Latar Belakang Masalah Perilaku kesehatan medis pada keluarga penderita skizofrenia yang dipasung.

5 untuk melakukan tindakan pemasungan, termasuk pada pasien yang sudah mendapatkan pengobatan. Berikut ini adalah hasil cerita singkat yang dijumpai penulis berkaitan dengan permasalahan mengenai pemasungan di provinsi Bali. Permasalahan yang diceritakan oleh seorang psikiater yang berkecimpung dalam Suryani Institute for Mental Health , pada tanggal 14 Agustus, 2015. Seorang psikiater mendapatkan informasi ini, ketika ia melakukan kegiatan penanganan pasien skizofrenia yang dipasung: ”Beberapa orangtua terkadang sangat antusias dengan kedatangan para psikiater dan perawat yang datang ke rumah- rumah penderita yang dipasung untuk memberikan pengobatan, bahkan beberapa diantara mereka meminta agar pengobatan tersebut dilakukan dengan rutin agar anak mereka bisa pulih kembali. Namun ketika psikiater melakukan pendekatan dengan orang tua untuk melepas pasung, beberapa diantara orangtua menunjukan sikap penolakan dan cenderung mengalihkan pembicaraan “ Tidak hanya itu, salah satu team Suryani Institute for Mental Health ikut menambahkan lagi komentarnya mengenai permasalahan program pemerintah tersebut : “Masalahnya tidak hanya membebaskan pasien skizofrenia saja, tapi ada penanganan jangka panjang yang tidak pernah orang bayangkan. Kebanyakan orang berpikir seperti 6 menangani sakit flu, setelah panas hilang pasien akan berfungsi kembali dengan sendirinya” Berdasarkan pemaparan di atas, serta hasil wawancara singkat yang dilakukan, penulis melihat bahwa pemerintah sudah mencoba menangani permasalahan pemasungan yang terjadi di Indonesia, dengan cara memberi bantuan pengobatan kepada penderita skizofrenia yang dipasung. Namun, tidak semua penanganan tersebut berjalan dengan lancar. Beberapa keluarga memilih untuk tetap memasung anaknya dan tidak mau melepas pasien dan membawa pasien berobat kembali kerumah sakit, walaupun pemerintah sudah mengeluarkan jaminan kesehatan berupa pemberian fasilitas dan pengobatan gratis melalui program bebas pasung. Saat ini muncul pertanyaaan mengenai bagaimana pemanfaatan jaminan kesehatan medis tersebut oleh keluarga yang mendapat pengobatan medis, terutama keluarga yang berhenti melakukan pengobatan medis dan tetap melakukan perilaku memasung, padahal pemerintah sudah mengeluarkan dana untuk meluncurkan program pengobatan gratis tersebut. Apakah pemerintah kurang memberi fasilitas yang memadai kepada keluarga, sehingga keluarga berhenti menggunakan pengobatan medis dan masih tetap memasung anaknya? Apa yang melatarbelakangi perilaku tersebut sehingga keluarga berhenti menggunakan pengobatan medis dan tetap memasung? Menurut Lewin 1954 dalam Notoadmodjo 2010, perilaku keluarga dalam mengambil keputusan untuk pengobatan keluarganya dipengaruhi oleh kepercayaan keluarga terhadap fasilitas kesehatan. Upaya atau tindakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 seseorang untuk memanfaatkan sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia yang sering dipaparkan dalam bentuk perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat adalah sebuah hasil dari interaksi yang kompleks dan holistik oleh individu dengan lingkungan yang mempengaruhinya beserta pelayanan kesehatan yang ada. Sehingga perilaku kesehatan itu sangat dinamis dan mengikuti aspek-aspek yang mempengaruhinya. Menurut Lawrence Green, 1980 dalam Notoatmodjo, 2010 menjelaskan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECED: Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnoses and Evaluation. Precede ini adalah merupakan arahan dalam menganalisis atau mendiagnosis dan evaluasi perilaku untuk intervensi pendidikan promosi kesehatan. Precede dapat diuraikan melalui 3 faktor, yakni faktor- faktor predisposisi predisposing factors, yang terwujud dalam pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain, sikap yang menggambarkan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu terhadap penyakit tersebut oleh keluarga pasien. Faktor pemungkin enabling factors, yang terwujud dalam sumber-sumber daya yang mencakup fasilitas, biaya, waktu, tenaga, jarak tempuh, ketersediaan sarana pelayanan kesehatan, ketersedian alat transportasi yang mempengaruhi keluarga untuk menggunakan pengobatan medis. Faktor-faktor pendorong atau penguat renforcing factors, merupakan faktor sesudah perilaku yang memberikan reward atau insentif berkelanjutan bagi perilaku dan berkontribusi bagi persistensi atau pengulangan terhadap perilaku keluarga pasien. Munculnya fenomena pemasungan ini sebagai hasil dari perilaku kesehatan masyarakat dalam bentuk tanpa melakukan pengobatan, membuat penulis tertarik untuk melihat secara lebih dalam mengenai perilaku kesehatan yang terfokus pada pengobatan medis yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki anak penderita skizofrenia yang dipasung. Perilaku kesehatan medis mengkaji aktivitas dan respon keluarga berkaitan dengan upaya pemeliharaan atau peningkatan kesehatan dengan cara melihat pengalaman yang dirasakan selama proses pengobatan atau penyembuhan menggunakan pengobatan medis hingga keluarga mengambil keputusan untuk berhenti melakukan pengobatan dan memilih untuk melakukan pemasungan. Respon keluarga terhadap perilaku kesehatan medis dapat ditinjau dari beberapa faktor, yaitu predisposing factor, enabling, dan reinforcing causes in educational diagnoses and evaluation pada keluarga 9 yang memiliki anak penderita skizofrenia yang di pasung. Faktor-faktor tersebut akan dijadikan acuan bagi penulis dalam menganalisis atau diagnosis perilaku kesehatan medis dari keluarga sehingga dapat dilakukan evaluasi dan dapat memberikan intervensi yang sesuai. Diharapkan hasil penelitian bisa membantu pemerintah dan pemberi layanan kesehatan untuk memperbaiki program yang sudah dibentuk selama ini, dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan masyarakat mengenai penggunaan dari fasilitas kesehatan medis . Sehingga layanan kesehatan bisa menentukan strategi pendekatan yang lebih tepat dalam upaya mengubah perilaku kesehatan medis masyarakatnya yang masih tetap memasung anaknya. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian terhadap anggota keluarga yang memiliki anak atau saudara yang menderita gangguan skizofrenia yang masih dipasung dan pernah mendapatkan penanganan dari tim rumah sakit jiwa. Peneliti memilih anggota keluarga sebagai subjek karena perilaku kesehatan pada pasien skizofrenia merupakan perilaku yang dikondisikan oleh anggota keluarga pasien dan tidak dijalani, ataupun dirasakan sendiri oleh pasien. Sejauh ini belum ada penelitian yang membahas mengenai gambaran perilaku kesehatan medis pada keluarga yang memiliki anak menderita gangguan skizofrenia yang dipasung. Penelitian mengenai perilaku kesehatan selama ini juga lebih banyak membicarakan tentang perilaku kesehatan pada 10 penderita penyakit yang tergolong berat dan berstadium lanjut. Nugroho 2011 ingin melihat faktor yang melatarbelakangi drop out pengobatan tuberkolosis paru di BP4 Tegal, dan disimpulkan faktor yang melatarbelakangi drop out adalah lama pengobatan melewati tahap intensif sehingga gejala hilang dan pasien merasa sembuh, pembiayaan pengobatan tidak secara cuma-cuma, pasien tidak mengetahui tentang tahapan pengobatan, tidak adanya pengawasan menelan obat, adanya kesulitan transportasi menuju BP4, adanya efek samping obat, ketidaktahuan tentang komplikasi penyakit. Chusairi 2004 melakukan penelitian terhadap penderita kanker stadium akhir di poli perawatan paliatif, dan menghasilkan simpulan bahwa gambaran perilaku kesehatan pada pasien poli perawatan paliatif mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1 Penyakit yang berada pada tahap terminal membuat mereka memutuskan cara pengobatan medis maupun non-medis untuk memperingan beban sakit baik disease maupun illness nya 2 Para pasien poli perawatan paliatif sudah tidak banyak diminta untuk memutuskan sendiri cara pengobatannya, namun pendapat keluarga dan other person or significant person lebih berperan dalam pengambilan keputusan health seeking behavior-nya 3 Pertimbangan faktor internal seperti personal reference, kepercayaan dorongan spiritual dan sikap tetap memberikan kontribusi positif dalam health seeking behavior 4 Pertimbangan faktor eksternal seperti kondisi keuangan, budaya, waktu dan fasilitas juga merupakan sesuatu hal yang tidak pernah diabaikan dalam health seeking behavior. Beberapa peneliti juga sempat membahas mengenai 11 perilaku keluarga terhadap pasien skizofrenia. Salah satunya yaitu penelitian dari Wardhani 2013 yang melihat proses penerimaan keluarga terhadap pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap. Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya satu dari tiga keluarga pasien yang mau menerima secara penuh pasien skizofrenia. Hal tersebut dipengaruhi oleh permasalahan yang dihadapi ketiga keluarga yaitu: 1 Pemahaman dan informasi terkait gangguan jiwa, 2 Cara merawat pasien, 3 Penilaian lingkungan terhadap keluarga, 4 Penilaian keluarga terhadap pasien. Penulis sudah mencari jurnal online maupun jurnal cetak, namun sejauh ini penulis hanya sedikit menemukan jurnal atau hasil penelitian yang mengkaitkan pemasungan dengan perilaku kesehatan. Lestari, Choiriyyah, Mathafi 2014 melakukan penelitian untuk melihat kecenderungan atau sikap keluarga penderita gangguan jiwa terhadap tindakan pasung, dan menghasilkan kesimpulan bahwa 50 keluarga penderita gangguan jiwa yang datang ke poliklinik RSJ mempunyai sikap kurang mendukung terhadap tindakan pasung karena alasan kasihan, menyiksa, dengan dipasung penderita tidak bisa sembuh, bisa melukai, dan tidak bisa bergerak bebas. Sedangkan keluarga yang mempunyai kecenderungan untuk memasung merasa bahwa pasung baik dilakukan jika pasien mengamuk, jika kondisi ekonomi tidak ada, dan bersifat sementara untuk mengendalikan emosi pasien. Sehingga tidak mengamuk, membahayakan, dan mengganggu orang lain. Minas dan Diatri 2008 menjelaskan bahwa sedikit aktivis dan organisasi yang tertarik untuk meneliti penomena pemasungan, hal tersebut karena akses yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 terjangkau. Diharapkan jika penelitian berfokus pada perilaku kesehatan medis pasien, hasil ini dapat menambahkan informasi mengenai dinamika perilaku yang dilakukan keluarga selama menggunakan pengobatan medis dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan keluarga untuk berhenti menggunakan pengobatan medis dan tetap memasung pasien skizofrenia secara lebih mendalam, yang ditinjau dari faktor predisposing, enabling, dan reinforcing causes in educational diagnoses and evaluation pada keluarga yang memiliki anak penderita skizofrenia yang di pasung .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang, maka ditemukan dua pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku kesehatan yang ditinjau dari faktor predisposing, enabling, dan reinforcing causes in educational diagnoses and evaluation pada keluarga yang memiliki anak penderita skizofrenia yang di pasung? 2. Bagaimana perilaku kesehatan medis dan dinamika perilaku kesehatan medis pada keluarga yang memiliki anak menderita gangguan skizofrenia yang dipasung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran dari perilaku kesehatan medis pada keluarga yang memiliki anggota keluarga penderita skizofrenia yang dipasung, pengalaman dan proses yang jelas selama melakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 pengobatan medis, serta mengetahui alasan keluarga dalam pengambilan keputusan akhir untuk memasung.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber literatur terkait dengan tema pemasungan dan perilaku kesehatan medis. Selain itu, terkait dengan faktor minimnya penelitian mengenai kasus pemasungan, penulis berharap penelitian ini bisa menjadi tambahan informasi jika nantinya penelitian berikutnya ingin mengembangkan topik serupa. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Praktisi Psikologis

Diharapkan hasil dari penelitian mampu memberikan gambaran permasalahan-permasalahan pada pasien skizofrenia yang ada di lapangan, sehingga harapannya para praktisi psikologis bisa memberikan penanganan yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi di lapangan.

b. Bagi Pihak Rumah Sakit Jiwa

Diharapkan hasil tersebut dapat membantu pihak rumah sakit untuk memperbaiki program yang sudah dibentuk selama ini, dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan masyarakat mengenai penggunaan dari fasilitas kesehatan . Sehingga layanan kesehatan bisa menentukan strategi pendekatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 yang lebih tepat dalam upaya mengubah perilaku kesehatan masyarakatnya yang masih tetap memasung pasien.

c. Bagi Keluarga yang Memiliki Anak Dipasung

Diharapkan hasil penelitian bisa memberikan informasi dan gambaran kepada keluarga, bahwa perilaku pemasungan tidak baik untuk dilakukan kepada pasien skizofrenia. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini, penulis pertama-tama akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan penyakit skizofrenia, gejala-gejala, kategorisasi jenis skizofrenia dan etiologinya. Kemudian, penulis akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan perilaku kesehatan medis, khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan medis. Selanjutnya, pembahasan akan menerangkan mengenai definisi pemasungan dan jenis-jenisnya. Pada bagian terakhir, penulis akan menyampaikan kerangka konsep penelitian ini.

A. Skizofrenia 1. Definisi Gangguan Skizofrenia

Bleuler dalam Semiun 2006 menjelaskan bahwa skizofrenia diartikan sebagai “kepribadian terbelah”. Schizophrenia berasal dari bahasa Yunani dan terdiri dari dua kata, yakni schistos = terbelah dan phren = otak. Dengan demikian, skizofrenia berarti otak terbelah atau kepribadian terbelah. World Health Organitation 2013 menjelaskan bahwa skizofrenia adalah gangguan mental parah yang secara tipikal muncul pada usia remaja akhir atau dewasa awal. Gangguan ini ditandai dengan distorsi persepsi dan pikiran, serta emosi yang tidak sesuai. Gangguan ini juga meliputi fungsi-fungsi dasar yang pada orang normal, memberikan perasaan individualis, keunikan, dan pengarahan diri. Perilakunya benar- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 benar terganggu selama tahap munculnya gangguan, yang mengarah pada konsekuensi sosial yang tidak menyenangkan, kepercayaan salah yang sangat kuat dan tanpa realita. White mengatakan bahwa ciri yang sangat membedakan skizofrenia dari psikosis-psikosis lain ialah sikap aneh terhadap kenyataan, kurangnya perhatian untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan, perhatian untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan menjadi sekunder dibandingkan perhatiannya terhadap hal-hal lainnya White, 1948 dalam Semiun, 2006 Berdasarkan beberapa pengertian skizofrenia yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah gangguan mental parah yang cenderung muncul pada usia remaja akhir atau dewasa awal. Gangguan ini ditandai dengan distorsi persepsi dan pikiran, serta emosi yang tidak sesuai. Perilakunya benar-benar terganggu selama tahap munculnya gangguan. Ditandai dengan sikap aneh terhadap kenyataan, kurangnya perhatian untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan, perhatian untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan menjadi sekunder dibandingkan perhatiannya terhadap hal-hal lainnya.

2. Gejala-Gejala Skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia terbagi atas tiga katagori, yaitu gejala positif, negatif, dan disorganisasi.