Upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja melalui katekese model sotarae dalam pendalaman iman siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur Cawas.

(1)

vii ABSTRAK

Penulisan skripsi dengan model penelitian tindakan kelas (PTK) dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mendalami ptk suatu jenis penelitian yang saat ini masih berkembang dalam dunia pendidikan dan keprihatinan penulis terhadap siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dalam hidup menggereja. Dari faktor internal, siswa-siswi kurang termotivasi dan kurang menanggapi rahmat Allah serta faktor eksternal pendalaman iman kurang terprogam dengan baik, metode kurang menarik dan belum sesuai dengan konteks remaja. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi katolik SMP Pangudi Luhur Cawas yang berjumlah 39 orang.

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II yang masing-masing terdiri dari dua kali pertemuan, dengan tahapan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun indikator keberhasilan dari siklus I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,0 dan jumlah yang terlibat 28 siswa sedangkan siklus II rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,5 dan jumlah yang terlibat 32 siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Hal ini dapat dilihat adanya peningkatan dari setiap siklusnya. Pratindakan, rata-rata skala keseluruhan kegiatan 2,68 dan jumlah siswa yang terlibat 23 siswa. Pada siklus I pertemuan I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,03 dan jumlah yang terlibat 30 siswa. Setelah diberikan tindakan II rata-rata skala menjadi 3,12 dan 28 siswa terlibat untuk mengikuti kegiatan. Siklus II pertemuan I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,39 mengalami peningkatan menjadi 3,51 sedangkan jumlah siswa yang terlibat 31 menjadi 35 siswa.


(2)

viii ABSTRACT

This thesis used classroom action research with wished background by the writer for in deep classroom action research which this research development on world education in the writer onxius for Pangudi Luhur Cawas Junior High School students on ecclesiastical. From internal factor, the students less motivation and less responded to God charity with external factor deep faith less good progam, uninterested method and not yet match for the youth. The problem of this research is how live participation ecclesiastical of Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and how catechesis sotarae model can improved participation live ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas.

The purpose of this research is for to know how live participation of ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and to described about catechesis sotarae model can improved live participation eccleastical Junior High School Pangudi Luhur Cawas. The subject of this research is catholic students Junior High School Pangudi Luhur Cawas amount 39 students.

The classroom action research performed on two section that is first section and second cycle which each from twice meeting, with the planning, acting, observation and reflection. The succeed indication from first cycle is average scale 3,0 an d the amount is 28 students where as second section is average scale 3,5 and the amount is 32 students.

The result show that sotarae catechesis model can improved participation live ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas. This can be looked from improved every cycle. Before reaserch, average scale 2,68 and the amount 23 students. On first cycle meeting the average scale 3,03 and the amount 30 students. After second execution the average scale become 3,12 and 28 students who followed the action. Second cycle on first meeting the average on all scale is 3,39 through improvement become 3,51 where as amount students is 31 become 35 students.


(3)

MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Yohana Luviasari NIM: 101124011

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Yohana Luviasari NIM: 101124011

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus yang selalu membimbing langkah hidupku

Kedua orangtua Felicianus Haryoko dan Maria Magdalena Setyowati


(8)

v MOTTO

“Jangan patah semangat saat kehidupan ini tak berjalan seperti rencanamu, ingatlah hidupmu ada untuk menggenapi rencana Tuhan bukan rencanamu”

(Mario Teguh)

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya (Pengkotbah 3: 11)


(9)

PERNYATAAN

KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya

ilmiah

yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaiman a layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 Januari 2015

Penulis

Yohana Luviasari


(10)

vii ABSTRAK

Penulisan skripsi dengan model penelitian tindakan kelas (PTK) dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mendalami ptk suatu jenis penelitian yang saat ini masih berkembang dalam dunia pendidikan dan keprihatinan penulis terhadap siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dalam hidup menggereja. Dari faktor internal, siswa-siswi kurang termotivasi dan kurang menanggapi rahmat Allah serta faktor eksternal pendalaman iman kurang terprogam dengan baik, metode kurang menarik dan belum sesuai dengan konteks remaja. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi katolik SMP Pangudi Luhur Cawas yang berjumlah 39 orang.

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II yang masing-masing terdiri dari dua kali pertemuan, dengan tahapan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun indikator keberhasilan dari siklus I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,0 dan jumlah yang terlibat 28 siswa sedangkan siklus II rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,5 dan jumlah yang terlibat 32 siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Hal ini dapat dilihat adanya peningkatan dari setiap siklusnya. Pratindakan, rata-rata skala keseluruhan kegiatan 2,68 dan jumlah siswa yang terlibat 23 siswa. Pada siklus I pertemuan I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,03 dan jumlah yang terlibat 30 siswa. Setelah diberikan tindakan II rata-rata skala menjadi 3,12 dan 28 siswa terlibat untuk mengikuti kegiatan. Siklus II pertemuan I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,39 mengalami peningkatan menjadi 3,51 sedangkan jumlah siswa yang terlibat 31 menjadi 35 siswa.


(11)

viii ABSTRACT

This thesis used classroom action research with wished background by the writer for in deep classroom action research which this research development on world education in the writer onxius for Pangudi Luhur Cawas Junior High School students on ecclesiastical. From internal factor, the students less motivation and less responded to God charity with external factor deep faith less good progam, uninterested method and not yet match for the youth. The problem of this research is how live participation ecclesiastical of Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and how catechesis sotarae model can improved participation live ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas.

The purpose of this research is for to know how live participation of ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and to described about catechesis sotarae model can improved live participation eccleastical Junior High School Pangudi Luhur Cawas. The subject of this research is catholic students Junior High School Pangudi Luhur Cawas amount 39 students.

The classroom action research performed on two section that is first section and second cycle which each from twice meeting, with the planning, acting, observation and reflection. The succeed indication from first cycle is average scale 3,0 an d the amount is 28 students where as second section is average scale 3,5 and the amount is 32 students.

The result show that sotarae catechesis model can improved participation live ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas. This can be looked from improved every cycle. Before reaserch, average scale 2,68 and the amount 23 students. On first cycle meeting the average scale 3,03 and the amount 30 students. After second execution the average scale become 3,12 and 28 students who followed the action. Second cycle on first meeting the average on all scale is 3,39 through improvement become 3,51 where as amount students is 31 become 35 students.


(12)

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama

: Yohana Luviasari

NIM

: l0l124011

Demi pengembangan

ilmu pengetahuan, saya memberikan

kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :

"UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP

MENGGEREJA

MELALUI

KATEKESE

MODEL

SOTARAE

DALAM

Pf,NDALAMAN

IMAN SISWA-SISWA

DI SMP PANGUDI

LUHUR CAWAS"

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media

lain,

mengelolanya

dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis

tanpa perlu

meminta

izin

dari

saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pemyataan

ini penulis buat

dengan sebenamya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 8 Januari 2015 Yang Menyatakan

lx

Yohana Luviasari


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skrispi dengan baik serta lancar seturut rencana-Nya. Skripsi yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA MELALUI KATEKESE

MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN BAGI

SISWA-SISWA DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS disusun untuk meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Selain itu, skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan bantuan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK., M. Pd sebagai dosen pembimbing utama yang telah banyak meluangkan waktu dengan setia membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dari awal sampai akhir sehingga skripsi bisa terselesaikan dengan baik.

2. Rm. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ sebagai dosen penguji kedua dan dosen pembimbing akademik yang memberikan arahan dari awal perkuliahan serta mendampingi penulis sampai selesainya penulisan skripsi.


(14)

xi

3. Rm. Drs. F.X. Heryatno, W.W, SJ., M. Ed sebagai dosen penguji ketiga dan Kaprodi IPPAK yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi serta memberikan saran demi perbaikan skripsi.

4. Ibu Ch. Eny Sulistyanti, S. Pd sebagai Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur Cawas yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian.

5. Ibu Yustina Daryanti, S. Pd dan Br. L. Haryono, FIC., S. Ag sebagai guru pendidikan agama katolik yang telah membantu penulis dalam penelitian. 6. Seluruh siswa-siswi Katolik SMP Pangudi Luhur Cawas yang bersedia

meluangkan waktu dan memberikan dukungan selama penelitian.

7. Segenap staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik, membagikan ilmunya dan membimbing penulis selama perkuliahan sampai selesainya skripsi.

8. Segenap staf Sekretariat dan karyawan Perpustakaan Prodi IPPAK, Perpustakaan Kolsani serta Perpustakaan Sanata Dharma yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.

9. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan berjuang bersama dalam keadaan suka maupun duka untuk menyelesaikan skripsi.

10. Bapak, ibu, adikku dan masku yang telah memberikan semangat, dukungan moral dan spiritual selama penulis menempuh studi di IPPAK.


(15)

I

l.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Tiada gading yang

tak retak. Oleh

karena

itu, penulis

mengharapkan

kritik

dan saran yang berguna

demi

perbaikan

skripsi. Semoga skripsi

ini

berguna bagi pembaca untuk mengembangkan penelitian tindakan kelas.

Yogyakarta, 8 Januari 2015

Penulis

Yohana Luviasari


(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah... 10

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penulisan ... 11

F. Manfaat Penulisan... 11

G. Metode Penulisan ... 12


(17)

xiv

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS... 15

A. Katekese Model Sotarae ... 15

1. Katekese... 15

a. Pengertian Katekese ... 16

b. Tujuan Katekese ... 17

c. Isi Katekese ... 19

d. Peserta Katekese ... 19

e. Sarana dan Metode Berkatekese ... 20

2. Model Katekese: Sotarae ... 21

a. Pengertian Model ... 21

b. Aspek-aspek Model ... 22

c. Latar Belakang Sotarae ... 24

d. Langkah-langkah Sotarae... 24

e. Unsur-unsur Pokok Sotarae... 26

f. Sistem Sosial Sotarae ... 28

g. Sistem Pendukung Sotarae ... 28

h. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Sotarae ... 28

B. Keterlibatan Hidup Menggereja... 29

1. Pengertian Keterlibatan ... 29

2. Hidup Menggereja... 29

3. Keterlibatan Hidup Menggereja... 47

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Hidup Menggereja... 48

a. Faktor Pendukung ... 48


(18)

xv

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 57

A. Rancangan Penelitian ... 57

B. Subjek dan Objek Penelitian... 57

C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 58

D. Prosedur Penelitian ... 58

1. Siklus I... 58

2. Siklus II... 59

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 60

1. Variabel Penelitian ... 60

2. Definisi Konseptual Variabel... 61

3. Definisi Operasional Variabel... 61

4. Jenis Instrumen ... 62

5. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian... 63

6. Teknik dan Alat... 68

F. Sumber Data ... 69

G. Indikator Keberhasilan ... 69

H. Teknik Analisis Data... 71

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 73

A. Hasil Penelitian ... 73

1. Deskripsi Penelitian Pratindakan ... 75

a. Hasil Observasi Pratindakan... 75

b. Hasil Pengukuran Keterlibatan Hidup Menggereja Pratindakan... 75

2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I... 78

a. Pertemuan I... 78

b. Pertemuan II ... 87

3. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ... 96

a. Pertemuan I... 96

b. Pertemuan II ... 105

B. Pembahasan ... 114


(19)

xvi

2. Siklus I... 115

a. Siklus I: Pertemuan I ... 115

b. Siklus I: Pertemuan II... 116

3. Rangkuman Siklus I ... 117

4. Siklus II... 118

a. Siklus II: Pertemuan I ... 118

b. Siklus II: Pertemuan II ... 119

5. Rangkuman Siklus II ... 120

6. Rangkuman Pratindakan, Siklus I dan Siklus II ... 121

C. Keterbatasan Penelitian ... 122

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 123

A. Kesimpulan... 123

B. Saran... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN ... 129

Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian... (1)

Lampiran 2 : Satuan Persiapan I / Siklus I... (2)

Lampiran 3 : Satuan Persiapan II / Siklus I... (10)

Lampiran 4 : Satuan Persiapan I / Siklus II... (16)

Lampiran 5 : Satuan Persiapan II / Siklus II ... (22)

Lampiran 6 : Skala Perbedaan Semantik ... (29)

Lampiran 7 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Pratindakan ... (34)

Lampiran 8 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus I / Pertemuan I... (36)

Lampiran 9 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus I / Pertemuan II ... (38)

Lampiran 10 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus II / Pertemuan I... (40)

Lampiran 11 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus II / Pertemuan II ... (43)


(20)

xvii

Lampiran 13 : Daftar Hadir Aksi II ... (47) Lampiran 14 : Daftar Hadir Aksi III... (48) Lampiran 15 : Daftar Hadir Aksi IV... (49)


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja sebagai orang yang berada dalam masa peralihan dari anak-anak

menjadi orang dewasa yang berumur kurang lebih berusia 13-18 tahun (LPK,

1995: 7). Dalam masa peralihan ini mereka mengalami permasalahan tentang

kepribadian dan perkembangannya untuk mencari dan menemukan jati diri. Hal

ini sesuai dengan yang ditulis di AnjuranCatechesi Tradendae, Yohanes Paulus II

mengatakan:

Itulah masa anak menemukan diri serta dunia batinnya sendiri, masa munculnya rencana-rencana yang mencerminkan idealisme, masa bangkitnya perasaan mencintai, disertai naluri-naluri biologi seksualitas, masa anak menginginkan kebersamaan, masa kegembiraan yang intensif secara khas berkaitan dengan penemuan hidup yang membawa kesegaran (CT, art. 38).

Masa peralihan membuat mereka sulit memilih nilai kehidupan yang

bermakna dan berguna bagi mereka. Adanya kemajuan zaman tentu

mempengaruhi perkembangan masa remaja salah satu diantaranya dalam hal

perkembangan iman. Mereka lebih memilih ke warnet, bermain game, facebookan

dan nonton TV daripada terlibat dalam hidup menggereja. Situasi yang berubah

inilah yang membuat pola berfikir dan bertindak berbeda.

SMP Pangudi Luhur Cawas merupakan salah satu sekolah swasta Katolik

yang mendidik siswa-siswinya tidak hanya cerdas dalam hal intelektual tetapi juga

dalam pengembangan spiritualitas untuk terlibat dalam hidup menggereja dan


(22)

terlibat dalam kegiatan pengembangan iman maupun dalam kegiatan

kemasyarakatan (Nota Pastoral KAS, 2008: 46). Dalam pengembangan iman

siswa-siswi, sekolah mewajibkan siswa-siswi Katolik untuk mengikuti

pendalaman iman sehingga diharapkan dapat memberikan dampak kepada siswa

untuk mewujudkan imannya secara nyata dalam perbuatan sehari-hari.

Berdasarkan wawancara dengan guru agama SMP Pangudi Luhur Cawas

bahwa siswa masih kurang terlibat dalam hidup menggereja. Hal ini dapat dilihat

saat persiapan penerimaan Sakramen Krisma, guru agama di sekolah mewajibkan

untuk membuat catatan buku kecil yang berisi tanda tangan dan nama kegiatan

yang diikuti selama persiapan Sakramen Krisma. Ketika guru memberikan tugas

yang demikian, siswa-siswi bersemangat untuk mengikuti kegiatan dan Ekaristi.

Akan tetapi setelah tugas itu selesai, siswa-siswi kurang termotivasi untuk terlibat

dalam hidup menggereja. Ada pula siswa yang merasakan keberatan adanya tugas

tersebut sehingga sampai saat ini catatan buku kecil yang berisi tanda tangan dan

nama kegiatan juga macet. Demikian pula siswa-siswi yang terlibat dalam hidup

menggereja bermacam-macam motivasinya di antaranya mengikuti teman, diajak

teman, mendapat teman banyak, mengisi waktu luang, takut dimarahi orangtua,

keinginan dari dalam diri dan ingin mendapat tanda tangan. Pendalaman iman

sebagai salah satu kegiatan pengembangan iman di sekolah juga mengalami

penurunan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya progam yang tersusun dengan

baik selama satu tahun, metode yang kurang menarik sehingga di setiap

pertemuannya banyak siswa yang tidak mengikuti pendalaman iman dan


(23)

wawancara dengan siswa-siswi dalam pendalaman iman kegiatannya menonton

film, membaca Kitab Suci, menyanyi dan menghafalkan doa, sakramen, kedua

belas rasul dan lain-lain. Ada siswa-siswi yang senang untuk mengikuti dan ada

pula siswa yang merasakan kebosanan. Berdasarkan data awal yang telah

dikumpulkan dari 42 siswa, keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP

Pangudi Luhur Cawas secara umum dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel I. Keterlibatan dalam Hidup Menggereja No Bentuk

Keterlibatan

Kelas 7 Kelas 8 Jumlah Jumlah (Bentuk Persentase)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Putra Altar 10 12 22 52 %

2 Koor 6 17 23 54,7 %

3 Bakti Sosial - 2 2 4,7 %

4 Misa 8 13 21 50 %

5 Rekoleksi 1 1 2 4,7 %

6 Pendalaman Iman 6 6 12 28,5 %

7 PIA/PIR 1 9 10 23,8 %

*sumber : Guru agama

Beribadah ke Gereja setiap satu minggu sekali merupakan kewajiban umat

kristiani baik usia balita, remaja, orang muda, orangtua dan lansia. Pergi ke Gereja

masih diartikan sebagai pergi ke sebuah tempat bernama Gereja, berjabat tangan

dengan orang yang mengikuti Yesus tetapi tidak begitu kenal dan menerima

komuni. Sebagai seorang yang telah dibaptis kita semua dipanggil dan diutus

untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Mengambil bagian


(24)

Adanya situasi kemajukan religius dan permasalahan membuat hidup menjadi

terancam. Dalam konteks itulah kesadaran mengenai wujud baru hidup

menggereja juga semakin kuat, yakni hidup menggereja yang mempunyai ciri

dialogal dan transformatif (Banawiratma, 1992: 9).

Peran dari orangtua dibutuhkan untuk mendukung remaja dalam mengikuti

kegiatan hidup menggereja. Keluarga-keluarga katolik hendaknya sejak awal

mengajak anak-anak mereka terlibat dalam kehidupan Gereja, seperti aktif di

PIA, PIR, Mudika, Koor, menjadi Lektor, Pemazmur, dan lain-lain (Nota

Pastoral, 2008: 44). Maka dalam Nota Pastoral KAS, keluarga sebagai tempat

pendidikan utama dan pertama bagi anak mempunyai peran untuk mendorong

anak untuk mengikuti kegiatan di Gereja.

Setiap remaja dipanggil untuk hidup dengan panggilan khusus. Gereja

secara rohani diartikan sebagai umat Allah dan Kepalanya yaitu Kristus. Jadi

terlibat dalam kehidupan menggereja adalah sebuah panggilan istimewa. Gereja

mempunyai banyak tempat dan bentuk pelayanan yang melibatkan remaja,

misalnya Putra-putri altar, paduan suara, doa lingkungan, lektor, dan lain-lain.

Melalui tempat dan kegiatan tersebut, Gereja mengharapkan agar remaja

berkembang dalam iman dan kepribadian sebagai murid-murid Kristus. Akan

tetapi pada kenyataannya siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas belum

sepenuhnya menyadari bahwa terlibat dalam kehidupan menggereja sebagai

panggilan yang istimewa.

Gereja menyadari bahwa pewartaan penting bagi munculnya iman serta


(25)

kristiani yang telah dibaptis mengemban tugas perutusan yang diberikan Yesus

”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka

dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan

segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku

menyertai kamu sampai akhir zaman” (Mat 28:19-20).

Mardiatmadja (1986: 1) memahami bahwa pendidikan adalah usaha

bersama dalam proses terpadu terorganisasi untuk membantu manusia

mengembangkan diri dan menyiapkan diri guna mengambil tempat dalam

pengembangan masyarakat dan dirinya dihadapan Sang Pencipta. Pendidikan

yang dimaksud adalah seluruh pribadi manusia yaitu tubuh, pikiran, perasaan,

kehendak, jiwa dan hubungan dengan Allah. Relevansinya pendidikan iman untuk

menuju perkembangan dan kedewasaan manusia.

Adisusanto (1995: 3-5) mengemukakan bahwa aspek iman yaitu sabda

Allah yang menuntut jawaban dari manusia, iman merupakan jawaban pribadi dan

menyeluruh dari manusia kepada Tuhan, iman adalah anugerah dan rahmat serta

dalam struktur iman ditemukan komponen-komponen yang saling melengkapi.

Pendidikan iman bukan campur tangan langsung pendidik atas iman, tetapi untuk

membantu dan mempermudah perkembangan iman yang merupakan tindakan

cuma-cuma dan langsung dari Allah atas manusia dan hasilnya jawaban bebas

manusia kepada Allah. Dengan demikian bahwa iman dan perkembangan adalah

rahmat: anugerah cuma-cuma dari Allah untuk manusia (Adisusanto, 1995: 6).

Katekese sebagai pendidikan iman adalah salah satu bentuk karya pewartaan


(26)

makin terlibat dalam dinamika hidup menggereja, baik sebagai pribadi maupun

kelompok (Adisusanto, 1995: 3). Oleh karena itu, pendidikan iman bersifat

menyeluruh yang mencakup aspek iman yaitu pengetahuan iman, perayaan iman

dan penghayatan iman. Menurut Adisusanto (1995: 8) orang yang maju dalam

hidup berimannya tidak hanya mengetahui apa yang diimani, tetapi juga

merayakannya dalam kehidupan sakramentil dan menghayatinya dalam kehidupan

konkret sehari-hari.

Proses perkembangan hidup beriman bertitik tolak dari pertobatan menuju

kematangan iman dengan melalui perkembangan sikap iman, yang memiliki tiga

komponen: pengetahuan, afeksi dan perilaku. Oleh karena itu perkembangan iman

ini terjadi dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat melalui interaksi

ketiga komponen yaitu pengetahuan, afeksi dan tingkah laku iman (Adisusanto,

1995: 11)

Menurut Ardhisubagyo (1987: 24-33) hidup menggereja terbagi dalam

empat peranan dasariah yaitu koinonia, leitourgia, kerygma dan diakonia.

Keempat peranan tersebut merupakan satu kesatuan. Semuanya merupakan

kesaksian hidup Gereja tentang Allah yang menyelamatkan umat manusia

(martyria).Karena berperan serta dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi Raja,

kaum awam berperan aktif dalam kehidupan dan kegiatan Gereja (AA, art. 10).

Berdasarkan pendapat Adisusanto dan Ardhisubagyo dapat dilihat bahwa

iman dan perkembangannya adalah rahmat: anugerah cuma-cuma dari Allah yang

membutuhkan tanggapan dari manusia dengan sikap atau tindakan. Oleh karena


(27)

imannya semakin mendalam, berkembang dan dewasa. Proses perkembangan

hidup beriman bertitik tolak dari pertobatan menuju kematangan iman dengan

melalui perkembangan sikap iman, yang memiliki tiga komponen: pengetahuan,

afeksi dan perilaku. Dengan demikian bahwa orang yang berkembang imannya

bertitik tolak pertobatan, membutuhkan pendidikan iman dan bersedia untuk

menanggapi rahmat Allah dengan mewujudkan sikap iman dalam kehidupan

menggereja dan masyarakat. Orang yang maju dalam kehidupan berimannya tidak

hanya mengetahui apa yang diimaninya tetapi merayakan dan menghayati dalam

kehidupan sehari-hari (Adisusanto, 1995: 8).

Penyebab dari rendahnya keterlibatan dalam hidup menggereja dari faktor

internal karena kurangnya motivasi, kurangnya kemauan dan kurang menanggapi

rahmat Allah. Dari faktor eksternal, pelaksanaan pendalaman iman yang

dilakukan pendamping kurang terprogam dengan baik, metode kurang menarik

dan belum sesuai dengan konteks remaja. Pada dasarnya pendidikan adalah

tindakan sedangkan iman dan perkembangan dipengaruhi oleh anugerah dan

jawaban. Hal ini dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:

Siswa-siswi kurang termotivasi,

kurangnya kemauan dari dalam

diri dan kurang menanggapi

rahmat Allah

Pendalaman iman kurang

terprogam dengan baik, metode

kurang menarik dan belum sesuai

konteks remaja


(28)

Melihat akar permasalahan yang demikian, siswa-siswi SMP Pangudi Luhur

Cawas perlu mendapatkan katekese model sotarae yang dapat meningkatkan

keterlibatan siswa-siswi dalam hidup menggereja. Sebagaimana dalam tujuan

katekese, umat semakin giat menjemaat sehingga Gereja lokal dan semesta

semakin berkembang (Heryatno, 2010). Dengan kata lain bahwa tujuan katekese

agar umat semakin aktif dalam mengikuti kegiatan di paguyuban yang membuat

paguyuban dan iman umat semakin berkembang. Banyaknya model katekese

seperti katekese konteksual, katekese shared christian praxsis, katekese analisis

sosial dan katekese audio visual dapat digunakan untuk berkatekese. Sehubungan

dengan akar permasalahan tersebut dipilih katekese dengan model sotarae yang

dapat digunakan dalam mendorong siswa untuk terlibat dalam hidup menggereja.

Dasar dari pertemuan sotarae adalah metode lama yaitu

melihat-menilai-bertindak, yang diperkaya dengan bahasa audiovisual dan teknik belajar kelompok

(Olivera, 1989: 13)

Pertemuan katekese dengan model sotarae merupakan pertemuan kelompok

dengan menggunakan media audiovisual seperti film, gambar, bahasa foto,

majalah, permainan, poster (Olivera, 1989: 18). Media tersebut mempunyai peran

sebagai pengantar untuk menemukan pesan yang akan disampaikan, sehingga

menyadarkan peserta akan situasinya dan kemudian dapat menerapkan pesan

tersebut dalam kehidupan konkret. Pada zaman era digital seperti sekarang ini

memerlukan pewartaan yang dapat mengena umat seiringnya bekembangnya


(29)

peluang positif dari media dan meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak

negatif dari media (Iswarahadi, 2013: 20-21).

Tahapan-tahapan katekese dengan model sotarae terdiri dari unsur Situasi,

Obyektif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi, Evaluasi (Olivera, 1989: 30-32).

Dari langkah-langkah sotarae, pertama memilih dokumen terlebih dahulu yang

akan didalami sehubungan dengan tema. Dokumen tersebut berupa media

meliputi film, surat kabar, potongan majalah, poster, kaset atau hal-hal semacam

itu yang dapat digunakan untuk memulai pertemuan (Olivera, 1989: 18). Kedua,

peserta diajak menggali dari dokumen melalui pertanyaan-pertanyaan kemudian

dirangkum berupa poin-poin dan dibuat urutan sesuai prioritas. Ketiga

menentukan tema yang disusun menurut prioritas. Langkah keempat menganalisis

tema yang sedang dibahas dan merangkum dari yang telah dibahas sambil

menunjukkan persoalan. Langkah keenam adalah aksi yang berupa usulan konkret

yang diwujudkan dalam tindakan nyata.

Dengan demikian katekese model sotarae merupakan katekese yang

menekankan aksi atau tindakan nyata untuk meningkatkan keterlibatan hidup

menggereja. Oleh karena itu, hasil dari katekese dengan model sotarae tidak

hanya pengetahuan, tetapi juga perasaan yang dapat menyadarkan kemudian

diwujudkan dalam tindakan nyata .

Katekese dengan model sotarae yang menekankan aksi perlu diupayakan

dan dikemas lebih menarik karena cocok untuk remaja siswa-siswi Katolik SMP

Pangudi Luhur Cawas agar lebih menghayati sebagai pribadi yang beriman,


(30)

melalui kegiatan yang positif dalam hidup menggereja. Berdasarkan pada

permasalahan ini penulis mengambil judul “UPAYA MENINGKATKAN

KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat diidentifikasikan

sebagai berikut :

1. Katekese di sekolah kurang mendapat respon dari siswa, progam tidak

tersusun dengan baik, metodenya kurang menarik dan kurangnya perhatian

bagi siswa-siswi yang tidak berangkat.

2. Pergi ke Gereja masih diartikan sebagai pergi ke sebuah tempat bernama

Gereja, berjabat tangan dengan orang yang mengikuti Yesus tetapi tidak

begitu kenal dan menerima komuni.

3. Motivasi mengikuti kegiatan di Gereja antara lain mengikuti teman, diajak

teman, mendapat teman banyak, mengisi waktu luang, keinginan dari dalam

diri dan mendapat tanda tangan.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak meluas dan menyimpang dari permasalahan yang


(31)

melupakan kegiatan di masyarakat sekitar. Tetapi yang menjadi titik tolak

pemasalahan adalah kegiatan hidup menggereja.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, secara umum permasalahan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi

Luhur Cawas?

2. Bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan

dalam hidup menggereja bagi siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas?

E. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP

Pangudi Luhur Cawas.

2. Menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan

keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.

F. Manfaat Penulisan 1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu siswa-siwi


(32)

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk guru agar memiliki wawasan

yang luas dengan menggunakan katekese model sotarae sehingga dapat

meningkatkan keterlibatan dalam hidup menggereja.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai

pentingnya terlibat dalam hidup menggereja.

4. Bagi Gereja

Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi Gereja agar semakin mendukung

remaja untuk terlibat dalam hidup menggereja.

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir, penulis menggunakan deskripsi analitis

berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data-data yang digunakan penulis

diperoleh melalui wawancara, studi pustaka yang mendukung, observasi dan

skala perbedaan semantik.

H. Sistematika Penulisan

Judul yang dipilih oleh penulis adalah “UPAYA MENINGKATKAN

KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI


(33)

SMP PANGUDI LUHUR CAWAS”. Untuk memperoleh gambaran yang jelas,

skripsi ini akan dibahas menjadi lima bab dan pokok-pokoknya sebagai berikut:

BAB I:

Bab I berisi Pendahuluan yang meliputi: latar belakang, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II:

Bab II berisi Kajian pustaka dan hipotesis yang terdiri dari empat bagian.

Bagian yang pertama meliputi kajian teori dan pustaka yang berisi pengertian

katekese, tujuan katekese, isi katekese, peserta katekese, sarana dan model

berkatekese, pengertian model, sotarae, katekese model sotarae, pengertian

keterlibatan hidup menggereja, bentuk-bentuk keterlibatan dalam hidup

menggereja, faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan yang terdiri dari faktor

pendukung dan penghambat. Bagian kedua terdiri dari penelitian yang relevan,

bagian ketiga kerangka pikir dan bagian keempat hipotesis tindakan.

BAB III:

Bab III berisi uraian metodologi penelitian. Metode penelitian yang

digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam bentuk

siklus. Penelitian dilaksanakan dengan dua siklus dan setiap siklus dua kali


(34)

BAB IV:

BAB IV berisi uraian tentang hasil penelitian dan pembahasan dari setiap

siklus, rangkuman hasil penelitian tindakan untuk mengetahui adanya peningkatan

keterlibatan siswa-siswi dalam hidup menggereja serta keterbatasan penelitian.

BAB V:

BAB V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari

Penelitian Tindakan Kelas. Dengan mengggunakan katekese model sotare dalam

pendalaman iman dapat meningkatkan keterlibatan siswa-siswi dalam hidup


(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Katekese Model Sotarae 1. Katekese

a. Pengertian Katekese

Telaumbanua (1995: 4) mengemukakan istilah katekese terdapat pada Kitab Suci yaitu Luk 1:4 (diajarkan), Kis 18:25 (pengajaran dalam Jalan Tuhan), Kis 21:21 (mengajar), Rm 2:18 (diajar), I Kor 14;19 (mengajar), Gal 6:6 (mengajar). Dalam konteks ini katekese dipahami sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar orang semakin dewasa dalam iman. Peserta katekese adalah orang yang sudah dibaptis. Seiring dengan berjalannya waktu pada zaman Bapa Gereja, katekese diartikan sebagai pengajaran bagi para calon baptis yang dikenal sebagai katekese baptis sedangkan bagi baptisan baru disebut katekese mistagogi.

Menurut Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae, Paus Yohanes Paulus II

mengartikan katekese sebagai:

Pembinaan iman anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18).

Berdasarkan pengertian di atas katekese dipahami sebagai pembinaan iman untuk anak-anak, kaum muda dan orang dewasa berupa ajaran Kristus. Pembinaan iman diberikan secara terarah dan teratur supaya para peserta katekese dapat hidup penuh sesuai dengan ajaran Kristen atau nilai-nilai kristiani. Di dalam katekese


(36)

terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan, pengukuhan serta pendewasaan (Telaumbanua, 1999: 5).

PKKI II yang diselenggarakan pada tanggal 29 Juni-5 Juli 1980 di Klender Jakarta merumuskan arah katekese di Indonesia yaitu katekese umat yang diartikan sebagai:

Komunikasi iman atau bertukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan dan mengandaikan perencanaan.

Rumusan ini menegaskan bahwa katekese umat diartikan sebagai komunikasi iman atau bertukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau kelompok di dalam suatu pertemuan katekese dengan suasana terbuka, saling menghargai, saling mendengarkan satu sama lain dan memberikan kesaksian tentang pengalaman iman yang dimiliki. Dengan adanya kesaksian peserta semakin diteguhkan dan menghayati imannya. Dalam katekese umat yang ditekankan penghayatan dan pengetahuan iman supaya peserta tidak hanya menghayati imannya tetapi peserta mengetahui apa yang diimaninya. Iman itu harus diwartakan, dan tidak hanya diwartakan namun pula diwujudnyatakan (Krispurwana, 2013: 13).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa katekese adalah pembinaan iman bagi anak-anak, kaum muda dan orang dewasa yang isinya ajaran Kristus sendiri kemudian saling bertukar pengalaman iman, memberikan kesaksian


(37)

tentang pengalaman imannya agar iman semakin diteguhkan, diwartakan dan diwujudkan dalam tindakan konkret.

b. Tujuan Katekese

Tujuan katekese untuk memperoleh murid (calon katekumen), membantu umat mengimani Yesus, membina iman umat sehingga dapat membangun Gereja. Hal ini sesuai dengan perintah Kristus yang terakhir:

Katekese merupakan seluruh usaha dalam Gereja untuk memperoleh murid-murid, untuk membantu umat untuk mengimani bahwa Yesus itu Putera Allah, supaya dengan beriman mereka beroleh kehidupan dalam nama-Nya (bdk I Yoh 1;1), dan untuk membina serta mendidik mereka dalam perihidup, dan dengan demikian membangun Tubuh Kristus (CT, art. 1).

Catechesi Tradendaeartikel 20 menguraikan bahwa tujuan katekese adalah

“mengembangkan iman umat yang baru mulai tumbuh, dan hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan hidup Kristen umat beriman, muda maupun tua”. Dengan demikian katekese bertujuan untuk mengembangkan iman menuju kedewasaan iman sehingga semakin mantap hidup menurut nilai-nilai kristiani bagi umat muda maupun tua. Oleh karena itu, katekese merupakan tahap pengajaran dan pendewasaan iman.

Huber (1981: 22-23) merumuskan tujuan komunikasi iman adalah:

a. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.

b. dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup Kristiani sehari-hari.

c. dengan demikian kita semakin supaya dalam terang Injil, kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.

d. sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan hidup Kristiani semakin dikukuhkan.


(38)

e. sehingga sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup ditengah masyarakat.

Pada tujuan yang kesatu sampai ketiga memperhatikan pada peserta sendiri sedangkan tujuan keempat dan kelima menegaskan tujuan sebagai Gereja dan berpuncak pada hidup ditengah masyarakat (Huber, 1981: 23). Tugas katekese adalah mendorong umat beriman bertindak aktif dalam Gereja dan masyarakat (Telaumbanua, 1999: 55).

Menurut Direktorium Kateketik Umum (1971) tujuan katekese membuat

iman umat hidup, dasar dan aktif lewat cara pengajaran (DKU 17) dan karya gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DKU 21). Katekese ditujukan untuk perkembangan iman menuju kedewasaan atau kematangan iman.

Katekese berperan dalam pendidikan iman. Katekese sebagai pendidikan iman juga bertujuan untuk membantu orang beriman agar semakin terlibat dalam hidup menggereja dan memasyarakat. Dalam hal ini Adisusanto (1995: 13) mengatakan katekese sebagai pendidikan iman merupakan salah satu bentuk karya pewartaan Gereja, yang bertujuan membantu orang beriman agar iman mereka makin mendalam dan agar mereka makin terlibat dalam dinamika hidup menggereja dan memasyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.

Tempat dan peranan katekese dalam bidang dasar karya pastoral pada

kerygma (pewartaan) yang mempunyai fungsi untuk mewartakan Injil bagi umat


(39)

mewujudkan pelayanan diantaranya melalui evangelisasi, teologi, kotbah dan

katekese.

c. Isi Katekese

Isi katekese yang diberikan untuk umat perlu disesuaikan dengan karakteristik umatnya yaitu permasalahan, latar belakang, situasi, kebutuhan dan pesertanya. Sumarno (2013: 4) mengatakan bahwa isi Katekese dapat bersumber dari Tradisi, Kitab Suci, refleksi iman dari para teolog, dan bacaan pada hari Minggu.

Menurut Catechesi Tradendaeart 26-27, Isi pokok katekese adalah seluruh

peristiwa Yesus Kristus dan interpretasinya serta seluruh kekayaan iman Gereja. Pribadi Yesus Kristus yaitu tindakan dan sabda-Nya menampakkan cinta kasih dan kesetiaan Allah Bapa kepada umat manusia. Bahan dalam proses katekese harus mengarah pada Yesus Kristus karena Yesus Kristus adalah pola hidup umat. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang tradisinya (Telaumbanua, 1999: 87). Selain bersumber pada Yesus Kristus, isi katekese juga dapat bersumber dari pengalaman hidup peserta sendiri. Langkah-langkah dari katekese meliputi tiga unsur yaitu pengalaman hidup nyata, teks Kitab Suci atau Tradisi dan penerapan konkrit pada hidup peserta katekese (Sumarno, 2013: 11).

d. Peserta Katekese

Rumusan PKKI II, dalam buku Katekese Umat yang ditulis oleh Huber


(40)

Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi, pun pola hidup kelompok. Jadi, yang berkatekese ialah seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-kelompok basis maupun disekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese sekatang. Penekanan peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat pada pengertian Gereja itu sendiri.

Dari rumusan PKKI II menjelaskan bahwa yang menjadi peserta katekese adalah seluruh umat. Katekese tidak hanya ditujukan kepada sebagian umat tetapi kepada semua umat yang terpanggil untuk mendalami iman secara terus menerus. Katekese juga dilaksanakan di paguyuban, sekolah dan perguruan tinggi.

Peserta katekese terbuka bagi umat yang belum dibaptis dan ingin mengenal Kristus (katekumen) sehingga seluruh umat memiliki peranan (kedudukan) penting, ikut bertanggung jawab, dan aktif mengambil bagian di dalam kehidupan dan perkembangan katekese. Katekese milik umat, dari, oleh dan untuk umat (Heryatno, 2010: 5).

e. Sarana dan Metode Berkatekese

Dalam berkatekese diperlukan adanya sarana dan metode. Dengan adanya sarana dapat memudahkan peserta mendalami pengalaman hidupnya begitu juga dengan metode yang menarik akan membuat proses katekese lebih menarik dan tidak membosankan sehingga tujuan katekese dapat tercapai. Yohanes Paulus II dalam anjuranCatechesi Tradendaemengatakan bahwa:

umur serta perkembangan nalar orang Kristen, taraf perkembangan rohani, serta bentuk-bentuk kepribadian yang lainnya menjadi titik tolak dalam menggunakan metode dalam proses pembinaan sehingga tujuan pelaksanaan katekese dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan (CT, art. 51).


(41)

Pemilihan sarana dalam berkatekese perlu diperhatikan agar sarana yang digunakan tidak menggangu dalam proses katekese dan dipersiapkan sebaik mungkin. Metode yang dipakai disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi peserta. Dalam Catechesi Tradendae, Yohanes Paulus II mengungkapkan pentingnya

sarana dalam berkatekese sebagai berikut:

Kami menghimbau, agar prakarsa-prakarsa yang dimaksudkan untuk memberi pembinaan Kristen kepada semua kelompok itu, memakai upaya-upaya yang cocok (sarana-sarana audiovisual, buku-buku kecil, diskusi-diskusi, pelajaran-pelajaran), makin bertambah banyak, serta memampukan banyak orang dewasa untuk menutup kekosongan akibat suatu katekese yang serba kurang dan tidak memadai, untuk secara harmonis melengkapi pada taraf lebih tinggi katekese yang mereka terima waktu masih kanak-kanan, atau bahkan untuk menyiapkan diri secukupnya di bidang itu, agar mampu menolong sesama secara lebih serius (CT, art. 45).

Artikel di atas menjelaskan dalam memberikan pembinaan iman bahwa Yohanes Paulus II mengajurkan untuk menggunakan sarana yang cocok seperti audiovisual, buku-buku kecil, diskusi pelajaran sehingga dapat menolong umat dalam menghayati iman. Para Katekis dituntut untuk lebih kreatif dalam memanfaatkan sarana yang ada untuk berkatekese dengan melihat latar belakang belakang peserta katekese agar dapat membantu peserta katekese sehingga imannya dapat berkembang. Metode-metode yang digunakan harus disesuaikan dengan usia, kebudayaan dan sikap-sikap pribadi yang bersangkutan (EN, art. 44).

2. Model Katekese: Sotarae a. Pengertian Model

Untuk memahami pengertian model dalam konteks katekese, perlulah terlebih dahulu memahami istilah pendekatan, strategi, metode, teknik dan model.


(42)

Pendekatan diartikan sebagai titik tolak terhadap proses pembelajaran. Strategi dalam konteks dunia pendidikan dikenal sebagai strategi pembelajaran. Dalam melaksanakan strategi digunakan metode sebagai cara untuk melaksanakan strategi. Oleh karena itu, strategi dapat digunakan lebih dari satu metode sehingga dalam menjalankan metode dapat menentukan teknik yang sesuai dengan metode.

Model adalah suatu konstruksi teoritis, skematis, dan abstrak yang menawarkan pokok-pokok pemikiran yang menghubungkan secara sistematis unsur-unsur pembentuk realitas dan hubungan-hubungannya (Sumarno, 2011: 43)

Model adalah pola pembelajaran dan dapat disebut dengan strategi (Dapiyanta, 2012: 2). Sedangkan menurut Trianto (2009 :21) model diartikan sebagai sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Model merupakan seperangkat untuk mewujudkan proses, pemilihan media dan evaluasi. Banyaknya model dapat dipilih yang sesuai, efektif digunakan dan mempertimbangkan aspek-aspeknya sehingga tujuan yang direncanakan dapat tercapai dengan melihat kekurangan dan kelebihan.

Dari beberapa pengertian model di atas dapat disimpulkan bahwa model dalam konteks katekese adalah suatu rencana atau pola yang disusun meliputi materi, media, metode dan langkah-langkah dalam proses katekese untuk mencapai suatu tujuan.

b. Aspek– Aspek Model

Menurut Trianto (2009: 24-25), suatu model memiliki aspek-aspek sebagai berikut:


(43)

1) Sintaks (Pola urutan)

Sintaks adalah urutan dari langkah-langkah dari serangkaian kegiatan. Urutan dalam model terdapat unsur yang sama. Sintaks dalam konteks pembelajaran menunjuk pada kegiatan apa yang dilakukan guru dan siswa secara jelas (Trianto, 2009: 24).

2) Prinsip reaksi

Prinsip reaksi merupakan hubungan timbal balik antara pendamping dengan peserta. Prinsip reaksi adanya partisipasi aktif. Dalam hal ini berkaitan bagaimana pendamping memandu peserta, menanggapi pertanyaan peserta, merespon jawaban peserta bila diterapkan dalam konteks katekese.

3) Sistem sosial

Sistem sosial merupakan komponen-komponen dalam model yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam proses pembelajaran komponen tersebut seperti adanya guru, siswa, kepala sekolah, karyawan dan kurikulum. Sedangkan dalam berkatekese adanya pendamping dan peserta.

4) Sistem pendukung

Sistem pendukung adalah semua hal yang dapat mendukung dalam model seperti adanya sarana, media, materi atau bahan yang diperlukan, alat dan bahan. 5) Dampak Instruksional dan Dampak pengiring

Dampak Instruksional adalah hasil yang dicapai sesuai tujuan secara langsung. Sedangkan dampak pengiring lebih pada hasil belajar lain yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran.


(44)

c. Latar Belakang Sotarae

Pada tahun 1830, media komunikasi sosial mengalami perkembangan yang sangat besar sehingga dibagi menjadi empat golongan yaitu media raksasa, media ukuran besar atau umum, ukuran sedang dan ukuran kecil. Adanya media komunikasi sosial dan kelompok muncul suatu diskusi kelompok di dalam pertemuan kelompok yang disebut “group media”. Bahwa yang mendasari pertemuan adalah metode lama: melihat, menilai-bertindak (Olivera, 1989: 13).

Tujuan dari pertemuan membuat hidup lebih manusiawi dan bermartabat. Pertemuan ini mempunyai maksud untuk bantuan berpikir, memberikan pendapat, memperkaya pengetahuan dan membandingkan pandangan pribadi dengan pandangan oranglain. Cara yang dipakai untuk menganalisa dokumen dalam group media menggunakan langkah-langkah sotarae. Sotarae adalah petunjuk untuk mempermudah pengkajian suatu dokumen (Olivera, 1989: 32). Dokumen tersebut seperti foto, majalah, film, surat kabar, kaset sebagai media untuk di dalami sehingga dapat menemukan pesan yang dapat berguna bagi kehidupan peserta kemudian diwujudkan dalam tindakan konkret. Sotarae merupakan singkatan dari Situasi, Objektif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi, Evaluasi.

d. Langkah-langkah Sotarae

Menurut Olivera (1989: 30-32), langkah-langkah sotarae dapat diuraikan sebagai berikut:

1) S : Situasi

Langkah pertama menjajagi kesan dari peserta dari dokumen yang telah ditampikan di dalam pertemuan. Dokumen meliputi film, surat kabar, potongan


(45)

majalah, poster, kaset, permainan, bahasa foto, cerita bergambar, peristiwa. Pada langkah ini pendamping memberikan suatu pertanyaan kepada peserta misalnya tentang perasaan yang muncul ketika melihat dokumen atau hal apa saja yang diungkapkan dalam dokumen yang telah ditampilkan.

2) O : Objektif

Langkah kedua peserta diajak untuk melihat, menemukan fakta objektif yang ada didalam dokumen dan bagaimana fakta tersebut mempengaruhi kehidupan. Pada langkah ini menulusuri dengan detail seperti tokoh, alur dan isi. Tujuan yang ingin dicapai dalam langkah kedua yaitu mengembangkan kemampuan mengobservasi, mengungkapkan apa yang telah dilihat dan didengar serta menyediakan waktu yang cukup untuk mengendapkan buah-buah pikiran, sehingga penilaian yang tergesa-gesa dihindari. Dalam langkah ini menelusuri isi dari suatu dokumen meliputi tokoh, jalan cerita dan isi cerita.

3) T : Tema

Pada langkah ketiga setelah melihat dan menemukan fakta objektif atau pokok-pokok pesan kemudian merumuskan tema. Tema pokok dibuat sesuai prioritas untuk dibahas.

4) A : Analisis

Langkah keempat membuka pembicaraan dengan membahas tema yang telah dipilih kemudian dianalisis. Unsur-unsur yang diikutsertakan dalam menganalisis seperti apa yang menonjol jelas, hal implisit dan jelas meskipun tidak terlihat, sebab-akibat, latar belakang, fakta, orang, tokoh yang diuntungan


(46)

maupun yang dirugikan dan situasi. Dalam langkah analisis memberikan suatu gambaran mengenai tema yang dianalisis.

5) R : Rangkuman

Langkah kelima pendamping merangkum sambil menunjukkan persoalan-persoalan yang telah menjadi jelas maupun yang masih harus dipikirkan lebih lanjut. Dalam langkah ini ditarik kesimpulan yang menjadi inti dari hasil diskusi pertemuan bersama.

6) A : Aksi

Langkah keenam merencanakan suatu aksi atau tindakan nyata bersama-sama maupun pribadi. Dalam langkah aksi ini berupa usulan konkret dan dilakukan.

7) E : Evaluasi

Langkah yang terakhir mengevaluasi dari proses yang telah dilaksanakan. Hal ini perlu untuk memperbaiki pertemuan selanjutnya dan bisa digunakan untuk mengevaluasi aksi yang telah dilaksanakan.

e. Unsur – Unsur Pokok Sotarae

Menurut Olivera (1989: 19-20), unsur-unsur pokok sotarae sebagai berikut: 1) Kelompok Orang

Kelompok orang yang dimaksud seperti kaum muda, guru, murid, pasangan suami istri, serikat buruh, dan lain-lain atau orang yang berminat untuk memperluas pengetahuan mengenai suatu persoalan. Hal yang ditekankan adalah keterlibatan peserta untuk mengungkapkan pendapat pribadi dan keberanian untuk


(47)

mengungkapkan kepada yang lain sehingga semua peserta merasa senang serta siap menyumbangkan sesuatu demi tujuan kelompok.

2) Tempat yang Cocok

Tempat yang digunakan untuk pertemuan disesuaikan dengan jumlah peserta yang mengikuti dan diatur sebaik mungkin agar dalam pertemuan merasa nyaman serta semua peserta dapat mendengarkan pendapat satu sama lain.

3) Dokumen yang menarik

Dokumen meliputi film, surat kabar, potongan majalah, bahasa foto, poster, kaset atau permainan. Dokumen tersebut sebagai media yang digunakan dalam pertemuan dan dipilih sesuai dengan keefektifitasannya waktu, menyesuaikan situasi serta kondisi kelompok.

4) Perlengkapan yang tepat

Di dalam pertemuan menggunakan perlengkapan yang dibutuhkan dan sesuai pada tempatnya. Sebelum memulai pertemuan perlu diteliti kembali perlengkapan yang menyangkut hal-hal teknis agar pertemuan nantinya dapat berjalan dan terlaksana dengan baik serta lancar.

5) Seorang pengarah (moderator)

Seorang pengarah mempunyai tugas untuk mempermudah dialog antar peserta, memberi kesempatan kepada peserta untuk berbicara dan membantu peserta untuk mengungkapkan pendapatnya dan merangkum dari keseluruhan pembicaraan. Seorang pengarah perlu menguasai isi dan bisa mengarahkan pertemuan.


(48)

f. Sistem Sosial Sotarae

Dalam melaksanakan katekese sotarae terdapat komponen-komponen yang mendukung yaitu adanya peserta dan pendamping. Pendamping berperan sebagai fasilator untuk mengarahkan jalannya pertemuan, menciptakan suasana keakraban sedangkan peserta turut berpartisipasi untuk mengungkapkan pendapat. Kedua komponen tersebut harus ada karena tanpa peserta dan pendamping pertemuan tidak bisa terlaksana dan tujuan tidak akan tercapai.

g. Sistem Pendukung Sotarae

Sistem pendukung berkaitan dengan hal-hal yang mendukung dalam katekese seperti film, cuplikan video, peristiwa, cergam, fotocopy artikel, gambar dari internet, koran, dan lain-lain. Selain materi atau bahan yang dipergunakan, sarana dan prasarana yaitu pengeras suara atau speaker, LCD dan tempat juga perlu diperhatikan serta dipersiapkan sebaik mungkin agar dalam pertemuan lancar.

h. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Sotarae

Dampak disebut pula dengan tujuan yang dihasilkan. Dampak Instruksional dari katekese dengan model sotarae untuk mengembangkan kemampuan, menghargai orang lain dan menanamkan pemikiran ke dalam praktek nyata. Sedangkan dampak pengiring dari katekese model sotarae membuat pertemuan lebih menarik.


(49)

B. Keterlibatan Hidup Menggereja 1. Pengertian Keterlibatan

Menurut Katekismus Gereja Katolikart. 1913 keterlibatan diartikan sebuah

pengabdian yang sukarela dan luhur dari pribadi-pribadi dalam peranannya semua orang harus turut serta dalam peningkatan kesejahteraan umum. Keterlibatan dilaksanakan secara sukarela oleh setiap pribadi, keinginan yang timbul dari dalam dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.

Menurut Dua Gete (1975: 9) keterlibatan adalah suatu sikap manusia untuk mencurahkan tenaganya serta perhatiannya sepenuh-penuhnya, dengan jiwa raga, kepada suatu pekerjaan atau usaha.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara sukarela karena keinginan dari dalam diri untuk memberikan tenaga, pikiran dan kemampuan pada suatu pekerjaan atau usaha.

2. Hidup Menggereja

Definisi Gereja sangatlah luas tergantung dari konteksnya. Pengertian Gereja terdapat dalam Kitab Suci dan Ajaran Gereja yang tidak mengenal batasan arti. Menurut buku Iman Katolik (1996: 333), di dalam Kitab Suci Perjanjian

Baru tiga nama yang dipakai untuk Gereja: Umat Allah, Tubuh Kristus dan Bait Roh Kudus. Selain itu, Gereja diartikan sebagai paguyuban. Pada hakikatnya Gereja adalah suatu paguyuban, suatu perkumpulan yang terdiri dari orang-orang yang hidup, yang punya macam harapan, gagasan, sifat (Mariyanto, 1987: 79).


(50)

Dengan adanya lembaga Gereja, umat Allah mendapat tempat untuk ikut berperanserta dalam karya Allah untuk terlibat dalam dunia ini (Ardhisubagyo, 1987: 22). Gereja berdiri kokoh atas dasar Kristus sebagai Kepala dan Allah yang berkarya memanggil umatnya untuk diberikan tanggung jawab dan kebebasan. Hidup menggereja diartikan sebagai pengabdian secara sukarela untuk mengambil bagian dalam bidang koinonia, kerygma, leitourgiadan diakonia.

Menurut Prasetya (2003: 40), umat beriman yang telah dibaptis dan menerima sakramen krisma umat diharapkan untuk mengambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Dalam perkembangan dalam gereja, kaum awam dapat melibatkan diri secara aktif sebagai misdinar, lektor, menjadi pemazmur, dirigen, anggota paduan suara, organis, petugas doa umat, petugas persembahan, prodiakon, katekis, menjadi pengurus dalam kepemimpinan Gereja. Sedangkan di luar gereja, kaum awam juga dapat mengambil bagian ditengah-tengah masyarakat seperti dalam sosio-edukatif, politik, ekonomi, religius, kesehatan dan lingkungan hidup (Prasetya, 2003: 111-198). Oleh karena itu, sebagai awam melaksanakan tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja. Karena berperan serta dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja, kaum awam berperan aktif dalam kehidupan dan kegiatan Gereja (AA, art. 10).

Ensiklik Lumen Fidei yang ditulis oleh Bapa Paus Benediktus XVI dan

Fransiskus pesan dasarnya adalah, bangunlah hidup di atas dasar iman;iman yang selaras dengan akal budi, dan iman yang diwartakan serta diwujudkan dalam tindakan konkret agar semakin beriman (Krispurwana, 2013: 13).


(51)

Para teolog dalam Ardisubagyo (1987: 23) tugas-tugas Gereja yang didasari dalam tiga segi pelayan Yesus disebut Harvey Cox yaitu kerygma (pewartaan

Kerajaan Allah, diakonia (pelayanan penyembuhan, pengampun dosa), koinonia

(persaudaraan sebagai penampakan ciri Kerajaan Allah) kemudian ditambahkan

leitourgia(perayaaan iman akan Yesus Kristus).

Menurut Ardhisubagyo (1987:24-33), hidup menggereja terbagi dalam empat peranan dasariah sebagai berikut:

1) Persekutuan – Persaudaraan (Koinonia)

Koinonia diartikan sebagai semangat persaudaraan dan kesetiakawanan.

Selain itu, dalam pedoman karya pastoral kaum muda (1993: 39), koinonia

diartikan sebagai tanggung jawab dan keterlibatan setiap anggota umat Allah dalam mengembangkan hidup komunitas, untuk menciptakan dan memperkuat persaudaraan, kesatuan, keutuhan, kehangatan sehingga umat merasa memiliki karena ada perasaan sehati sejiwa sebagai umat Allah. Yang menjadi dasar

koinonia adalah cara hidup jemaat perdana (Kis 4:32-35). Cara hidup jemaat

perdana yaitu sehati dan sejiwa, memiliki rasa percaya, segala sesuatu yang dimiliki merupakan milik bersama, hidup dalam kasih dengan karunia yang melimpah dan tidak ada yang kekurangan adalah dasar dari koinonia. Cara hidup

bersama ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai dengan memiliki sikap keterbukaan, mencintai dan peka terhadap sesama yang menderita dan dilanda kesusahan.


(52)

(a) Paguyuban PIR

Paguyuban PIR sebagai tempat pertemuan remaja katolik untuk mengembangkan iman. Di dalam paguyuban tersebut remaja dapat belajar dan membangun Gereja bersama dengan teman seusianya. Dengan adanya paguyuban tersebut dapat mengembangkan metode pertemuan yang kreatif, sehingga remaja merasa senang dan tertarik untuk terlibat dalam paguyuban (Nota Pastoral KAS 2008: 46).

(b) Paguyuban Misdinar

Paguyuban Misdinar adalah sekolompok orang yang berusia anak-anak (minimal kelas 4 SD) dan usia remaja yang mempunyai tugas untuk melayani pastor pada waktu perayaan Ekaristi. Misdinar seringkali disebut sebagai putra-putri altar. Di setiap paroki, misdinar membentuk suatu paguyuban di Gereja dan memiliki kepengurusan dibawah Tim Kerja Misdinar. Adapun kepengurusan mempunyai tugas untuk mengkoordinir para anggotanya yang bertugas setiap perayaan Ekaristi pada hari minggu, hari raya, misa harian dan latihan-latihan. Paguyuban misdinar juga memiliki kegiatan seperti pertemuan misdinar se paroki setiap seminggu sekali, pertemuan di kevikepan, mengikuti perlombaan di kevikepan, ziarah rutin, pembekalan dari tim liturgi dan lain-lain.

(c) Paguyuban Orang Muda Katolik

Menurut Pedoman Karya Pastoral Pemuda (1993: 8), kaum muda adalah

mereka yang berusia antara 13 s.d 30 tahun dan belum menikah, sambil tetap memperhatikan situasi dan kebiasaan masing-masing tempat. Paguyuban orang


(53)

muda merupakan paguyuban yang berpartisipasi dalam bidang communio

(persekutuan-persaudaraan) Gereja. Dalam paguyuban tersebut memiliki struktur kepengurusan, pembina dan pendamping. Selain itu, orang muda dibina dalam bidang kemandirian dan kehidupan bersama yang meliputi kehidupan iman dan menggereja. Dengan adanya paguyuban OMK diharapkan iman orang muda semakin berkembang karena kaum muda sebagai harapan Gereja (CFL, art. 46).

(d) Paguyuban Lektor

Lektor sebagai Pewarta Sabda Tuhan membentuk suatu paguyuban tersendiri. Dalam paguyuban tersebut para anggota lektor saling mendukung, menguatkan dan berusaha untuk lebih baik untuk mewartakan Sabda Tuhan. Mewartakan Sabda Tuhan tidak hanya sekedar membaca dari Kitab Suci, tetapi benar-benar mewartakan Sabda Tuhan dengan sepenuh hati. Oleh karena itu, dalam paguyuban lektor, para anggota lektor diberikan pembekalan yang cukup oleh pastor paroki agar dapat menjalankan tugas sebagai pewarta dengan baik. Kegiatan paguyuban lektor seperti pelatihan membaca, pertemuan rutin satu bulan sekali, pembekalan bagi calon lektor baru dan evaluasi tugas.

(e) Paguyuban Legio Maria

Legio Maria adalah suatu perkumpulan umat Katolik yang berdiri atas Gereja dan bimbingan kuat dari Bunda Maria. (Surono, 2010: 1). Tujuannya untuk memuliakan Tuhan dengan doa dan karya dan memperluas Kerajaan Allah di dunia secara nyata. Anggota dari paguyuban ini ialah semua orang Katolik yang terbuka untuk mengikuti Legio Maria. Dalam paguyuban Legio Maria dikenal


(54)

dengan acara rapat presidium yang terdiri dari doa pembukaan dan Rosario, pembacaan rohani, pembacaan notulen, penerimaan tamu, instruksi tetap, daftar anggota (presensi), surat menyurat, berita dewan, laporan bendahara, laporan anggota, doa katena, alokusio, derma rahasia diedarkan, laporan dilanjutkan, pembagian tugas, mempelajari buku pegangan, laporan anggota auksilier, soal-soal lain, doa penutup (Surono, 2010: 8-9). Tugas yang dikerjakan oleh anggota Legio Maria meliputi bidang kerygma, leitourgia, communio, diakonia dan

martyria. Bentuk dari keterlibatan pelayanan pastoral, kerasulan dan

kemasyarakatan seperti mengajar agama, mengunjungi orang sakit, membersihkan Gereja, mendoakan orang sakit dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam paguyuban Legio Maria tidak hanya berdevosi kepada Bunda Maria tetapi ada aksi nyata yang dilakukan berupa tindakan yang nantinya dilaporkan saat sidang.

(f) Paguyuban Ibu-Ibu Paroki

Merupakan sekumpulan umat terdiri dari ibu-ibu yang berkumpul untuk mengadakan pertemuan dengan acara arisan dan pendalaman kitab suci. Paguyuban ibu-ibu paroki berkumpul setiap satu bulan sekali di aula gereja bahkan ada pula bergiliran di rumah umat yang menjadi anggota paguyuban ibu paroki. Di dalam paguyuban tersebut selain mengadakan acara arisan dan pendalaman kitab suci disetiap pertemuan juga mengadakan ziarah, menjenguk orang sakit, kunjungan ke novisiat, menghadiri pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan keuskupan atau kegiatan kunjungan yang telah disepakati oleh ibu-ibu Paroki.


(55)

2) Pewartaan Injil (Kerygma)

Penginjilan (evangelisasi) berarti membawa Kabar baik kepada segala

tingkat kemanusiaan dan melalui pengaruh Injil merubah umat manusia dari dalam dan membuatnya menjadi baru (EN, art. 18). Isi evangelisasimemberikan

kesaksian tentang kasih, mewartakan penebusan Yesus Kristus, mewartakan kasih kepada semua orang, saling mengampuni, membantu sesama, berbuat baik, menghayati sakramen, berdoa, hidup di masyarakat dengan menciptakan perdamaian dan keadilan. Kerygma merupakan keterlibatan aktif dari tiap-tian

anggota umat Allah dalam pengajaran dan pewartaan kabar gembira melalui usaha-usaha saling mengajar dan saling meneguhkan, memperkaya iman dan pemahamannya dengan sharing, katekese umat, katekese sekolah, katekese katekumenat dan pendalaman iman (Komisi Kepemudaan, 1993: 39). Mewartakan Kabar Gembira tidak cukup dengan hanya membaca dan mendengarkan Sabda Tuhan tetapi diwujudkan berupa tindakan secara nyata untuk memperluas Kerajaan Allah di dunia. Metode-Metode evangelisasi seperti mencari sarana-sarana yang cocok, kesaksian hidup, Kotbah, liturgi sabda, katekese, menggunakan media massa, sakramen, kesalehan yang merakyat (EN, art. 40-48). Bentuk-bentuk keterlibatan dalam bidang kerygmasebagai berikut:

(a) Katekese

Isi dari katekese adalah Yesus Kristus, pengalaman peserta, Tradisi, Ajaran gereja dan Ajaran moral. Katekese sebagai salah satu tugas pastoral Gereja tidak hanya dilaksanakan pada persiapan penerimaan sakramen tetapi juga berkelanjutan setelah menerima sakramen. Pelajaran agama katolik di sekolah


(56)

merupakan bentuk katekese. Ruang lingkup katekese terdiri dari lima bagian yaitu keluarga, paroki, sekolah, masyarakat dan komunitas basis (Sumarno, 2011: 59).

(1) Katekese Persiapan Baptis Dewasa

Sakramen Baptis merupakan pintu gerbang sakramen lainya. Oleh karena itu, orang yang akan masuk katolik harus menerima sakramen baptis. Sebelum menerima sakramen baptis, para katekumen wajib mengikuti pelajaran baptis atau katekese persiapan baptis. Katekese persiapan katekese baptis dewasa intinya mempersiapkan para calon Baptis (katekumen) untuk mengenal Gereja Katolik dengan semua ajarannya, mengakui pokok-pokok iman katolik, dan menghayati dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari katekese yaitu mengembangkan dan membina pengetahuan dan penghayatan iman para katekumen (Komkat KAS, 2012: 17). Oleh karena, katekumen tidak hanya diberikan pengetahuan iman melalui dogma, katekismus, ajaran gereja, menghafalkan doa tetapi diajak untuk menghayati pengalaman imannya secara pribadi. Selama setahun sebelum menerima sakramen baptis, para katekumen menjalani tiga tahap empat masa sehingga benar-benar dipersiapkan agar sungguh-sungguh dapat meyakini, menghayati dan menjalankan iman katolik.

(2) Katekese Persiapan Komuni Pertama

Komuni Pertama diterima oleh anak kurang lebih umur 9-10 tahun. Katekese persiapan komuni pertama diharapkan dapat mengajak calon kepada sikap dan nilai baru yang perlu dikembangkan, bukan sekedar pemahaman, artinya dengan menerima komuni pertama calon diajak dalam persekutuan Gereja,


(57)

terlibat dalam hidup menggereja sepenuhnya dan menyadari untuk setia mengenakan Kristus melalui menerima Tubuh dan darah Kristus (Komkat KAS, 2012: 32).

Dalam katekese persiapan komuni pertama materinya tentang pemahaman Tritunggal MahaKudus, Kitab Suci, Gereja, Sakramen, moral kristiani, ajaran Gereja, doa dan hidup kekal. Katekese persiapan komuni pertama sangatlah penting dan wajib diikuti oleh anak yang akan menerima Sakramen Ekaristi karena mereka disiapkan untuk menerima Tubuh dan Kristus.

(3) Katekese Persiapan Sakramen Penguatan

Sakramen Penguatan atau Krisma diterimakan pada usia remaja minimal kelas 2 SMP. Tujuan dari katekese sakramen penguatan diajak untuk memahami bahwa sakramen mengandung suatu panggilan untuk menjadi saksi Krsitus (Komkat KAS, 2012: 45). Dalam sakramen penguatan, umat lebih dikuatkan untuk menjadi saksi Kristus. Berkat anugerah Roh Kudus ini, orang beriman menjadi lebih serupa dengan Kristus dan dikuatkan untuk memberi kesaksian tentang Kristus, demi pembangunan tubuh-Nya dalam iman dan cinta kasih (KWI, 1996: 426-427). Dalam hal ini, orang beriman diutus untuk terlibat dalam hidup menggereja yang terdapat empat bidang yaitu leitourgia, koinonia, diakonia, dan

kerygma.

(4) Katekese Lanjut

Masa mistagogi merupakan masa lanjut setelah menerima Sakramen baptis. Dalam tahap mistagogi, penghayatan perlu selalu ditumbuhkan sehingga semakin


(58)

mencintai Yesus Kristus dan perlu diberikan contoh-contoh konkret untuk dapat mengaktualkan pengetahuan imannya dalam hidup sehari-hari (Komkat KAS, 2012: 55). Katekese sebagai usaha untuk mendidik iman perlu dilanjutkan agar sampai pada iman yang dewasa meskipun aspek pengetahuan iman dan sikap iman tidak dilupakan. Selain itu, yang membutuhkan katekese lanjut tidak hanya para baptisan baru tetapi semua umat beriman katolik yang masih hidup dan membutuhkan pendampingan iman agar iman semakin berkembang. Dalam usaha menumbuhkan iman maka katekese lanjut perlu ditempatkan sebagai media gerejawi untuk mendidik seorang dalam iman.

(5) Katekese di Sekolah

Dalam dokumen tentang Ajaran dan Pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik menegaskan bahwa pendidikan agama (Katolik) di setiap sekolah adalah tepat, sebab tujuan dari sekolah ialah membentuk manusia dalam segala dimensinya yang pokok dan dimensi keagamaan merupakan bagian dari intergral dari pembentukan itu (Boli Kontan, 2011: 45). Pendidikan menyangkut hubungan dengan Tuhan dan sesama. Oleh karena itu, katekese di Sekolah harus menjadi bagian dari pendidikan iman yang dapat mendidik murid untuk mengolah pengetahuan iman menjadi nyata. PAK di sekolah swasta dan negeri merupakan bentuk katekese. Pendekatan yang dipakai pola interaksi (komunikasi) aktif untuk mengintepretasikan dan mengaplikasi ajaran imannya dalam hidup nyata. Keberhasilan dalam hidup beragama tidak terletak pada apa yang diketahui, tetapi lebih pada kemampuan untuk mengolah pengetahuan iman supaya hidup lebih nyata dan berkembang secara rohani serta jasmani (Boli Kontan, 2011: 56).


(59)

Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan membantu siswa untuk dapat menghayati dan mewujudkan imannya serta untuk menentukan jati diri. Terwujudnya Kerajaan Allah merupakan visi dasar atau arah utama seluruh kegiatan pendidikan di dalam iman atau PAK (Heryatno, 2008: 26). Dimensi pendidikan agama katolik di sekolah meliputi Pribadi siswa, Yesus Kristus, Gereja dan Kemasyarakatan. Gereja sebagai persekutuan yang melanjutkan karya Yesus. Oleh karena itu, ajaran dan iman Gereja bertumbuh dan berkembang melalui persekutuan sehingga pendidikan agama katolik tidak hanya memberikan pengetahuan iman, tetapi menghayati dan mewujudkan iman dalam keadaaan konkret sebagaimana tiga unsur iman kristiani yaitu meyakini, mempercayai dan menjalankan. Pendidikan Iman dalam di sekolah, sebagai proses pendewasaan iman diharapkan membantu memperkembangkan iman peserta didik secara seimbang dan integratif ketiga aspek iman tersebut (Heryatno, 2008: 31).

(b) Kotbah

Dalam buku Kompendium Prodiakon (2010: 48) Kotbah adalah pewartaan

mengenai iman yang berisi Kitab Suci, ajaran Gereja, ajaran moral. Khotbah berbeda dengan homili di lihat dari segi isi. Kotbah bisa menjadi homili apabila disampaikan dalam perayaan liturgi dan bertitik tolak dari bacaaan Kitab Suci. Dari segi tempat penyampaiannya, kotbah dapat disampaikan dimana saja tidak hanya dalam perayaan liturgi seperti dalam rapat pertemuan, jalan raya dan lain-lain.


(60)

(c) Homili

Homili berasal dari kata Yunani homilia yang berarti percakapan atau

pembicaraan yang enak, akrab, saling memahami dan seterusnya. Homili selalu bertitik tolak dari bacaan Kitab Suci yang sifatnya mengupas dan menjelaskan isi Kitab Suci sesuai dengan konteks hidup jemaat (art 49). Seperti yang telah diungkapkan St. Hieronimus bahwa Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus. Dalam ungkapan tersebut mengajak umat beriman katolik untuk mengenal Yesus melalui bacaan Kitab Suci dengan karya keselamatan Allah. Oleh karena itu, dalam Misa hari Minggu dan hari raya wajib yang dihadiri umat, homili jangan ditiadakan kecuali jika ada alasan yang berat (SC, art. 52).

3) Perayaan Iman (Leitourgia)

Leitourgia adalah keterlibatan dan peran serta secara aktif tiap-tiap anggota

umat Allah dalam ibadat dan perayaan bersama untuk menyembah dan bersyukur kepada Allah dalam doa bersama, mendengarkan sabda-Nya dalam Kitab Suci dan terutama dalam perayaan Ekaristi Kudus dan sakramen-sakramen yang lain (Komisi Kepemudaan, 1993: 39). Gereja mengenangkan perayaan syukur karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus yang terungkap dalam perayaan Ekaristi dan Sakramen. Dengan sakramen, orang beriman bersatu dengan Yesus Kristus. Leitourgia menjaga hubungan dengan Yesus Kristus yang mendasari

kehidupan jemaat dan pengabdaian agar terpelihara (Ardisubagyo, 1987: 29). Keterlibatan dalam perayaan iman sungguh penting baik sebagai petugas liturgi maupun umat. Sebagai umat hendaknya aktif dalam berliturgi seperti aklamasi


(61)

olah umat, jawaban-jawaban, pendarasan mazmur, antifon-antifon, lagu dan sikap-sikap liturgi. Menjadi petugas litugi dapat berperanserta dalam putra-putri altar, lektor, komentator, paduan suara, prodiakon, tata tertib, dirigen, petugas persembahan, dirigen secara bertanggung jawab. Bentuk keterlibatan dalam

leitourgiasebagai berikut:

(a) Merayakan Ekaristi dan Merayakan Sakramen

Misa Kudus adalah perayaan kebersamaan dengan seluruh Gereja secara konkret yang diungkapkan dengan kehadiran semua umat yang hadir berkumpul. Perayaan Ekaristi Gereja sebagai Sakramen kesatuan, yakni umat kudus yang berhimpun dan diatur dibawah para uskup (SC, art. 26). Ekaristi adalah puncak sumber dan puncak seluruh kehidupan Kristiani (SC, art. 10). Oleh karena itu, setiap umat beriman katolik setiap hari Minggu mempunyai kewajiban untuk merayakan Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi merupakan perayaan kehadiran yang tidak hanya mempertandakan kehadiran Tuhan di tengah umat tetapi bagaimana umat menghayati dalam imannya dengan kehadiran Tuhan. Gereja tiada putusnya memuji Tuhan dan memohonkan keselamatan seluruh dunia bukan hanya dengan merayakan perayaan Ekaristi, melainkan dengan cara-cara lain juga, terutama dengan mendoakan Ibadat Harian (SC, art. 83). Oleh karena itu, perayaan Ekaristi sebagai perayaan bersama masing-masing umat dapat terlibat sesuai dengan perannya masing-masing baik menjadi petugas maupun sebagai umat.


(62)

Dalam Gereja Katolik memiliki tujuh sakramen. Sakramen merupakan tanda dan sarana keselamatan Allah. Ketujuh sakramen merupakan liturgi dalam arti yang paling padat (KWI, 1996: 396). Memaknai sakramen adalah mendalami kekristenan dan mendalami arti menjadi warga Gereja yang berarti pengungkapan iman dan perwujuan iman untuk merumuskan teknis dari cita-cita menggereja konteksual yang artinya melahirkan wujud kekristenan dalam situasi sosial, budaya, politik, keagamaan, ekonomi yang konkret (Putranto, 2011: 1). Menjadi umat beriman katolik dapat mengikuti, menerima dan merayakan perayaan Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, Sakramen Tobat, Sakramen Perkawinan, Sakramen Imamat, Sakramen Krisma dan Sakramen Pengurapan orang sakit.

(b) Ibadat Harian

Dalam buku Iman Katolik(1996: 396-397) liturgi tidak terbatas pada bidang

sakramen, tetapi mencakup Ibadat Harian. Yang wajib merayakan ibadat harian ialah (1). dewan pembantu uskup, para rahib dan rubiah, serta para imam biarawan lainnya, yang terikat pada pada Ibadat Harian bersama menurut hukum atau konstitusi tarekat; (2). Dewan para iman katedral atau penasihat uskup untuk sebagian (SC, art. 95).

(c) Menjadi Lektor

Lektor artinya orang yang bertugas untuk membacakan bacaan pertama dan atau bacaan kedua, sebagai sabda Allah, dalam perayaan Ekaristi (Prasetya, 2010: 40). Tujuannya agar Sabda Tuhan yang disampaikan dapat menyentuh hati umat dan umat dapat menanggapi Sabda dengan baik. Dalam menyampaikan Sabda


(63)

Tuhan tidak hanya sekedar membaca, tetapi membutuhkan persiapan dengan baik. Lektor menjadi orang yang terpanggil dan terpilih Allah, maka harus bersedia melaksanakan tugas dan panggilannya tersebut serta tidak alasan untuk menolak. Menjadi lektor sebuah pelayanan, pengabdian demi Gereja dan demi Kristus. Oleh sebab itu menjadi Lektor tidak memandang umur, latar belakang maupun pendidikan.

(d) Menjadi Putra-Putri Altar

Putra-Putri altar atau misdinar adalah perkumpulan yang dibangun Gereja atau Paroki setempat untuk menghimpun anak-anak usia SD–SMP agar dapat melaksanakan tugas yang dipercayakan Gereja kepada mereka. Perkumpulan ini menjadi tempat yang efektif bagi pembinaan iman remaja agar sungguh-sungguh mempunyai iman yang mendalam dan Putra-Putri Altar dengan bebas dan senang hati melibatkan diri dalam pelayanan hidup menggereja serta sebagai ungkapan tanggungjawabnya menjadi anggota Gereja. Selain itu, menjadi Putra-Putri Altar berarti menunjukkan rasa cinta kepada Gereja. Tugas utama misdinar itu membantu imam selebran saat penyelenggaraan Misa (Amuristian Daely dan Subaryani, 2009: 37).

(e) Anggota Paduan Suara

Paduan suara adalah orang-orang yang bertugas menyanyikan lagu, dalam suasana kebersamaan, yang dapat membantu atau mendukung kemeriahan dan keagungan tindak liturgi yang sedang dirayakan (Prasetya, 2003: 53). Menjadi


(1)

: SMP Pangudi Luhur Cawas

KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA SIKLUS II/ PERTEMUAN II Nama sekolah

Tahun pelajaran : 2014/2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Skala 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

4 2 4 3 2 4 4 3 5 4 4 3 4 3 2 3 2 2 2 2 62 3.1 Sedang

5 4 3 4 3 4 4 4 5 4 4 5 4 3 4 3 4 5 5 4 81 4.05 Tinggi

3 4 3 4 3 3 2 3 3 3 3 4 4 3 4 5 3 4 4 5 70 3.5 Tinggi

4 3 4 3 4 5 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 5 4 75 3.75 Tinggi

3 4 4 3 4 5 5 4 2 3 4 3 4 4 4 3 4 4 5 3 75 3.75 Tinggi

5 4 4 3 5 3 4 3 4 4 3 4 2 3 4 3 2 3 4 4 71 3.55 Tinggi

3 4 5 4 2 3 4 5 4 3 4 3 4 5 4 3 4 3 4 5 76 3.8 Tinggi

4 4 3 3 4 5 3 4 5 4 3 5 4 3 4 5 3 4 5 4 79 3.95 Tinggi

5 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 73 3.65 Tinggi

4 5 3 2 2 2 2 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 65 3.25 Sedang

4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 2 3 4 2 3 4 5 67 3.35 Tinggi

3 4 3 3 4 3 2 3 4 3 4 4 3 4 3 2 3 3 3 4 65 3.25 Sedang

3 3 3 4 5 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 5 71 3.55 Tinggi

2 3 3 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 4 3 3 4 3 3 3 74 3.7 Tinggi

5 4 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3 72 3.6 Tinggi

Ega C 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 4 3 2 61 3.05 Sedang

5 4 3 3 4 3 4 3 2 5 3 3 3 4 3 4 3 3 4 66 3.47 Tinggi

57 54 54 49 55 53 52 52 58 52 55 56 56 50 52 53 49 53 58 58 1203 3.8 3.6 3.6 3.3 3.7 3.5 3.5 3.5 3.9 3.5 3.7 3.7 3.7 3.3 3.5 3.5 3.3 3.5 3.9 3.9 70.76 3.55

Kriteria Rata Febri Matius Nama Item Anggita

No Butir Soal

Jml Daniel No Kegiatan Brian Ajeng Silvia Rio Elisa Wengkuh Yosafat Reiner Sinta Chandra 3 PIR Jumlah Rata-Rata Catrin Wahyu

(44)


(2)

: SMP Pangudi Luhur Cawas

KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA SIKLUS II/ PERTEMUAN II Nama sekolah

Tahun pelajaran : 2014/2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Skala 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

3 3 4 2 3 4 3 4 4 4 5 4 4 5 3 4 4 3 3 3 72 3.6 Tinggi

4 5 4 4 4 5 4 3 3 3 3 4 3 4 4 5 4 4 3 2 75 3.75 Tinggi

5 4 3 4 3 3 3 4 5 2 3 4 3 4 3 5 3 4 3 4 72 3.6 Tinggi

7 8 8 6 7 9 7 7 7 7 8 8 7 9 7 9 8 7 6 5 147

3.5 4 4 3 3.5 4.5 3.5 3.5 3.5 3.5 4 4 3.5 4.5 3.5 4.5 4 3.5 3 2.5 73.5 3.68

3.51 4

Pen dlm

n Im an L

ingk ngn

Rata Kriteria Tika

No Kegiatan Nama Item

No Butir Soal

Rata-rata total Dewangga Jumlah Rata-rata Satria Jml

(45)


(3)

(46)

Lampiran 12 : Daftar Hadir Aksi I


(4)

(47)

Lampiran 13 : Daftar Hadir Aksi II


(5)

(48)

Lampiran 14 : Daftar Hadir Aksi III


(6)

(49)

Lampiran 15 : Daftar Hadir Aksi IV


Dokumen yang terkait

Pendampingan iman orang muda sebagai upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja orang muda Katolik Paroki Kristus Raja Barong Tongkok, Kalimantan Timur.

1 16 113

Evaluasi pendidikan kepangudiluhuran di SMP Pangudi Luhur Yogyakarta, SMP Pangudi Luhur Sedayu dan SMP Pangudi Luhur Moyudan.

6 113 132

Upaya meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja di Stasi Santo Lukas, Sokaraja, Paroki Santo Yosep Purwokerto Timur, Jawa Tengah melalui katekese umat model shared christian praxis.

29 354 137

Sumbangan katekese umat sebagai upaya untuk meningkatkan keterlibatan umat dalam hidup menggereja di Stasi Mansalong Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong Kabupaten Nunukan.

2 16 158

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja secara kontekstual di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari.

0 8 159

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda stasi Gembala yang Baik Paroki Santo Yusuf Batang dalam hidup menggereja melalui katekese kaum muda.

6 40 156

Pendampingan iman orang muda sebagai upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja orang muda Katolik Paroki Kristus Raja Barong Tongkok, Kalimantan Timur

1 3 111

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda stasi Gembala yang Baik Paroki Santo Yusuf Batang dalam hidup menggereja melalui katekese kaum muda

2 2 154

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja di Paroki Santo Antonius, Bade, Keuskupan Agung Merauke melalui shared christian praxis - USD Repository

0 4 141

Upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja bagi kaum muda Paroki Kristus Raja Sintang Kalimantan Barat melalui katekese - USD Repository

0 3 236