Sikap Soekarno Terhadap Komunisme
untuk menggencet dan menghisap. Jadi dalam faham kebangsaan itu harus ada semangat kerjasama dan gotong royong antar Bangsa Indonesia dan antara Bangsa
Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sosio-demokrasi adalah faham yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat yang berarti menghilangkan kemiskinan rakyat.Soekarno berpendapat bahwa sosio-demokrasi mencakup demokrasi politik
dan ekonomi.Gagasan ini merupakan reaksi terhadap demokrasi yang muncul di barat pada waktu Soekarno mencetuskan ide ini.Demokrasi di Barat yang
dipahami Soekarno adalah Demokrasi yang lebih bersifat liberalistis yang hanya menjamin kebebasan warganya dalam bidang politik saja dan tidak berlaku di
bidang ekonomi. Oleh karena itu supaya tidak terjadi penindasan dan ada kebebasan di bidang ekonomi maka sistem kapitalisme didalam masyarakat itu
harus dihapus, karena selama sistem itu masih ada tidak mungkin terjadi kebebasan ekonomi.Rakyat yang mengatur negaranya, perekonomiannya dan
kemajuannya supaya segala sesuatunya bisa bersifat adil, tidak membeda-bedakan orang yang satu dengan orang yang lainnya.Rakyat menginginkan berlakunya
demokrasi social yaitu terlaksananya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.Ia mempunyai prinsip utama yaitu, perikemanusiaan, nasionalisme yang
berperikemanusiaan, dan demokrasinyapun harus breperikemanusiaan pula seperti yang dikatakan Gandhi.
16
Pikiran-pikiran dasar tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme seperti yang dimaksudkan dalam
16
Peter Kasendra, Sukarno Muda : Biografi Pemikiran 1926-1933, Jakarta : Komunitas Bambu, 2010, hlm. 52-53.
sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi tersebut, kemudian dinamakan sebagai suatu isme atau ideologi yang menggunakan kata Marhaen sebagai simbol
kekuatan rakyat yang berjuang melawan segala sistem yang menindas dan memelaratkan rakyat. Marhaenisme adalah teori politik dan teori perjuangannya
rakyat Marhaen, teori untuk mempersatukan semua kekuatan revolusioner untuk membangun kekuasaan, dan teori untuk menggunakan kekuasaan melawan dan
menghancurkan sistem yang menyengsarakan rakyat Marhaen.Marhaenisme yang merupakan teori politik dan teori perjuangan bagi rakyat Indonesia memperoleh
bentuk formalnya sebagai filsafat dan dasar Negara Republik Indonesia yaitu sebagai Pancasila.
Menurut Soekarno, untuk mencapai suatu masyarakat tanpa kelas tertindas di Indonesia, tidaklah cukup bagi kaum Marhaen yang akan memperjuangkannya
untuk menjadi kaum revolusioner borjuis dengan kemerdekaan sebagai tujuan akhir mereka. Mereka harus menjadi orang-orang revolusioner sosial dan tidak
boleh berhenti sebelum terwujudnya kebahagiaan bagi semua orang, bagi seluruh komunitas Indonesia. Kepada perjuangan itu, Soekarno memberikan namayaitu
Sosionasionalisme atau nasionalisme Marhaen.
17
Karena bernada Marxis, maka gagasan-gagasan di balik asas-asas Marhaenisme: Sosionasionalisme dan
Sosiodemokrasi itu perlu dianalisa untuk mengetahui kandungan Marxis dari Marhaenisme ciptaan Soekarno itu.
17
http:politik.kompasiana.com20130609bung-karno-dan-gagassan-gagasannya-567110.html
Marhaenisme adalah tiap-tiap orang Bangsa Indonesia yang menjalankan Marhaenisme, demikianlah bunyi tesis terakhir dari Sembilan tesis tentang
Marhaen dan Marhaenisme yang dikemukakan dalam sebuah kongres Partai Indonesia dalam bulan Juli 1933, dan yang tidak lama kemudian diuraikan lebih
lanjut oleh Soekarno.Dengan begitu, maka Marhaenis adalah tiap orang Indonesia yang bersedia bekerjasama untuk membangun sebuah tatanan social yang adil.
Dengan demikian, tidak saja gagasan tentang perjuangan kelas dihindari, tetapi juga individu-individu diberi kebebasan untuk bekerjasama dalam perjuangan
kaum miskin dan tertindas bagi masa depan yang lebih baik, tanpa memandang kedudukan sosial dan ekonomi mereka; ini berlaku bahkan bagi golongan kaya.
18
Sementara teori Marxis berkembang atas dasar antithesis yang eksak, maka Soekarno tetap berpegang pada sintesisnya, bahkan pada waktu ia merasa
sangat dekat dengan Marxisme. Kata Marhaen itu sendiri merupakan bukti yang paling baik. Di dalam tesisnya yang ketiga dikatakan, bahwa Partindo
menggunakan kata Marhaen dan bukan proletar, karena kaum proletar sudah tercakup di dalam kata Marhaen, dan oleh karena perkataan proletar itu bisa juga
diartikan bahwa kaum tani dan lain-lain kaum yang melarat tidak bermaktub di dalamnya.
Kemudian dalam tahun 1933, Soekarno menulis dalam Fikiran Rakyat mengenai Marhaen dan proletar, yaitu suatu uraian mengenai keputusan
konperensi Partindo Partai Indonesia mengenai ideologi baru itu di Mataram
18
http:politicalphotography.blogspot.com201303pemikiran-politik-soekarno.html .download 29 Oktober 2014 jam 09.30
Yogyakarta yang dikemukakan dalam bentuk 9 dasar pokok Marhaen dan Marhaenisme.
Dalam artikel
ini Soekarno
berusaha menghubungkan
Marhaenisme dengan Marxisme, atau apa yang disebut Bernhard Dahm sebagai Marhaenist version of Marxism.
Dasar pokok pertama mengemukakan bahwa Marhaenisme berarti sosial- nasionalisme dan sosio-demokrasi.Dasar pokok kedua menyatakan bahwa
Marhaen mencakup kaum proletar, kaum tani, dan kaum melarat lainnya. Oleh karena itu dasar pokok ketiga Marhaen lebih luas dari proletar, karena ia
mencakup segala macam kaum yang melarat. Tetapi dasar pokok kelima di dalam perjuangan Partindo berkeyakinan bahwa kaum proletar mengambil
bagian yang besar sekali.Soekarno sengaja mengupas dasar pokok kelima ini. Walaupun Marhaen menunjukkan perbedaan-perbedaan dengan proletar, katanya,
tapi pada “punt” kelima ini diakui bahwa peranan kaum proletar adalah penting sekali, dan ini disebutkannya sebagai segi modern dari Marhaenisme sebab kaum
proletarlah yang lebih hidup di dalam ideologi modern yang anti-kolonialis dan anti-imperialis. Ideologi modern yang dimaksud tak lain adalah Marxisme atau
Komunisme.
19
19
Marhaen adalah nama Sunda yang umum dipakai di daerah pedesaan Jawa Barat. Nama ini menimbulkan gambaran seorang petani kecil, sama seperti „Kromo‟ di daerah perkotaan
adalah nama orang kebanyakan. Di kemudian hari Soekarno akan menjuluki pengikutnya yang berasal dari prolet
ariat Indonesia sebagai „kaum Marhaen‟ dan „kaum Kromo‟ Giebels, 2001: 59.