Bidang Sosial KEGIATAN POLITIK SOEKARNO SELAMA PENGASINGAN DI ENDE

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN SOEKARNO DI ENDE BAGI MASYARAKAT

TAHUN 1934-1938 Keberadaan Soekarno di Ende merupakan bagian dari sejarah besar Negara Indonesia.Semangatperlawanan Soekarno menggerakan masyarakat Ende dan kegigihannya bertahan melawan tekanan kolonialisme.Banyak permasalahan yang terjadi pada Soekarno ketika di asingkan.Soekarno sendiri dengan pendekatannya mampu membuat masyarakat menjadi lebih berani melawan Belanda, termasuk masyarakat Ende.

A. Bidang Politik

Dari bidang politik dampak keberadaan Soekarno di Ende terlihat Soekarno mengobarkan semangat juangnya memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajah, dan berhasil melakukan kegiatan Politiknya di Ende yang di kenal sebagai “Pancasila”.Ende sangat mempengaruhi Soekarno, karena di Ende-lah Soekarno “menemukan dan merancang” Pancasila. Secara pribadi, Ende menjadi tempat perkembangan penting dalam diri Soekarno, yaitu perubahan dari manusia “singa podium” menjadi “ manusia perenung”. Soekarno di Jawa adalah Soekarno “pembakar massa”. Soekarno di Ende adalah Soekarno reflektif, pemikir, lebih banyak waktu dipakai untuk membaca buku dalam perpustakaan, bertukar pikiran dengan sekelompok padri, yang tidak ada hubungannya dengan gerakan kebangsaan sebagaimana para misionaris lain di Jawa. Kehidupan rakyat Ende, yang berasal dari berbagai suku bangsa dan agama tetapi hidup rukun dan damai, benar-benar memperkaya imajinasi Soekarno terhadap Indonesia merdeka kelak. Soekarno adalah seorang negarawan yang memikirkan masa depan Bangsanya. Dari seorang aktivis politik menjadi seorang pemikir tentang dasar Negara yang akan Merdeka, dari hidupnya pada pusat kolonial di Jawa ke pengalaman tentang “Timur Jauh” dari Hindia Belanda, dan dari seorang yang sejak muda terobsesi dengan trilogi “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” ke Pancasila sebagai filsafat Negara yang lebih Universal, yang konon lahir di bawah naungan sebatang pohon sukun di Ende. Lima dasar negara hasil perenungan di Ende disampaikan Soekarno dalam pidato Sidang Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia BPUPKI pada 1 Juni 1945.Tanggal itu kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran Pancasila.

B. Bidang Sosial

Kota Ende, di pulau Flores, adalah tempat Soekarno dibuang oleh pemerintah kolonial Belanda selama empat tahun. Soekarno tiba di Ende pada Februari 1934 dengan kapal Jan van Riebeeck dan meninggalkan kota ini pada Februari 1938 dengan kapal De Klerk milik KPM menuju Surabaya. Soekarno dan Ende akhirnya mempunyai hubungan yang patut ditelusuri kembali.Flores sendiri merupakan pulau kecil pada periferi Soenda Kecil, yang baru menarik perhatian pemerintah Hindia Belanda pada awal dasawarsa kedua abad 20.Dengan demikian Ende dimaksudkan sebagai tempat yang dapat mengisolasi Soekarno, menjauhkan dia dari kegiatan politiknya, dan dari rekan-rekan seperjuangannya di Pulau Jawa. Kehadirannya di kota kecil ini dan pergaulannya dengan para misionaris Katolik telah membawa sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia menjadi bagian sejarah Gereja Katolik di pulau ini. 24 Bagi Soekarno, yang telah terbiasa hidup dengan irama perjuangan, Ende ibarat sebuah ambang kematian. Di Pulau Jawa, gelora semangat hidup Soekarno telah menyatu dengan revolusi. Di Ende, disamping kesepian, ketiadaan teman berdiskusi dan massa yang siap mendengarkan pidato-pidatonya, membuat Soekarno merasa tertekan. Suatu ketika seorang sahabat menyatakan niatnya untuk menyelundupkan Soekarno keluar dari Pulau Bunga dengan kapal. Soekarno menjawab dengan tegas, ”Lebih baikjangan.”Soekarno dengan terus terang mengakui bahwa sering timbul pikiran menggoda untuk melarikan diri.Mendengar ini sahabat Soekarno tadi makin mendesak Soekarno melakukannya, karena di Jawa Soekarno dapat bekerja lagi membantu teman- teman seperjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia.Kesetiaannya pada cita-cita perjuangannya sendiri dan terutama karena harga diri yang dimilikinya, Soekarno menampik lagi ajakan sahabatnya itu. Beliau dengan tegas berkata; ”Itu bukan cara Bung Karno. Nilaiku adalah sebagai lambang di atas.Dengan tetap tinggal di sini rakyat Marhaen melihat, bagaimana pemimpinnya juga menderita untuk cita-cita.Saya telah memikirkan bujukan hatiku untuk lari dan mempertimbangkan buruk baiknya.Tampaknya lebih baik bagi Bung Karno untuk tetap menjadi lambang dari pengorbanan menuju cita- cita.” Lukas Batmomolin,dkk. Tim Nusa Indah, 2006:45. 24 Lambert Giebels, Soekarno : Biografi 1901-1950, Jakarta : PT Grasindo, Jl. Palmerah Selatan 22-28, 2001, Hlm. 194-196. Rumah sederhana ini jadi awal hidup baru bagiSoekarno.Beliau mulai menyusun siasat dan strategi baru dengan kharismatiknya mampu mempengaruhi rakyat di pulau ini untuk bangkit dan berjuang melawan penjajah. Beliau menyusun naskah-naskah tonil atau sandiwara dan dengan bantuan para Misionaris Gereja Katholik yang sekarang menjadi Biara Santo Yosef Ende dan Gereja Katedral Ende, sandiwara-sandiwara itu dapat dipentaskan di Gedung Imakulata yang dulunya adalah gedung pertemuan milik Misionaris SVD. Para pemain sandiwara ini adalah sahabat-sahabat beliau sendiri yang adalah masyarakat Ende. Pada awalnya Soekarno dan sahabat-sahabatnya berkumpul untuk berbicara tentang apa saja, sekedar untuk mengusir kesepiannya. Tidak ada diskusi formal tentang politik.Tapi lewat pertemuan-pertemuan yang sederhana ini, Soekarno mulai mengajar sahabat-sahabatnya tentang perjuangannya memerdekakan Indonesia.Semangat perjuangan ditanamkan dalam hati mereka dan harapan Indonesia merdeka dihidupkan di dalam jiwa mereka. Hasil dari pertemuan-pertemuan itu ialah lahirnya sebuah perkumpulan sandiwara yang diberi nama “Toneel Club Kelimutu”. Seorang misionaris yang menjadi teman baik Soekarno adalah Pater Huijtink SVD yang adalah pastor dari Belanda.Dari Pater Huijtink inilah Soekarno memperoleh bantuan dalam pementasan drama-dramanya, bahkan salah satu ruang paroki diizinkan sebagai sanggar dan tempat latihan sandiwara olehSoekarno.Dari persahabatannya dengan para misionaris ini, Soekarno bisa memperoleh bahan bacaan dari perpustakaan milik biara.Soekarno juga berdiskusi