pakan yang berkualitas dengan jumlah pemberian sesuai kebutuhan ternak. Manajemen tersebut merupakan salah satu aspek yang penting dalam menunjang keberhasilan usaha
peternakan Haryanti, 2009.
Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif adalah semua
aktivitas dilakukan di padang penggembalaan. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak,
atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah sapi- sapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak Susilorini, 2008.
Kebutuhan pakan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi ternak, karena sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, pertumbuhan, produksi dan
reproduksi. Pakan yang baik adalah pakan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai, seperti energi, protein, lemak, mineral dan juga vitamin. Semuanya dibutuhkan dalam
jumlah yang tepat serta seimbang, sehingga bisa menghasilkan produk daging berkualitas dan berkuantitas tinggi Sugeng, 1998.
Menurut Munadi 2011, salah satu hambatan dalam pengembangan peternakan adalah persoalan penyakit. Penyakit merupakan faktor yang berpengaruh langsung
terhadap kehidupan ternak, serta dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.
2.3 Penyakit Pada Sapi
Arifin dan Soedarmono 1982 mengatakan, bahwa salah satu penyakit ternak yang cukup merugikan adalah penyakit parasit cacing, penyakit ini berbeda dengan penyakit
ternak yang disebabkan oleh virus dan bakteri, karena kerugian ekonomis yang disebabkan oleh virus dan bakteri dapat diketahui dengan mudah melalui kematian
ternak. Pada penyakit parasit cacing kerugian utamanya adalah gangguan pertumbuhan, turunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit, dan gangguan metabolisme.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya masyarakat peternak tidak memperhatikan masalah penyakit cacing, karena penyakit tersebut jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung
Hasan, 1970. Kasus kecacingan pada ternak sapi hampir menyerang seluruh ternak sapi di belahan dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan survei di beberapa pasar hewan
di Indonesia menunjukkan bahwa 90 ternak sapi dan kerbau terinfeksi parasit cacing diantaranya cacing hati Fasciola spp., cacing gelang Neoascaris vitulorum, dan
cacing lambung Haemonchus contortus Erwin et al, 2010.
2.4 Jenis Cacing Parasit Pada Sapi a. Cacing Hati
Fasciola spp.
Cacing hati Fasciola spp. merupakan cacing daun yang besar dan lebar, bertubuh pipih. Penghisapnya berdekatan satu sama lain, telurnya berkulit tipis dan mempunyai
operculum Levine, 1990. Selanjutnya Martindah et al., 2005 dalam Dewi et al., 2011 menjelaskan bahwa, Fasciola yang menyerang ternak pada umumnya adalah
Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica. F. hepatica biasanya ditemukan di daerah empat musim atau subtropis, seperti Amerika Selatan, Amerika Utara, Eropa, Afrika
Selatan, Rusia, Australia, dan New Zealand, sedangkan F. gigantica umumnya ditemukan di negara tropis dan subtropis, seperti India, Indonesia, jepang, Filipina,
Malaysia, dan Kemboja. Di Indonesia F. gigantica lebih sering ditemukan pada sapi dan kerbau daripada domba atau kambing dengan sebaran yang luas terutama di lahan-lahan
basah.
Menurut Levin 1990, hospes dari Fasciola spp. adalah siput dari genus Lymnaea dan metaserkaria larva infektif cacing hati yang terdapat pada tumbuh-
tumbuhan. Dewi et al., 2011 menambahkan, ternak terinfeksi cacing Fasciola spp. karena memakan hijaun yang mengandung metaserkaria. Sekitar 16 minggu kemudian
cacing tumbuh menjadi dewasa dan tinggal di saluran empedu. Cacing dewasa memproduksi telur yang keluar bersama feses. Pada kondisi yang cocok telur cacing
menetas dan mengeluarkan mirasidium.
Universitas Sumatera Utara
b. Cacing Pita Taenia saginata