LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

14

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak lepas dari sejarah kehidupan bangsa. Setelah Indonesia merdeka, pelayanan kesehatan masyarakat dikembangkan sejalan dengan tanggung jawab pemerintah melindungi masyarakat Indonesia dari gangguan kesehatan karena kesehatan adalah hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pemerintah dengan mengembangkan infrastruktur di berbagai tanah air untuk melaksanakan kewajiban melindungi masyarakat dari gangguan kesehatan Gde, 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas rumah sakit antara lain seperti kualitas sumber daya manusia, teknologi yang digunakan, obat-obatan yang digunakan, kedisiplinan, motivasi kerja yang tinggi dan tingkat pelatihan karyawan rumah sakit. Perawat merupakan salah satu sumber daya manusia yang sangat berperan penting di rumah sakit. Dengan demikian, kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan perlu menjadi fokus perhatian. Terkadang rumah sakit sering mengalami kesulitan menghadapi perawat baru yang masih memiliki sedikit pengalaman kerja, sehingga perlu diberikan pelatihan-pelatihan untuk dapat meningkatkan pengetahuan perawat sehingga menghasilkan kinerja yang baik Marnis, 2006. Universitas Sumatera Utara 15 Menurut Prawirohardjo 2002 pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Syarat pelayanan kesehatan yang baik dapat dibedakan atas 13 macam yaitu: tersedia available, menyeluruh comprehensive, terpadu integrated, berkesinambungan continue, adilmerata equity, mandiri sustainable, wajar appropilate, dapat diterimaacceptable, dapat dijangkau affordable, efektif effective, efisien efficient, serta bermutu quality. Waltson 2004 mengemukakan bahwa dari semua unsur pelayanan kesehatan yang diberikan, perilaku perawat merupakan hal yang terpenting dalam menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Karena hubungan antara pemberi pelayanan kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan pasien. Terlebih lagi karena profesi keperawatan merupakan ujung tombak dari jasa pelayanan kesehatan itu sendiri. Ilmu keperawatan merupakan suatu disiplin ilmu praktis yang berkembang, menjadikan perawat dalam menjalankan profesinya ditantang untuk lebih tanggap terhadap kebutuhan pasien yang mempunyai implikasi terhadap kesehatan atau sistem pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari asuhan keperawatan, yaitu membantu pasien untuk mencapai potensi kesehatan sepenuhnya. Dalam membantu pasien mencapai potensi kesehatan yang sepenuhnya, perawat harus mempunyai suatu pendekatan yang menyeluruh, seperti pendekatan keperawatan komprehensif, yaitu pemberian asuhan Universitas Sumatera Utara 16 keperawatan secara bio, psiko, sosio, spiritual yang digunakan oleh perawat Waltson, 2004. Sasaran kedua dari asuhan keperawatan adalah keluarga pasien. Keluarga pasien merupakan pengambil keputusan dalam proses keperawatan pasien dan juga memiliki hubungan dengan masalah kesehatan didalam anggota keluarga. Keluarga pasien sering ikut turut andil dalam proses perawatan yang diberikan petugas kesehatan termasuk perawat, sehingga terkadang membuat perawat sulit untuk mengambil keputusan dalam melaksanakan perannya sebagai pemberi layanan kesehatan Asmadi, 2008. Gaffar 1999 mengemukakan bahwa perawat juga memiliki peran lain yang harus dilakukan seperti, menjaga kepercayaan pasien, berdiskusi dengan dokter maupun tim medis lainnya, selalu belajar untuk lebih terampil, memberikan keperawatan dengan segala kondisi pasien, bahkan perawat harus belajar untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat dilihat dari perilaku maupun keterampilan yang ditunjukkan oleh perawat maupun dokter atau pemberi pelayanan kesehatan dari ilmu yang mereka miliki. Hasil penelitian Zane 1998 menemukan adanya korelasi yang kuat antara pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat dengan kepuasan yang disampaikan oleh pasien. Selanjutnya, hasil penelitian Ismar 2002 menunjukkan bahwa jumlah perawat dalam penelitiannya yang dinilai tidak melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan kode etik keperawatan hampir separuhnya, yaitu sebesar 48,3, dan sebesar 79,2 pasien Universitas Sumatera Utara 17 merasa tidak puas terhadap perilaku perawat. Menurut sebagian besar pasien dalam penelitian ini, pelayanan yang diberikan perawat kurang memuaskan terutama cara mereka melakukan pendekatan kepada pasien. Perawat dinilai gagal dalam memperlihatkan perilaku yang seharusnya menjadi tuntutan kinerja mereka seperti memperlihatkan kepedulian dan kedekatan kepada pasiennya. Gambaran tuntutan kinerja perawat tersebut digolongkan ke dalam virtue humanity yang dikemukakan Peterson Seligman 2004. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa humanity pada perawat rumah sakit memberi pengaruh besar terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan yang selanjutnya akan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit secara keseluruhan. Pasien yang puas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan aset yang sangat berharga, apabila pasien merasa puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pelayanan kesehatan tersebut. Tetapi sebaliknya, jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruk yang dialaminya. Steiber 1995 menyatakan bahwa keluhan yang sering disampaikan oleh pasien yang tidak puas diantaranya adalah sikap perawat yang tidak bersahabat, kurangnya kesediaan untuk menjelaskan tentang penyakit yang mereka alami dan perawat yang dinilai diskriminasi dalam memberikan perawatan dimana pasien yang kurang mampu tidak mendapat pelayanan yang baik dari perawat rumah sakit. Kemudian opini masyarakat di Indonesia menyatakan kesan utama mereka terhadap perilaku perawat berkonotasi negatif seperti tidak ramah, judes, pemarah, dan tidak mau memberikan informasi yang diperlukan Hamid, 2001. Universitas Sumatera Utara 18 Perawat dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sering berada dalam konflik, di satu sisi perawat dituntut untuk mengutamakan keuntungan, namun di sisi lain mereka harus menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik keperawatan yang harus senantiasa mengutamakan kesejahteraan pasien. Selanjutnya Waltson 2004 mengemukakan bahwa tugas perawat tidak hanya menitikberatkan pada perilaku caring saja. Perawat juga harus mengontrol lingkungan penyembuhan, membantu rehabilitasi, memantau dan menanggulangi pasien dengan penyakit kronis. Dalam menjalankan tugasnya perawat juga banyak terkait pada pengawasan pemakaian teknologi yang kompleks, memberi informasi dan pendidikan kesehatan serta berusaha memahami segala kebutuhan pasien sebagai manusia yang utuh. Hal ini membuat perawat sering bekerja dalam situasi yang kompleks dan ambigu Day, 2007. Melihat begitu banyaknya tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan, humanity yang dimiliki perawat akan membantu mereka menghadapi tantangan-tantangan yang ada sehingga perawat tetap menunjukkan profesionalisme dalam bekerja. Humanity menurut Peterson Seligman 2004 merupakan kekuatan interpersonal yang melibatkan melibatkan kedekatan dan pertemanan dengan orang lain serta menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada orang lain. Humanity merupakan virtue yang terdiri dari tiga kekuatan karakter yang merupakan komponen-komponen psikologis proses dan mekanisme yang memperjelas humanity tersebut. Kekuatan karakter character strenght merupakan karakter baik yang mengarahkan dan membantu individu dalam proses pencapaian virtue tersebut Peterson Seligman, 2004. Kekuatan karakter Universitas Sumatera Utara 19 tersebut adalah love, kindness, dan social intelligence. Perawat yang memiliki humanity akan semakin menunjukkan profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya melakukan praktik keperawatan. Perawat dituntut untuk dapat menerima berbagai macam kondisi yang dialami pasien. Selain itu, perawat dalam kesehariannya menghadapi banyak pasien yang berjuang melawan berbagai jenis penyakit yang diderita juga mampu menunjukkan kepeduliannya, bertanggung jawab merawat para pasien, dan memberikan perhatian kepada para pasien. Agar perawat selalu siap memenuhi kebutuhan para pasien, maka perawat juga harus memiliki love yang merupakan kekuatan karakter dari humanity. Peterson Seligman 2004 mengemukakan bahwa love merupakan kekuatan karakter yang akan semakin terlihat ketika individu mampu menerima, memberikan cinta, dan menunjukkan kepedulian kepada orang lain dari kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Love yang dimiliki seorang perawat akan membantu dirinya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai perawat, sehingga pasien yang dirawat dapat merasa nyaman pada sikap perawat. Love yang diberikan perawat bisa berupa perhatian, kepeduliannya pada saat merawat pasien dan mampu menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh pasien. Sikap perawat seperti itu, menjadi dorongan semangat dalam diri pasien yang dapat membantu mempercepat proses kesembuhan pasien. Hal tersebut dapat dilihat dalam pernyataan berikut ini: “Saat ini bukan zamannya perawat yang ketus dan bentak-bentak pasien. Mereka harus ramah dan tidak semena-mena dengan pasien, karena sikap perawat yang peduli pada pasien bisa memberikan nilai plus terhadap pasien sehingga mereka yang sakit cepat sembuh..”dalam okezone.com, 2013. Universitas Sumatera Utara 20 Perawat juga membutuhkan kindness dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Misalnya, dalam memberikan bantuan pertolongan kepada pasien dan keluarga pasien yang membutuhkan perawat harus dapat menunjukkan sikap yang tulus sehingga memberikan rasa nyaman kepada pasien dan keluarga pasien selama mereka dirawat. Kindness merupakan tindakan sukarela dalam memberikan pertolongan dan kepedulian kepada orang lain. Karakter ini berkaitan erat dalam hal kemanusiaan, dalam arti semua orang berhak mendapat perhatian dan pengakuan tanpa alasan tertentu, namun hanya karena mereka memang berhak mendapatkannya Peterson Seligman, 2004. Perawat yang memiliki kindness akan menunjukkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Keperawatan sebagai profesi adalah pekerjaan yang bersifat menetap dan segala resiko pekerjaan harus dapat diterima bukan karena keterpaksaan sehingga diperlukan kesungguhan hati untuk menekuni profesi keperawatan Asmadi, 2008. Karakter yang terakhir, seorang perawat membutuhkan social intelligence yang kemudian bisa membantunya menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada lingkungan pekerjaan sehingga perawat mampu bertahan dan beradaptasi dengan kondisi di lingkungannya dengan baik. Sebagai seorang perawat, ia harus selalu siaga dan peka terhadap situasi di lingkungan pekerjaan setiap harinya misalnya dalam menghadapi keadaan darurat. Kelengahan, kelambatan, dan kesalahan dalam menganalisis kebutuhan pasien dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien, terutama pasien yang berada dalam kondisi kritis Asmadi, 2008.Hal ini didukung pernyataan Peterson Seligman 2004 yang Universitas Sumatera Utara 21 mengemukakan, social intelligence merupakan kemampuan untuk mengenal dan mempengaruhi diri sendiri dan orang lain, sehingga dapat beradaptasi di lingkungan dengan baik. Selain itu, perawat yang bekerja pada pasien yang sedang berjuang melawan penyakitnya harus menunjukkan rasa semangat kepada diri pasien, sehingga mereka termotivasi untuk sembuh. Hal ini didukung dengan pernyataan Asmadi 2008 bahwa keberhasilan perawat dalam menyelamatkan hidup pasien bukan hanya berdampak pada pasien tersebut, tetapi keluarganya sehingga keberhasilan itu menimbulkan kepuasan tersendiri bagi perawat. Namun pasien rumah sakit di Medan masih banyak mengeluh tentang lambatnya kinerja perawat di rumah sakit. Hal ini terlihat dari kasus yang terjadi pada salah satu rumah sakit di Medan yang menunjukkan bahwa perawat belum memiliki social intelligence, sehingga lambat dalam menangani pasien, sebagai berikut: “Anak saya lahir kamis pagi dirumah sakit Bandung. Namun lantaran mengalami sesak nafas, langsung dirujuk ke Pringadi. Tapi sampai disini kami di bola-bola tidak ada perawat yang mau menangani. Padahal anak saya membutuhkan mesin oksigen dengan segera..”Della, dalam okezone.com, 2012. Ketiga hal inilah yang tercakup di dalam humanity dan harus dimiliki oleh seorang perawat dalam mengoptimalkan peran dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimana gambaran humanity pada perawat rumah sakit di Medan. Universitas Sumatera Utara 22

B. PERUMUSAN MASALAH