13
dengan huruf Romawi I sampai dengan VIII. Dua kelas pertama kelas I dan kelas II merupakan lahan yang cocok untuk penggunaan pertanian dan 2 kelas terakhir
kelas VII dan kelas VIII merupakan lahan yang harus dilindungi atau untuk fungsi konservasi. Kelas III sampai dengan kelas VI dapat dipertimbangkan untuk
berbagai pemanfaatan lainnya. Meskipun demikian, lahan kelas III dan kelas IV masih dapat digunakan untuk pertanian.
Dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya faktor-faktor penghambat. Tanah dikelompokkan kedalam kelas I sampai kelas
VIII, dimana semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin jelek, berarti risiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan
penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Selanjutnya kemampuan lahan dalam tingkat sub kelas adalah pembagian lebih lanjut dari
kelas berdasarkan jenis faktor penghambat yang sama. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis, yaitu: bahaya erosi e, genangan
air w, penghambat terhadap perakaran tanaman s, dan iklim c. Sub kelas erosi e terdapat pada lahan dimana erosi merupakan problema
utama. Kepekaan erosi dan erosi yang telah terjadi merupakan petunjuk untuk penempatan dalam sub kelas ini. Sub kelas kelebihan air w terdapat pada lahan
dimana kelebihan air merupakan faktor penghambat utama. Drainase yang buruk, air tanah yang dangkal, dan bahaya banjir merupakan faktor-faktor yang
digunakan untuk penentuan sub kelas ini. Sub kelas penghambat terhadap perakaran tanaman s meliputi lahan yang dangkal, banyak batu-batuan, daya
memegang air yang rendah, kesuburan rendah yang sulit diperbaiki, serta garam dan Na yang tinggi. Sub kelas iklim c terdiri dari lahan dimana iklim suhu dan
curah hujan merupakan penghambat utama. Jenis-jenis faktor penghambat ini ditulis di belakang angka kelas seperti
berikut: IIIe, IIw, IVs, dan sebagainya, yang masing-masing menyatakan lahan kelas III yang disebabkan oleh faktor erosi e, lahan kelas II yang disebabkan
oleh faktor air w dan lahan kelas IV yang disebabkan oleh terhambatnya perakaran tanaman s.
Untuk penyederhanaannya, dalam penentuan kemampuan lahan pada tingkat kelas, karakteristik yang paling berpengaruh signifikan adalah relief.
14
Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Sifat-sifat tanah yang
umumnya berhubungan dengan relief adalah Hardjowigeno 1993: 1. tebal solum;
2. tebal dan kandungan bahan organik horison A; 3. kandungan air tanah relative wetness;
4. warna tanah; 5. tingkat perkembangan horison;
6. reaksi tanah pH; 7. kandungan garam mudah larut;
8. jenis dan tingkat perkembangan padas; 9. suhu; dan
10. sifat dari bahan induk tanah initial material.
2.8 Daya Dukung Lingkungan
Salah satu pendekatan untuk mengkaji batas-batas keberlanjutan suatu ekosistem adalah ecological footprint tapak ekologi. Ecological footprint
mengukur perminaan penduduk atas alam dalam satuan metrik, yaitu area global biokapasitas. Konsep ecological footprint pertama kali dikemukakan oleh Mathias
Wackernagel dalam disertasi yang berjudul Ecological Footprint and Appropriated Carrying Capacity: A Tool for Planning Toward Sustainability
pada Universitas British Columbia Tahun 1994. Saat ini, pendekatan tersebut menjadi
satu referensi yang paling penting untuk analisis keberlanjutan global Rees dan Wackernagel 1996 dalam Rustiadi at al. 2010.
Dengan mengemukakan mengenai bagaimana mengurangi dampak penduduk terhadap alam, konsep ecological footprint menjadi isu dunia yang
penting, setidaknya dalam dua cara pandang McDonald dan Patterson 2003 dalam Rustiadi at al. 2010. Pertama, ecological footprint mengukur total biaya
ekologis dalam area lahan dari suplai seluruh barang dan jasa kepada penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk tidak hanya secara langsung memerlukan
lahan untuk produksi pertanian, jalan, bangunan dan lainnya, akan tetapi secara tidak langsung lahan pun turut mewujudkan barang dan jasa yang dikonsumsi
15
penduduk. Dalam cara pandang ini, ecological footprint dapat digunakan untuk membuat nyata biaya ekologis dari aktifitas penduduk. Kedua, ecological
footprint sebagai indikator keberlanjutan, yaitu carrying capacity. Carrying
capacity dalam ekologi adalah jumlah populasi maksimum yang dapat didukung
oleh area lahan tertentu. Konsep ini merujuk untuk semua anggota ekosistem. Menjadi sangat menarik apabila populasi di sini adalah populasi manusia atau
penduduk. Ecological footprint
menghitung semua aktivitas manusia, baik yang menghasilkan barang produktif maupun limbah. Jika dipadankan dengan sektor-
sektor ekonomi, ecological footprint adalah semua bentuk pemanfaatan materi, informasi dan energi di alam. Oleh karena itu, ecological footprint harus dapat
dikonversikan pada nilai yang setara dengan area bioproduktif yang bersesuaian dengannya. Dengan demikian, ecological footprint diekspresikan dalam satuan
yang sama dengan biokapasitas, yaitu global hektar gha. Atas dasar itu pula, ecological footprint
merupakan apa yang diminta manusia untuk mendukung kehidupannya. Hasil dari permintaan itu adalah penggunaan barang, jasa, dan
limbah yang terbuang di alam Lenzen dan Murray 2003. Di sinilah konsep ecological footprint mendapatkan titik temunya dengan
konsep daya dukung lingkungan Rustiadi at al. 2010. Ecological footprint digunakan salah satunya untuk menghitung daya dukung lingkungan. Konsep
daya dukung lingkungan carrying capacity dapat dipandang sebagai perkembangan lebih lanjut dari konsep kepadatan penduduk population density.
Kepadatan penduduk menunjukkan hubungan kuantitatif antara jumlah penduduk dan unit luas lahan. Untuk suatu daerah agraris, yang penting adalah kepadatan
penduduk agraris yang menunjukkan jumlah penduduk yang tergantung hidupnya pada pertanian jumlah petani dan keluarganya per luas lahan pertanian.
Konsep daya dukung menekankan kemampuan suatu daerah wilayah untuk mendukung jumlah maksimum populasi suatu spesies secara berkelanjutan
pada suatu tingakt kebutuhan sumber daya yang diperlukan. Dengan demikian, kemampuan ini sangat tergantung pada kekayaan sumber daya yang dimiliki oleh
suatu daerah dan tingkat kebutuhan sumber daya oleh suatu organisme. Dihubungkan dengan jumlah manusia penduduk yang mampu didukung