71
Kindness Suku
N Mean
SD
Batak 41
19,48 3,24
Jawa 16
19,37 1,85
Karo 86
19,34 3,04
Mandailing 12
21,00 2,73
Minang 4
21,00 2,16
Simalungun 7
17,28 1,25
Toba 33
20,90 3,10
Social Intelligence Suku
N Mean
SD
Batak 41
15,04 2,72
Jawa 16
14,81 3,85
Karo 86
14,53 3,05
Mandailing 12
13,75 2,63
Minang 4
14,25 3,30
Simalungun 7
15,14 2,54
Toba 33
14,90 2,60
Seperti terlihat pada tabel 26 di atas, diperoleh nilai mean tertinggi perawat rumah sakit dengan suku Simalungun pada kekuatan karakter love 22,14
dan terendah suku Mandailing 20,66. Pada kekuatan karakter kindness diperoleh nilai mean tertinggi perawat rumah sakit dengan suku Mandailing 21,00 dan
suku Minang 21,00 dan terendah suku Simalungun 17,28. Nilai mean tertinggi pada perawat rumah sakit pada kekuatan karakter social intelligence yaitu suku
Simalungun 15,14 dan terendah pada suku Mandailing 13,75.
C. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil utama dari penelitian ini, didapatkan bahwa mayoritas perawat rumah sakit memiliki humanity dalam kategori sedang dengan persentase
sebesar 67,9. Hal ini menunjukkan bahwa perawat rumah sakit dalam penelitian ini umumnya sudah memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal
dengan para pasien serta mampu menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada
Universitas Sumatera Utara
72 para pasien walaupun hal tersebut belum mampu dilakukan secara maksimal. Hal
ini juga didukung dengan hasil penemuan terhadap kekuatan karakter yang membentuk humanity tersebut, dimana perawat rumah sakit memiliki kekuatan
karakter love, kindness dan social intelligence juga dalam kategori sedang. Perawat rumah sakit dalam penelitian ini memiliki humanity dalam
kategori sedang, artinya perawat sudah mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan para pasien walaupun belum secara
maksimal. Hal ini dapat menjadi perhatian khusus bagi pihak rumah sakit untuk dapat terus meningkatkan kualitas sumber daya manusianya agar pengguna jasa
pelayanan kesehatan merasa puas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Kemudian perawat menjadi semakin percaya diri
terhadap kemampuannya dalam memberikan asuhan pelayanan kesehatan Waltson, 2004.
Ditinjau dari skor kekuatan karakter yang membentuk humanity dapat dilihat dari kekuatan karakter love yang menunjukkan mean 25,0 dan sebanyak 1
perawat rumah sakit 0,5 berada pada kategori tinggi dengan perawat rumah sakit yang memiliki skor tertinggi 40. Pada kategori sedang terdapat 136 perawat
rumah sakit 68,2, ini menunjukkan bahwa para perawat rumah sakit sudah mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya hanya saja belum maksimal.
Pada kategori rendah terdapat 62 perawat rumah sakit 31,2, hal ini menunjukkan bahwa perawat rumah sakit tersebut tidak memiliki kemampuan
untuk menjalin hubungan dengan pasien dan tidak perduli terhadap terhadap orang lain. Peterson Seligman 2004 menyatakan bahwa self-esteem,
Universitas Sumatera Utara
73 kemampuan dan motivasi mempengaruhi ketahanan seseorang dalam mencapai
tujuan. Berdasarkan pernyataan ini, maka perawat rumah sakit dengan love rendah tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal, memiliki
rasa peracaya diri yang rendah akan kemampuannya dan memiliki motivasi rendah dalam bekerja.
Pada kekuatan karakter kindness diperoleh mean 27,5 dan terdapat sebanyak 21 perawat rumah sakit 10,6 berada pada kategori sedang dengan
skor tertinggi 36. Peterson Seligman 2004, mengemukakan bahwa kindness merupakan perilaku menolong yang tidak didasarkan pada prinsip timbal-balik,
pencapaian reputasi, atau hal lain yang menguntungkan diri sendiri. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka perawat rumah sakit yang memiliki kindness dalam
kategori sedang akan memberikan pertolongan kepada kepada orang lain yang membutuhkan tanpa didasari prinsip timbal balik walaupun perilaku tersebut
belum ditunjukkan secara maksimal. Kemudian pada kategori rendah terdapat 178 perawat rumah sakit 89,4, hal ini menunjukkan bahwa perawat rumah sakit
dalam memberikan pertolongan kepada orang lain masih didasarkan pada prinsip timbal-balik, pencapaian reputasi atau hal lain untuk menguntungkan dirinya
sendiri. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan karakter ketiga dari virtue
humanity yaitu social intelligence memperoleh hasil terendah dibandingkan kedua kekuatan karakter lainnya dengan mean 17,5 dan terdapat sebanyak 7 3,5, dan
perawat rumah sakit yang berada pada kategori tinggi dengan skor tertinggi 28. Social intelligence, dimaksudkan agar individu dapat memahami persamaan dan
Universitas Sumatera Utara
74 perbedaan suatu hal mengenai pola dan melihat hubungan lainnya Peterson
Seligman, 2004. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka perawat rumah sakit yang memiliki social intelligence pada kategori tinggi akan menggunakan
kemampuan intelegensi, melibatkan pemahaman diri dan penilaian diri yang akurat, termasuk kemampuan untuk alasan tentang motivasi internal, emosional
dan proses dinamis. Pada kategori sedang terdapat 120 perawat rumah sakit 60,3 yang menunjukkan perawat rumah sakit dalam melakukan pekerjaannya
memiliki kemampuan inteligensi yang belum terlalu baik sehingga pada saat menghadapi tantangan pekerjaan yang berat dapat menurunkan motivasi perawat
rumah sakit dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Pada kategori rendah terdapat 72 perawat rumah sakit 36,2, hal ini menunjukkan bahwa
perawat rumah sakit tersebut tidak memiliki pemahaman dan penilaian diri yang akurat, termasuk kemampuan untuk alasan tentang motivasi internal, melihat
begitu banyaknya tanggung jawab dari seorang perawat jika mereka memiliki social intelligence yang rendah maka dapat dipastikan mereka tidak akan mampu
menjalankan perannya sebagai perawat. Peterson Seligman 2004 menyatakan bahwa self-esteem, kemampuan dan motivasi sangat mempengaruhi ketahanan
seseorang dalam mencapai tujuan. Peterson Seligman 2004 menyatakan bahwa gender mempengaruhi
tema dimana individu menampilkan kekuatan karakter pada suatu situasi. Bila ditinjau dari jenis kelamin, nilai mean humanity perawat rumah sakit jenis
kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Berdasarkan kekuatan karakternya, mean social intelligence merupakan nilai mean terendah
Universitas Sumatera Utara
75 dibandingkan dengan kedua kekuatan karakter lainnya. Pada kekuatan karakter
social intelligence mean perempuan lebih tinggi dari mean laki-laki, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Kartono 1989 bahwa betapapun
baik dan cemerlangnya intelegensi perempuan, namun pada intinya perempuan hampir-hampir tidak mempunyai ketertarikan terhadap hal-hal teoritis seperti laki-
laki, perempuan lebih tertarik pada hal-hal yang praktis, perempuan juga lebih dekat pada masalah-masalah kehidupan yang praktis, sedangkan laki-laki lebih
tertarik pada segi-segi abstrak. Social intelligence mengarah pada kemampuan berfikir abstrak, untuk memahami persamaan dan perbedaan suatu hal mengenai
pola dan melihat hubungan lainnya, ada tiga intelegensi yaitu: personal, sosial dan emosional Peterson Seligman 2004.
Perkembangan dan pembentukan karakter terjadi disepanjang rentang kehidupan Narvez Lapsley, 2009. Bila ditinjau dari usia, mean skor humanity
tertinggi diperoleh dari perawat rumah sakit dengan usia dewasa akhir sebesar 56,00. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat usia
semakin baik humanity yang dimiliki. Leimon Mahon 2009 menyatakan bahwa disepanjang kehidupan individu pasti akan menghadapi kedekatan,
kepedulian dan perhatian. Semakin bertambahnya usia dan pengalaman, maka perawat rumah sakit akan lebih memiliki kekuatan interpersonal yang melibatkan
kedekatan, kepedulian dan perhatian kepada orang lain. Berdasarkan mean kekuatan karakter, perawat rumah sakit usia dewasa
akhir kekuatan karakter love dan kindness memiliki mean tertinggi yaitu love 21,47 dan kindness 20,47. Hal ini menunjukkan semakin bertambahnya usia maka
Universitas Sumatera Utara
76 semakin baik kekuatan interpersonal yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan tugas
perkembangan menurut Erikson dalam Papalia, 2004. Sedangkan pada kekuatan karakter social intelligence menunjukkan mean tertinggi pada usia dewasa madya,
hal ini berarti kondisi fisik mendukung perawat rumah sakit dalam melakukan aktifitasnya Santrock, 2002.
Kebiasaan tertentu yang mendorong seseorang untuk menampilkan kekuatan karakter tertentu dalam menghadapi situasi tertentu disebut situational
themes. Situational themes tersebut pasti berbeda dalam situasi yang berbeda. Dengan kata lain, situational themes bergantung situasinya Peterson Seligman,
2004. Dalam penelitian ini ada dua unit kerja yang memiliki situasi yang berbeda, yaitu rawat inap dan UGD. Secara umum, perawat rumah sakit yang
bekerja di unit UGD memiliki mean humanity lebih tinggi dari perawat rumah sakit yang bekerja di unit rawat inap yaitu sebesar 55,94, dan perawat rumah sakit
yang bekerja di unit rawat inap memiliki mean humanity 55,54. Perawat dalam menjalankan tugas dan taggung jawabnya sering berada dalam konflik dimana di
satu sisi perawat dituntut untuk mengutamakan keuntungan, namun di sisi lain sesuai dengan kode etik keperawatan, perawat harus selalu senantiasa
mengutamakan kesejahteraan pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan Day 2007, yaitu perawat sering bekerja dalam situasi yang kompleks dan ambigu,
menbuat perawat rumah sakit yang bekerja di UGD mengalami tekanan dan tingginya tingkat stress yang dihadapi oleh perawat rumah sakit, menjadikan
motivasi kerja para perawat menurun sehingga mempengaruhi kualitas pelayanan yng diberikan.
Universitas Sumatera Utara
77 Budaya menggambarkan apa yang kita butuhkan dan bagaimana
memaknai kepuasan hidup, yang kemudian mempengaruhi bagaimana kita menyelesaikan emosi, perasaan, hubungan dengan orang lain dan apa yang kita
pikirkan, bagaimana kita mengatasi kehidupan dan kematian, juga bagaimana memandang sehat atau sakit Cross Markus et. al, dalam Pervin, 2005. Bila
ditinjau dari suku subjek penelitian, mean humanity tertinggi perawat rumah sakit pada penelitian ini ada pada subjek penelitian suku Simalungun 57,14 dan
terendah ada pada subjek penelitian suku Karo 54,73. Perawat dengan suku Simalungun memiliki mean tertinggi dibandingkan suku lain dari perawat rumah
sakit. Hal ini karena sifat masyarakat suku Simalungun yang selalu tolong- menolong dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari, sehingga secara otomatis
humanity terbentuk didalam diri mereka. Hal ini sejalan dengan karakter utama dari suku Simalungun yang diungkapkan oleh Nurwani 2008, suku Simalungun
dalam melakukan segala bentuk kegiatan selalu mengutamakan gotong-royong dan sistem kekeluargaan, karena masyarakat Simalungun dalam melakukan
pekerjaan selalu tolong-menolong dan bersama-sama.
Universitas Sumatera Utara
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan
diuraikan kesimpulan dari penelitian ini kemudian akan dilanjutkan dengan saran- saran praktis dan metodologis yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian
yang akan datang yang berhubungan dengan penelitian ini.
A. KESIMPULAN
Berikut ini akan dipaparkan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pengolahan dan analisis data:
1. Gambaran humanity perawat rumah sakit pada penelitian ini umumnya berada pada kategori sedang, dengan kekuatan karakter love, kindness, dan social
intelligence yang membentuknya juga berada pada kategori sedang. Artinya perawat rumah sakit sudah mampu untuk menunjukkan sikap yang baik
kepada para pasien dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya walaupun hal tersebut belum ditunjukkan secara maksimal.
2. Gambaran humanity pada perawat rumah sakit berdasarkan kekuatan karakter yang membentuknya:
1. Love pada perawat rumah sakit ditinjau dari: a. Jenis kelamin, dimana gambaran mean love, perawat rumah sakit laki-
laki lebih tinggi dari perawat rumah sakit perempuan.
Universitas Sumatera Utara