhannya harus optimum (Katuuk, 1989).

Kemampuan bagian tanaman dalam pengulturan juga dipengaruhi oleh jenis tanaman. Secara umum tanaman berkayu lebih sulit untuk ditumbuhkankan dibanding herbaseus, monokotil lebih mudah dari dikotil. Kesulitan membentuk kalus tidak hanya berdasarkan hal-hal tersebut, tetapi lebih berdasar pada aspek fisiologi dan biokimia bahan tanam (Santoso dan Nursandi, 2002).

d.Genotip eksplan.

Genotip adalah faktor endogen yang paling utama mempengaruhi perkembangan jaringan eksplan, dibandingkan faktor-faktor lain. Perbedaan kemampuan untuk beregenerasi disebabkan oleh genotip jelas dapat dilihat pada tanaman monokotil, dikotil dan gymnospermae. Dari ketiga kelompok ini, kemampuan untuk beregenerasi yang paling rendah adalah tanaman gymnospermae, kemudian diikuti oleh tanaman monokotil, dan terakhir oleh tanaman dikotil. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila satu jenis tanaman dengan mudah beregenerasi in vivo maka sifat ini berlaku juga pada in vitro

(Katuuk, 1989).

4. Kalus

Jika suatu eksplan ditanam pada medium padat atau dalam medium cair yang sesuai, dalam waktu 2 – 4 minggu, tergantung spesiesnya akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(44)

terbentuk massa kalus (Yuwono, 2006). Kalus adalah jaringan yang tak berbentuk dan tak terorganisasi. Jaringan ini merupakan hasil pembelahan sel yang berpotensi tinggi untuk terus-menerus membelah diri. Kalus adalah satu fase yang harus dilalui selama pengulturan organ, jaringan, maupun pengulturan sel-sel yang mendahului (Katuuk, 1989). Wetherell (1982) mendefinisikan kalus sebagai pertumbuhan sel yang belum berdiferensiasi, membentuk tumor sebagai akibat dari pengaruh auksin dan sitokinin yang tinggi.

Secara alami, tanaman juga dapat membentuk kalus sebagai upaya perlindungan tanaman karena tanaman mengalami perlukaan (infeksi bakteri, gigitan serangga atau nematoda) dan juga karena tanaman mengalami stress (Santoso dan Nursandi, 2002). Dalam kultur jaringan, kalus terbentuk karena luka/irisan pada eksplan sebagai respon terhadap hormon baik eksogenus maupun endogenus. Adanya rangsangan ini menyebabkan sel berubah dari bentuk inaktif menjadi aktif (Katuuk, 1989).

Sel-sel penyusun kalus adalah sel-sel parenkim yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel lainnya (Santoso dan Nursandi, 2002). Pembelahan sel tidak terjadi pada seluruh permukaan eksplan, tetapi hanya pada bagian meristematik, yaitu lapisan yang terletak pada bagian luar sel perifer. Lapisan bagian dalam merupakan jaringan yang sudah tua dan tidak membelah lagi. Setelah pembelahan sel bagian luar berkurang, kalus akan terlihat membulat atau kompak, dan selanjutnya akan berlangsung proses organoganesis atau embriogenesis (Katuuk, 1989).


(45)

24

5. Sterilisasi

Menciptakan dan memelihara kondisi aseptik merupakan pekerjaan yang paling berat dalam kultur jaringan. Spora dari bakteri dan jamur yang ada di sekitar kita dapat jatuh atau terbawa sampai pada eksplan karena adanya pergerakan udara. Akhirnya spora dan jamur akan tumbuh dan berkembang, dan dalam beberapa hari akan tumbuh menjadi koloni mikrobial sehingga objek kultur dikatakan terkontaminasi (Katuuk, 1989).

Media kultur jaringan merupakan sumber makanan yang baik untuk bakteri dan fungi, dan semua prosedur in vitro harus memuat pencegahan terhadap kontaminasi mikroba (Wetherell, 1982). Ada beberapa teknik sterilisasi yang biasa digunakan dalam kultur jaringan tanaman, yaitu:

a. Sterilisasi panas basah

Cara sterilisasi panas basah adalah dengan menggunakan uap air. Alat yang digunakan untuk sterilisasi ini adalah autoklaf. Hampir semua mikroba akan mati setelah diberi uap air dengan suhu 121˚C selama 10-15 menit. Cara sterilisasi ini dapat digunakan untuk mensterilkan media kultur, air, alat/instrumen, peralatan gelas serta peralatan plastik yang tahan akan suhu panas. Lama sterilisasi ada aturannya, untuk mensterilkan media 20-75 ml dibutuhkan waktu 15-20 menit, media 75-500 ml dibutuhkan waktu 20-25 menit, media 500-5000 ml dibutuhkan waktu 25-35 menit, yang semuanya dilakukan pada suhu 121˚C; sedangkan untuk mensterilkan peralatan gelas dibutuhkan waktu 30 menit dengan suhu 130˚C (Katuuk, 1989).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(46)

b. Sterilisasi panas kering

Cara sterilisasi panas kering adalah dengan menggunakan suhu tinggi dan dalam kondisi kering. Alat yang digunakan untuk sterilisasi ini adalah oven. Oven digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang tidak mudah terbakar, antara lain: alat-alat gelas dan alat-alat dari logam. Namun dalam keadaan tertentu dimana suhu tidak terlalu panas, alat dapat dibungkus dengan kertas kemudian disterilkan. Namun bukan berarti semua alat dari bahan logam harus disterilkan dengan cara ini. Alat-alat seperti pisau serta

scalpel tidak dapat disterilkan dengan cara ini sebab dapat merusak

ketajaman pisau /alat (Katuuk, 1989).

Lama pemanasan tergantung pada suhu. Biasanya sterilisasi untuk suhu 160˚C, memerlukan waktu 45 menit; 170˚C selama 18 menit; 180˚C selama 7,5 menit, dan 190˚C selama 1,5 menit. Suhu harus terus dikontrol, sebab pada suhu 170˚C, kertas mulai hancur. Setelah selesai proses sterilisasi, alat/instrumen dikeluarkan dan dibawa ke ruang transfer, dan dapat disterilkan lagi dengan menggunakan sinar ultraviolet (Katuuk, 1989).

c. Sterilisasi dengan memakai nyala

Alat/instrumen yang sudah disterilkan dengan oven, dikeluarkan dari bungkusnya, dicelupkan dalam etanol 70% dan dilewatkan pada nyala lampu spiritus. Setiap beberapa saat instrument harus dicelupkan ke dalam etanol kemudian dibakar. Perlakuan ini berjalan terus selama kegiatan inokulasi yang berlangsung di dalam kotak transfer (LAF) (Katuuk,1989).


(47)

26

d. Sterilisasi dengan bahan kimia

Sterilisasi dengan bahan kimia merupakan pembasmian mikroba dengan memakai bahan kimia. Biasanya bahan kimia dipakai untuk mensterilkan permukaan saja, yang meliputi material tanaman dapat disterilkan dengan menggunakan natrium hipoklorit, perak nitrat atau air brom; sedangkan instrumen, tangan pekerja, serta ruang atau kotak transfer dapat disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% (Katuuk, 1989).

Banyak jenis bahan pencuci yang bisa digunakan untuk sterilisasi material tanaman. Jenis dan lama sterilisasi tergantung pada kepekaan material tanaman. Terlalu lamanya proses sterilisasi dengan konsentrasi bahan pencuci yang tinggi, akan mematikan mikroba sekaligus merusak jaringan tanaman yang disterilkan. Di samping itu, bahan pencuci hendaknya bersifat lebih mudah larut. Bila tidak demikian, sisa zat pencuci ini akan tetap pada material tanaman, yang dapat mengganggu pertumbuhan eksplan (Katuuk, 1989).

e. Sterilisasi dengan cahaya

Ruang dan kotak transfer sulit disterilkan hanya dengan menggosok dengan alkohol atau bahan kimia pada permukaan. Untuk itu digunakan lampu germisidal dengan sinar ultraviolet. Ada laboratorium yang sudah memasangnya di langit-langit atau pada tempat lain dengan tujuan semua bagian terkena cahaya. Kelemahan menggunakan sinar ultraviolet adalah pada tempat-tempat yang tidak terkena cahaya, proses sterilisasi tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(48)

terjadi. Selain itu, sinar ultraviolet hanya mampu mematikan bentuk fertilisasi bakteri dan jamur, bukan bentuk spora (Katuuk, 1989).

6. Penanaman eksplan

Penanaman eksplan dilakukan di dalam laminar air flow (LAF) dengan kondisi aseptis. Sebelum bekerja di dalam LAF, semua perhiasan tangan harus dilepas dan tangan dibasuh dengan alkohol 70%. Saat menanam eksplan, pekerja harus menggunakan masker penutup mulut dan hidung (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Eksplan ditanam ke dalam media dengan sedikit ditekan agar eksplan bersinggungan dengan media. Selanjutnya wadah ditutup dengan alumunium foil atau parafin untuk mencegah penguapan. Media yang berisi eksplan diinkubasikan dalam ruangan dengan suhu 25˚C (Dixon, 1985).

7. Subkultur

Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Subkultur pada media padat dilakukan dengan meletakkan kalus yang sudah terbentuk di atas cawan petri dan membelah-belahnya lagi menjadi bagian-bagian kecil dengan menggunakan skalpel dan pinset. Potongan-potongan kalus tersebut segera dimasukkan kembali ke dalam wadah yang berisi media baru dengan komposisi media yang sama dengan media lama dan diinkubasikan kembali. Seluruh proses ini dilakukan dalam kondisi aseptis (Hendaryono dan Wijayani, 1994).


(49)

28

8. Pertumbuhan kalus

Ada 3 tahapan perkembangan dan pertumbuhan kalus, mulai dari waktu subkultur atau penaburan inokulum, yaitu induksi pembelahan sel, pembelahan sel aktif dan tahap pembelahan sel lambat atau sel berhenti membelah. Laju pertumbuhan kalus umumnya ditetapkan secara kuantitatif dengan parameter indeks pertumbuhan bobot kalus basah. Pertambahan bobot kalus basah merupakan selisih antara bobot kalus basah pada periode tertentu dikurangi bobot kalus mula-mula atau bobot inokulum. Selanjutnya dari kurva pertumbuhan kalus yang menyatakan hubungan antara pertumbuhan bobot kalus basah dengan umur dapat diketahui fase-fase pertumbuhan kalus antara lain:

a. Fase lag, yaitu fase belum terjadinya pertumbuhan secara nyata, keadaan ini terjadi selama beberapa waktu setelah kalus disubkultur, serta merupakan waktu adaptasi kalus dengan media yang baru. Pada fase ini pertambahan bobot kalus hanya sedikit dan terlihat hampir mendatar pada kurva.

b. Fase eksponensial, yaitu fase mulai terjadinya pertumbuhan kalus. Pertambahan bobot kalus mulai terlihat nyata dan diikuti fase linier dimana pertumbuhan kalus terus menaik secara eksponensial seperti garis lurus ke atas dan berhenti.

c. Fase stasioner, yaitu fase saat pertumbuhan kalus sama dengan kematian sel-sel kalus. Pada fase ini, kalus tidak dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama. Sel-sel mulai mati, media pertumbuhan kelebihan muatan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(50)

nutrien telah habis digunakan, sehingga kematian sel menjadi lebih cepat (George dan Sherrington, 1984).

C. Glikosida Jantung

Glikosida jantung banyak ditemukan dalam keluarga tumbuhan yang tidak berkaitan satu sama lain seperti Apocynaceae, Liliaceae, Moraceae, dan Ranunculaceae (Robinson, 1995); juga banyak ditemukan pada anggota suku Scrophulariaceae, Digitalis, Nerium, Asclepiadaceae, dan Asclepis (Harborne, 1987). Tumbuhan yang mengandung senyawa ini biasanya digunakan sebagai racun panah dan siksaan pada zaman prasejarah. Contoh glikosida yang bermanfaat dalam pengobatan misalnya glisirizin, glikosida asam gliserisat, yang terkandung dalam akar Glycyrrhiza glabra sebagai komponen aktif utama (Robinson, 1995).

Sumber utama kardenolida ialah genus Digitalis dan Strophantus.

Digitalis mempunyai efek langsung pada jantung yaitu memberi kekuatan bila

jantung melemah. Glikosida jantung biasanya mempunyai sifat peluruh air seni (diuretik) yang berakibat menurunkan tekanan darah dan mengobati bengkak. Keberadaan senyawa ini dalam tumbuhan mungkin memberi perlindungan kepada tumbuhan tersebut dari gangguan beberapa serangga (Robinson, 1995).

Isolasi glikosida jantung murni dalam tanaman sulit dilakukan karena glikosida jantung merupakan suatu glikosida yang memiliki kepolaran yang tinggi. Berdasarkan polaritasnya, glikosida jantung dapat diekstrak dengan


(51)

30

menggunakan pelarut yang polar antara lain: etanol, etil asetat, campuran etanol dan air serta campuran etanol dan kloroform (Samuelsson, 1999).

Glikosida jantung diklasifikasikan sebagai steroid (sterol), karena memiliki inti cyclopentanoperhydrophenanthrene, sebuah cincin lakton α-β yang tidak jenuh (dengan sisi 5 atau 6) pada C17, sebuah β-oriented hydroxyl

pada C14, sebuah penggabungan cis dari cincin C dan D pada C13-C14 dan

tambahan satu atau lebih gula pada C3, biasanya deoksiheksometilosa. Cincin

lakton tidak jenuh bersisi 5 (pentagonal) pada C17 menggolongkan glikosida

tersebut sebagai kardenolida, sedangkan cincin lakton tidak jenuh bersisi 6 (heksagonal) pada posisi yang sama menggolongkan glikosida tersebut sebagai bufadienolida (Farnsworth, 1966).

H H H OH CH3 CH3 HO O O H O O H H OH CH3 CH3 HO

bufadienolida kardenolida

Gambar 1. Struktur dasar bufadienolida dan kardenolida

Identifikasi glikosida jantung dapat dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) secara kualitatif. Reaksi identifikasi terhadap glikosida jantung dapat dilakukan menggunakan uji dengan pereaksi Baljet

(2,4,6-trinitrophenol), uji dengan pereaksi Kedde (3,5-dinitrobenzoic acid), uji

dengan pereaksi Raymond (m-dinitrobenzene), uji dengan pereaksi Legal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(52)

(sodium nitroprusside) dimana pereaksi tersebut akan bereaksi dengan grup metilen aktif yang ditemukan dalam cincin lakton tidak jenuh. Pereaksi ini akan memberikan warna oranye, ungu, biru, dan violet, yang menunjukkan adanya glikosida jantung (Farnsworth, 1966).

D. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia (Stahl, 1969). Pada dasarnya semua kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Kromatografi dapat digolongkan berdasarkan sifat-sifat fase diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Apabila fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, sedangkan untuk fase diam yang berupa cairan dikenal sebagai kromatografi partisi (Sastrohamidjojo, 2001).

Kromatografi lapis tipis termasuk ke dalam kromatografi serapan. Prinsip dari kromatografi serapan adalah kecepatan bergerak dari suatu komponen tergantung pada berapa besarnya komponen tersebut tertahan oleh fase diam (Sastrohamidjojo, 2001).

Fase diam yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah bahan penyerap atau adsorben (Stahl, 1969). Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair) (Gritter et al, 1991). Dua sifat penting yang perlu diperhatikan dalam


(53)

32

pemilihan bahan penyerap adalah ukuran partikel dan homogenitas partikel penyerap. Kedua sifat ini sangat berpengaruh pada gaya adhesi. Besar partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Fase diam yang umum dan paling banyak digunakan adalah silika gel yang dicampur dengan CaSO4 untuk

menambah daya lengket partikel silika gel pada pendukung (pelat). Adsorben lain yang juga biasa digunakan adalah alumina, kieselguhr, celite, serbuk selulosa, serbuk poliamida, kanji dan sephadex (Mulja dan Suharman, 1995). Fase diam yang digunakan untuk analisis secara kromatografi lapis tipis untuk glikosida jantung adalah silika gel GF 254 (Wagner, 1984).

Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multi-komponen harus berupa campuran sesederhana mungkin terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1969). Ada beberapa macam pilihan fase gerak untuk glikosida jantung, yaitu etil asetat-metanol-air (100:13,5:10 v/v); etil asetat-metanol-etanol-air (81:11:4:8 v

/v); metiletil keton-toluena-air-asam asetat glasial (40:5:3:2,5:1 v/v); dan

kloroform-metanol-air (65:35:10 v/v) (Wagner, 1984).

Campuran yang dipisahkan berupa larutan yang ditotolkan berupa bercak. Setelah itu pelat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama pengembangan. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus dideteksi (Stahl, 1969).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(54)

Identifikasi dari senyawa yang terpisah (bercak/noda) pada lapisan tipis dapat dilakukan dengan tanpa pereaksi kimia dan disemprot dengan reagen. Identifikasi senyawa glikosida jantung dapat dilakukan dengan tanpa pereaksi kimia yaitu dengan menggunakan sinar ultraviolet 254 dan 365 nm, sedangkan reagen penyemprot yang digunakan untuk identifikasi senyawa glikosida jantung adalah reagen Kedde, Legal, Baljet, Raymond, antimony

(III) chloride, chloramine-trichloroacetic acid/CTA, sulphuric acid (Wagner, 1984) dan vanillin-phosporic acid (Jork et al., 1990).

Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak antara senyawa dari titik awal dengan jarak tepi muka pelarut dari awal.

Rf =

an pengembang jarak

an pengembang awal

dari bercak jarak

Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan kromatografi kertas sehingga perlu dibuat kromatogram zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan dua bercak dengan harga Rf dan ukuran yang hampir sama. Angka Rf berkisar antara 0,01 – 1,00 dan hanya dapat ditentukan dengan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berkisar antara 0 – 100 (Harborne, 1984; Stahl, 1969).

E. Landasan Teori

Selama ini kamboja jepang digunakan sebagai tanaman hias dan secara tradisional digunakan untuk membantu proses kelahiran. Berdasarkan


(55)

34

penelitian yang dilakukan Melero et al (2000), kamboja jepang mempunyai kandungan senyawa glikosida yang mirip digitalis sehingga mempunyai kemungkinan dapat digunakan sebagai obat jantung.

Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti yang dikemukaan oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel merupakan satuan struktural, fungsional, dan hereditas terkecil dari makhluk hidup sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi suatu individu yang normal. Sel juga mempunyai kemampuan totipotensi, yaitu kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, yang apabila ditumbuhkan pada lingkungan yang sesuai akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap yang baru yang mempunyai kandungan kimia yang sama dengan tanaman asalnya.

Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Apabila eksplan ditanam dalam media cocok, pertumbuhannya pun akan optimum. Media tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah Woody Plant Medium (WPM) karena menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) media WPM cocok sebagai media kultur untuk membudidayakan tanaman berkayu.

Laju pertumbuhan kalus umumnya ditetapkan secara kuantitatif dengan parameter indeks pertumbuhan bobot kalus basah. Kurva pertumbuhan kalus dapat menunjukkan fase-fase pertumbuhan kalus, yaitu fase lag (fase penyesuaian), fase eksponensial (fase pertumbuhan optimum), dan fase stasioner (fase penurunan).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(56)

Teknik kultur jaringan ini diharapkan dapat menghasilkan metabolit sekunder, yaitu glikosida jantung, dari tanaman kamboja jepang yang mempunyai profil KLT yang mirip dengan profil KLT pada tanaman induknya dan kultur kalusnya memiliki profil pertumbuhan sigmoidal yang fase stasionernya menghasilkan kandungan glikosida jantung yang optimum.

F. Hipotesis

1. Daun tanaman kamboja jepang dapat membentuk kalus dengan variasi penambahan zat pengatur tumbuh asam 2,4-Diklorofenoksiasetat dan

6-furfurylaminopurine pada media WPM.

2. Kultur kalus yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan ini memiliki pertumbuhan sigmoidal yang fase stasionernya menghasilkan kandungan glikosida jantung yang optimum.

3. Ekstrak kalus daun tanaman kamboja jepang memiliki profil KLT yang mirip dengan ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal.


(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas : waktu pemanenan (hari ke-) dan variasi konsentrasi 2,4-D dan FAP.

b. Variabel tergantung: profil pertumbuhan kultur kalus dan susut pengeringan kalus (%).

2. Variabel pengacau terkendali

a. Subyek uji : daun yang digunakan sebagai eksplan adalah daun segar dan sehat yang terletak pada nomor 3-5 dari ujung batang atau cabang dengan ukuran eksplan 0,5 - 1,0 cm.

b. Bahan uji dan cara kerja penanaman berupa:

i. Media agar jenis WPM dengan sterilisasi tetap terjaga.

ii. Sterilitas, suhu, kelembaban dan intesitas cahaya dalam ruang inkubator.

3. Variabel pengacau tidak terkendali

a. Keadaan patologis pada daun tanaman yang tidak tampak.

36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(58)

b. Kandungan senyawa kimia lain yang terkandung dalam kamboja jepang yang dapat mempengaruhi hasil kromatogram.

4. Definisi Operasional

a. Daun yang digunakan sebagai eksplan dalam penelitian ini adalah daun yang segar dan sehat, terletak pada nomor 3-5 dari ujung batang atau cabang.

b. Waktu inisiasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh eksplan untuk membentuk kalus dihitung mulai dari saat penanaman eksplan sampai hari pertama kalus mulai terbentuk berupa bintik putih dari tepi irisan daun eksplan.

c. Subkultur adalah suatu kegiatan pemeliharaan kalus dengan memindahkan kalus ke dalam media baru sehingga kalus tidak kekurangan nutrisi.

d. Bobot kalus basah awal adalah hasil pengurangan antara bobot botol + media + kalus dengan bobot botol + media pada saat subkultur.

e. Bobot kalus basah akhir adalah bobot kalus yang ditimbang pada saat pemanenan.

f. Bobot kalus kering adalah bobot kalus pada saat pemanenan dan sesudah mengalami proses pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 40-500C, sampai diperoleh kalus dengan bobot konstan yaitu antara penimbangan yang pertama dan berikutnya selama 1 jam tidak berbeda 0,5 mg.


(59)

38

g. Laju pertumbuhan kalus adalah laju pertumbuhan kalus yang ditandai adanya pertambahan berat kalus dari waktu ke waktu dengan memanen setiap 4 hari sekali sebanyak 3 botol selama 36 hari.

h. Profil pertumbuhan kalus adalah rasio antara pertumbuhan kalus (bobot kalus basah akhir- bobot kalus basah awal) dengan waktu pemanenan serta rasio antara bobot kalus kering dengan waktu pemanenan.

i. Persen susut pengeringan adalah rerata bobot kalus basah dikurangi dengan rerata bobot kalus kering lalu dibagi dengan rerata bobot kalus basah dikali dengan 100%.

j. Konsentrasi zat pengatur tumbuh, yaitu asam 2,4-Diklorofenoksiasetat yang digunakan adalah 4 ppm dan 2 ppm yang terkandung dalam satu liter media. Sedangkan konsentrasi 6-furfurylaminopurine yang digunakan adalah 1 ppm.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian

a. Alat yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman: 1) Alat-alat gelas, Pyrex

2) Autoklaf, YX 400Z Shanghai Sanshen, Medical Inst, Co, LTD. 3) Oven, Marius Instrument, German.

4) Pemanas listrik, Ika Combimag, RCT, German. 5) Timbangan analitik, Scaltec.

6) Glassfirn.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(60)

7) Magnetic stirrer. 8) Pinset.

9) Skapel.

10)Kertas indikator pH. 11)Kertas saring. 12)Laminar air flow. 13)Lampu UV.

14)Inkubator, Heraeus Tamson, Holland. 15)Botol kultur.

16)Aluminium foil, Heavy-Duty, Diamond-Wrap. 17)Refrigerator, Sharp.

18)Sprayer.

19)Mortir & stamper.

b. Alat untuk penyarian : alat gelas (pyrex), kertas saring, dan waterbath c. Alat untuk Kromatografi Lapis Tipis:

1) Bejana gelas. 2) Lempeng kaca. 3) Lemari asam. 4) Pipa kapiler.

5) Penyemprot bercak.

6) Lampu TL Day Light” 20 watt. 7) Lampu UV 254 dan 365 nm.


(61)

40

2. Bahan Penelitian

a. Bahan eksplan : daun yang segar dan sehat terletak no. 3-5 dari ujung batang atau cabang tanaman kamboja jepang.

b. Bahan kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Agar, Mkr Chemicals.

2) Garam anorganik (makronutrien) yang terdiri dari :

a) Kalsium nitrat-tetrahidrat (Ca(NO3)2.4H2O), Merck, Germany,

1.02121.0500.

b) Ammonium nitrat (NH4NO3), GPR, BDH, 1.01188.0500.

c) Kalsium klorida-dihidrat (CaCl2.2H2O), Merck, Germany, 1.02381.1000

d) Magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O), Merck, Germany,

1.05886.0500

e) Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), Merck, Germany, 1.04873.0250.

3) Garam anorganik (mikronutrien) yang terdiri dari :

a) Mangan (II) sulfat tetrahidrat (MnSO4.4H2O), BDH limited Poole,

England, 10153.

b) Seng sulfat heptahidrat (ZnSO4.7H2O), Merck, Germany, 1.08883.0500

c) Asam borat (H3BO3), Merck, Germany, 1.00165.1000

d) Besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O), Merck, Germany, 1.03965.0500

e) Natrium etilen diamin tetra asetat dihidrat (NaEDTA.2H2O), Merck,

Germany, 1.08418

4) Vitamin dan asam amino yang terdiri dari:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(62)

a) Myo-inositol, Merck, Germany, 1.04728.0100 b) Tiamin hidroklorida, Brataco Chemica, Indonesia c) Asam nikotinat, Calbiochem, US, 481918

d) Piridoksin hidroklorida, Brataco Chemica, Indonesia 5) Sumber karbon : sukrosa, Merck, Germany.

6) Zat pengatur tumbuh :

a) Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D), Sigma, US, D-8407 b) Furfuryl Amino Purine (FAP), Merck, Germany, 1.24807.0250 7) Desinfektan

a) Natrium hipoklorida, Bayclin®, Johnson. b) Alkohol 70% derajat kemurnian teknis. c) Tween 80, Merck-Shouchard, Germany 8) Akuades

c. Bahan untuk penyarian: Metanol (J.T. Baker, Germany) dan Kloroform (J.T. Baker, Germany)

d. Kromatografi Lapis Tipis : a) Metanol, J.T. Baker, Germany b) Etil asetat, J.T. Baker, Germany. c) Kedde reagent, Merck, Germany. d) Asam sulfat, Merck, Germany. e) Silica-Gel GF 254, Merck, Germany.


(1)

Lampiran 3

Data-data Penelitian

Tabel IV. Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada WPM 2

botol no.

hari panen

ke-

bobot media

bobot media+

kalus

bobot kalus basah awal

rata-rata bobot

kalus basah awal

bobot wadah

bobot wadah+

kalus basah

bobot kalus basah akhir

rata-rata bobot basah akhir

Partum-buhan kalus 5 4 82.2342 82.2995 0.0653 15.9726 16.0862 0.1136

13 4 80.3951 80.4599 0.0648 15.4312 15.5446 0.1134 25 4 85.7121 85.7783 0.0662

0.0654

15.6855 15.7997 0.1142

0.1137 0.0483 15 8 85.8813 85.9146 0.0333 15.9729 16.1033 0.1304

9 8 89.1534 89.2053 0.0519 15.4404 15.5277 0.0873 23 8 81.3747 81.4212 0.0465

0.0439

15.6913 15.7661 0.0748

0.0975 0.0536 10 12 80.3646 80.4278 0.0632 15.9725 16.1666 0.1941

1 12 82.7543 82.8189 0.0646 15.4309 15.6305 0.1996 24 12 83.3151 83.3772 0.0621

0.0633

15.6853 15.8747 0.1894

0.1944 0.1311 17 16 79.8187 79.9060 0.0873 15.9726 16.2160 0.2434

12 16 82.4150 82.4862 0.0712 15.4323 15.6433 0.2110 6 16 80.0356 80.1078 0.0722

0.0769

15.6875 15.9414 0.2539

0.2361 0.1592 14 20 84.7639 84.8046 0.0407 15.9727 16.1747 0.2020

26 20 82.2016 82.2447 0.0431 15.4414 15.6586 0.2172 3 20 86.5505 86.5930 0.0425

0.0421

15.6848 15.8968 0.2120

0.2104 0.1683 4 24 89.2675 89.3130 0.0455 15.9724 16.4404 0.4680

27 24 83.3756 83.4351 0.0595 15.4421 15.9494 0.5073 20 24 85.1228 85.1561 0.0333

0.0461

15.6845 16.0970 0.4125

0.4626 0.4165 16 28 83.1944 83.2800 0.0856 15.9725 17.1441 1.1716

21 28 85.2353 85.3170 0.0817 15.4419 16.5504 1.1085 7 28 81.3459 81.4387 0.0928

0.0867

15.6846 16.8101 1.1255

1.1352 1.0485 19 32 81.6969 81.8185 0.1216 15.9731 17.2906 1.3175

8 32 85.1758 85.2756 0.0998 15.4424 16.5565 1.1141 22 32 84.9134 84.9665 0.0531

0.0915

15.6850 16.2090 0.5240

0.9852 0.8937 2 36 87.3150 87.4033 0.0883 15.9737 16.4201 0.4464

18 36 83.4343 83.5478 0.1135 15.4427 16.4553 1.0126 11 36 85.7798 85.8174 0.0376

0.0798

15.6851 16.3921 0.7070

0.7220 0.6422

Keterangan: WPM 2 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 4 ppm 2,4-D


(2)

Tabel V. Penentuan susut pengeringan pada WPM 2

botol no.

hari panen

ke-

bobot wadah

bobot wadah+

kalus basah

bobot kalus basah akhir

rata-rata bobot kalus basah akhir

bobot wadah+

kalus kering

bobot kalus kering

akhir

rata-rata bobot kalus kering

akhir

% susut pengering

-an 5 4 15.9726 16.0862 0.1136 15.9809 0.0083

13 4 15.4312 15.5446 0.1134 15.4419 0.0107 25 4 15.6855 15.7997 0.1142

0.1137

15.6953 0.0098

0.0096 91.5592 15 8 15.9729 16.1033 0.1304 15.9828 0.0099

9 8 15.4404 15.5277 0.0873 15.4469 0.0065 23 8 15.6913 15.7661 0.0748

0.0975

15.6965 0.0052

0.0072 92.6154 10 12 15.9725 16.1666 0.1941 15.9897 0.0172

1 12 15.4309 15.6305 0.1996 15.4490 0.0181 24 12 15.6853 15.8747 0.1894

0.1944

15.7018 0.0165

0.0173 91.1164 17 16 15.9726 16.2160 0.2434 15.9922 0.0196

12 16 15.4323 15.6433 0.2110 15.4505 0.0182 6 16 15.6875 15.9414 0.2539

0.2361

15.7076 0.0201

0.0193 91.8255 14 20 15.9727 16.1747 0.2020 15.9887 0.0160

26 20 15.4414 15.6586 0.2172 15.4593 0.0179 3 20 15.6848 15.8968 0.2120

0.2104

15.7020 0.0172

0.0170 91.9043 4 24 15.9724 16.4404 0.4680 16.0249 0.0525

27 24 15.4421 15.9494 0.5073 15.5023 0.0602 20 24 15.6845 16.0970 0.4125

0.4626

15.7362 0.0517

0.0548 88.1539 16 28 15.9725 17.1441 1.1716 16.0392 0.0667

21 28 15.4419 16.5504 1.1085 15.5023 0.0604 7 28 15.6846 16.8101 1.1255

1.1352

15.7484 0.0638

0.0636 94.3945 19 32 15.9731 17.2906 1.3175 16.0785 0.1054

8 32 15.4424 16.5565 1.1141 15.5293 0.0869 22 32 15.6850 16.2090 0.5240

0.9852

15.7264 0.0414

0.0779 92.0930 2 36 15.9737 16.4201 0.4464 16.0094 0.0357

18 36 15.4427 16.4553 1.0126 15.5338 0.0911 11 36 15.6851 16.3921 0.7070

0.7220

15.7424 0.0573

0.0614 91.5005

Keterangan: WPM 2 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 4 ppm 2,4-D


(3)

Tabel VI. Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada WPM 3

botol no.

hari panen

ke-

bobot media

bobot media+ kalus

bobot kalus basah awal

rata-rata bobot

kalus basah awal

bobot wadah

bobot wadah+

kalus basah

bobot kalus basah akhir

rata-rata bobot basah akhir

Partum-buhan kalus 13 4 87.3704 87.4290 0.0586 15.4245 15.5767 0.1522

5 4 85.7341 85.7938 0.0597 15.5342 15.6873 0.1531 19 4 86.2345 86.2929 0.0584

0.0589

15.3101 15.4618 0.1517

0.1523 0.0934 7 8 87.4038 87.4733 0.0695 15.4251 15.5742 0.1491

26 8 84.0312 84.0995 0.0683 15.5411 15.7600 0.2189 14 8 88.1356 88.2084 0.0728

0.0702

15.3250 15.5528 0.2278

0.1986 0.1284 4 12 81.8438 81.9158 0.0720 15.4242 15.6753 0.2511

10 12 83.3756 83.4514 0.0758 15.5341 15.7866 0.2525 17 12 87.2125 87.2810 0.0685

0.0721

15.3113 15.5616 0.2503

0.2513 0.1792 12 16 84.0655 84.0907 0.0252 15.4240 15.5910 0.1670

6 16 87.7751 87.8222 0.0471 15.5457 15.7299 0.1842 20 16 83.0134 83.0973 0.0839

0.0521

15.3226 15.6872 0.3646

0.2386 0.1865 11 20 84.5527 84.6048 0.0521 15.4235 15.6408 0.2173

8 20 85.6123 85.6591 0.0468 15.5339 15.7295 0.1956 21 20 81.4726 81.5282 0.0556

0.0515

15.3221 15.5857 0.2636

0.2255 0.1740 3 24 83.8551 83.9470 0.0919 15.4234 15.5792 0.1558

23 24 80.3157 80.4092 0.0935 15.5340 16.3611 0.8271 18 24 82.0598 82.1546 0.0948

0.0934

15.3235 16.1736 0.8501

0.6110 0.5176 9 28 81.8960 82.0078 0.1118 15.4238 15.7365 0.3127

25 28 87.3059 87.4636 0.1577 15.5341 17.3126 1.7785 27 28 86.1135 86.4296 0.3161

0.1952

15.3237 18.1750 2.8513

1.6475 1.4523 24 32 83.3756 83.6198 0.2442 15.4240 16.9564 1.5324

1 32 85.0453 85.1289 0.0836 15.5347 15.6754 0.1407 16 32 82.1123 82.2558 0.1435

0.1571

15.3229 17.9887 2.6658

1.4463 1.2892 22 36 89.1899 89.3617 0.1718 15.4237 16.4621 1.0384

2 36 80.8751 81.129 0.2539 15.5343 17.2136 1.6793 15 36 81.4433 81.5075 0.0642

0.1633

15.3238 15.8362 0.5124

1.0767 0.9134

Keterangan: WPM 3 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 2 ppm 2,4-D dan 1 ppm FAP.


(4)

Tabel VII. Penentuan susut pengeringan pada WPM 3

botol no.

hari panen

ke-

bobot wadah

bobot wadah+

kalus basah

bobot kalus basah akhir

rata-rata bobot kalus basah akhir

bobot wadah +

kalus kering

bobot kalus kering

akhir

rata-rata bobot kalus kering

akhir

% susut

pengering-an 13 4 15.4245 15.5767 0.1522 15.4376 0.0131

5 4 15.5342 15.6873 0.1531 15.5484 0.0142 19 4 15.3101 15.4618 0.1517

0.1523

15.3217 0.0116

0.0130 91.4880 7 8 15.4251 15.5742 0.1491 15.4353 0.0102

26 8 15.5411 15.7600 0.2189 15.5559 0.0148 14 8 15.3250 15.5528 0.2278

0.1986

15.3405 0.0155

0.0135 93.2024 4 12 15.4242 15.6753 0.2511 15.4442 0.0200

10 12 15.5341 15.7866 0.2525 15.5553 0.0212 17 12 15.3113 15.5616 0.2503

0.2513

15.3311 0.0198

0.0203 91.9087 12 16 15.4240 15.5910 0.1670 15.4382 0.0142

6 16 15.5457 15.7299 0.1842 15.5616 0.0159 20 16 15.3226 15.6872 0.3646

0.2386

15.3522 0.0296

0.0199 91.6597 11 20 15.4235 15.6408 0.2173 15.4413 0.0178

8 20 15.5339 15.7295 0.1956 15.5504 0.0165 21 20 15.3221 15.5857 0.2636

0.2255

15.3404 0.0183

0.0175 92.2247 3 24 15.4234 15.5792 0.1558 15.4369 0.0135

23 24 15.5340 16.3611 0.8271 15.6035 0.0695 18 24 15.3235 16.1736 0.8501

0.6110

15.4016 0.0781

0.0537 91.2111 9 28 15.4238 15.7365 0.3127 15.4473 0.0235

25 28 15.5341 17.3126 1.7785 15.7187 0.1846 27 28 15.3237 18.1750 2.8513

1.6475

15.4534 0.1297

0.1126 93.1654 24 32 15.4240 16.9564 1.5324 15.5566 0.1326

1 32 15.5347 15.6754 0.1407 15.5460 0.0113 16 32 15.3229 17.9887 2.6658

1.4463

15.5228 0.1999

0.1146 92.0763 22 36 15.4237 16.4621 1.0384 15.5016 0.0779

2 36 15.5343 17.2136 1.6793 15.6619 0.1276 15 36 15.3238 15.8362 0.5124

1.0767

15.3648 0.0410

0.0822 92.3687

Keterangan: WPM 3 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 2 ppm 2,4-D dan 1 ppm FAP.


(5)

Lampiran 4

Komposisi Woody Plant Medium

Makronutrien

Ammonium nitrat

(NH

4

NO

3

)

400

mg/l

Kalsium nitrat-tetrahidrat (Ca(NO

3

)

2

.4H

2

O)

576

mg/l

Kalsium klorida-dihidrat (CaCl

2

.2H

2

O)

96

mg/l

Magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO

4

.7H

2

O) 370

mg/l

Kalium dihidrogen fosfat (KH

2

PO

4

)

170

mg/l

Mikronutrien

Mangan (II) sulfat tetrahidrat (MnSO

4

.4H

2

O) 22,3

mg/l

Seng sulfat heptahidrat (ZnSO

4

.7H

2

O)

8,6 mg/l

Asam borat

(H

3

BO

3

)

6,2

mg/l

Besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO

4

.7H

2

O) 27,8

mg/l

NaFeEDTA

37,3

mg/l

Vitamin

Mio-inositol

100

mg/l

Thiamin HCl

1 mg/l

Asam nikotinat

0,5 mg/l

Piridoksin HCl

0,5 mg/l


(6)

BIOGRAFI PENULIS

pasangan Bapak Petrus Sugi

Penulis skripsi berjudul “

Profil Pertumbuhan dan

Kandungan Glikosida Jantung Kalus Daun

Kamboja Jepang (Adenium obesum (Forssk.)

Roem. & Schult.) dalam Woody Plant Medium

dengan Variasi Konsentrasi Asam

2,4-Diklorofenoksiasetat dan 6-Furfurylaminopurine”

bernama Lukas Eko Widyasmoro. Penulis dilahirkan

di Yogyakarta pada tanggal 29 Maret 1984 dan

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari

yanto dan Ibu Hilaria Widyaksi. Penulis menempuh

pendidikan di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta (1996-1999),

SMU Kolese de Britto Yogyakarta (1999-2002), dan melanjutkan pendidikan ke

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2002.

Selama di Fakultas Farmasi, penulis aktif di kegiatan-kegiatan kepanitiaan antara

lain Tiga Hari Temu Akrab Farmasi (Titrasi) tahun 2003 dan 2004, Inisiasi Sanata

Dharma (Insadha) tahun 2005, dan Pekan Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia

(PIMFI) tahun 2005. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti pelatihan “

Safety

in Laboratory

” yang diadakan atas kerja sama antara Universitas Sanata Dharma

dan PT. Merck Tbk tahun 2007. Penulis juga aktif dalam UKF Sepak Bola

Fakultas Farmasi “Squadra Viola”.