HIDUP MENGGEREJA Sumbangan pendidikan Agama Katolik di sekolah negeri terhadap keterlibatan hidup menggereja siswa di SMP Negeri 4 Purworejo, Jawa Tengah.

27

5. Mitra-mitra dalam Pendidikan Agama Katolik

Mitra-mitra dalam Pendidikan gama Katolik adalah peserta didik dan para pendidik sebagai pelayan Pendidikan Agama Katolik. Groome 2010: 385 mengatakan peserta didik kita adalah subjek-subjek, bukan objek-objek. Semua peserta didik memiliki hak yang sama dalam pendidikan. Mereka bukan objek yang diperlakukan dan dibentuk seperti yang kita kehendaki, melainkan subjek- subjek yang dengannya kita mengadakan hubungan timbal balik dalam kesetaraan. Peserta didik bukanlah objek dalam pembelajaran yang hanya mendengarkan apa yang kita katakan, melainkan subjek yang sama seperti kita yaitu manusia yang diciptakan Allah sesuai dengan gambar dan citra-Nya. Setiap peserta didik memiliki hak yang sama dalam pendidikan. Jadi sebagai para pendidik kita tidak boleh memandang sebelah mata dalam mengadakan hubungan timbal balik dan kesetaraan pada siswanya. Guru dan siswa bersama-sama mencari melalui pengalaman-pengalaman hidup yang telah dialami.

B. HIDUP MENGGEREJA

1. Arti dan Makna Gereja

a. Asal Usul dan Arti Katanya Kata Gereja berasal dari kata igreja dibawa ke Indonesia oleh para misionaris Portugis. Kata tersebut adalah berasal dari bahasa Portugis untuk kata Latin ecclesia, yang ternyata berasal dari bahasa Yunani ekklesia. Gereja atau ekklesia bukan sembarang kumpulan, melainkan kelompok orang yang sangat khusus. Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan KWI, 1996: 332. 28 Arti Gereja di sini bukanlah hanya sebuah bangunan dan tempat kita untuk berdoa kepada Yesus saja, melainkan Gereja berarti umat yang dipanggil oleh Tuhan. Umat yang bersatu dan berkumpul dalam persekutuan itulah yang disebut Gereja. Gereja adalah aku, kamu dan kita semua. Oleh karena itu kita semua harus tetap menjaga keutuhan dan perkembangan Gereja itu sendiri. b. Pengertian Gereja dalam Kitab Suci dan Ajaran Gereja Gereja bukan hanya sekedar definisi belaka. Pada zaman para rasul, jemaat perdana memahami diri dan merumuskan karya keselamatan Tuhan di antara mereka. Mereka menjadi jemaat atau Gereja karena iman mereka akan Yesus Kristus, khususnya akan wafat dan kebangkitan-Nya. Gereja adalah jemaat Allah yang dikuduskan dalam Kristus Yesus. Ada empat nama yang dipakai untuk Gereja dalam Perjanjian Baru, yaitu Umat Allah, Tubuh Kristus dan bait Roh Kudus KWI, 1996: 333. 1 Gereja sebagai Persekutuan Umat Allah Oleh Konsili Vatikan II LG, art. 9 sebutan “Umat Allah” amat dipentingkan khususnya untuk menekankan bahwa Gereja bukanlah pertama-tama suatu organisasi manusiawi melainkan perwujudan karya Allah yang konkret KWI, 1996: 333. Gereja muncul dan tumbuh dari sejarah keselamatan, yang sudah dimulai dengan panggilan Abraham. Konsili Vatikan II menekankan bahwa Gereja mengalami dirinya sungguh erat hubungannya dengan umat manusia serta sejarahnya. Konsili Vatikan II melihat Gereja dalam rangka sejarah keselamatan, 29 tetapi tidak berarti bahwa Gereja hanyalah lanjutan bangsa Israel saja. Kedatangan Kristus memberikan arti yang baru kepada umat Allah. Gereja sungguh merupakan satu Umat Allah yang sehati sejiwa, seperti yang ditunjukkan oleh Umat Purba, yang imannya kita anut sampai saat ini. Gereja harus merupakan seluruh umat, bukan hanya hierarki saja dan awam seolah-olah hanya merupakan tambahan, pendengar dan pelaksana Komkat KWI, 2007: 11. Gereja sebagai Umat Allah diartikan bahwa Gereja adalah semua umat Allah yang ada di dunia ini. Umat Allah yang berkumpul dalam persekutuan adalah sebuah Gereja yang didalamnya terdapat biarawan-biarawati dan kaum awam yang memiliki tugas dan peran yang sama. 2 Gereja Tubuh Kristus Sebutan yang lebih khas Kristiani adalah Tubuh Kristus. Paulus menjelaskan maksud kiasan itu. Dalam Efesus 4:16 dikatakan bahwa Kristus adalah Kepala. Daripada-Nyalah seluruh tubuh yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap- tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih. Dalam arti sesungguhnya proses pembentukan Tubuh baru dimulai dengan peninggian Yesus, yaitu dengan wafat dan kebangkitan-Nya. Tetapi itu tidak berarti bahwa sabda dan karya Yesus sebelumnya tidak ada sangkut-pautnya dengan pembentukan Gereja. Memang tidak dapat ditentukan tanggal Yesus mendirikan Gereja, tidak ada Hari Proklamasi Gereja. Gereja berakar dalam seluruh sejarah keselamatan Tuhan, dan terbentuk secara bertahap. Dalam proses pembentukan itu wafat dan kebangkitan Kristus beserta pengutusan Roh Kudus merupakan peristiwa-peristiwa yang paling menentukan. Sebelumnya sudah ada kejadian yang amat berarti, misalnya panggilan kedua belas rasul dan 30 pengangkatan Petrus menjadi pemimpin mereka. Peristiwa terakhir itu dalam Injil Matius dihubungkan secara khusus dengan pembentuka n Gereja: “Engkaulah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja- Ku” Mat 16:18. Namun banyak orang berpendapat bahwa sabda Yesus ini pun tidak berasal dari situasi sebelum kebangkitan-Nya. 3 Gereja Bait Roh Kudus Gambaran Gereja yang paling penting barangkali Gereja sebagai Bait Roh Kudus. Di dalam Gereja orang diajak mengambil bagian dalam kehidupan Allah Tri Tunggal sendiri. Gereja itu Bait Allah bukan secara statis melainkan dengan berpartisipasi dalam dinamika kehidupan Allah sendiri. Gereja itu Bait Allah yang hidup dan berkembang. Gereja dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan yang rapi tersusun menjadi Bait Allah yang kudus di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh Ef 2:20-22. Jelas sekali bahwa semua gambaran tidak cukup untuk merumuskan jati diri Gereja dengan tepat. Oleh karena itu Gereja tidak hanya memakai gambaran yang diambil dari Kitab Suci. Usaha memahami makna Gereja yang terdalam dijalankan terus. Khususnya oleh Konsili Vatikan II Gereja dimengerti dengan gambaran yang lain, yakni sebagai misteri, sakramen, dan communion. 4 Gereja Misteri dan Sakramen Gereja itu misteri dan sakramen sekaligus. Adapun serikat yang dilengkapi dengan jabatan hierarkis dan Tubuh mistik Kristus, kelompok yang tampak dan 31 persekutuan rohani. Kata misteri berasal dari bahasa Yunani mysterion yang sebetulnya sulit untuk diterjemahkan, sebab dalam Perjanjian Lama disebut Septuaginta. Sebetulnya kata Yunani mysterion sama dengan kata Latin sacramentum. Dalam Kitab Suci kedua-duanya dipakai untuk rencana keselamatan Allah yang disingkapkan kepada manusia. Sebetulnya kedua kata itu sama artinya, hanya lain bahasanya. Tetapi dalam perkembangan teologi kata misteri dipakai terutama untuk menunjuk pada segi Ilahi rencana dan karya Allah. Gereja disebut misteri karena hidup Ilahinya yang masih tersembunyi dan hanya dimengerti dalam iman. Sakramen itu sendiri merupakan tanda dan sarana persatuan mesra umat manusia dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia Banawiratma, 1986: 26. Tanda dan sarana persatuan dengan Allah lahir melalui sengsara Yesus yang menderita dan wafat di kayu salib. Dengan sengsara dan wafat Yesus di kayu salib manusia dihapuskan dosa-dosanya, menjadi pribadi baru dan dipersatukan dengan Allah. Segala hal yang baik, yang oleh umat Allah dapat diberikan kepada keluarga manusia selama ziarahnya di bumi ini, berasal dari kenyataan bahwa Gereja adalah sakramen keselamatan yang universal, karena memperlihatkan dan sekaligus mewujudkan misteri cinta kasih Alah kepada manusia LG, art. 48. 5 Gereja sebagai Persekutuan Kata Comumunion merupakan terjemahan latin dari kata Yunani koinonia, yang artinya hubungan atau persekutuan dengan Allah melalui Yesus Kristus dalam sakramen-sakramen. Dari pihak lain, paham communio juga mendasari 32 komunikasi di antara para anggota Gereja sendiri. Oleh karena itu kesatuan communio ini berarti keanekaragaman para anggotanya dan keanekaragaman dalam cara berkomunikasi sebab Roh Kudus yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu. Dalam arti yang sesungguhnya communio atau persekutuan Gereja adalah hasil karya Roh di dalam umat beriman LG, art. 4. Gereja janganlah dilihat dalam dirinya sendiri saja. Dengan paham communio Gereja juga dilihat dalam hubungannya dengan orang Kristen yang lain, bahkan dengan seluruh umat manusia. Gereja tidak tertutup dalam dirinya sendiri. Memang Gereja mempunyai banyak sifat yang khusus dan tampil sebagai agama Kristen atau bahkan sebagai agama Katolik. Namun kalau Gereja memahami diri dalam kerangka seluruh sejarah keselamatan, juga sebagai agama harus memperhatikan hubungan dengan kelompok keagamaan yang lain. Sebagai agama Gereja mewujudkan diri secara historis dalam rangka sosio-kebudayaan tertentu, dan ada bahaya bahwa Gereja terikat oleh unsur-unsur kebudayaan itu. Oleh karena itu amat penting, dengan communio dan komunikasi dipertahankan keterbukaan Gereja terhadap hal-hal yang baru, juga terhadap pemahaman diri yang baru.

2. Model-Model Gereja

Komisi Kateketik KWI 2007: 17 mengatakan ada dua model Gereja dewasa ini, yaitu gereja institusional hierarkis piramidal dan Gereja sebagai persekutuan umat. 33 a. Gereja Institusional Hierarkis Piramidal Model Gereja hierarkis piramidal sangat menonjol dalam organisasi lahiriah yang berstruktur piramidal tertata rapi, kepemimpinan tertahbis atau hierarki hampir identik dengan Gereja itu sendiri, hukum dan peraturan digunakan untuk menata dan menjaga kelangsungan suatu institusi, sikap yang agak triumfalistik dan tertutup Komisi Kateketik KWI, 2007: 17. Model Gereja hierarkis ini melibatkan pejabat Gereja saja, umat tidak dapat terlibat secara langsung dalam Gereja. Segala sesuatu tentang Gereja masih dikuasai oleh pejabat Gereja. Gereja juga bersikap tertutup terhadap umatnya dalam menjalankan tugas-tugas Gereja. Kepemimpinan dari model Gereja yang Hierarkis ini juga terstruktur rapi dari pimpinan tertinggi Gereja Katolik, yaitu Bapa Paus. b. Gereja sebagai Persekutuan Umat Model Gereja sebagai persekutuan umat sangat menonjol dalam hidup persaudaraan karena iman dan harapan yang sama, keikutsertaan semua umat dalam hidup menggereja, hukum dan peraturan dijalankan berdasarkan hati nurani dan tanggung jawab pribadi, sikap miskin, sederhana dan terbuka Komisi Kateketik KWI, 2007: 17. Dalam model Gereja ini umat dapat terlibat langsung dalam kegiatan Gereja dan mengambil tugas dalam perkembangan serta kemajuan Gereja. Tidak seperti model Gereja yang Hierarkis dimana umat tidak bisa mengambil bagian dalam tugas Gereja, model Gereja ini membuat umat semakin berkembang dan merasa bertanggung jawab dengan tugasnya sebagai pengembang Gereja. Gereja sebagai 34 persekutuan umat ini berkembang sampai sekarang. Di sini bukan hanya pejabat saja yang terlibat dalam hidup Gereja, melainkan seluruh umat. Dengan model Gereja persekutuan umat, mulai banyak terbentuk persekutuan-persekutuan dan kelompok yang semakin mempererat umat dan mampu mengembangkan Gereja. Begitu juga dengan siswa yang dapat terlibat dalam hidup menggereja, sebagai tanggung jawabnya untuk mengembangkan Gereja.

3. Pengertian Hidup Menggereja

Hidup menggereja adalah hidup menampakkan iman kepada Yesus Kristus. Jadi setiap kegiatan menampakkan iman adalah hidup menggereja Suhardiyanto, 2005: 3. Jika seorang remaja menampakkan imannya di lingkungan masyarakat dengan membantu orang lain yang kekurangan, maka ia menampakkan imannya di dalam masyarakat. Begitu juga saat siswa dapat menghargai dan berteman dengan siapapun tanpa membedakan agama di lingkungan sekolah ia telah menampakkan iman di lingkungan sekolah. Suhardiyanto 2005: 3 juga mengemukakan pengertian hidup menggereja dalam arti yang lebih luas, yaitu perwujudan iman dalam hidup sehari-hari baik dalam keluarga ataupun masyarakat. Kedua pengertian tersebut terjadi karena adanya perkembangan pemahaman. Perkembangan pemahaman para teolog dan para ahli Kitab Suci yang kurang lebih menjadi jangkauan di dalam pendidikan hidup menggereja. Hidup menggereja dapat diwujudkan oleh siapa pun, kapan pun dan dimana pun pada sekelompok orang yang menampakkan imannya kepada Kristus. Hidup menggereja juga dapat ditunjukkan melalui kegiatan dengan orientasi baru dalam situasi dan kesadaran menanggapi situasi pada saat ini. Hidup menggereja akan 35 tumbuh dan mengundang perwujudan lebih lanjut dengan menampakkan iman Kristiani dalam hidup sehari-hari. Dalam hidup sehari-hari itu iman yang dimiliki akan disadari dan diperkembangkan sesuai dengan nilai-nilai yang diperjuangkan untuk menentukan pilihan hidup dan aksi. Dalam situasi hidup sekarang ini yang ditandai dengan kemajemukan religius, masalah ketidakadilan sosial dan ancaman terhadap kehidupan orang beriman dituntut untuk mewujudkan hidup menggereja secara baru. Wujud baru hidup menggereja yang dimaksud adalah hidup menggereja yang mengarah pada hidup menggereja yang mempunyai ciri dialogal dan transformatif Banawiratma, 1991: 10. Hubungan yang bersifat dialogal transformatif adalah perubahan yang mampu memperkembangkan manusia secara terus-menerus menjadi lebih baik lagi. Hidup menggereja adalah ambil bagian dalam kegiatan Gereja. Begitu juga siswa yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan di Gereja dimulai dari kegiatan yang membuat mereka senang dalam menggereja, seperti kegiatan PIR yang membuat mereka menemukan teman-teman baru seiman. Dengan aktif dalam kegiatan menggereja mereka dapat mengembangkan iman dan merupakan wujud dari kehendak bebas mereka. Partisipasi siswa dalam kegiatan menggereja dapat membentuk Gereja menjadi lebih hidup dengan kegiatan yang aktif .

4. Empat Kegiatan Inti Gereja

Katekismus Gereja Katolik merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang- orang yang digerakkan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni, berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh Kristus, menjadi Tub uh Kristus”. Oleh karena itu tujuan dari hidup menggereja 36 sendiri tak lain adalah menjalankan empat kegiatan inti Gereja, yaitu Liturgia, Kerygma, Koinonia yang mengarah pada martyria, dan Diakonia. Keempat kegiatan inti Gereja juga dituliskan di dalam Kitab Suci, yaitu dalam Kis 2:41-47 tidak hanya berhimpun untuk memecahkan roti dan memuji Allah ay. 46-47 : Liturgia, tetapi juga bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, ay. 42: kerygma, bertekun dalam persekutuan, ay. 42: koinonia dan rela menjual harta miliknya dan membagikannya pada semua orang sesuai dengan kebutuhannya, ay. 47: martyria. a. Liturgi Liturgia Liturgia adalah segala bentuk kegiatan ibadat kepada Tuhan yang dilakukan oleh umat, baik secara pribadi ataupun bersama baik sakramen maupun yang bukan sakramen. Liturgi bukan merupakan tontonan, melainkan perayaan. Melalui perayaan itu sebagai pengungkapan iman Gereja, orang mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah. Yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan oleh doa KWI, 1996: 392. Ini berarti mengamalkan tiga tugas pokok Kristus sebagai Imam, Guru dan Raja. Dalam kehidupan menggereja, peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup beriman. Melalui bidang karya ini, setiap anggota menemukan, mengakui dan menyatakan identitas Kristiani mereka dalam Gereja Katolik. Hal ini dinyatakan dengan doa, simbol, lambang-lambang dan dalam kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini diwujudkan dalam memimpin perayaan liturgis tertentu seperti: menjadi lector, pemazmur, organis, mesdinar, paduan suara, penghias dan 37 mengambil bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi dan sikap badan. Kaum remaja dituntut berperan aktif dalam perayaan ekaristi yang berlangsung guna menampakkan dan mengembangkan imannya kepada Kristus bagi sesama. Dalam hal ini ajaran Konsili Vatikan II menjelaskan bahwa: Umat beriman menghadiri misteri iman itu sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya melalui upacara dan doa-doa memahami misteri itu dengan baik, dan ikut serta penuh khidmat dan secara aktif. Hendaknya mereka rela diajar oleh sabda Allah, disegarkan oleh santapan tubuh Tuhan dan bersyukur kepada Allah SC, art. 48. Liturgi bukanlah upacara perorangan, melainkan perayaan bersama. Liturgi merupakan perayaan bersama seluruh anggota Gereja sebagai sakramen kesatuan. Oleh karena itu kehadiran dan keterlibatan masing-masing kaum remaja merupakan sikap yang menunjang keberhasilan dari perayaan itu sendiri. Kaum remaja terdiri dari bermacam-macam orang dan fungsi, maka keterlibatan mereka dalam berliturgi juga beranekaragam sesuai dengan fungsinya. Artinya, meskipun liturgi merupakan perayaan seluruh Gereja, liturgi merangkum keterlibatan berbagai peran dan tingkatan yang sebenarnya melayani satu kepentingan yakni pembangunan tubuh Kristus. Dasar keterlibatan kaum remaja adalah rahmat Imamat umum yang dimiliki setiap orang berkat sakramen baptis dan krisma yang diterimanya. Keikutsertaan kaum remaja dalam pelaksanaan liturgi bukan sekedar untuk membantu imam, tetapi merupakan pelaksanaan imamat umum semua umat. b. Pewartan Kerygma Kerygma adalah segala bentuk pewartaan, pengajaran iman dan komunikasi iman untuk saling meneguhkan, berbagi pengalaman iman dan saling meluruskan 38 pandangan iman. Setiap orang yang menerima pewartaan Kristus mengemban tugas pewartaan seperti yang telah diperintahkan oleh Yesus Kristus. Pewartaan Injil adalah tugas setiap orang Katolik LG, art. 16-17. Pewartaan hendaknya diterima dalam arti luas dan tidak terbatas hanya pada homili, pelajaran agama ataupun pendalaman Kitab Suci saja. Pewartaan hendaknya selalu kita bawa dalam kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, seluruh umat beriman dalam hal ini adalah kaum remaja diharapkan bekerjasama dalam karya pewartaan Injil khususnya dalam lingkup karya dan kehidupan keluarga mereka. Bidang karya ini, diharapkan dapat membantu Umat Allah untuk mendalami kebenaran Firman Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup berdasarkan semangat Injili, dan mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman Kristiani supaya tidak mudah goyah dan tetap setia. Beberapa karya yang termasuk dalam bidang ini, misalnya: pendalaman iman, katekese para calon baptis dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Termasuk dalam kerygma ini adalah pendalaman iman lebih lanjut bagi orang yang sudah Katolik lewat kegiatan-kegiatan katekese. c. Persekutuan Koinonia demi kesaksian Martyria Dalam 1 Kor 15:57- 58, Santo Paulus menyampaikan nasihatnya “syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Karena itu saudara-saudaraku yang terkasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia- sia”. 39 Sebagai orang beriman, kita dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia melalui Yesus Kristus, PuteraNya, dalam kuasa Roh Kudus. Bidang karya ini, dapat menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat dan menampakkan kehadiran Kristus. Hal ini berhubungan deng an „cura anima ‟ pemeliharaan jiwa-jiwa dan menyatukan jemaat sebagai Tubuh Mistik Kristus. Oleh karena itu diharapkan dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan parokikeuskupan dan umat dengan masyarakat. Paguyuban ini diwujudkan dalam menghayati hidup menggereja baik secara territorial Keuskupan, Paroki, StasiLingkungan, keluarga maupun dalam kelompok- kelompok kategorial yang ada dalam Gereja. Hal ini dapat diwujudkan dengan menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di tempat kerja maupun di tengah masyarakat, ketika menjalin relasi dengan umat beriman lain, dan dalam relasi hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, umat beriman diharapkan dapat menjadi ragi, garam dan terang di tengah masyarakat sekitarnya, sehingga mereka disukai semua orang dan tiap- tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Dengan berkumpul bersama teman-temannya dalam sebuah persekutuan siswa diharapkan tidak hanya sekedar berkumpul saja melainkan dapat memberi kesaksian sebagai anggota Gereja melalui persekutuannya di tengah kehidupan mereka. d. Pelayanan Diakonia Melalui bidang karya ini, umat beriman menyadari akan tanggungjawab pribadi mereka akan kesejahteraan sesamanya. Oleh karena itu dibutuhkan adanya 40 kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keiklasan hati untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan seluruh jemaat Kis 4:32-35. Melalui empat kegiatan inti Gereja tersebut siswa tidak hanya berkembang dalam iman saja, melainkan dapat ikut ambil bagian dalam perkembangan Gereja. Keterlibatan siswa dalam perkembangan Gereja, misalnya dalam perkembangan Gereja sebagai persekutuan dimana di dalamnya terdapat persekutuan yang erat antar anggotanya, Seperti dalam persekutuan dalam PIR di tengah mereka.

5. Sasaran Hidup Menggereja

Sasaran hidup menggereja adalah seluruh umat Katolik yang telah dibaptis, karena dengan dibaptis kita telah resmi menjadi anggota Gereja dan memiliki tugas untuk mengembangkan Gereja Suhardiyanto, 2005 : 1. Setiap remaja yang sudah dibaptis tentunya juga memiliki tugas untuk mengembangkan Gereja. Begitu juga dengan siswa Katolik di SMP Negeri 4 Purworejo yang membutuhkan pendampingan akan hidup menggereja melalui PAK di sekolah agar mereka mampu menyadari tugas sebagai anggota Gereja dan terlibat aktif dalam hidup menggereja. Walaupun sasaran hidup menggereja adalah semua umat Katolik, akan tetapi sasaran hidup menggereja disini adalah kaum remaja, karena masa ini adalah masa dimana mereka sedang mencari jati diri. Gereja juga perlu memperhatikan banyaknya tantangan zaman di tengah kehidupan remaja Dewan Karya Pastoral KAS, 2008: 16. 41

C. SUMBANGAN