Analisis Unsur-unsur Intrinsik Syair Mu’allaqah
54
1. Bagian awal atau muqadimah syair nasib. Nasib adalah penyebutan nama perempuan dan berbagai hal yang terkait
dengan perempuan yang memiliki kehidupan yang sangat dekat dengan penyair, bisa kekasih, istri, anak, ataupun saudara. Nasib menjadi ciri khas dari syair
Jahiliyah. Secara sosiologi, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Jahiliyah sangat lekat dengan perempuan, namun hal ini tidak berarti mereka menempatkan
perempuan sebagai sosok yang dimuliakan. Tradisi penyebutan perempuan pada syair-syair Jahiliyah, lebih pada sikap alamiah laki-laki yang mencintai perempuan
sebagai lawan jenis. Hal ini terbukti dari syair Zuhair yang menjadikan Ummu Aufa yang bernama asli Laila sebagai mukadimah nasib syairnya. Padahal Ummu Aufa
sebagaimana dibahas pada bab 3 adalah mantan istrinya yang diceraikan gara-gara anak-anaknya meninggal semua saat masih kecil.
ِم لكت م ٌةَْمِد َفْوَأ مأ نِمأ م لثتماف ِجاردلا ةناموح
Adakah jejak-jejak Ummi Aufa yang belum berbicara di al-Darraj dan juga al-Mutatsallam
اهأك نتمق رلاب اه ٌرايد ِمَصْعِم رشاون ف ٍمْشَو عيجارم
Perkampungan yang terletak di al-Raqmatain, seakan-akan Titik-titik hitam nila di pergelangan tangan
161
ةَفْلِخ نشم مارآاو نِعلا اه ِمَثََْ لك نم َنْضه ي اهؤاطأو
Di perkampungan itu sapi-sapi dan kijang-kijang berlalu lalang dan anak-anaknya terperanjat dari tidur
َ قَو ة جِح نيرشع دعب نم اه تْف
م هوت دعب رادلا تفرع ا يَََْف
Ku berhenti di sana, untuk mengunjunginya setelah 20 tahun berlalu dengan susah payah, akhirnya kutemukan kampung ini
ٍلَحْرِم س رَع م ف اعْف س ياثأ ِم لثتي م ضو ا مذِجك ايؤنو
kutemukan tungku-tungku hitam di pemberhentian para musafir
161
Rumah-rumah bekas peninggalan Ummu Aufa oleh Zuhair diibaratkan dengan bekas tusukan-tusukan nila di pergelangan tangan yang biasanya digunakan untuk menghias diri oleh
perempuan. Saat ini mungkin sama dengan tato di tubuh.
55 Dan Tanggul-tanggul air yang tersisa bagaikan kolam-kolam kecil
اهِعْبَرل تلق رادلا تفرع ا ملف ِمَلْساو عْبَرلا اهيأ احابص ْمِعْنَأ اأ
Saat kudapati rumah itu, aku berkata pada penghuninya Selamat pagi wahai penghuni rumah..
نئاغظ نم ىرت له يليلخ رصبت ل م
يلعلاب ن ج قوف نم ءا
ْر ِ ث
Perhatikanlah sahabatku, tidakkah engkau melihat perempuan dalam sekedup-sekedup Yang melintasi bukit-bukit dari atas mata air Jurtsum
162
قلا َن ْلعج هَنْز َحو نم نع نا
مرحو لح نم نا قلاب مكو
Bukit Qanan di sebelah kanan meraka dengan tanah-tanahnya yang keras Dan di bukit Qanan itu ada yang sudah menikah, ada juga yang masih lajang
َلع ْو َن
مأب ٍطا
ِع ت
ٍقا كو
ل ٍة ِوار
ٍد َح
ِشاو ْي
م اه ِكاش
َه ِة لا
مد
Mereka tampak di ketinggian dengan busana klasik Dengan warna merah darah di tepinya
هَتم نولعي نابو سلا ف َنْك روو مع تما معا لا لد نهيلع
Mengendarai unta di atas bukit di atas barang-barangnya Tampak senang dan menyenangkan
ب نْركب تساو اروك
ةرحسب نرح مفلا ف ديلاك سرلا ىداول نهف
Mereka berangkat di pagi hari dan bangun di pagi buta Mereka menuju lembah al-Ras, seakan-akan tangan masuk ke dalam mulut
163
ٌرظ مو قيدصلل ىهلم نهيفو نأ
ي عل ق
لا ن سوتما رظا
م
Mereka sangat menyenangkan bagi sahabat dan menjadi pemandangan Yang menarik bagi mata yang memandang
لز م لك ف نهعلا تات ف نأك ِم طَ م ا فلا ُبَح هب َنْلزن
162
Jurtsum yaitu mata air milik Bani Asad
163
Penyair mengibaratkan perempuan-perempuan yang masuk ke dalam lembah al-Ras itu dengan tangan yang masuk ke mulut lurus tidak berbelok.
56 Bulu-bulu yang bertebaran ke setiap rumah dan menghampiri
Seakan-akan biji pohon al-fana yang belum mekar
ةما ِم اقر ز ءاما ندرو املف ميختما رضا ا يصع نعضو
Saat tiba di mata air yang jernih Merekapun mendirikan kemah
Nasib, pada umumnya bukan hanya ada pada bait pertama yang menyebutkan nama perempuan, namun juga bait-bait berikutnya yang
menceritakan berbagai hal tentang tokoh perempuan yang ada dalam nasib. Dalam syair Zuhair nasib dimulai dengan menyebutkan nama Ummu Aufa Laila mantan
istrinya, lalu rumah dan perkampungan tokoh perempuan dengan segala peristiwa di dalamnya, bekas-bekas yang dilalui oleh sang tokoh, serta kehidupan lainnya
yang ada di sekitar tokoh perempuan, sebagaimana tampak pada syair-syair di atas.
2. Bagian tengah merupakan tema ghardh dari syair Bagian tengah syair oleh Zuhair digunakan untuk menyampaikan tujuannya.
Tujuan utama dari syair al- Mu’allaqât Zuhair yang sangat popular ini adalah
memuji madh Harem ibn Sinan dan al- Harits ibn ‘Auf. Dua tokoh perdamaian
antara kabilah ‘Abbas dan Dzubyan. Hal ini tampak pada bait-bait di bawah ini:
هلوح فاط ىذلا تيبلاب تمسقأف م هْر جو شيرق نم ْو َ ب لاجر
Aku bersumpah demi rumah yang selalu digunakan thawaf oleh Bani Quraisy dan Jurhum
اهودبعي ىلا ىزعلاو تالابو م ركما قيتعلا ِتيبلاو ةكم
Dan demi Latta dan ‘Uzza yang mereka sembah di Mekah dan juga di Ka’bah yang dimuliakan
و ناديسلا مع ل ا يم ِج
ْد ام
مرمو ليحس نم لاح لك ىلع
Aku bersumpah, engkau berdua adalah sebaik-baiknya pemimpin yang aku dapati di setiap hal, baik saat lemah ataupun kuat
َت ْكراد
ت َع ام
ْب امدعب انايبذو اس
وقدو اونافت مش َم رطع مه يب ا
Kalian bertemu atas nama bani Abbas dan Dzubyan untuk berdamai, setelah
57 Bertempur dan mencium wangi aroma Mansyim
164
نم فورعمو لام اعساو ملسلا كردن نإ امتلق دقو لوقلا
ملسن
Kalian telah mengatakan, andai perdamaian itu bisa kita dapatkan lewat harta dan perkataan yang baik secara luas, marilah kita berdamai
نطوم رخ ىلع اه م امتحبصأف ثأمو قوقع نم اهيف نيَديعَب
Maka kalian berdua berada pada tempat terbaik, jauh dari kejahatan dan dosa
ام تيِد ه ٍ دعم ايلع ف نميظع م از ك حبتسي نمو
م ظعي دجا ن
Menjadi mulia, di tempat tertinggi kalian didoakan Siapa yang menyimpan kemuliaan, ia akan dimuliakan
تحبصأف نِئماب مولكلا ى فعت مرْجم اهيف سيل نم اهمج ي
Lukapun terhapus dengan seekor unta, maka luka itu harus ditebus oleh pihak yang tidak melakukan kesalahan.
ةمارغ موقل موق اهمج ي مجح ءلم مه يب اوقيرهي مو
Luka itu ditebus oleh kelompok lain sebagai hutang Dan mereka tidak saling mengalirkan darah dalam mangkuk bekam
مكدات نم مهيف ىرج حبصأف لافإ نم ىش ماغم
ِ مَز م
Maka berbagai ghanimah berupa unta yang khas mengalir dari harta peninggalan kalian
ةلاسر يع فاحأا غلبأ اأ مسْق م لك متمسقأ له نايبذو
Mohon sampaikan pada para pemimpin bani Asad dan Ghatfan pesan dariku Dan juga Dzubyan, apakah kalian siap bersumpah secara sungguh-sungguh?
Untuk meyakinkan keseriusan perdamaian antara dua kabilah, sebagai penyair yang cerdas, Zuhair memulai pujian untuk kedua tokoh al-sayidani
164
Dikatakan bahwa Mansyim adalah nama seorang perempuan yang memiliki aroma tubuh yang sangat harum. Para kabilah membeli perempuannya sebagai lambang keharuman,
mereka bersumpah atas namanya ketika berperang melawan musuh, bahwa mereka tidak akan menyerah sampai mampu mengalahkan lawan. Untuk itu, keberuntungan bangsa Arab ditentukan
oleh aroma Mansyim.
58
dengan 2 dua sumpah yang bersifat religious. Sumpah pertama atas nama ka’bah sebagai tempat ibadah thawaf yang dibangun oleh bani Jurhum sebagai moyang
dari kedua kabilah yang berperang tersebut Abbas dan Dzubyan. Sumpah kedua, Zuhair juga menggunakan Latta dan Uzza, dua berhala yang dijadikan sembahan
bangsa Arab saat itu. Kedua sumpah ini menunjukkan bahwa apa yang akan diutarakannya adalah sebuah keseriusan.
Pujian-pujian madh yang disampaikan oleh Zuhair kepada kedua pembesar kabilah tersebut, sesungguhnya untuk meyakinkan kepada anggota
kabilah lainnya agar menuruti perdamaian yang telah disepakati bersama dengan mencontohkan kebesaran kedua tokoh tersebut yang tidak mungkin menghianati
antara satu dengan yang lainnya. Selain itu juga akan melaksanakan perjanjian- perjanjian yang telah disepakati.
3. Pesan moral yang ingin disampaikan Syair Al-
Mu’allaqât Zuhair Ibnu Abi Sulmâ adalah syair yang sarat dengan pesan moral. Para kritikus sastra Arab bahkan memasukan syair ini ke dalam
kategori syair hikmah, dan pada masa Islam banyak dikutip sebagai kata-kata mutiara. Namun secara umum, pesan moral yang terdapat dalam syair tersebut
terdiri dari: 1. Kejujuran pada Tuhan
2. Perdamaian, Konsekuensi perang dan hukum yang berlaku dalam peperangan
3. Etika social 4. Etika pergaulan
Pesan moral tersebut selanjutnya akan dibahas secara khusus dalam pembahasan berikut ini.
c. Gaya Bahasa Zuhair adalah penyair dari para penyair, karena ia tidak suka bertele-tele
dalam ungkapan-ungkapannya, menjauhi kata-kata yang liar, dan tidak memuji kecuali karena memang pantas untuk dipuji.
165
Ungkapan Umar ibn al-Khathab
165
Muhammad Yusuf Farran, Zuhair Ibn Abi Sulma, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990 M, 129
59
tersebut, secara umum cukup memberi gambaran kepada kita gaya bahasa Zuhair Ibnu Abi Sulmâ dalam menggubah syair-syairnya.
Dalam syair al- Mu’allaqât di atas, saya menemukan beberapa karakteristik
gaya bahasa Zuhair, seperti: 1. Penggunaan tasybih.
Tasybih, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah perumpamaan. Gaya bahasa tasybih banyak digunakan dalam mukadimah al-
Mu’allaqât Zuhair. Dalam mukadimah tersebut, tasybih digunakan Zuhair untuk menggambar sesuatu
atau keadaan washf. Dari empat belas 14 bait syair mukadimah nasib lima diantaranya menggunakan gaya bahasa perumpamaan tasybih. Sebagai contoh:
اهأك نتمق رلاب اه ٌرايد ِمَصْعِم رشاون ف ٍمْشَو عيجارم
Perkampungan yang terletak di al-Raqmatain, seakan-akan Titik-titik hitam nila di pergelangan tangan
ب نْركب تساو اروك
ةرحسب نرح مفلا ف ديلاك سرلا ىداول نهف
Mereka berangkat di pagi hari dan bangun di pagi buta Mereka menuju lembah al-Ras, seakan-akan tangan masuk ke dalam mulut
166
Dalam bait tersebut, dengan jelas Zuhair menggunakan artikel أك seakan-
akan dan bagai yang merupakan alat tasybih dalam bahasa Arab. أك seakan-
akan dan bagai, seperti merupakan artikel perumpamaan yang paling banyak digunakan. Pada bait pertama, zuhair menggunakan perumpamaan suatu benda
konkrit hissi dengan benda konkrit hissi lainnya, yaitu kata diyar rumah-rumah di perkampungan dengan titik-
titik nila maraji’ wasym yang dilukiskan di pergelangan tangan. Sedangkan pada bait kedua, suatu keadaan diibaratkan dengan
sesuatu yang konkrit, yaitu iringan para perempuan di lembah Ras diumpamakan dengan tangan yang masuk ke mulut.
Selain أك
dan , ada juga yang menggunakan kata yang bermakna kata kerja “menyerupai” seperti dalam bait berikut ini:
166
Penyair mengibaratkan perempuan-perempuan yang masuk ke dalam lembah al-Ras itu dengan tangan yang masuk ke mulut lurus tidak berbelok.
60
َلع ْو َن
مأب ٍطا
ِع ت
ٍقا كو
ل ٍة ِوار
ٍد َح
ِشاو ْي
م اه ِكاش
َه ِة لا
مد
Mereka tampak di ketinggian dengan busana klasik Dengan warna merah di tepinya bagai darah
Kata
م ِكاش
َه ِة
dalam syarh al- Mu’allaqât al-Sab’ diartikan dengan ة باشم
yang artinya menyerupai.
167
Dalam ilmu balaghah, gaya bahasa tasybih yang menggunakan unsur lengkap musyabbah, musyabbah bih, wajh syibh, dan adat tasybih disebut dengan
tasybih mursal dan termasuk ke dalam tasybih yang paling sederhana. Gaya bahasa tasybih termasuk gaya bahasa yang digemari penyair Jahiliyah. Gaya bahasa
tasybih perumpamaan biasanya digunakan penyair untuk menggambarkan suatu keadaan yang disebut dengan washf, sebagaimana tampak pada kedua contoh di
atas. 2. Penggunaan majas dan metafora.
Selain tasybih, Zuhair juga menggunakan gaya bahasa yang lebih tinggi dari tasybih yaitu majas. Majaz adalah gaya bahasa yang digunakan bukan pada
makna yang sebenarnya, karena ada indicator qarinah yang memalingkannya dari makna asli ke makna majazi. Di antara jenis majas yang digunakan Zuhair
dalam syairnya adalah isti’arah metafora. Isti’arah adalah gaya bahasa
perumpamaan yang hanya menyebutkan salah satu tharf tasybih. Yang dimasud dengan tharf tasybih adalah sesuatu yang diumpamakan musyabbah dan yang
dibuat perumpamaan musyabbah bih. Gaya bahasa majas isti’arah yang digunakan Zuhair tampak pada bait syair
berikut ini:
ِم لكت م ٌةَْمِد َفْوَأ مأ نِمأ م لثتماف ِجاردلا ةناموح
Adakah jejak-jejak Ummi Aufa yang belum berbicara di al-Darraj dan juga al-Mutatsallam
167
Ibn Abdillah al-Zauzini, Syarh al- Mu’allaqat al-Sab’, Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah, 1985, h. 64
61
Kata dimnah
ٌةَْمِد
sebagaimana disebutkan dalam Syarh alAl- Mu’allaqât
al-sab ’ diartikan dengan sesuatu yang hitam yang ada pada bekas rumah yang
ditinggalkan penghuninya, seperti tahi binatang ba’r, abu ramad, bekas tungku
masak, dan lainnya. Dalam syair di atas, kata dimnah dianalogikan dengan manusia. Hal ini tampak dari qarinah indicator yang disebutkan setelahnya yaitu kata lam
takallami tidak berbicara. Melalui gaya bahasa majas isti’arah, dimnah atau
puing-puing hitam oleh Zuhair diserupakan dengan manusia dan diminta untuk berbicara menyampaikan kabar tentang kekasih yang dicintainya.
Contoh majas lainnya yang ada dalam syair al- Mu’allaqât Zuhair:
فذقم حاسلا ىكاش دسأ يدل م لَق ت م رافظأ دَبِل هل
Di hadapan sang singa yang berkuku tajam lagi besar bersurai, dengan kuku-kuku yang panjang
Kata Asad singa dalam bait tersebut, bukan merujuk pada makna yang sesungguhnya, namun merujuk pada Hushain ibn Dhamdham saudara Harem ibn
Dhamdham dari kabilah Abbas.
168
Hushain dalam syair tersebut diumpamakan dengan singa yang berkuku tajam, bertubuh besar, dan berkuku tajam. Sebuah
perumpamaan bagi seseorang yang gagah berani. Dalam bait tersebut, Zuhair Hanya menyebutkan musyabbah bih yang diserupakan tanpa menyebutkan
musyabbah yang diserupai. Zuhair juga menyebutkan dalam syairnya tersebut ciri-ciri yang menggambarkan musyabbah bih singa bukan Hushain tokoh yang
gagah berani. Hal ini tampak pada penyebutan ciri-ciri singa yang gagah berani, seperti kuku yang tajam dan bersurai. Majas yang seperti ini dalam ilmu balaghah
disebut dengan isti’arah murasyahah.
Selain kedua contoh tersebut, masih banyak contoh-contoh lainnya yang menggunakan gaya bahasa majas. Banyak digunakannya gaya bahasa majas pada
masa Jahiliyah, menunjukkan bahwa penyair pada masa itu sudah memiliki cita rasa
168
Dalam buku Diwan Zuhair Ibn Abi Sulma dijelaskan bahwa Hushain Ibn Dhamdham adalah saudara dari Harem ibn Dhamdham. Ia mati terbunuh saat perang al-
Ya’mariyah antara kabilah Abbas dan Dzubyan. Nasib Dhamdham, seperti halnya ayahnya yang terbunuh pada saat
perang al- Muryaqib, ia pun dibunuh oleh ‘Antarah ibn Abi Syaddad dari kabilah Abbas. Lih. ‘Ali
Fa’ur, Diwan Zuhair Ibn Abi Sulma, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003, h. 108
62
seni yang tinggi. Meskipun bersifat individual, seseorang yang memiliki cita rasa seni yang tinggi, bisa dikategorikan sebagai seseorang yang berperadaban.
3. Jumlah syartiyyah klausa bersyarat. Gaya bahasa lainnya yang menjadi ciri khas syair Al-
Mu’allaqât Zuhair adalah banyak digunakannya struktur jumlah syarthiyyah atau klausa bersyarat.
Gaya bahasa model ini banyak dijumpai dalam bait yang berisi pesan-pesan moral yang biasa disebut dengan syair-syair hikmah. Syair hikmah menjadi penutup dari
rangkaian syair al- Mu’allaqât Zuhair, setelah nasib sebagai puisi pembuka, madh
sebagai tujuan puisi, dan hikmah sebagai amanat atau pesan moral yang hendak disampaikan oleh penyair.
Inilah beberapa gambaran tentang syair Al- Mu’allaqât Zuhair dan unsur-
unsur intrinsik yang membangunnya. Unsur-unsur intrinsik yang membangun syair al-
Mu’allaqât Zuhair, sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari unsur-unsur ekstrinsik yang mempengaruhinya, seperti tradisi bersyair dan kondisi sosiologis
masyarakat saat itu. Pesan moral yang terdapat dalam syair hikmah Zuhair dan menjadi penutup syair al-
Mu’allaqât adalah salah satu unsur intrinsik yang erat kaitannya dengan kondisi sosiologis masyarakat Arab saat itu. Oleh karena itu,
kajian nilai-nilai moralitas yang ada dalam syair tersebut akan dibahas secara tersendiri dalam bab berikutnya.
-------00-------
63